Mengenai Saya

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Nurdin Kurniawan, S.Pd. Bekerja sebagai PNS disalah satu sekolah di kota Kabupaten Cirebon. Selain sebagai guru aktif menulis di beberapa surat kabar yang ada di cirebon. Diorganisasi PGRI tercatat pula sebagai redaktur majalah Diaelktika, majalah milik PGRI Kab. Cirebon. Tinggal di Gebang yang merupakan Kampung Nelayan yang ada di Cirebon

Selasa, 28 Januari 2020

Sepuh (Cerpen)


Cerpen

S   E   P   U   H
Oleh : Nurdin Kurniawan

            Langit jingga dengan awan bagaikan kumpulan domba terlihat indah dibalik Gunung Ciremai. Ketukan tongkat dengan langkah kaki yang terbata-bata terdengar iba. Menjelang kemunculan rembulan  terdengar orang yang meminta dibukakan gerbang. Markum yang sedang asik mengetik di laptop menengok kearah datangnya suara. Dilihat sosok tua yang sudah tak asing lagi. Wajah tua yang mengharap secepatnya sang tuan rumah membukakan pintu gerbang.
            “Lama sekali...”
Dengan langkah yang tertatih-tatih terasa berat menopang tubuh yang tak seperti dulu lagi. Tongkat ular naga yang membuat Mbah Dirja masih terlihat tangguh.
            “Kebiasaan....”
            “Mana minumnya?”
“Kalau mbah habis olahraga sediakan teh manis”
Mendengar ada suara tamu didepan  Rokamah menghampiri sang suami. Terlihat mbah Dirja sudah duduk di sofa. Rokamah mengerti lalu membuatkan air teh manis.
            “Berapa putaran mbah?”
            “Sudah 8 putaran mbah hari ini”
Rokamah hanya mesem mendengarkan penuturan mbah Dirja. Rokamah tahu kalau ingatan mbah Dirja sudah tak sehebat dahulu lagi. Kemarin saja waktu bertamu masih dalam hitungan menit ia minta makan. Padahal sebelumnya sudah diberi  nasi bungkus. Kali ini  olahraga jalan kaki mengelilingi perumahan yang culup luas katanya sudah selesai 8 putaran. Sang sami saja paling kuat hanya 4 atau 5 putaran lalu minta pulang.
            Sosok mbah Dirja bagi keluarga Markum sudah bukan orang lain lagi. Mbah Dirja seangkatan dengan ayahnya Markum sewaktu beliau masih hidup. Menghargai pertemanan antara orangtuanya dengan mbah Dirja maka mbah Dirja diperlakulan istimewa. Tak seperti tamu yang lainnya si mbah kadang sudah seperti orangtua sendiri. Setiap usai olahraga mengelilingi komplek perumahan pulangnya pasti ke rumah Markum. Antara rumah Markum dengan rumah mbah Dirja terhalang beberapa blok saja tapi masih dalam satu komplek.
            Ngobrol kesana kemari walau sering diantaranya diulang-ulang. Maklumlah kalau orang sudah sepuh pembicaraan yang sudah pernah diceritakan sehari atau dua hari sebelumnya diulang dan diulang lagi. Kadang bagi Markum terasa tak berkembang kalau ngobrol dengan mbah Dirja. Namun karena menghargai kalau beliau adalah sepuh yang seangkatan dengan bapaknya maka obrolan dengan mbah selalu dilayani.
            Ingatan mbah Dirja terasa mulai berkurang semenjak beliau terpeleset di kamar mandi. Mungkin terkena benturan dengan lantai yang membuat si mbah kini suka bertanya  kalau sedang ngobrol.
            “Ini dengan siapa ya...?”
Padahal ngobrol sudah lama. Markum yang menyadari kalau mbah adalah gurunya ketika masih di Sekolah Dasar dahulu masih bisa sabar. Markum masih ingat si mbah adalah walikelas ketika masih di kelas 5 SD.
            “Markum ...mbah”
            “Eh....mbah lupa”
Markum mesem melihat si mbah mulai teringat dirinya.
            “Kemana saja mbah beberapa hari tidak kelihatan?”
Si mbah tak menjawab apa yang ditanyakan Markum. Ia asik melihat kedepan jalan yang sibuk dengan mobil yang datang silih berganti.
            “Mbah...”
            “Ya...tanya apa tadi?”
            “Beberapa hari ini mbah tak terlihat suka olahraga lagi?”
Si mbah malah menatap wajah Markum seolah sedang mengingat sesuatu. Tertunduk tak lantas menjawab apa yang ditanyakan Markum. Pikirannya malah melanggangbuana mengingat masa-masa muda dahulu.
            “Kamu inikan anaknya si Herlambang bukan?”
            “Mbah....masih ingat kalau saya anaknya Herlambang?”, tanyaku
            “Iya...kadang si mbah suka ingat...”
Dulu ketika masih sama-sama muda mbah Dirja pernah sekantor dengan bapak sama-sama sebagai guru. Itu puluhan  tahun lalu ketika bapak masih ada. Bapak meninggal 10 tahun yang lalu setelah 4 tahun pensiun dari guru. Teman seangkatan bapak rata-rata sudah meninggal, hanya mbah Dirja yang usianya awet. Sesekali mbah Dirja memijat-mijat kepalanya.
            “Masih terasa sikit mbah?”
Si mbah hanya menggukkan kepala. Terlihat beban yang berat  yang masih dirasakan. Di rumah hanya sendirian sementara sang istri sudah meninggal 3 tahun yang lalu. Anak satu-satunya tinggal di luar kota.
            Markum kadang menyengajakan diri melihat kondisi si mbah kalau sehari tak nongol. Maklumlah ia seperti orangtua sendiri. Khawatir seperti di berita beberapa mingggu yang lalu di tv ada berita yang sangat memilukan. Ada orangtua yang sudah manula hidup hanya berdua pasangan suami-istri. Lima anaknya hidup di luar kota semua sukses mempunyai rumah masing-masing. Manula yang lelaki sakit hanya istrinya yang membantu. Rupaya tak lama kemudian sang istri juga sakit. Tetangga tak ada yang tahu kalau kedua orangtua yang hidupnya dibalik rumah gedong dengan tembok tinggi itu sedang sakit. Sampai diketahui keduanya sudah menjadi tengkoraknya saja. Rupanya manula itu meningggal diperkirakan antara 2 minggu dan tiga minggu yang lalu. Dari berita ini Markum selalu lewat depan rumah mbah Dirja memastikan kalau beliau sehat-sehat saja.
            “Mbah sudah makan siang?”
Dilihat memang ada piring bekas makan namun apakah piring itu bekas makan siang atau makan pagi belum tahu. Untuk urusan makan memang anaknya sudah menghubungi warung nasi yang ada dipinggir rumah. Utuk urusan makan si mbah memang tidak perlu repot. Anaknya tinggal bayar pada tetangga yang juga kebetulan buka warung nasi.
            Kadang suka terpikirkan kalau punya orangtua yang jauh dari anak-anaknya. Seperti mbah Dirja yang hidupnya sebatang kara walau punya anak dan cucu. Jarak dan kesibukan kadang suka membuat jarak makin terasa jauh. Walau sekarang ada HP namun tetap saja intensitas untuk bertatap muka kadang diperlukan.
                                                                        ***
            Terdengar dari kejauhan suara terompet bangun pagi. Markum hanya mesem kalau sudah mendengar suara terompet bangun pagi di gedung sebelah tempatnya sedang mengikuti penataran. Kebetulam tempat penataran di kota Batu- Malang berdekatan dengan asrama  Arhanudse TNI AU. Setiap jam 5 pagi tentara sudah apel pagi yang dilanjutkan dengan kegiatan olah raga. Begitu dan begitu yang dilakukan setiap harinya di asrama sebelah. Suasana seperti berada di kamp tentara walau tepatnya hanya bertetangga saja.
            Suara hp bergetar beberapa kali. Markum tak langsung mengangkatnya karena sedang pos test. Karena terus bergetar akhirnya Markum buka juga. Terlihat nama teman kecilnya yang juga anak mbah Dirja. Markum keluar ruangan sebentar untuk mengangkat telpon.
            “Maaf Kum...”
            “Bagaimana khabar bapak saya...?”
Markum lupa kalau dirinya sedang mengikuti penataran dan tak  memberitahukan Wahyudi anak mbah Dirja.
            “Maaf Di...saya sedang penataran di Kota Batu”
            “Memang ada apa?”
Wahyudi lalu menjelaskan ia sudah menghubungi bapaknya namun tak diangkat-angkat.
            “Kalau begitu nanti saya  hubungi istri saya”
            “Oh...tidak usah biar saya minta nomer istri kamu saja”
            “Biar saya yang nelpon biar kamu tidak terganggu...”
Syukurlah kalau Wahyudi  yang nanti menelpon sang istri. Ujian sedang dilaksanakan Markum tak ingin jika pos testnya mendapatkan nilai rendah.
            Di kamar tempatnya diklat Markum hanya berdiam diri. Masih terbayangkan betapa baiknya mbah Dirja pada dirinya dan anak-anak. Sang istri tadi memberitahu kalau mbah Dirja sudah meninggal dunia. Menurut dokter yang menangani katanya si mbah meninggal 2 hari yang lalu. Markum sedih betapa orang yang ia cintai meningggal tanpa ada yang mengatahui. Sudah dapat dibayangkan orang seperti Wahyudi yang  jauh diluar kota mendengar kalau orangtuanya meninggal tidak ada yang mengetahui. Orang yang sudah sepuh memang harus ada yang menjaga.  Sesibuk apapun yang menjadi anaknya jangan sampai meninggalkan orang yang sudah sepuh seorang diri.
            Keberhasilan anak-anak bukan karena ia menjadi ini dan itu. Punya barang mewah ini dan punya barang mewah itu. Apalah artinya dengan jabatan atau pangkat yang tinggi dengan rumah yang terbilang mewah sekalipun kalau orangtuanya sendiri tinggal sendirian tak ada yang menemani. Lebih sedih lagi manakala mereka meninggal dunia tetanggapun tak tahu kapan meninggalnya. Ketika masih anak-anak mereka merawat kita  dengan tulus. Tinggal ketika mereka sudah sepuh malah kita sibuk dengan urusannya masing-masing. Orangtua masih sanggup merawat  10 anaknya dengan baik, namun sayang 10 anak belum tentu mampu merawat satu orangtuanya yang masih hidup. Sebuah renungan!

                                                                                                                 
Cirebon, 25 Desember 2019


           

Kerajaan Atas Angin (Artikel)


ARTIKEL

KERAJAAN ATAS ANGIN
Oleh: Nurdin Kurniawan, S.Pd. *)
            Beberapa bulan terakhir kita dihebohkan dengan bermunculannya beberapa kerajaan baru. Tentunya kita masih ingat bahwa yang namanya kerajaan tidak serta merta muncul lalu memproklamirkan berdirinya sebuah kerajaan baru dalam waktu sekejap. Kerajaan apalagi yang lebih besar seperti kekaisaran (empire) tentu sudah mengakar sejak dahulu.  Anak turunannya yang kemudian melanjutkan estafet pemerintahan.
            Hilangnya sebuah kerajaan memungkinkan manakala keturunannya sudah tidak ada lagi bisa karena faktor alam seperti bencana alam bisa pula karena ‘dihabisi’.  Dahulu Rusia adalah sebuah kekaisaran dimana kaisan terakhirnya adalah bergelar Tsar. Terjadinya revolusi disana menyebabkan keluarga Tsar dibunuh oleh rejim komunis. Anak keturunannya yang selamat melarikan diri ke berbagai negara. Mereka yang lolos tak pernah dipublikasikan masih ada atau sudah habis semua. Waktu itu rejim komunis mencari keluarga Tsar sampai benar-benar hilang dari peredaran.
            Demikian pula dengan Iran sebelum terjadinya Rovolusi Iran. Raja yang bergelar Syah meregang nyawa didalam istananya sendiri ketika Rovolusi Iran gergejolak. Syah yang hidup glomor harta sementara rakyatnya menjerit susah mencari makan membuat rakrat berontak. Jadilah kini Iran menjadi sebuah republik Islam setelah raja dan keturunannya dilengserkan dengan cara kudeta berdarah.
            Di Afrika juga sama dahulu Libya merupakan sebuah negara dengan sistem monarki. Kepala negara dan kepala pemerintahannya dijabat  oleh raja. Setelah kudeta berdarah raja dilengserkan dan diganti dengan republik yang kepala negaranya adalah seorang presiden. Nasib kerajaan-kerajaan yang hanya mementingkan keglamoran keluarga raja saja berakhir dengan mengenaskan.
            Hilangnya sebuah kerajaan yang paling terkenal adalah dengan runtuhnya kerajaan di Prancis. Perlawaan rakyat yang sudah muak dengan tingkahlaku keluarga bangsawan dibuktikan dengan penyerbuan terhadap penjara Bastile. Penjara yang didalamnya dipenuhi oleh orang-orang yang secara vokal menentang kezdoliman raja dan keluarganya yang hidup dengan kemewahaan sementara rakyatnya kelaparan. Penjara Bastile berhasil diruntuhkan dan orang-orang lalu menyerbu kediaman raja. Kerajaan yang sudah lama berdiri akhirnya runtuh dan Prancis kini dipimpin oleh seorang presiden sebagai kepala negaranya.
            Fenomena Kerajaan Baru di Indonesia
            Publik terhentak ketika ada seorang tokoh masyarakat yang hanya lokal saja kepopulerannya lalu mendeklarasikan berdirinya sebuah kerajaan. Adalah Totok Hadiningrat  yang mengundang awak media memperkenalkan berdirinya Keraton Agung Sejagat. Spektakuler juga wilayah kekuasaannya sebab Korea Utara yang punya nuklir dan Amerika Serikat adalah bagian dari wilayahnya. United Kingdom England juga bagian dari Keraton Agung Sejagat. Klaim juga ditujukan terhadap Pentagon yang merupakan gedung yang sangat fenomenal di Amerika dimana markas Departemen Pertahanan Amerika Serikat diklaim sebagai bagian dari Keraton Agung Sejagat. Hebat juga pidato Totok dihadapan awak media dengan pakaian kebesaran sang raja.
            Sepertinya Badan Intelejen Indonesia (BIN) kecolongan dengan  apa yang disampaikan oleh Raja dari Keraton Aguhg Sejagat. Mengundang  awak media dengan klaim yang tak tanggung-tanggung terhadap beberapa kerajaan yang ada di dunia. Konon saja Polres Purworejo menggulung tokoh dan pengikut Keraton Agung Sejagat.
            Seperti gayung bersambut setelah Keraton Agung Sejagat dibubarkan Polres dan  pentolannya digiring ke markas, kini disebelah barat muncul kerajaan serupa walau katanya diakui oleh petingginya tak sama dengan Keraton Agung Sejagat. Kali ini di Jawa Barat muncul yang namanya Sunda Empire. Kekaisaran yang katanya masih merupakan bagian dari kerajaan agung yang pernah berdiri di tanah Sunda dengan seorang raja yang memang legendaris Susuhunan Sri Paduka Prabu Siliwangi.
            Petinggi Sunda Empire Raden Rangga menyebutkan kalau  pemimpin tertinggi Sunda Empire dalah seorang perempuan dengan nama Ratu Agung Ratna Ningrum Sri Siliwangi. Ratu Agung Ratna Ningrum Sri Siliwangi ini posisinya sebagai kaisar. Dibawah kaisar masih ada lagi yaitu posisi perdana menteri (PM). Hebatnya lagi dalam Sunda Empire ini bahwa  Perdana Menteri Dunia artinya seluruh tatanan bumi, apakah presiden, raja, diatur dalam Grand Prime Minister (Perdana Menteri) yang dijabat oleh Nasri Banks yang tak lain adalah  suaminya Ibunda Ratu Agung.
            Masih menurut Raden Rangga beberapa tokoh dunia seperti Jack Ma pendiri Alibaba sang pengusaha online yang sukses dan istrinya Donald Trump, pengusaha Bill Gates ikut bagian dalam Sunda Empire. Sunda Empire-Earth Empire itu adalah kekaisaran matahari, kekaisaran bumi. Juga diartikan Sunda itu suku Sunda, tapi ini adalah tindakan, proses turun-temurun kekaisaran dari dinasti ke dinasti dan saat ini dinasti Sundakala demikian yang diucapkan  Raden Rangga dalam video yang diunggah di youtube.
            Masih menurut Raden  Rangga, Sunda Empire ini terbagi menjadi enam wilayah. Di antaranya  Sunda Atlantik dimana Bandung sebagai tera cop diplomatik dunia dan Sunda Nusantara.
            Munculnya keraton-keraton diatas angin atau kekaisan yang wilayahnya entah berantah membuat kita yang mendengarkan suka tertawa geli. Seolah klaimnya terasa benar karena dibumbui oleh fakta sejarah yang dipotong-potong sesuai dengan keinginan si pencipta. Nama-nama yang disebutkan memang ada dalam sejarah tapi tidak ada kaitan dengan kemunculan keraton atau kekaisaran baru seperti Keraton Agung Sejagat ataupun Sunda Empire. Rasa-rasanya Jack Ma ataupun Bill Gates akan tersenyum kalau dikonfirmasi akan keikutsertaannya dalam Sunda Empire.
            Pemerintah dalam hal ini harus serius menangangi bermunculannya kerajaan-jerajaan baru. Bila dibiarkan setidaknya akan mennganggu stabilitas nasional. Disamping itu hal seperti ini bila dibiarkan akan berdampak negatif pada keraton-keraton yang legal.
            Fenomena kemunculan beberapa keraton atau kerajaan apalagi kekaisaran baru seperti Sunda Empire, Keraton Agung Sejagat seperti berada di negeri dongeng. Keberadaannya hanya terbilang hari atau bulan saja lalu lahir. Dalam sekejap mata sebuah kerajaan bisa berdiri. Sikap tegas dari pemerintah yang akan mengakhiri keberadaan kerajaan dan kekaisaan yang wilayahnya diatas angin. Pemerintah harus bersikap tegas jangan sampai yang seperti ini makin bertebaran yang membuat kondisi makin tak menentu. Belum lagi rakyat kecil yang tidak tahu menahu hanya karena iming-iming akan diberi jabatan dalam pemerintahan baru di kerajaan atau keraton lalu ikut berbagung.
            Seperti membaca sebuah buku kumpulan cerita lucu. Dengan terus menerus didogma akhirnya seseorang akan ikut bergabung dalam sebuah ikatan. Apalagi dengan adanya janji-janji manis untuk bisa mendapatkan sesuatu menjadi daya tarik tersendiri. Apalagi anak-anak muda dengan adanya pakaian yang mentereng dengan pernak pernik kepangkatan militer membuat lebih tertarik lagi.
            Seperti dalam sebuah cerita kalau kita sedang membaca buku dongeng. Munculnya beberapa kerajaan dan kekaisaran baru membuat mesem yang menyaksikannya. Namun yang seperti ini memang nyata adanya. Entah sedang muncul fenomena apa dinegeri tercinta Indonesia ini. Mudah-mudahan kita jangan sampai terjebak didalamnya yang akhirnya ikut bagian dari beberapa kerajaan yang baru muncul. Tetaplah dalam bingkai NKRI.

                                                                                                           *) Praktisi Pendidikan
                                                                                                               Tinggal di Gebang

Terompet Duka di Awal Tahun (Cerpen)




TEROMPET DUKA
DI AWAL TAHUN
Oleh : Nurdin Kurniawan

            Keceriaan terlihat dari sorot Anto dan Hamidah kakak beradik yang akan liburan tahun baru di Bekasi. Uwaknya yang ada di Bekasi megajak untuk liburan  tahun baru. Tentu saja ajakan sang uwak ditanggapi dengan sukacita. Maklumlah hampir dua tahun Anto dan Hamidah tak mengunjungi rumah sang uwak. Biasanya uwak sendiri yang datang ke Cirebon menjemput dengan mobil pribadinya. Mustofa terlihat gembira ketika kakaknya datang dengan sengaja mau membawa anak-anak berlibur di Bekasi.
            Dulu ketika masih punya mobil Mustofa sering mengajak anak-anak bepergian. Setidaknya kalau mau belanja sembako sengaja ke kota hanya untuk membahagiakan sang anak. Kini mobil itu sudah tak ada lagi. Adanya sang kakak yang datang dari Bekasi untuk mengajak liburan tentu merupakan hiburan tersendiri buat anak-anak.
            “Selama di rumah uwak jangan nakal ya...”
            “Ingat jalan lupa untuk sholat tepat waktu!”
Anto dan Hamidah berpamitan pada kedua orangtuanya. Mustofa beserta istri sengaja tak ikut karena ada kesibukan yang tak bisa ditinggal. Lagi pula kalau ikut pergi ke Bekasi hanya akan merepotkan sang kakak. Mustofa tahu betul kalau kamar sang kakak yang ada di Bekasi hanya 3. Untuk anak-anaknya saja masih kurang tempat apalagi kalau Mustofa ikut nanti akan tidur dimana?
            Anak-anak tampak senang sepanjang perjalanan. Dilihat kanan-kiri Tol Cipali yang lagi ramai. Memasuki daerah Indramayu  hujan mulai turun bahkan ruas tol yang masih terbilang baru ini juga ikut terendam banjir. Mobil sangat hati-hati melewati jalanan yang mulai tergenang air. Pelan-pelan asal selamat, akhirnya sampai juga di Jati Asih – Bekasi.
            Deretan perumahan penduduk yang berjejer tertata rapih. Rumah Wak Jamhuri berada ditengah-tengah pemukiman. Berada dideretan yang terletak di tengah blok pula. Jalan yang ada didepan rumah hanya bisa dilewati satu mobil. Kalau ada 2 mobil maka salah satunya berhenti atau tak jadi keluar memberi kesempatan pada mobil yang berada diluar untuk jalan terlebih dahulu. Komplek perumahan di kota memang sangat memperhitungkan lahan yang ada. Kalau masih bisa dibangun rumah maka pihak pengembang akan membangunkan rumah. Masalah fasilitas umum dikesampingkan terlebih dahulu.
            Rencannya sore akan jalan-jaln ke alun-alun Kota Bekasi menyaksikan pesta kembang api. Sudah dari siang  segala macam keperluan disiapkan termasuk membawa bekal makan yang rencananya akan dimakan di alun-alun lapangan Kota Bekasi. Tak lupa terompet tahun baru yang sengaja dibeli disalah satu pedagang kaki lima yang mangkal dekat lampu merah.
            Terkadang menunggu adalah waktu yang sangat melelahkan. Anto yang masih duduk dikelas 6 SD dan sang adik yang baru duduk di kelas 4 SD tentu berharap bisa menyaksikan pesta kembang api yang katanya tak kalah meriah dengan pesta kembang api yang ada di Jakarta. Semenjak lepas magrib barang-barang sudah dikemas dimasukkan dalam mobil.
            Diluar hujan mulai turun. Mulanya hanya rintik-riuntik namun  lama-lama turun hujan mulai  besar. Sambil menunggu hujan reda menyaksikan acara di televisi. Hujan makin terasa derasnya. Petir menggelegar membelah bumi. Anak-anak mulai makin tak nyaman saja. Inginnya keluar rumah namun suasana di luar yang membuat keluarga Jamhuri menunggu waktu yang tepat.
            Ditunggu beberapa jam hujan tak mau reda. Dilihat jalanan yang mulai tergenang air. Air yang tak biasanya masuk rumah kini sudah memenuhi teras rumah.
            “Sepertinya makin besar saja hujannya”
            “Sandal-sandal tolong dimasukkan rumah saja”
Pengeras suara di masjid sudah memberitahukan warga agar waspada. Rumah yang diujung dekat dengan sungai mulai dimasuki air. Makin panik warga dengan adanya air yang mulai masuk pemukiman. Barang-barang yang masih bisa dipindahkan maka dipindahkan menghindari terjadinya kerusakan yang lebih parah. Air hujan malah meringsek masuk kamar. Disaat sedang memindahkan barang-barang yang bisa dipindahlan jangan sampai tergenang kini listriknya mati. Dalam gelap gulita berusaha untuk memindahkan barang-barang ke loteng yang sekiranya aman.
            Baru kali ini yang namanya hujan terbilang hebat derasnya. Ditunggu sampai reda eh...tak reda-reda. Air malah makin tambah banyak. Kentongan di masjid mulai dibunyikan agar warga yang bisa mengungsi untuk  mengungsi ke Kantor Kelurahan. Disana memang ada aula di lantai dua kantor kelurahan yang bisa dimanfaatkan untuk mengungsi.
            “Ayo semuanya ke loteng”
            “Jangan ada yang di bawah!”
Usep dan Dadan anak Wak Jamhuri yang masih kuliah ikut bantu-bantu menggotong barang-barang elektronik yang masih bisa diselamatkan. Listrik mati yang terdengar diluar hanya suara kentongan yang makin keras ditabuh. Rupanya  komplek perumahan ini sudah dikepung banjir.
            Jalan di depan rumah terlihat seperti sungai baru dengan alirannnya yang sangat deras. Beberapa mobil yang terpakir didepan rumah yang berada di jalan mulai bergerak. Suara sirine alarem mobil yang bunyi dengan sendirinya. Rupanya mobil-mobil itu berbenturan dengan benda keras lainnya yang dilalui  mobil yang terbara arus.
            Jamhuri ikut menyaksikan kalau mobil Avanza yang terparkir depan rumah mulai bergerak mengikuti arus. Mau keluar rumah dicegah sang istri.
            “Mau kemana?”
            “Sudah biarin saja jangan macam-macam...”
            “Arusnya sangat deras...”
Maksud Jamhuri siapa tahu apa ada benda yang bisa digunakan untuk mengganjal ban agar mobil jangan sampai terbawa arus. Sirine dalam mobil  meraung-raung tak mau berhenti. Dari loteng Jamhuri menyaksikan mobil kesayangannya bergerak terbawa arus. Dibelakang mobil Jamhuri ada pula mobil tetangganya yang juga ikut terbawa arus. Di ujung jalan mobil-mobil ini beradu dengan kendaraan lain yang kebetulan bertemu di satu titik.
            Malam yang seharusnya gembira diawal pergantian tahun menjadi duka yang tak terperi. Air makin naik setinggi dada orang dewasa. Kalau anak-anak mungkin sudah tenggelam. Ditunggu sampai pertengahan malam menjelang pergantian tahun hujan masih turun walau tidak sebesar waktu isya tadi. Tapi entah kenapa air bukannya surut akan tetapi makin banyak saja. Rupanya di daerah Bogor hujan juga yang mengakibatkan air kiriman ikut memasuki wilayah Bekasi.
            Tak terdengar suara terompet menjelang pergantian tahun. Setiap rumah rupanya sibuk dengan urusan banjir. Mereka sibuk menyelematkan barang-barangnya masing-masing. Dilihat Anto dan Hamidah yang tadinya akan merayakan pergantian tahun di Kota Bekasi sudah tertidur. Jamhuri hanya bisa mengelus-elus  dada. Jauh-jauh Jamhuri ke Cirebon hanya ingin membahagiakan keponakannya namun apa daya. Hujan deras yang menggenangi Bekasi menjadi awal petaka di pergantian tahun
            Sampai pagi memasuki Tahun 2020 tak terdengar suara terompet yang bisanya membahana seantero langit Bekasi. Kali ini hanya kesedihan yang diarasakan penduduk Bekasi. Jati Asih seperti hamparan lautan yang tak bertepi. Semuanya berisi air coklat yang dilain tempat berubah berwarna hitam.
            Segala aktivitas dilakukan di loteng. Tak berani turun sementara air masih terlihat tinggi. Barulah sekitar pukul 09.00 air mulai surut. Penduduk sudah ada yang berani keluar rumah. Sengaja mengayuh menggunakan drum minyak memanfaatkan air yang masih tergenang untuk kemelihat suasana Jati Asih yang tenggelam.
            Tak bisa menyaksikan berita di tv karena listrik masih mati. Informasi hanya didapat dari HP. Ternyata bukan hanya Bekasi yang terendam tapi ibukota negara juga ikut tenggelam. Terompet duka di awal tahun baru. Disaat orang-orang di negara lain menyambutnya dekan sukacita namun untuk Indonesia  derita yang dirasakan. Di jalan-jalan dilihat banyak kendaraan yang teronggok dipingggir jalan. Satu bertumpang tindih dengan kendaraan lainnya. Seakan mobil tak ada harganya tergeletak di pinggir jalan tak ada yang merawati. Kendaran motor juga banyak gergelimpangan tak tahu siapa pula pemiliknya. Jangankan untuk menyelamatkan  kedaraan, untuk menyelamatkan nyawa sendiri saja terasa sulit.
            Derita di awal pergantian tahun. Jamhuri hanya bisa membelai kedua keponakannya yang tak sempat melihat keindahan  kembang api di awal pergantian tahun. Terompet yang dibeli di dekat lampu merah juga tak tahu kini keberada dimana, yang penting sekeluarga selamat. Jamhuri masih belum mengecek keberadaan kendaraan roda empat satu-satunya yang ia miliki. Dilihat kedua keponakannya ikut merasakan sedih. Boro-boro ingat mobil yang penting kini sekeluarga masih dalam lindungan Allah Taala.
            Setelah air surut barulah Jamhuri mencoba mencari mobil avanza birunya. Dilihat setiap onggokan mobil yang bertumpangtindih dengan mobil-mobil yang lain. Setelah dicari ternyata mobil yang kemarin memjemput kedua keponakannya bergerak  150 meter dari tempatnya berada. Dekat dengan pertigaan beradu bertumpukan dengan mobil yang lain dalam posisi terbalik.
            Terompet duka di awal tahun baru. Kesedihan yang mendalam tak bisa membawa jalan-jalam keponakan yang dari awalnya ingin menyaksikan pesta kembang api di langit Bekasi. Awal tahun yang membuat seisi rumah harus banyak-banyak membaca istigfar. Mungkinkah ini amarah alam yang sudah kesal dengan ulah manusia yang sesuka hati berbuat semaunya. Jagan pula bertanya pada rumput yang bergoyang karena hanya akan menambah banyak PR yang belum dikerjakan.                                                                                                            

        Cirebon, 3 Januari 2020