Mengenai Saya

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Nurdin Kurniawan, S.Pd. Bekerja sebagai PNS disalah satu sekolah di kota Kabupaten Cirebon. Selain sebagai guru aktif menulis di beberapa surat kabar yang ada di cirebon. Diorganisasi PGRI tercatat pula sebagai redaktur majalah Diaelktika, majalah milik PGRI Kab. Cirebon. Tinggal di Gebang yang merupakan Kampung Nelayan yang ada di Cirebon

Senin, 13 April 2020

Cerpen "Menanti Dua Minggu"


Cerpen

MENANTI DUA MINGGU
Oleh : Nurdin Kurniawan

            Masih terselip embun pagi disaat jagat diramaikan oleh keberadaan covid-19. Sepanjang jalan terlihat aktivitas buruh tani bawang yang mencabuti rumput asyik dengan pekerjaannya. Masih terlihat  mobil bak terbuka yang menurunkan rombongan wanita yang akan menanam bawang merah. Beberapa lagi bergerombol disalah satu jalan masuk ke areal persawahan sambil menikmati nasi bungkus yag dibawa dari rumah. Tak terganggu dengan maraknya pemberitaan tentang covid-19.
            Pagi itu tak terlihat rombongan anak-anak sekolah yang nangkring diatas atap mobil angdes ataupun mobil elef. Merebaknya virus covid-19 membuat pelajar bahkan mahasiswa diliburkan selama dua minggu. Kebijakan antisipatif terhadap makin merebaknya covid-19. Kebijakan yang disambut gembira anak-anak sekolah. Dengan demikian liburnya makin terasa panjang. Masih belum terasa benar libur semester kemarin dan baru kali ini terasa dibalasnya.
            Namun anehnya guru-guru masih dibawajibkan berangkat ke sekolah. Selama anak-anak belajar dirumah maka guru punya tugas tambahan. Model pembelajaran yang tadinya tatap muka diganti dengan moda daring. Ramailah group WA ataupun media sosial lainnya seperti facebook dan twitter yang berisi tugas-tugas sang guru yang harus dikerjakan anak didik.
            Anak-anaknya libur masa sang guru masih juga harus berangkat ke sekolah. Disamping itu punya tugas tambahan untuk membuat PR bagi anak-anak selama masa belajar di rumah. Guru-guru yang tak familier dengan dunia IT gelisah harus bagaimana mensikapinya. Tak mau pusing lalu pasrah dengan keadaan.
            “Kalau mau libu ya libur saja...”
            “Jangan ada tugas macam-macam”
            “Lagipula anak di kampung tidak semuanya memiliki HP android”
            “Jagankan HP android...”
            “Gurunya saja masih HP jadul!”
Beberapa guru yang ada di ruang guru tertawa. Mereka sadar kalau selama ini masih menggunakan HP jadul. Daripada tak punya sama sekali yang jadulpun tak apalah. Yang penting bisa sms-an dan bisa nelpon.
            Terasa sepi hari kedua libur sekolah. Beberapa guru  hanya ngobrol ringan di ruang guru. Mereka masih membicarakan kebijakan Mas Menteri yang masih belum meliburkan guru. Lalu ramailah dunia maya akan kebijakan yang rupanya tidak berpihak pada guru. Jadilah media sosial menjadi ajang yang sangat bagus untuk mengutarakan pendapat yang selama ini tak teraspirasikan. Dibuat meme-meme yang membuat geli kalau dibaca. Ternyata guru bersahabat dengan covid-19. Bahkan ada yang mengatakan kalau covid-19 adalah anak guru sehingga tak perlu ditakuti. Bahkan covid-19 dijadikan soal yang katanya soal HOTS.
Semua orang dihimbau untuk berdiam diri di rumah. Tetapi guru harus tetap  ke sekolah. Dari pernyataan diatas dapat disimpulknan bahwa guru....
A.    Guru memiliki anti virus corona
B.     Virus tidak bisa menginveksi guru
C.     Guru tidak termasuk golongan orang
D.    Guru dapat mendidik virus corona
E.     Guru orangtua corona
Itulah soal HOTS yag diperoleh dari WA group. Mereka memang asyik dengan meme-meme yang dibuat. Kadang tertawa mentertawakan profesi sendiri.
            Meme-meme tersebut rupanya sampai juga pada pengambil keputusan. Orang yang diatas sana akhirnya sadar kalau guru juga manusia yang dengan mudah terpapar covid-19. Lalu dibuatlah edaran agar sang guru juga bekerja di rumah saja. Alhamdulillah ...rupanya aspirasi Laskar Oemar Bakrie didengar juga. Guru juga libur seperti murid yang sudah dahulu libur.
            Tak berapa lama kemudia Menteri Dalam Negeri membuat edaran pula yang isinya kalau ASN selama pandemi covid-19 untuk bekerja di rumah. Lengkaplah sudah keputusan yang membuat ASN yang didalamnya ada juga guru agar bekerja di rumah saja.
                                                                        ***

            Pintu gerbang sekolah terbuka namun sepi tak terlihat banyak orang. Hanya ada beberapa orang yang sedang menyanyikan beberapa lagu karaoke. Hiburan yang paling gampang ditemui daripada harus keluyuran yang membuat badan tak terasa aman. Musik kemana suara entah kemana tapi yang jelas yang menyanyikan terlihat enjoy saja. Tak peduli orang yang ada disampingnya mesem ataupun pura–pura menghentakkan kaki mengikut irama. Dibuat enjoy saja selama covid-19 merebak.
            Memasuki minggu kedua libur suasana masih seperti biasa. Sepi tak membuat aktivitas lalu terhenti. Ada saja yang bisa dilakukan selama masa menanti dua  minggu. Menanti dua minggu sungguh terasa menjemukan. Kini bahkan guru harus berurusan dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)  dan Komisi 9 DPR. Apa lagi yang diperbuat guru sehingga guru bermasalah lagi dengan KPAI dan Komisi 9 DPR?
            Rupanya.... tugas yang diberikan guru selama covid-19 merebak banyak membuat emak-emak tak bisa tidur. Banyak membuat emak-emak kewalahan mengatasi anaknya yang minta dibantu mengerjakan PR. Banyak anak yang dibuat sibuk pada saat seharusnya mereka ikut juga libur.
            KPAI sedikitnya menerima 84 pengaduan yang berkenaan dengan tugas-tugas yang diberikan guru. Tentu saja sebagai pihak yang mendapat banyak laporan membuat KPAI juga kewalahan. Apalagi yang mengadukan adalah emak-emank yang kalau sekali ngomong bisa lebih dari 600 kata keluar sekali ucap.
            “Bayangkan saja masa anak saya disuruh merangkum dari Bab 1 sampai Bab 4”
            “Apa tidak klenger!”
Ada juga ibu-ibu yang anaknya masih sekolah di SD kelas bawah minta agar sekolah berangkat lagi. Melalui telpon dikatakan selama liburan dirinya merasa repot harus mengerjakan PR anak yang jumlahnya terbilang banyak.
            “Bagaimana saya mau masak...”
            “Ini nak saya minta dibantuin mengerjakan PR”
            “Mana PR-nya susah-susah lagi!”
            “Kapansih sekolah berangkat lagi?”
Ada lagi guru yang memberikan tugas dengan cara anak disuruh mendownload dari internet. Anak-anak disuruh mencari beberapa peristiwa perang Diponegoro, Perang Imaan Bonjong, Perang Aceh dan Perang di Maluku melawan penjajah.
            “Kami anak desa...”
            “Jauh dari internet”
            “Kalaupun ada hanya ada di kota”
            “Untuk ke kota yang ada sinyal internet 6 Km jaraknya”
            “Masa anak kami harus ke kota disaat covid-19 ini”
            “Tugasnya ada-ada saja...”
Beberapa pengaduan yang masuk KPAI inilah yang rupanya membuat Komisioner KPAI yang juga mantan guru Dra. Retno Litsyarti, M.Pd. ikut berkomentar. Tugas yang diberikan guru sudah membuat anak dan orangtua tidak nyaman. Guru harus menghentikan PR selama covid-19 merebak.
            Beberapa gubernur juga mengeluarkan himbauan agar guru tidak lagi memberikan PR selama covid-19 merebak. Salah satunya adalah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Pak Ganjar tak setuju dengan PR-PR yang diberikan guru. Biarlah libur sekarang ini dimanfaatkan anak untuk bersenang-senang. Anak silahkan mengerjakan apa yang membuatnya merasakan senang dan enjoy selama berada di rumah.
            Menanti selama dua minggu ini banyak sekali cerita. Ada yang membuat guru senang dan ada pula yang membuat guru seperti dikritik. Membicarakan guru memang tak akan pernah habis. Profesi yang satu ini memang banyak sekali membuat profesi lain kadang iri. Liburnya saja membuat masalah baru apalagi kalau tidak libur. Guru kok dilawan! Namun demikian selama menanti dua minggu ini setidaknya bisa membuat guru lebih banyak bersama keluarga.
            Berharap seluruh civitas akademika selama merebaknya covid-19 sehat selalu. Guru berserta jajarannya  bekerja di rumah saja. Jangan ada tambahan lagi memberikan PR. KPAI dan Komisi 9 DPR RI melarang guru memberikan PR selama covid-19 merebak. Biarkan anak menikmati liburan bersama orang-orang tercinta tanpa harus dibuat pusing dengan PR lagi. Jaga kesehatan dengan senantiasa berpola perilaku hidup sehat.

                                                                                                                  Cirebon, 22 Maret 2020

           

Cerpen "Libur Covid-19"


Cerpen

LIBUR  COVID-19
Oleh : Nurdin Kurniawan

            Social distancing demikian orang-orang sering mengatakannya. Selama wabah covid-19 merebak orang harus jaga jarak satu sama lain. Bahkan kerumunan dengan melibatkan banyak orang dilarang. Ini semata-mata untuk memutus mata rantai penyebaran covid-19. Anak-anak sekolah saja sampai diliburkan jangan sampai covid-19 menyebar dikalangan pelajar.
            Warno gerah melihat anak-anak seusia SMP yang seharusnya belajar di rumah malah keluyuran. Satu dua yang datang ke rumah si Amin tetangganya masih mengenakan seragam sekolah. Orang kampung juga sudah pada tahu kalau anak-anak sekolah sedang diliburkan. Ini si Amin membawa temannya yang masih mengenakan seragam. Makin siang anak-anak itu jumlahnya makin banyak.
            Bila diperhatikan dari seragam anak-anak yang kumpul di rumah si Amin seragamnya dari beberapa sekolah. Ini bisa dilihat dari atribut sekolah  mereka yang datang berbeda-beda. Benar saja, rupanya si Amin ini termasuk orang yang disegani oleh anak-anak yang kumpul tadi. Dari beberapa sekolah bisa kumpul entah apa yang sedang dibicarakan.
            Cekakak-cekikik yang terdengar dari omongan anak-anak. Kadang bahasa yang digunakan tidak karuan. Maklumlah dari berbagia latar belakang sekolah yang berbeda. Ada yang datang dari Brebes, ada yang dari Kota Cirebon, dari Majalengka. Tak hanya dari beberapa sekolah yang berbeda namun juga dari wilayah yang cukup jauh. Lalu apa masksud dan tujuannya anak-anak dari sekolah yang berbeda ini kumpul?
            Warno gerah juga setelah mendengar dari obrolan anak-anak sekolah ini. Rupanya mereka kumpul sedang merencanakan sesuatu. Warno yang peduli dengan keamanan di perumahan penduduk merasa ini adalah bagian dari tugasnya. Perkataan anak-anak ini ia dengar dengan hati-hati.  Begitu terkejut setelah mendengar dari obrolan anak-anak ini akan menyerang sekolah lain.
            Orang lain pada di rumah menjauhkan diri dari kerumunan ini malah kumpul-kumpul. Merasa akan menimbulkan keonaran lalu Warno mengontek salah seorang polisi kenalannya.
            “Ini pa babhin...”
            “Di perumahan saya ada sekolompok anak dari berbagai daerah”
            “Mereka kumpul-kumpul akan merencanakan sesuatu...”
            “Dari yang saya dengar sih katanya akan menyerang sekolah”
            “Entah sekolah mana”
            “Ok!
“Siap kami meluncur”, jawab suara diseberang sana
            Mobil ranger polisi sengaja tak berhenti dekat kumpulan anak-anak yang sedang asyik ngobrol. Berhenti beberapa blok agar anak-anak tidak curiga kedatangan polisi.  Setelah diamati kumpulan anak-anak ini mencurigakan . Beberapa anggota polisi yang datang langsung melakukan penyergapan. Kedatangan posisi yang tiba-tiba membuat kumpulan anak anak ini kaget. Ada yang lari, ada yang sembunyi, ada pula yang  diam ditempat kaku sambil melihat beberapa rekannya yang pada lari.
            “Jangan bergerak!”
            “Tetap disitu...”
            “Jangan ada yang lari!”
Rumah orangtua si Amin sudah dikepung oleh  beberepa anggota polsek. Beberapa anak dimintai keterangan untuk apa disaat sekolah libur seperti ini mereka malah kumpul-kumpul.
            “Kamu inikan sedang libur covid-19”
            “Kenapa ada disini?”
Salah seorang yang diajak bicara polisi menyebutkan alasan mereka kumpul-kumpul.
            “Hanya main pak”
            “Kami kengen ingin kumpul-kumpul”
            “Sudah ...”
            “Kamu semua ikut ke polsek”
Polisi yang ada mengamankan tas sekolah dan sepeda motor. Anak-anak ini lalu diangkut menggunakan mobil ranger ke markas polsek.
            Didata setu per satu asal dan dari mana sekolahnya. Benar saja anak-anak ini merupakan kumpulan dari beberapa sekolah. Mereka terhubung karena suatu ikatan geng. Dari pertemanan melalui medsos ini terkumpullan beberapa geng dari beberapa sekolah. Mereka sering mengadakan kumpul-kumplul kalau sedang bosan di sekolah. Walau ada anggotanya yang berada di luar kabupaten atau kota namun pertemuan ini sepertinya rutin dilakukan.            “Maksudnya apa kamu kumpul-kumpul?”
            “Hanya kangen pak...”
            “Ah...tidak mungkin”
            “Dengan jumlah yang banyak seperti ini tidak mungkin kalau hanya kengen-kengenan”
            “Lagipula dari beberapa sekolah kok bisa kumpul!”
Setelah diselidiki dengan seksama barulah ketahuan mereka ini setelah kumpul-kumpul , lalu konvoi menggunakan motor menuju sekolah yang menjadi target kerusuhan. Hanya mempilok papan nama sekolah yang dianggap musuh. Melakukan aksi corat-coret di papan nama sekolah. Kalau sudah mekakukan itul lalu meninggalkan sekolah yang bersangkutan. Dari situlah sudah terasa puas bisa mengalahkan sekolah yang dianggap menjadi musuhnya.
            Polisi geleng-geleng kepala dengan pengakuan salah seorang dedengkot geng. Bisanya anak-anak seusia anak SMP sudah ada dalam benaknya merusak sekolah lain. Mereka ini gabungan dari beberapa sekolah. Otak kriminal yang sudah tertanam sejak anak masih sekolah.
            Anak-anak ini garang kalau sudah naik motor. Namun di kantor polisi hanya mengenakan celana sementara bajunya dilepas membuat anak-anak ini menangis.  
            “Selama orangtua kamu belum menjemput maka kamu akan berada di sel”
            “Hanya orangtuanya yang mengambil maka silahkan pulang”
            “Lagipula orang macam kamu ini harusnya berada di sel”
            “Yang lain belajar di rumah kamu malah keluyuran!”
            “Apa kamu tidak takut tertular penyakit corona?”
Anak-anak yang tadi menangis pada diam. Satu per satu anak-anak ini didata. Pihak sekolah juga dihubungi kalau ada beberapa anaknya yang terlibat akan melakukan pengrusakan. Dari polsek selanjutnya anak-anak ini dibawa ke polres karena kasusnya sudah antar kota.
                                                                        `***
            Juned yang baru pulang dari Jakarta merasakan suatu ketenangan. Di Jakarta tempatnya berjualan keliling kue putu sudah pada sepi. Merebaknya covid-19 membuat jalanan di Jakarta terasa sepi. Apalagi bagi Juned yang menjajakan kue putu di sore sampai malam hari. Adanya pembatasan berada di keramaian membuat jualan yang ia jajakan keliling menjadi sepi. Beberapa rekannya sesama penjual kue putu akhirnya sepakat untuk sementara merebaknya wabah covid-19 melanda maka  jualannnya istirahat dulu. Pulang kampung menjadi pilihan yang paling aman.
            Baru juga duduk di kursi malas ada tamu yang datang. Teryata Pak Lugu Sarta yang langsung mengajak salaman.
            “Langsung saja...”
            “Ini ada laporan dari Polres Brebes”
            “Anak bapak ditangkap disana”
            “Orangtuanya disuruh kesana untuk dimintai keterangan”
            “Salah apa anak saya sehingga ditangkap pak?”
            “Oh...kalau itu saya tidak tahu”
            “Silahkan saja datang langsung ke polres”
Juned langsung memberitahu istri kalau si Putra berada di Polres Brebes.
            “Sudah pak itu saja laporannya”
            “Saya ke Balaidesa lagi”, ujar Lugu Sarta yang akan kembali bertugas
            Sepanjang perjalanan Juned memikirkan anaknya yang satu ini. Belum lama sang istri dipanggil pihak sekolah karena si anak absensinya terlalu banyak. Sepengetahuan orangtua anaknya ini selalu berangkat ke sekolah. Tapi entah kenapa  di hitungan guru anak ini sering tidak masuk kelas. Entah apa yang dilakukan anak sehingga absensinya banyak sekali.
            Di Polres langsung menghubungi petugas jaga. Ditunjukkan kemana harus menghadap selanjutnya. Sangat sedih begitu melihat sang anak yang meringkuk berada didalam sel. Ada beberapa anak lainnnya yang juga mengalami nasib yang sama. Kalau orangtuanya datang lalu disuruh menandatangani perjanjian tak akan mengulangi lagi perbuatan setelah itu boleh pulang.
            Betapa malunya punya anak yang membuat nama orangtua tercoreng. Juned hanya mendengarkan apa yang dikatakan polisi. Kalau anaknya ini sedang merencanakan menyerang sekolah lain. Bagaimana ini? Disaat sekolah diliburkan karena covid-19 anak ini main sampai jauh sekali. Oalah...nak-nak! Apa tidak ada pekerjaan lain yang membuat kamu betah dirumah? Juned  hanya geleng-geleng kepala dengan kelakukan sang anak. Mudah-mudahan hal ini menjadi pelajaran bagi sang anak. Kalau sudah di sel ternyata bisa nangis juga. Kalau di rumah dinasehati sulitnya bukan main. Selalu saja menjawab kalau dinasehati. Semoga sadar anakku. Sedang banyak wabah begini kamu masih bisa main jauh. Sadar nak sadar kamu menjadi andalan bapak kelak ujar Juned dalam hati.


                                                                                                                  Cirebon, 26 Maret 2020

Artikel "Bekerja di Rumah"


Artikel

BEKERJA DI RUMAH
Oleh : Nurdin Kurniawan, S.Pd. *)


            Satu bulan ini yang ramai dibicarakan baik dimedia sosial, media alektronik maupun media cetak adalah  covid 19. Tak hanya mereka yang memang ahli dibidangnya, orang awam pun sekarang lagi ramai membicarakan virus corona. Kadang satu pesan berantai di WA tak henti-hentinya membicarakan virus corona. Mereka yang memiliki jumlah group yang banyak tentu sering menerima pesan yang sebenarnya sudah pernah dibaca namun diulang dan diulang lagi dari kiriman group yang bebeda.  Yang dibicarakan hanya satu yaitu virus corona.
            Semenjak merebak di kota asalnya Wuhan di Tingkok, kini virus ini menyebar ke seluruh penjuru dunia. Beberapa negara bahkan sudah melockdown kota-kota yang sudah terjangkiti virus corona. Tak hanya lockdown kini muncul beberapa istilah yang kemudian menjadi terkenal. Muncul istilah sosial distancing, epidemi, pandemi. Kesemua istilah  itu masih terkait dengan covid 19.
            Begitu cepatnya virus ini menyebar keseluruh dunia beberapa negara di dunia mengambil beberapa langkah pencegahan. Salah satu diantaranya yang ikut merasakan mewabahnya covid 19 ini adalah dengan meliburkan anak-anak sekolah dan juga perkuliahan.
            Mulanya hanya anak sekolah dan mahasiswa yang diliburkan. Guru dan dosen masih harus tetap berangkat bekerja. Mulailah dunia maya ramai mengenai masih bekerjanya guru dan dosen. Disangkanya virus corona ini hanya rentan untuk anak sekolah dan mereka yang kuliah saja.  Meme yang berupa gambar ataupun yang berupa kalimat banyak ditujukan untuk guru dan dosen. Salah satu meme tentang guru yang harus berangkat kerja dibuat menjadi sebuah soal  HOTS. Soal HOTS itu bunyinya seperti ini: Semua orang dihimbau untuk berdiam diri di rumah. Tetapi guru harus tetap  ke sekolah. Dari pernyataan diatas dapat disimpulknan bahwa guru....
A.    Guru memiliki anti virus corona
B.     Virus tidak bisa menginveksi guru
C.     Guru tidak termasuk golongan orang
D.    Guru dapat mendidik virus corona
E.     Guru orangtua corona
Setelah ramai didunia maya dengan meme-meme tentang guru yang juga manusia biasa harus berangkat kerja rupanya membuat Mendikbud membuat surat edaran lagi. Kini tidak hanya siswa dan mahasiswa yang belajar di rumah namun gurunya juga bekerja di rumah. Guru harus membuat sistem pembelajaran dengan moda daring. Belajar jarak jauh dengan memanfaatkan teknologi dengan sistem belajar  online.
            Setelah guru-guru boleh bekerja di rumah kini malah pemerintah memutuskan tak hanya guru dan dosen tetapi semua aparatur sipil negara (ASN) dapat bekerja di rumah guna mengantisipasi dampak penyebaran virus corona. Para ASN ini akan bekerja jarak jauh selama dua pekan ke depan. Pelaksanaan tugas kedinasan di tempat tinggal sebagaimana dimaksud, dilakukan sampai dengan tanggal 31 Maret 2020 dan akan dievaluasi lebih lanjut sesuai dengan kebutuhan. Hal itu disampaikan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo dalam konferensi pers, Senin (16/3/2020).
Work From Home (WFH) alias bekerja di rumah. Kesempatan yang jarang terjadi sebagai seorang guru bekerja di rumah.  Taat dan patuh untuk mengikuti instruksi pemerintah dengan melaksanakan kerja di rumah. Sebagai seorang guru penulis juga ikut mencoba memanfaatkan teknologi. Penulis kebetulan punya blog sendiri yang memungkinkan bagi siswa untuk mengaksesnya. Namun kini timbul pertanyaan apakah setiap anak memiliki HP android? Ternyata tidak semua anak memilikinya. Ditambah lagi yang punya HP android juga masih dipertanyakan apakah anak-anak ini memiliki kuota?
Bila di kota-kota besar sepertinya pertanyaan yang diajukan penulis bisa dijawab dengan cepat. Anak-anak kota yang kebanyakan kalangan milinial pasti memiliki HP android. Penulis yang kebetulan berdomisili di desa yang tidak semua  anak orangtuanya mampu membeli HP. Sistem belajar jarak jauh dengan menggunakan  internet juga mengalami kendala.
Sebagai seorang guru yang baik penulis pokoknya sudah mencoba membuat model pembelajaran jarak jauh. Silahkan anak-anak untuk membuka blog penulis. Nama blognya adalah Blog Guru Paedagogog asuhan Nurdin Kurniawan atau Mang Iwan. Tinggal buka geogle lalu ketik blog tersebut maka akan kuncul blog yang dimaksud. Sudah ada beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh sang anak selama masa pandemi covid 19. Masalah nanti apakah anak membuka atau tidak sebagai guru sudah berusaha memberikan yang terbaik buat anak didik.
Mereka anak-anak kota yang belajar jarak jauh setelah beberapa hari dicoba ternyata banyak masalah yang dihadapi. Kali ini rupanya Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang kebanjiran pertanyaan. Setidaknya ada 84 pertanyaan yang diajukan oleh orangtua anak didik yang berbeda. Mereka yang mengontek KPAI kebanyakan  ibu-ibu yang mengeluhkan banyaknya tugas yang dikerjakan anak selama covid 19. Si ibu yang akhirnya menjadi pusing dengan ikut mengerjakan tugas-tugas sang anak. Hal inilah yang lalu orangtua anak menelpon KPAI agar guru tidak memberikan tugas PR pada anak-anak selama pandemi covid 19 merebak.
Penulis bahkan menerima  WA dari salah seorang teman. #Kurikulum Kegembiraan. Murid-murid yang diliburkan sebaiknya tidak dibebani macam-macam pekerjaan rumah hanya sebagai kepantasan, sebagai ongkos tak enak hati. Tak setiap 5 abad sekali anak-anak ini mendapat libur semacam ini. Inipun bukan libur normal, tetapi hanya tinggal di rumah hasil ketegangan massal. Orangtua mereka juga tegang pada kedaan jangan ditambah  oleh kerepotan baru mengurus PR dan malah menambah  ketegangan.  Apa salahnya sama sekali membebaskan anak-anak ini dari kewajiban tak wajib itu.
Membebaskan anak-anak bermain selama 2 pekan tak akan  membuat mereka bodoh. Membebani mereka dengan gunungan PR tak akan membuat mereka jenius dadakan. Apa salahnya anak-anak itu  gembira, orangtuanya gembira agar tak menjadi tambah penat mental karena corona. Pendidikan mestinya juga peduli pada kurikulum kegembiraan. Guru-guru sebaiknya juga  dibebaskan dari beban agar mereka tak ganti membebani murid.  Biarkan 2 pekan ini menjadi pekan imunisasi kebatinan mereka. Pendidikan jangan kikir soal ini. Itulah WA yang penulis terima dari salah seorang teman di group.
Pro dan kontra akan selalu ada. Marilah kita isi waktu yang ada jangan sampai anak-anak ikut stress dengan banyaknya PR. Kasihan ibu-ibunya yang juga ikut stress gara-gara anaknya sibuk mengerjakan PR dalam jumlah yang banyak . Jadikan pandemi corona 19 ini sebagai bahan untuk introspeksi diri. Sudah saatnya anak-anak bisa menikmati waktu libur mereka dengan sesuatu yang menggembirakan. Kalau penulis nanti membuka blog dan ternyata anak didik tidak ada yang mengerjakan tugas artinya juga tidak apa-apa. Kasihan kalau anak dan orangtua ikut sibuk.  Jadikan merebaknya covid 19 sebagai sarana anak dan orangtua lebih banyak berkumpul. Setiap musibah pasti akan ada hikmah. Marilah kita tetap selalu waspada dan menjaga pola hidup sehat.

                                                                                               *) Praktisi Pendidikan
                                                                                                    Domisili di Gebang