Cerpen
JADI SUNAT
Oleh : Nurdin Kurniawan
Hiruk pikuk orang yang lalu-lalang
dengan urusannya maing-masing tak terlalu diperhatikan. Si kembar yang baru sunat
setidaknya membuat Aceh merasa seolah dirinyalah orang yang paling tak
beruntung. Disaat anak-anak yang dibawah usianya sudah pada sunat namun Aceh
belum. Postur tubuh Aceh memang beda diantara teman-temannya. Boleh dikatakan
anak ini bertubuh subur. Saking suburnya itu badan yang namanye penis tertutup
oleh lemak. Jadilah Aceh dengan kemaluan yang tak terlihat batang penisnya. Hal
inilah yang membuat kenangan dua tahun yang lalu ketika ada keinginan untuk
sunat menjadi batal.
“Coba lihat…”
Aceh memperlihatkan
pada sang mantri sunat yang akan
menyunatnya. Diperiksa bolak-balik lalu sang mantri geleng-geleng kepala.
“Belum bisa disunat pak…”
“Batang penisnya tertutup lemak”
“Coba bapak datang ke dokter bedah
barangkali bisa menangani”
“Kalau mau menunggu normal nanti
sekitar kelas 8 SMP”
“Pernah ada yang seperti ini baru
bisa disunat setelah kelas 8 SMP”
Waktu itu Aceh
masih kelas 4 SD. Lemaslah Pak Wawan ketika mendengar penjelasan sang mantri.
Keinginan untuk segera menyunatkan sang anak terkendala dengan kondisi badan
sang anak yang memang terbilang subur. Keluhan yang sama yang dialami oleh anak-anak
yang bertubuh gemuk adalah kemaluannya tertutup jaringan lemak yang cukup
tebal. Mantri biasa tak bisa menangani anak-anak yang mempunyai keluhan seperti
ini.
Hampir bolak-balik mencari dokter
yang bisa menyunat sang anak. Wawan tak pernah putus asa sampai dokter yang
terbilang jauhpun dikejar. Ketika ada mendengar dokter yang bisa menangani
anak-anak seperti Aceh maka didatanginya. Datang pertama kali tidak bisa ketemu
dokternya karena memang harus janjian terlebih dahulu. Pada perawat yang ada
disitu maka minta dibuatkan janji dengan sang dokter.
“Bapak nanti datang lagi Hari Kamis
jam 3 sore”
Kini lega sudah
ada janjian dengan dokter yang bersangkutan mudah-mudahan apa yang dialami sang
anak bisa tertangani dengan baik.
Seminggu sudah dengan waktu yang
telah dijanjikan Wawan datang dengan sang anak bahkan diiringi oleh saudara.
Sudah menyebar kalau si Aceh akan
disunat disalah satu dokter yang terkenal akan menyunati anak-anak dan katanya
sudah bisa langsung pakai celana. Hari itu memang sudah banyak sekali anak-anak
yang akan disunat. Perawat sudah memanggil beberapa nama anak-anak yang akan
disunat hari itu. Disuruh duduk menurut urutan panggilan. Aceh yang hanya
konsultasi langsung dipanggil setelah dokter datang. Dokter langsung memeriksa
penis Aceh. Setelah diperiksa lalu sang dokter menjelaskan kondisi Aceh pada
orangtuanya.
“Sepertinya belum bisa disunat pak…”
“Penisnya terlalu kecil”
“Coba bapak hubungi dokter di rumah
sakit bagian tumbuh kembang”
“Konsultasikan bagaimana seharusnya…”
Aduh…keinginan
untuk menyunat sang buah hati gagal lagi. Kini harus menuju dokter disalah satu
rumah sakit bagian tumbuh kembang. Anak ini memang mempunyai kasus yang hampir
sama dengan anak-anak yang gemuk pada umumnya. Batal lagi… sudah dua kali orang
yang akhli tentang sunat menyunat tak bisa menangani. Kini harus dipikirkan
bagaimana bisa konsultasi dengan
dokter urologi atau dokter yang
menangani tumbuh kembang anak.
Di rumah sakit tak hanya satu dokter
yang akhirnya harus dihubungi. Beberapa dokter dimintai tanggapannya tentan
penis sang anak. Mulai dari dokjter anak, dokter anastesi, dokter urologi, di
rontsgen, periksa darah dan berbagai tes lainnya yang harus dijalani. Hampir
dua bulan walau tidak berturut-turut untuk mengurusi bolak-balik ke rumah sakit
hanya untuk bisa dikhitan sang anak. Sampai pada akhirnya setelah jadi akan dioperasi
gantilah dokter urologi yang menangani. Sudah pesan kamar rawat inap segala
namun oleh dokter yang baru ini menyarankan untuk diet dulu sang anak sampai
kelihatan batang penisnya. Bola-balik hampir 8 kali tes dijalanai namun
akhirnya gagal untuk disunat.
Istirahat satu bulan lebih untuk menenangkan
pikiran. Ternyata untuk bisa sunat saja bukan hal yang gampang. Butuh waktu dan
pengorbanan. Kalau anak-anak normal yang berbadan normal dengan begitu mudahnya
disunat begitu sang anak minta sunat. Cukup datang ke mantri sunat pulangnya
sudah dalam keadaan disunat. Namun hal seperti ini tidak berlaku bagi anak-anak
yang memiliki berat badan yang lebih. Anak gendut punya batang penis yang
pendek. Jadi untuk sunat memang butuh waktu dan persiapan yang khusus. Setelah
satu bulan lebih akhirnya dipikirlan lagi harus kemana agar sang anak bisa
disunat.
Ganti dokter urologi dengan mendatangi
rumahsakit yang berbeda. Kali ini juga harus janjian karena memang bagian
urologi adalah bagian yang dokternya sangat jarang. Katanya di wilayah 3 Jawa
Barat hanya ada 2 dokter saja. Walau ngantri dan butuh waktu yang lama untuk
mmbuat janji dijalani saja. Urusan sang anak memang harus mendapatkan perhatian
yang cukup. Setelah mendapatkan waktu yang sudah ditentukan datanglah ke dokter
yang bersangkutan.
Ramah dan begitu menyenangkan memang
dokter yang satu ini. Enak untuk diajak
ngobrol mengenai masalah-masalah kesehatan. Diungkapkan apa yang menjali
kendala saat ini. Apa-apa yang sudah terjadi sengaja tak diungkapkan barangkali
tidak enak bila diceritakan buat
menangai tindakan selanjutnya. Anggap saja pada beliau adalah dokter yang
pertama kali menangani.
“Oh…biasa untuk anak yang gemuk”
“Ini harus diterapi dahulu…”
“Anak ini akan disuntik hormon
pertumbuhan agar perkembangan penisnya
bisa untuk
disunat”
Apapun kata
dokter turuti saja mudah-mudahan nanti memang ada perkembangan. Apapun caranya
maka lakukan saja yang penting si anak bisa disunat. Kalau lama diundur-undur
kasihan sebab anak-anak sebayanya sudah pada disunat. Hal seperti ini tentu
membuat psikis sang anak terganggu. Apapun kata dokter baiknya maka ikuti saja.
Satu bulan sekali Aceh mendapatkan
terapi dari sang dokter. Setiap pertemuan ada satu suntikan hormon yang
diberikan. Empat kali pertemuan dengan 4 kali suntikan hormon sudah terlihat
ada perkembangan. Penis si anak tambah besar dan tambah panjang. Kalau dahulu
hanya kelihatan ujungnya saja kini lumayan sudah agak panjangan dikit. Setelah
4 kali terapi nanti menunggu satu bulan untuk mengadakan janjian lagi. Pada
janjian nanti akan ditentukan kapan anak akan dioperasi.
“Anak yang seperti ini memang harus
sabar”
“Sudah terlihat perkembangannya”
“Nanti satu bulan kemudian bapak
harus datang lagi buat perjajian…”
“Punya kartu BPJSkan?
Selama beberapa
bulan berobat memang tidak menggunakan fasilitas yang sudah ada seperti askes,
murni bayar sendiri seperti biasa tak mau menerima BPJS. Tapi nanti saatnya
operasi akan menggunakan fasilitas yang ada untuk rawat inap seperti kartu
BPJS. Pulanglah dengan hati lega menunggu satu bulan agar sang buah hati bisa
disunat.
Sebulan telah berlalu kini ada
niatan agar sang anak diperiksa lagi. Kalau diperiksa sekarang-sekarang
anak-anak di sekolah masih ada kegiatan. Nanti saja menunggu liburan agar tidak
menggangu kegiatan anak-anak di sekolah. Tak terasa memang liburan akhirnya datang
juga. Ada niatan untuk membawa anak ke dokter lagi.
“Periksa lagi ya nak?”
“Mau diperiksa di dokter tapi jangan
dioperasi”, kata Aceh
Terpikirkan lagi
ucapan sang anak. Mau disunat karena memang kalau harus melalui operasi tapi
sang anak tak mau dioperasi. Dijelaskan panjang lebar agar sang anak mengerti
dengan apa yang disebut operasi. Tetap saja ia mau sunat tapi tak melalui yang
namanya tahapan operasi. Jadi terpikirkan memang ucapan sang anak ini. Kalau
dipaksakan tak baik akibatnya. Harus dicari cara lain lagi agar sang anak mau.
Ya sudah… sebelum menghubungi dokter yang bersangkutan alangkah baiknya dibawa
dulu saja ke mantri sunat yang dahulu pernah mengatakan kalau sang anak ini
belum bisa disunat karena penisnya terlalu pendek. Sekedar konsultasi tak
apalah siapa tahu bisa ditangani sekarangsih mengingat sudah agak panjangan sedikit.
Mau dibawa ke mantripun
mempertimbangkan waktu si anak mau. Kadang
ada keinginan sunat namun dikesempatan lain bila ditanyakan suka tidak mau.
Yang seperti inilah yang membuat kadang sulit mendekteksi keinginan sang anak.
Rupanya ada suatu keraguan kalau ditanya soal sunat. Sampai akhirnya suatu sore
yang baik si anak mau diajak konsultasi
ke sang mantri.
Selalu berdoa walau dalam hati agar
sang anak nanti tidak membuat banyak masalah. Maklumlah kadang suka ngembek yang
tidak-tidak. Nyata saja ketika ditengah perjalanan mulai ada keraguan lagi.
Anak mempertanyakan nanti bagaimana kalau jadi sunat? Dijelaskan lagi begini
dan begitu kalau anak sudah besar belum
juga sunat. Dari situlah anak mulai ada perasaan malu. Anak diam setelah
djelaskan seperti itu.
Rumah Pak Mantri terlihat sepi.
Memang bulan sekarang ini tak banyak anak-anak yang disunat tak seperti
bulan setelah Hari Raya Idul Adha. Diketuk pintu rumah Pak Mantri tak berapa lama kemudian pintu terbuka. Masuk
diruang praktek Pak Mantri lau diungkapkan maksud kedatangan.
“Persis 2 tahun yang lalu kami datang
kesini”
“Waktu itu belum bisa disunat”
“Tapi sekarang tolong dilihat lagi
bisa atau tidak setelah anak menjalani terapi”
Pak Mantri lalu
memeriksa penis Aceh dengan teliti.
“Bisa ini….bisa”
Alhamdulillah!
Bagaimana tidak senang mendengar ucapan Pak Mantri yang mengatakan anak ini
bisa disunat.
“Kalau begitu sekarang saja Pak Mantri…”
Pal Mantri lalu
menyiapkan beberapa peralatan yang dibutuhkan. Walau ada perasaan gemetar
mengingat sang anak bisa disunat namun
perasaan gemetar ini dipendam saja dahulu. Wawan ingin agar acara sunatan
sang buah hati busa berjalan dengan
sukses.
Plong!
Alhamdulillah moment yang sangat bahagia. Penantian yang begitu panjang
ingin agar punya anak yang sudah disunat menjadi kenyataan. Untuk urusan yang
satu ini memang perjuangannya sangat berat. Beda dengan anak-anak yang normal
begitu datang ke mantri sunat langsung pulang dalam keadaan sudah dipotong, ini
yang namanya anak bertubuh gempal beberapa kali datang ke yang akhlinya sekalipun
ternyata belum juga disunat. Belum lagi harus bolak-balik bahkan sempat mau
menginap di rumah sakit namun harus pulang karena beda dokter beda pula penanganannya.
Alhasil baru kali ini bisa disunat. Pecah bisul, terasa plong…..
penungguan yang begitu lama dengan melihat si Aceh sunat walau dengan tertatih-tatih
jalannya namun ada perasaan gembira.
Cirebon, 9 Januari
2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar