Mengenai Saya

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Nurdin Kurniawan, S.Pd. Bekerja sebagai PNS disalah satu sekolah di kota Kabupaten Cirebon. Selain sebagai guru aktif menulis di beberapa surat kabar yang ada di cirebon. Diorganisasi PGRI tercatat pula sebagai redaktur majalah Diaelktika, majalah milik PGRI Kab. Cirebon. Tinggal di Gebang yang merupakan Kampung Nelayan yang ada di Cirebon

Jumat, 05 Juli 2019

BATAL SUNAT (Cerpen)


Cerpen

BATAL SUNAT
Oleh : Nurdin Kurniawan

            Sudah hampir dua bulan mulai dari proses pendaftaran sampai beberapa kali datang ke ruang praktek dokter yang berbeda. Ada dari dokter spesialis urologi, pindah lagi ke pemeriksaan laboraturium, ke dokter anak, ke dokter spesialis anastasi, periksa rontgen. Semuanya sudah acc kalau anak yang bernama Aceh sudah tidak ada masalah. Tinggal menunggu waktu yang kosong dari sang dokter untuk bisa menentukan kapan anak ini disunat. Dari ukuran postur tubuhnya memang anak yang bernama Aceh ini terbilang besar dan berbobot. Sampai-sampai penisnya tertutup lemak hanya terlihat ujungnya saja. Bila ditekan memang yang namanya penis muncul tapi itu tadi…anak ini terlalu tertutup lemak batang penisnya hingga tenggelam. Ketika akan disunat dibawa ke mantri kesehatan  yang sudah biasa menangani hal seperti itu namun sang mantri tak sanggup menangangi anak ini.
            “Wah penisnya tertutup seperti ini”
            “Ini harus dibawa ke dokter bedah”
Pagi itu yang dari rumah sudah gembira kalau anak ini akan disunat ternyata batal. Mantri yang biasa menangani ratusan bahkan kini sudah ribuan anak yang disunat ternyata tak mampu menangangi anak seperti yang diderita si Aceh.
            “Saya pernah menangani anak yang seperti ini”
            “Bisa disunatnya baru setelah anak kelas 9 SMP”
Waduh! Kalau anak ini disunatnya kelas 9 SMP akan menjadi beban,  pertama anak akan jadi malu dengan teman-teman sebayanya yang sudah sudat, kedua tentu itunya juga akan makin membesar, belum lagi tumbuh bulu! Jangan, jangan… sampai menunggu kelas 9 SMP.
            Tidak pantang menyerah orangtua Aceh yang ingin anaknya segera bisa disunat. Didatangi lagi ahli sunat yang lainnya yang dibelakang namanya aga gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM). Dipersiapkan segala sesuatunya agar pas nanti pulang tentu berharap agar anak sudah disunat. Datanglah ke rumah  bapak tukang sunat tersebut. Dilihat-lihat ternyata  kasusnya tidak beda jauh. Setelah diperiksa ternyata belum bisa ditangani.
            “Anak ini harus terapi dahulu”
            “Coba datang ke dokter spesialis urologi”
            “Kalau tidak salah nanti akan ada penanganan dengan terapi hormon”
Ya sudah, anak ini rupanya belum bisa untuk disunat.  Beginilah kalau punya anak yang kebesaran tubuhnya. Mau sunat saja susah!
            Masih tak mau menyerah agar sang buah hati bisa disunat. Postur tubuhnya yang besar membuat anak ini sudah beda dengan anak-anak sebayanya. Kalau belum juga disunat rasa-rasanya malu. Setidaknya anak seusianya sudah pada disunat. Berjuanglah terus jangan pantang menyerah. Mencari dokter yang bisa menyunat Aceh.
            Mencari-cari lagi dokter yang bisa menyunati sang anak bukanlah pekerjaan gampang. Kali ini mendengar kalau di salah satu kota ada dokter yang memang keahliannya menyunati orang. Katanya pula kalau dari doketr itu setelah sunat yang namanya celana langsung bisa dipakai. Kali ini Wawan sebagai orangtua penasaran ingin membawa lagi anaknya ke dokter yang dimaksud.  Walaupun dari rumah termasuk  jauh namun tak menghalangi niat untuk membawa anaknya ke dokter yang dimaksud. Usai pulang sekolah langsung membawa anaknya ini ke rumah tempat prakter dokter yang dimaksud. Lumayan juga jarak yang ditempuh. Demi sang buah hati tak apalah jauh-jauh juga untuk bisa membawanya ke sang dokter.
            Banyak juga pasien sang dokter ini. Dilihat dari yang menunggu di ruang tunggu ternyata banyak juga  anak yang akan disunat. Mereka ini yang sudah daftar seminggu yang lalu. Karena Aceh ini belum janjian sebelumnya maka hanya diperiksa dulu oleh asisten perawat yang ada. Aceh lalu diperiksa perawat yang ada. Setelah diperiksa lalu sang perawat bilang agar nanti langsung saja ke dokternya. Rupanya dilihat dari fisik memang tak ada masalah namun dilihat dari penisnya belum bisa disunat langsung. Menunggu yang sudah disunat akhirnya nama Aceh dipanggil dokter untuk dilihat penisnya. Anak ini sudah takut duluan setelah memasuki ruang praktek dokter.
            “Kenapa?”
            “Belum diapa-apakan kok sudah menangis!”
Wawan lau menasehati anak ini agar jangan takut dengan hal-hal seperti ini. Harus dengan kesadaran memang bila ingin disunat. Rupanya anak ini masih ada perasaan takut kalau mau disunat.
            “Coba dibuka celananya!”
Anak ini lalu membuka celananya sendiri. Dokter langsung memeriksa penis Aceh.
            “Tidak bisa disunat pak”
            “Terlalu kecil”
            “Coba bapak hubungi dokter anak bagian tumbuh kembang”
            Tiga orang yang profesinya tukang sunat tak ada yang bisa menangani anak yang        gemuk. Memang harus ada penanganan khusus untuk kasus yang seperti ini. Ya sudahlah, anak ini memang harus ke rumah sakit. Ada penanganan khusus untuk anak-anak gemuk seperti Aceh.
            Dihentikan dahulu urusan sunat menyunat ini. Diperlukan waktu untuk mengurusi yang seperti ini. Bolak-baliknya ini yang membuat waktu terasa sangat lama. Sudahlah supaya enak cari waktu yang luang dahulu agar bisa segar kembali ingatan kita.  Biar anaknya juga jangan ada perasaan takut lagi. Menunggu keinginan dari sang anak dahulu yang minta disunat. Sementara ini seperti ada perasaan kalau yang minta itu bukan dari anak sendiri.
                                                                        ***
            Lama juga  Aceh tak terdengar suaranya minta sunat. Namun kemarin anak ini tiba-tiba menyatakan kalau dia ingin disunat. Wawan menghampiri anak keduanya ini dengan perasaan sumringah. Kali ini permintaan sunat datang dari anak langsung. Kesempatan yang baik untuk bisa mengabulkan pemintaan sang anak.  Bila sebelum-sebelumnya datang ke rumah dokter atau mantri sunat tidak membuahkan hasil. Kali ini supaya jangan bertele-tele maka datang saja ke rumah sakit.
            Sebagai peserta BPJS tentu akan dimanfaatkan. Datanglah sekeluarga menuju rumah sakit ternama yang ada di kota. Setidaknya rumah sakit yang kini akan menyandang rumah sakit tipe A. Rumah sakit yang menjadi rujukan  beberapa rumahsakit yang ada di bawahnya. Datang pagi-pagi namun sudah banyak juga orang yang mengantri daftar. Wawan mendapatkan angka antrian 567 suatu angkka yang lumayan juga panjangnya.
            Bagian urologi termasuk bagian yang paling sibuk untuk rumah sakit. Kalau mau berobat ke urologi setidaknya harus daftar 2 minggu sebelumnya. Tapi karena bagi Wawan adalah yang pertama maka masih bisa ditolelir untuk bisa mengantri di bagian urologi. Setelah beberapa tahapan dilalui baru kali ini menghadapai bagian urologi. Menungggu cukup lama barulah dipangggil sekitar pukul 14.00.
            “Ini anak harus dioperasi”
            “Operasi kecil hanya sebentar”
            “Tapi sebelumnya harus periksa ke laboraturium dulu”
Periksa laboraturium tidak bisa hari ini sebab sudah tutup. Terpaksa harus kesesokan harinya lagi agar bisa memeriksakan Aceh di bagian laboraturium.
            Walau hari kerja bagi Wawan namun untuk urusan anak tercintanya ini tak apalah kalau harus ijin dari tempatnya bekerja. Pagi-pagi sudah ada di rumahsakit  maklumlah karena tak ingin diperiksa terlalu siang . Kalau dari pagi seperti ini setidaknya akan selesai dengan cepat. Diperiksa di laboraturium memang hanya sebentar namun  untuk bisa  mengetahui hasilnya harus esok harinya. Ya…terpaksa pulang lagi karena waktunya juga sudah siang.
            Keesokan harinya datang lagi ke rumah sakit utuk mengambil hasil laboraturium. Memang sudah diketahui hasilnya. Diambil dan akan diberikan ke bagian urologi lagi. Di bagian urologi tenyata tidak bisa ketemu lansung sebab kalau mau memberikan hasil laboraturium harus antri lagi seperti dulu. Ini artinya harus menunggu 2 minggu lagi. Tapi oleh petugas yang ada dibagian urologi diberi rujukan lagi untuk menghubungi dokter anak.
            “Bapak besok dengan anaknya periksa di dokter anak”
Untuk bisa diperiksa di dokter anak tidak bisa hari ini sebab harus ambil antrian dahulu seperti dari awal. Begitulah kalau mengggunakan BPJS. Banyak sekali tahapan yang harus dilalui. Tak masalah karena ini bagian dari yang namanya perjuangan.
            Keesokan harinya seperti biasa mempersipkan diri untuk ke rumahsakit. Kali ini yang menjadi tujuan adalah dokter anak. Tidak enak kalau sang anak ijin terus dari sekolahnya maka Wawan yang berangkat duluan. Nanti Aceh bersama ibunya akan datang menyusul kemudian. Semua persyaratan telah dilalui  tinggal menunggu di tempat dokter anak. Inilah kalau yang datang  orangtuanya terlabih dahulu. Anak sudah dipanggil sang dokter namun anak dan ibunya  masih dalam perjalanan. Meski sudah dipanggil namun Wawan pura-pura diam saja sebab anaknya juga masih dalam perjalanan. Tapi karena dupanggil lagi maka Wawan menyahut juga.
            “Anaknya masih di jalan pak”
Rupanya nomer antrian berikutnya yang kini dipanggil. Beberapa kali pasien sudah keluar ditangani. Barulah Aceh dan ibunya terlihat di lorong rumah sakit.
            “Disini duduk”
            “Sudah dipanggil beberapa kali oleh dokter”
Menunggu beberapa saat akhirnya terdengar panggilan ulang untuk nama Aceh. Masuk ke ruang praktek dokter. Wawan berusaha menjelaskan kenapa anaknya sampai bisa ke rumah sakit. Dokter mengerti dan memeriksa bagian tubuh Aceh. Membuat oret-oretan di kertas yang tadi disodorkan Wawan. Rupanya sang dokter memberikan acc. Untuk kasus yang dialami oleh Aceh.
            “Kembali lagi paka ke dokter urologi”
Alamat bakal lama lagi sebab kalau mau ke urologi harus janjian terlebih dahulu. Kalau janji sekarang maka 2 minggu baru bisa ketemu lagi.
            Kurang lebih sudah ada 8 hari untuk mengurusi  Aceh yang akan menjalani sunat. Karena prosedurnya memang seperti itu maka ikuti saja. Selagi ada pihak yang bisa untuk mengambil tindakan sunat  Aceh maka walau lama tak apalah. Yang penting anak bisa untuk disunat.
            Bila melihat sang kakak yang dengan mudahnya untuk disunat kadang Wawan hanya mesem. Dilihat si sulung ketika akan sunat cukup ke mantri kesehatan saja. Tidak menunggu lama lalu keluar dari ruangan mantri sudah dalam keadaan disunat. Kini, untuk anaknya yang kedua tidak semudah seperti yang pertama. Anak ini memang harus melalui beberapa tahapan.
            Dua minggu setelah menunggu cukup lumayan akhirnya bisa ketemu lagi dengan dokter dari bagian urologi.
            “Ini bu hasil dari dokter anak, dokter anastesi, dan dari laboraturium serta hasil rontgen”
Hasil yang sebendel itu diberikan pada dokter. Dokter lalu mencari-cari waktu yang tepat untuk bisa mengoperasi pasien yang bernamamAceh.
            “Jadwal opersasinya nanti pak”
            “Tanggal 5 Maret”
Tanggal 5, 6 dan 7 dituliskan di jadwal yang harus diikuti untuk bisa masuk ke ruangan sebelum masuk operasi.
            Menungggu adalah waktu yang sangat menjemukan. Setelah tiba tanggal 5 Wawan sekarang  mempersiapkan diri membawa Aceh masuk rumah sakit. Daftar dahulu ke bagian rawat inap. Kini sudah mendapatkan kamar. Karena Wawan di tempatnya bekerja  sudah masuk Golongan IV maka mendapat jatah di kelas 1. Berada di lantai 2  dengan kamar nomer 14.
            Dingin juga rumahsakit kali ini.  Maklumlah ruangannya sudah ber-AC. Bisa menyaksikan tayangan tv kabel. Memasuki siang hari kini pasien sudah mendapatkan jatah makan siang segala. Kini tinggal menunggu kapan akan operasi. Diberanikan diri untuk bertanya pada perawat yang ada di kamar jaga. Setelah menanyakan kapan akan ada jadwal operasi malah kini yang bingung adalah dokter yang menjawabnya. Dikatakan dokter yang bersangkutan untuk tanggal 5,6,7 tidak ada jawal operasi untuk pasien yang bernama Aceh.
            Aduh…! Ada informasi apa lagi kok seperti ini kejadiannya. Setekah ngobrol, dengan orang yang ada di telpon rupanya ada pergantian dokter yang menangani Aceh. Dokter lama sedang ke Bandung ditarik lagi oleh rumahsakitnya yang dahulu. Kini kasusnya dilimpahkan ke dokter yang baru. Dokter yang baru tidak tahu kalau hari ini ada jadwal operasi. Wah …pokoknya jadi ribet. Dokter baru yang dilimpahi tugas akhirnya menemui pasien di kamar nomer 14. Dijelaskan kenapa hal ini bisa terjadi. Sama-sama mengerti dan sama-sama butuh akhirnya untuk Aceh dijadwal ulang. Anak ini       akan mendapat operasi nanti tanggal  8 April . Ini artinya waktunya mundur hampir 1 bulan lagi.
            “Jadi sekarang kami pulang dok?”
            “Ya…administrasinya biar saya selesaikan dahulu”
Dokter lalu menyelesaiakan beberapa pekerjaan yang membuat sang pasien bisa pulang hari ini.
            “Ya bapak boleh pulang”
            “Nanti kami akan mengabari kapan anak harus masuk lagi”
Heeehhhhh!
            Belum waktunya sunat barangkali! Inilah yang menjadi pemikiran Wawan untuk anaknya yang nomer 2. Sudah diupayakan bagaimanapun kalau memang belum waktunya ya seperti ini! Walau sudah ada jadwal yang disusun rapih namun kalau belum waktunya tetap saja ada masalah.  Membanggakan hati tak mau dipengaruhi oleh masalah ini dan itu Wawan mengambil kesimpulan kalau memang hal ini sudah ada yang mengatur. Tinggal menunggu waktu yang akan datang saja. Mudah-mudahan yang ini memang benar-benar bisa dilaksanakan dengan baik. Sebagai orangtua Wawan berharap agar anaknya bisa disunat. Semoga.

                                                                                              Cirebon, 16 Maret 2016
                                                                                              nurdinkurniawan@ymail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar