Mengenai Saya

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Nurdin Kurniawan, S.Pd. Bekerja sebagai PNS disalah satu sekolah di kota Kabupaten Cirebon. Selain sebagai guru aktif menulis di beberapa surat kabar yang ada di cirebon. Diorganisasi PGRI tercatat pula sebagai redaktur majalah Diaelktika, majalah milik PGRI Kab. Cirebon. Tinggal di Gebang yang merupakan Kampung Nelayan yang ada di Cirebon

Selasa, 28 Januari 2020

Terompet Duka di Awal Tahun (Cerpen)




TEROMPET DUKA
DI AWAL TAHUN
Oleh : Nurdin Kurniawan

            Keceriaan terlihat dari sorot Anto dan Hamidah kakak beradik yang akan liburan tahun baru di Bekasi. Uwaknya yang ada di Bekasi megajak untuk liburan  tahun baru. Tentu saja ajakan sang uwak ditanggapi dengan sukacita. Maklumlah hampir dua tahun Anto dan Hamidah tak mengunjungi rumah sang uwak. Biasanya uwak sendiri yang datang ke Cirebon menjemput dengan mobil pribadinya. Mustofa terlihat gembira ketika kakaknya datang dengan sengaja mau membawa anak-anak berlibur di Bekasi.
            Dulu ketika masih punya mobil Mustofa sering mengajak anak-anak bepergian. Setidaknya kalau mau belanja sembako sengaja ke kota hanya untuk membahagiakan sang anak. Kini mobil itu sudah tak ada lagi. Adanya sang kakak yang datang dari Bekasi untuk mengajak liburan tentu merupakan hiburan tersendiri buat anak-anak.
            “Selama di rumah uwak jangan nakal ya...”
            “Ingat jalan lupa untuk sholat tepat waktu!”
Anto dan Hamidah berpamitan pada kedua orangtuanya. Mustofa beserta istri sengaja tak ikut karena ada kesibukan yang tak bisa ditinggal. Lagi pula kalau ikut pergi ke Bekasi hanya akan merepotkan sang kakak. Mustofa tahu betul kalau kamar sang kakak yang ada di Bekasi hanya 3. Untuk anak-anaknya saja masih kurang tempat apalagi kalau Mustofa ikut nanti akan tidur dimana?
            Anak-anak tampak senang sepanjang perjalanan. Dilihat kanan-kiri Tol Cipali yang lagi ramai. Memasuki daerah Indramayu  hujan mulai turun bahkan ruas tol yang masih terbilang baru ini juga ikut terendam banjir. Mobil sangat hati-hati melewati jalanan yang mulai tergenang air. Pelan-pelan asal selamat, akhirnya sampai juga di Jati Asih – Bekasi.
            Deretan perumahan penduduk yang berjejer tertata rapih. Rumah Wak Jamhuri berada ditengah-tengah pemukiman. Berada dideretan yang terletak di tengah blok pula. Jalan yang ada didepan rumah hanya bisa dilewati satu mobil. Kalau ada 2 mobil maka salah satunya berhenti atau tak jadi keluar memberi kesempatan pada mobil yang berada diluar untuk jalan terlebih dahulu. Komplek perumahan di kota memang sangat memperhitungkan lahan yang ada. Kalau masih bisa dibangun rumah maka pihak pengembang akan membangunkan rumah. Masalah fasilitas umum dikesampingkan terlebih dahulu.
            Rencannya sore akan jalan-jaln ke alun-alun Kota Bekasi menyaksikan pesta kembang api. Sudah dari siang  segala macam keperluan disiapkan termasuk membawa bekal makan yang rencananya akan dimakan di alun-alun lapangan Kota Bekasi. Tak lupa terompet tahun baru yang sengaja dibeli disalah satu pedagang kaki lima yang mangkal dekat lampu merah.
            Terkadang menunggu adalah waktu yang sangat melelahkan. Anto yang masih duduk dikelas 6 SD dan sang adik yang baru duduk di kelas 4 SD tentu berharap bisa menyaksikan pesta kembang api yang katanya tak kalah meriah dengan pesta kembang api yang ada di Jakarta. Semenjak lepas magrib barang-barang sudah dikemas dimasukkan dalam mobil.
            Diluar hujan mulai turun. Mulanya hanya rintik-riuntik namun  lama-lama turun hujan mulai  besar. Sambil menunggu hujan reda menyaksikan acara di televisi. Hujan makin terasa derasnya. Petir menggelegar membelah bumi. Anak-anak mulai makin tak nyaman saja. Inginnya keluar rumah namun suasana di luar yang membuat keluarga Jamhuri menunggu waktu yang tepat.
            Ditunggu beberapa jam hujan tak mau reda. Dilihat jalanan yang mulai tergenang air. Air yang tak biasanya masuk rumah kini sudah memenuhi teras rumah.
            “Sepertinya makin besar saja hujannya”
            “Sandal-sandal tolong dimasukkan rumah saja”
Pengeras suara di masjid sudah memberitahukan warga agar waspada. Rumah yang diujung dekat dengan sungai mulai dimasuki air. Makin panik warga dengan adanya air yang mulai masuk pemukiman. Barang-barang yang masih bisa dipindahkan maka dipindahkan menghindari terjadinya kerusakan yang lebih parah. Air hujan malah meringsek masuk kamar. Disaat sedang memindahkan barang-barang yang bisa dipindahlan jangan sampai tergenang kini listriknya mati. Dalam gelap gulita berusaha untuk memindahkan barang-barang ke loteng yang sekiranya aman.
            Baru kali ini yang namanya hujan terbilang hebat derasnya. Ditunggu sampai reda eh...tak reda-reda. Air malah makin tambah banyak. Kentongan di masjid mulai dibunyikan agar warga yang bisa mengungsi untuk  mengungsi ke Kantor Kelurahan. Disana memang ada aula di lantai dua kantor kelurahan yang bisa dimanfaatkan untuk mengungsi.
            “Ayo semuanya ke loteng”
            “Jangan ada yang di bawah!”
Usep dan Dadan anak Wak Jamhuri yang masih kuliah ikut bantu-bantu menggotong barang-barang elektronik yang masih bisa diselamatkan. Listrik mati yang terdengar diluar hanya suara kentongan yang makin keras ditabuh. Rupanya  komplek perumahan ini sudah dikepung banjir.
            Jalan di depan rumah terlihat seperti sungai baru dengan alirannnya yang sangat deras. Beberapa mobil yang terpakir didepan rumah yang berada di jalan mulai bergerak. Suara sirine alarem mobil yang bunyi dengan sendirinya. Rupanya mobil-mobil itu berbenturan dengan benda keras lainnya yang dilalui  mobil yang terbara arus.
            Jamhuri ikut menyaksikan kalau mobil Avanza yang terparkir depan rumah mulai bergerak mengikuti arus. Mau keluar rumah dicegah sang istri.
            “Mau kemana?”
            “Sudah biarin saja jangan macam-macam...”
            “Arusnya sangat deras...”
Maksud Jamhuri siapa tahu apa ada benda yang bisa digunakan untuk mengganjal ban agar mobil jangan sampai terbawa arus. Sirine dalam mobil  meraung-raung tak mau berhenti. Dari loteng Jamhuri menyaksikan mobil kesayangannya bergerak terbawa arus. Dibelakang mobil Jamhuri ada pula mobil tetangganya yang juga ikut terbawa arus. Di ujung jalan mobil-mobil ini beradu dengan kendaraan lain yang kebetulan bertemu di satu titik.
            Malam yang seharusnya gembira diawal pergantian tahun menjadi duka yang tak terperi. Air makin naik setinggi dada orang dewasa. Kalau anak-anak mungkin sudah tenggelam. Ditunggu sampai pertengahan malam menjelang pergantian tahun hujan masih turun walau tidak sebesar waktu isya tadi. Tapi entah kenapa air bukannya surut akan tetapi makin banyak saja. Rupanya di daerah Bogor hujan juga yang mengakibatkan air kiriman ikut memasuki wilayah Bekasi.
            Tak terdengar suara terompet menjelang pergantian tahun. Setiap rumah rupanya sibuk dengan urusan banjir. Mereka sibuk menyelematkan barang-barangnya masing-masing. Dilihat Anto dan Hamidah yang tadinya akan merayakan pergantian tahun di Kota Bekasi sudah tertidur. Jamhuri hanya bisa mengelus-elus  dada. Jauh-jauh Jamhuri ke Cirebon hanya ingin membahagiakan keponakannya namun apa daya. Hujan deras yang menggenangi Bekasi menjadi awal petaka di pergantian tahun
            Sampai pagi memasuki Tahun 2020 tak terdengar suara terompet yang bisanya membahana seantero langit Bekasi. Kali ini hanya kesedihan yang diarasakan penduduk Bekasi. Jati Asih seperti hamparan lautan yang tak bertepi. Semuanya berisi air coklat yang dilain tempat berubah berwarna hitam.
            Segala aktivitas dilakukan di loteng. Tak berani turun sementara air masih terlihat tinggi. Barulah sekitar pukul 09.00 air mulai surut. Penduduk sudah ada yang berani keluar rumah. Sengaja mengayuh menggunakan drum minyak memanfaatkan air yang masih tergenang untuk kemelihat suasana Jati Asih yang tenggelam.
            Tak bisa menyaksikan berita di tv karena listrik masih mati. Informasi hanya didapat dari HP. Ternyata bukan hanya Bekasi yang terendam tapi ibukota negara juga ikut tenggelam. Terompet duka di awal tahun baru. Disaat orang-orang di negara lain menyambutnya dekan sukacita namun untuk Indonesia  derita yang dirasakan. Di jalan-jalan dilihat banyak kendaraan yang teronggok dipingggir jalan. Satu bertumpang tindih dengan kendaraan lainnya. Seakan mobil tak ada harganya tergeletak di pinggir jalan tak ada yang merawati. Kendaran motor juga banyak gergelimpangan tak tahu siapa pula pemiliknya. Jangankan untuk menyelamatkan  kedaraan, untuk menyelamatkan nyawa sendiri saja terasa sulit.
            Derita di awal pergantian tahun. Jamhuri hanya bisa membelai kedua keponakannya yang tak sempat melihat keindahan  kembang api di awal pergantian tahun. Terompet yang dibeli di dekat lampu merah juga tak tahu kini keberada dimana, yang penting sekeluarga selamat. Jamhuri masih belum mengecek keberadaan kendaraan roda empat satu-satunya yang ia miliki. Dilihat kedua keponakannya ikut merasakan sedih. Boro-boro ingat mobil yang penting kini sekeluarga masih dalam lindungan Allah Taala.
            Setelah air surut barulah Jamhuri mencoba mencari mobil avanza birunya. Dilihat setiap onggokan mobil yang bertumpangtindih dengan mobil-mobil yang lain. Setelah dicari ternyata mobil yang kemarin memjemput kedua keponakannya bergerak  150 meter dari tempatnya berada. Dekat dengan pertigaan beradu bertumpukan dengan mobil yang lain dalam posisi terbalik.
            Terompet duka di awal tahun baru. Kesedihan yang mendalam tak bisa membawa jalan-jalam keponakan yang dari awalnya ingin menyaksikan pesta kembang api di langit Bekasi. Awal tahun yang membuat seisi rumah harus banyak-banyak membaca istigfar. Mungkinkah ini amarah alam yang sudah kesal dengan ulah manusia yang sesuka hati berbuat semaunya. Jagan pula bertanya pada rumput yang bergoyang karena hanya akan menambah banyak PR yang belum dikerjakan.                                                                                                            

        Cirebon, 3 Januari 2020


Tidak ada komentar:

Posting Komentar