Cerpen
BATAL SUNAT
Oleh : Nurdin Kurniawan
Sudah hampir dua bulan mulai dari
proses pendaftaran sampai beberapa kali datang ke ruang praktek dokter yang
berbeda. Ada dari dokter spesialis urologi, pindah lagi ke pemeriksaan
laboraturium, ke dokter anak, ke dokter spesialis anastasi, periksa rontgen.
Semuanya sudah acc kalau anak yang
bernama Aceh sudah tidak ada masalah. Tinggal menunggu waktu yang kosong dari
sang dokter untuk bisa menentukan kapan anak ini disunat. Dari ukuran postur
tubuhnya memang anak yang bernama Aceh ini terbilang besar dan berbobot. Sampai-sampai
penisnya tertutup lemak hanya terlihat ujungnya saja. Bila ditekan memang yang
namanya penis muncul tapi itu tadi…anak ini terlalu tertutup lemak batang
penisnya hingga tenggelam. Ketika akan disunat dibawa ke mantri kesehatan yang sudah biasa menangani hal seperti itu
namun sang mantri tak sanggup menangangi anak ini.
“Wah penisnya tertutup seperti ini”
“Ini harus dibawa ke dokter bedah”
Pagi itu yang
dari rumah sudah gembira kalau anak ini akan disunat ternyata batal. Mantri
yang biasa menangani ratusan bahkan kini sudah ribuan anak yang disunat
ternyata tak mampu menangangi anak seperti yang diderita si Aceh.
“Saya pernah menangani anak yang
seperti ini”
“Bisa disunatnya baru setelah anak
kelas 9 SMP”
Waduh! Kalau
anak ini disunatnya kelas 9 SMP akan menjadi beban, pertama
anak akan jadi malu dengan teman-teman sebayanya yang sudah sudat, kedua tentu itunya juga akan makin membesar,
belum lagi tumbuh bulu! Jangan, jangan… sampai menunggu kelas 9 SMP.
Tidak pantang menyerah orangtua Aceh
yang ingin anaknya segera bisa disunat. Didatangi lagi ahli sunat yang lainnya
yang dibelakang namanya aga gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM).
Dipersiapkan segala sesuatunya agar pas nanti pulang tentu berharap agar anak
sudah disunat. Datanglah ke rumah bapak tukang
sunat tersebut. Dilihat-lihat ternyata
kasusnya tidak beda jauh. Setelah diperiksa ternyata belum bisa
ditangani.
“Anak ini harus terapi dahulu”
“Coba datang ke dokter spesialis
urologi”
“Kalau tidak salah nanti akan ada
penanganan dengan terapi hormon”
Ya sudah, anak
ini rupanya belum bisa untuk disunat.
Beginilah kalau punya anak yang kebesaran tubuhnya. Mau sunat saja
susah!
Masih tak mau menyerah agar sang
buah hati bisa disunat. Postur tubuhnya yang besar membuat anak ini sudah beda
dengan anak-anak sebayanya. Kalau belum juga disunat rasa-rasanya malu.
Setidaknya anak seusianya sudah pada disunat. Berjuanglah terus jangan pantang
menyerah. Mencari dokter yang bisa menyunat Aceh.
Mencari-cari lagi dokter yang bisa menyunati
sang anak bukanlah pekerjaan gampang. Kali ini mendengar kalau di salah satu
kota ada dokter yang memang keahliannya menyunati orang. Katanya pula kalau
dari doketr itu setelah sunat yang namanya celana langsung bisa dipakai. Kali
ini Wawan sebagai orangtua penasaran ingin membawa lagi anaknya ke dokter yang
dimaksud. Walaupun dari rumah termasuk jauh namun tak menghalangi niat untuk membawa
anaknya ke dokter yang dimaksud. Usai pulang sekolah langsung membawa anaknya
ini ke rumah tempat prakter dokter yang dimaksud. Lumayan juga jarak yang
ditempuh. Demi sang buah hati tak apalah jauh-jauh juga untuk bisa membawanya
ke sang dokter.
Banyak juga pasien sang dokter ini.
Dilihat dari yang menunggu di ruang tunggu ternyata banyak juga anak yang akan disunat. Mereka ini yang sudah
daftar seminggu yang lalu. Karena Aceh ini belum janjian sebelumnya maka hanya
diperiksa dulu oleh asisten perawat yang ada. Aceh lalu diperiksa perawat yang
ada. Setelah diperiksa lalu sang perawat bilang agar nanti langsung saja ke
dokternya. Rupanya dilihat dari fisik memang tak ada masalah namun dilihat dari
penisnya belum bisa disunat langsung. Menunggu yang sudah disunat akhirnya nama
Aceh dipanggil dokter untuk dilihat penisnya. Anak ini sudah takut duluan
setelah memasuki ruang praktek dokter.
“Kenapa?”
“Belum diapa-apakan kok sudah
menangis!”
Wawan lau
menasehati anak ini agar jangan takut dengan hal-hal seperti ini. Harus dengan
kesadaran memang bila ingin disunat. Rupanya anak ini masih ada perasaan takut
kalau mau disunat.
“Coba dibuka celananya!”
Anak ini lalu membuka
celananya sendiri. Dokter langsung memeriksa penis Aceh.
“Tidak bisa disunat pak”
“Terlalu kecil”
“Coba bapak hubungi dokter anak
bagian tumbuh kembang”
Tiga orang yang profesinya tukang sunat
tak ada yang bisa menangani anak yang
gemuk. Memang harus ada penanganan khusus untuk kasus yang seperti ini.
Ya sudahlah, anak ini memang harus ke rumah sakit. Ada penanganan khusus untuk
anak-anak gemuk seperti Aceh.
Dihentikan dahulu urusan sunat
menyunat ini. Diperlukan waktu untuk mengurusi yang seperti ini. Bolak-baliknya
ini yang membuat waktu terasa sangat lama. Sudahlah supaya enak cari waktu yang
luang dahulu agar bisa segar kembali ingatan kita. Biar anaknya juga jangan ada perasaan takut
lagi. Menunggu keinginan dari sang anak dahulu yang minta disunat. Sementara
ini seperti ada perasaan kalau yang minta itu bukan dari anak sendiri.
***
Lama juga Aceh tak terdengar suaranya minta sunat.
Namun kemarin anak ini tiba-tiba menyatakan kalau dia ingin disunat. Wawan
menghampiri anak keduanya ini dengan perasaan sumringah. Kali ini permintaan
sunat datang dari anak langsung. Kesempatan yang baik untuk bisa mengabulkan
pemintaan sang anak. Bila sebelum-sebelumnya
datang ke rumah dokter atau mantri sunat tidak membuahkan hasil. Kali ini supaya
jangan bertele-tele maka datang saja ke rumah sakit.
Sebagai peserta BPJS tentu akan
dimanfaatkan. Datanglah sekeluarga menuju rumah sakit ternama yang ada di kota.
Setidaknya rumah sakit yang kini akan menyandang rumah sakit tipe A. Rumah
sakit yang menjadi rujukan beberapa
rumahsakit yang ada di bawahnya. Datang pagi-pagi namun sudah banyak juga orang
yang mengantri daftar. Wawan mendapatkan angka antrian 567 suatu angkka yang
lumayan juga panjangnya.
Bagian urologi termasuk bagian yang
paling sibuk untuk rumah sakit. Kalau mau berobat ke urologi setidaknya harus
daftar 2 minggu sebelumnya. Tapi karena bagi Wawan adalah yang pertama maka
masih bisa ditolelir untuk bisa mengantri di bagian urologi. Setelah beberapa
tahapan dilalui baru kali ini menghadapai bagian urologi. Menungggu cukup lama
barulah dipangggil sekitar pukul 14.00.
“Ini anak harus dioperasi”
“Operasi kecil hanya sebentar”
“Tapi sebelumnya harus periksa ke
laboraturium dulu”
Periksa laboraturium
tidak bisa hari ini sebab sudah tutup. Terpaksa harus kesesokan harinya lagi
agar bisa memeriksakan Aceh di bagian laboraturium.
Walau hari kerja bagi Wawan namun
untuk urusan anak tercintanya ini tak apalah kalau harus ijin dari tempatnya
bekerja. Pagi-pagi sudah ada di rumahsakit
maklumlah karena tak ingin diperiksa terlalu siang . Kalau dari pagi
seperti ini setidaknya akan selesai dengan cepat. Diperiksa di laboraturium
memang hanya sebentar namun untuk bisa mengetahui hasilnya harus esok harinya.
Ya…terpaksa pulang lagi karena waktunya juga sudah siang.
Keesokan harinya datang lagi ke
rumah sakit utuk mengambil hasil laboraturium. Memang sudah diketahui hasilnya.
Diambil dan akan diberikan ke bagian urologi lagi. Di bagian urologi tenyata tidak
bisa ketemu lansung sebab kalau mau memberikan hasil laboraturium harus antri
lagi seperti dulu. Ini artinya harus menunggu 2 minggu lagi. Tapi oleh petugas yang
ada dibagian urologi diberi rujukan lagi untuk menghubungi dokter anak.
“Bapak besok dengan anaknya periksa
di dokter anak”
Untuk bisa
diperiksa di dokter anak tidak bisa hari ini sebab harus ambil antrian dahulu seperti
dari awal. Begitulah kalau mengggunakan BPJS. Banyak sekali tahapan yang harus
dilalui. Tak masalah karena ini bagian dari yang namanya perjuangan.
Keesokan harinya seperti biasa
mempersipkan diri untuk ke rumahsakit. Kali ini yang menjadi tujuan adalah
dokter anak. Tidak enak kalau sang anak ijin terus dari sekolahnya maka Wawan
yang berangkat duluan. Nanti Aceh bersama ibunya akan datang menyusul kemudian.
Semua persyaratan telah dilalui tinggal
menunggu di tempat dokter anak. Inilah kalau yang datang orangtuanya terlabih dahulu. Anak sudah
dipanggil sang dokter namun anak dan ibunya masih dalam perjalanan. Meski sudah dipanggil
namun Wawan pura-pura diam saja sebab anaknya juga masih dalam perjalanan. Tapi
karena dupanggil lagi maka Wawan menyahut juga.
“Anaknya masih di jalan pak”
Rupanya nomer
antrian berikutnya yang kini dipanggil. Beberapa kali pasien sudah keluar
ditangani. Barulah Aceh dan ibunya terlihat di lorong rumah sakit.
“Disini duduk”
“Sudah dipanggil beberapa kali oleh
dokter”
Menunggu beberapa
saat akhirnya terdengar panggilan ulang untuk nama Aceh. Masuk ke ruang praktek
dokter. Wawan berusaha menjelaskan kenapa anaknya sampai bisa ke rumah sakit.
Dokter mengerti dan memeriksa bagian tubuh Aceh. Membuat oret-oretan di kertas
yang tadi disodorkan Wawan. Rupanya sang dokter memberikan acc. Untuk kasus yang dialami oleh Aceh.
“Kembali lagi paka ke dokter urologi”
Alamat bakal
lama lagi sebab kalau mau ke urologi harus janjian terlebih dahulu. Kalau janji
sekarang maka 2 minggu baru bisa ketemu lagi.
Kurang lebih sudah ada 8 hari untuk
mengurusi Aceh yang akan menjalani
sunat. Karena prosedurnya memang seperti itu maka ikuti saja. Selagi ada pihak
yang bisa untuk mengambil tindakan sunat
Aceh maka walau lama tak apalah. Yang penting anak bisa untuk disunat.
Bila melihat sang kakak yang dengan
mudahnya untuk disunat kadang Wawan hanya mesem. Dilihat si sulung ketika akan
sunat cukup ke mantri kesehatan saja. Tidak menunggu lama lalu keluar dari
ruangan mantri sudah dalam keadaan disunat. Kini, untuk anaknya yang kedua
tidak semudah seperti yang pertama. Anak ini memang harus melalui beberapa
tahapan.
Dua minggu setelah menunggu cukup
lumayan akhirnya bisa ketemu lagi dengan dokter dari bagian urologi.
“Ini bu hasil dari dokter anak,
dokter anastesi, dan dari laboraturium serta hasil rontgen”
Hasil yang
sebendel itu diberikan pada dokter. Dokter lalu mencari-cari waktu yang tepat
untuk bisa mengoperasi pasien yang bernamamAceh.
“Jadwal opersasinya nanti pak”
“Tanggal 5 Maret”
Tanggal 5, 6 dan
7 dituliskan di jadwal yang harus diikuti untuk bisa masuk ke ruangan sebelum
masuk operasi.
Menungggu adalah waktu yang sangat
menjemukan. Setelah tiba tanggal 5 Wawan sekarang mempersiapkan diri membawa Aceh masuk rumah
sakit. Daftar dahulu ke bagian rawat inap. Kini sudah mendapatkan kamar. Karena
Wawan di tempatnya bekerja sudah masuk
Golongan IV maka mendapat jatah di kelas 1. Berada di lantai 2 dengan kamar nomer 14.
Dingin juga rumahsakit kali ini. Maklumlah ruangannya sudah ber-AC. Bisa
menyaksikan tayangan tv kabel. Memasuki siang hari kini pasien sudah mendapatkan
jatah makan siang segala. Kini tinggal menunggu kapan akan operasi. Diberanikan
diri untuk bertanya pada perawat yang ada di kamar jaga. Setelah menanyakan
kapan akan ada jadwal operasi malah kini yang bingung adalah dokter yang menjawabnya.
Dikatakan dokter yang bersangkutan untuk tanggal 5,6,7 tidak ada jawal operasi
untuk pasien yang bernama Aceh.
Aduh…! Ada informasi apa lagi kok
seperti ini kejadiannya. Setekah ngobrol, dengan orang yang ada di telpon rupanya
ada pergantian dokter yang menangani Aceh. Dokter lama sedang ke Bandung
ditarik lagi oleh rumahsakitnya yang dahulu. Kini kasusnya dilimpahkan ke
dokter yang baru. Dokter yang baru tidak tahu kalau hari ini ada jadwal
operasi. Wah …pokoknya jadi ribet. Dokter baru yang dilimpahi tugas akhirnya
menemui pasien di kamar nomer 14. Dijelaskan kenapa hal ini bisa terjadi. Sama-sama
mengerti dan sama-sama butuh akhirnya untuk Aceh dijadwal ulang. Anak ini akan mendapat operasi nanti tanggal 8 April . Ini artinya waktunya mundur hampir
1 bulan lagi.
“Jadi sekarang kami pulang dok?”
“Ya…administrasinya biar saya
selesaikan dahulu”
Dokter lalu menyelesaiakan
beberapa pekerjaan yang membuat sang pasien bisa pulang hari ini.
“Ya bapak boleh pulang”
“Nanti kami akan mengabari kapan
anak harus masuk lagi”
Heeehhhhh!
Belum waktunya sunat barangkali!
Inilah yang menjadi pemikiran Wawan untuk anaknya yang nomer 2. Sudah diupayakan
bagaimanapun kalau memang belum waktunya ya seperti ini! Walau sudah ada jadwal
yang disusun rapih namun kalau belum waktunya tetap saja ada masalah. Membanggakan hati tak mau dipengaruhi oleh masalah
ini dan itu Wawan mengambil kesimpulan kalau memang hal ini sudah ada yang
mengatur. Tinggal menunggu waktu yang akan datang saja. Mudah-mudahan yang ini
memang benar-benar bisa dilaksanakan dengan baik. Sebagai orangtua Wawan
berharap agar anaknya bisa disunat. Semoga.
Cirebon, 16 Maret 2016
nurdinkurniawan@ymail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar