Mengenai Saya

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Nurdin Kurniawan, S.Pd. Bekerja sebagai PNS disalah satu sekolah di kota Kabupaten Cirebon. Selain sebagai guru aktif menulis di beberapa surat kabar yang ada di cirebon. Diorganisasi PGRI tercatat pula sebagai redaktur majalah Diaelktika, majalah milik PGRI Kab. Cirebon. Tinggal di Gebang yang merupakan Kampung Nelayan yang ada di Cirebon

Jumat, 05 Juli 2019

JADI SUNAT (Cerpen)


Cerpen

JADI   SUNAT
Oleh : Nurdin Kurniawan

            Hiruk pikuk orang yang lalu-lalang dengan urusannya maing-masing tak terlalu  diperhatikan. Si kembar yang baru sunat setidaknya membuat Aceh merasa seolah dirinyalah orang yang paling tak beruntung. Disaat anak-anak yang dibawah usianya sudah pada sunat namun Aceh belum. Postur tubuh Aceh memang beda diantara teman-temannya. Boleh dikatakan anak ini bertubuh subur. Saking suburnya itu badan yang namanye penis tertutup oleh lemak. Jadilah Aceh dengan kemaluan yang tak terlihat batang penisnya. Hal inilah yang membuat kenangan dua tahun yang lalu ketika ada keinginan untuk sunat menjadi batal.
            “Coba lihat…”
Aceh memperlihatkan pada sang mantri sunat  yang akan menyunatnya. Diperiksa bolak-balik lalu sang mantri geleng-geleng kepala.
            “Belum bisa disunat pak…”
            “Batang penisnya tertutup lemak”
            “Coba bapak datang ke dokter bedah barangkali bisa menangani”
            “Kalau mau menunggu normal nanti sekitar kelas 8 SMP”
            “Pernah ada yang seperti ini baru bisa disunat setelah kelas 8 SMP”
Waktu itu Aceh masih kelas 4 SD. Lemaslah Pak Wawan ketika mendengar penjelasan sang mantri. Keinginan untuk segera menyunatkan sang anak terkendala dengan kondisi badan sang anak yang memang terbilang subur. Keluhan yang sama yang dialami oleh anak-anak yang bertubuh gemuk adalah kemaluannya tertutup jaringan lemak yang cukup tebal. Mantri biasa tak bisa menangani anak-anak yang mempunyai keluhan seperti ini.
            Hampir bolak-balik mencari dokter yang bisa menyunat sang anak. Wawan tak pernah putus asa sampai dokter yang terbilang jauhpun dikejar. Ketika ada mendengar dokter yang bisa menangani anak-anak seperti Aceh maka didatanginya. Datang pertama kali tidak bisa ketemu dokternya karena memang harus janjian terlebih dahulu. Pada perawat yang ada disitu maka minta dibuatkan janji dengan sang dokter.
            “Bapak nanti datang lagi Hari Kamis jam  3 sore”
Kini lega sudah ada janjian dengan dokter yang bersangkutan mudah-mudahan apa yang dialami sang anak bisa tertangani dengan baik.
            Seminggu sudah dengan waktu yang telah dijanjikan Wawan datang dengan sang anak bahkan diiringi oleh saudara. Sudah menyebar kalau  si Aceh akan disunat disalah satu dokter yang terkenal akan menyunati anak-anak dan katanya sudah bisa langsung pakai celana. Hari itu memang sudah banyak sekali anak-anak yang akan disunat. Perawat sudah memanggil beberapa nama anak-anak yang akan disunat hari itu. Disuruh duduk menurut urutan panggilan. Aceh yang hanya konsultasi langsung dipanggil setelah dokter datang. Dokter langsung memeriksa penis Aceh. Setelah diperiksa lalu sang dokter menjelaskan kondisi Aceh pada orangtuanya.
            “Sepertinya belum bisa disunat pak…”
            “Penisnya terlalu kecil”
            “Coba bapak hubungi dokter di rumah sakit bagian tumbuh kembang”
            “Konsultasikan bagaimana seharusnya…”
Aduh…keinginan untuk menyunat sang buah hati gagal lagi. Kini harus menuju dokter disalah satu rumah sakit bagian tumbuh kembang. Anak ini memang mempunyai kasus yang hampir sama dengan anak-anak yang gemuk pada umumnya. Batal lagi… sudah dua kali orang yang akhli tentang sunat menyunat tak bisa menangani. Kini harus dipikirkan bagaimana bisa  konsultasi dengan dokter  urologi atau dokter yang menangani tumbuh kembang anak.
            Di rumah sakit tak hanya satu dokter yang akhirnya harus dihubungi. Beberapa dokter dimintai tanggapannya tentan penis sang anak. Mulai dari dokjter anak, dokter anastesi, dokter urologi, di rontsgen, periksa darah dan berbagai tes lainnya yang harus dijalani. Hampir dua bulan walau tidak berturut-turut untuk mengurusi bolak-balik ke rumah sakit hanya untuk bisa dikhitan sang anak. Sampai pada akhirnya setelah jadi akan dioperasi gantilah dokter urologi yang menangani. Sudah pesan kamar rawat inap segala namun oleh dokter yang baru ini menyarankan untuk diet dulu sang anak sampai kelihatan batang penisnya. Bola-balik hampir 8 kali tes dijalanai namun akhirnya gagal untuk disunat.
            Istirahat satu bulan lebih untuk menenangkan pikiran. Ternyata untuk bisa sunat saja bukan hal yang gampang. Butuh waktu dan pengorbanan. Kalau anak-anak normal yang berbadan normal dengan begitu mudahnya disunat begitu sang anak minta sunat. Cukup datang ke mantri sunat pulangnya sudah dalam keadaan disunat. Namun hal seperti ini tidak berlaku bagi anak-anak yang memiliki berat badan yang lebih. Anak gendut punya batang penis yang pendek. Jadi untuk sunat memang butuh waktu dan persiapan yang khusus. Setelah satu bulan lebih akhirnya dipikirlan lagi harus kemana agar sang anak bisa disunat.
            Ganti dokter urologi dengan mendatangi rumahsakit yang berbeda. Kali ini juga harus janjian karena memang bagian urologi adalah bagian yang dokternya sangat jarang. Katanya di wilayah 3 Jawa Barat hanya ada 2 dokter saja. Walau ngantri dan butuh waktu yang lama untuk mmbuat janji dijalani saja. Urusan sang anak memang harus mendapatkan perhatian yang cukup. Setelah mendapatkan waktu yang sudah ditentukan datanglah ke dokter yang bersangkutan.
            Ramah dan begitu menyenangkan memang dokter yang  satu ini. Enak untuk diajak ngobrol mengenai masalah-masalah kesehatan. Diungkapkan apa yang menjali kendala saat ini. Apa-apa yang sudah terjadi sengaja tak diungkapkan barangkali tidak enak bila diceritakan  buat menangai tindakan selanjutnya. Anggap saja pada beliau adalah dokter yang pertama kali menangani.
            “Oh…biasa untuk anak yang gemuk”
            “Ini harus diterapi dahulu…”
            “Anak ini akan disuntik hormon pertumbuhan agar perkembangan  penisnya bisa untuk
             disunat”
Apapun kata dokter turuti saja mudah-mudahan nanti memang ada perkembangan. Apapun caranya maka lakukan saja yang penting si anak bisa disunat. Kalau lama diundur-undur kasihan sebab anak-anak sebayanya sudah pada disunat. Hal seperti ini tentu membuat psikis sang anak terganggu. Apapun kata dokter baiknya maka ikuti saja.
            Satu bulan sekali Aceh mendapatkan terapi dari sang dokter. Setiap pertemuan ada satu suntikan hormon yang diberikan. Empat kali pertemuan dengan 4 kali suntikan hormon sudah terlihat ada perkembangan. Penis si anak tambah besar dan tambah panjang. Kalau dahulu hanya kelihatan ujungnya saja kini lumayan sudah agak panjangan dikit. Setelah 4 kali terapi nanti menunggu satu bulan untuk mengadakan janjian lagi. Pada janjian nanti akan ditentukan kapan anak akan dioperasi.
            “Anak yang seperti ini memang harus sabar”
            “Sudah terlihat perkembangannya”
            “Nanti satu bulan kemudian bapak harus datang lagi buat perjajian…”
            “Punya kartu BPJSkan?
Selama beberapa bulan berobat memang tidak menggunakan fasilitas yang sudah ada seperti askes, murni bayar sendiri seperti biasa tak mau menerima BPJS. Tapi nanti saatnya operasi akan menggunakan fasilitas yang ada untuk rawat inap seperti kartu BPJS. Pulanglah dengan hati lega menunggu satu bulan agar sang buah hati bisa disunat.
            Sebulan telah berlalu kini ada niatan agar sang anak diperiksa lagi. Kalau diperiksa sekarang-sekarang anak-anak di sekolah masih ada kegiatan. Nanti saja menunggu liburan agar tidak menggangu kegiatan anak-anak di sekolah. Tak terasa memang liburan akhirnya datang juga. Ada niatan untuk membawa anak ke dokter lagi.
            “Periksa lagi ya nak?”
            “Mau diperiksa di dokter tapi jangan dioperasi”, kata Aceh
Terpikirkan lagi ucapan sang anak. Mau disunat karena memang kalau harus melalui operasi tapi sang anak tak mau dioperasi. Dijelaskan panjang lebar agar sang anak mengerti dengan apa yang disebut operasi. Tetap saja ia mau sunat tapi tak melalui yang namanya tahapan operasi. Jadi terpikirkan memang ucapan sang anak ini. Kalau dipaksakan tak baik akibatnya. Harus dicari cara lain lagi agar sang anak mau. Ya sudah… sebelum menghubungi dokter yang bersangkutan alangkah baiknya dibawa dulu saja ke mantri sunat yang dahulu pernah mengatakan kalau sang anak ini belum bisa disunat karena penisnya terlalu pendek. Sekedar konsultasi tak apalah siapa tahu bisa ditangani sekarangsih mengingat sudah agak panjangan sedikit.
            Mau dibawa ke mantripun mempertimbangkan waktu      si anak mau. Kadang ada keinginan sunat namun dikesempatan lain bila ditanyakan suka tidak mau. Yang seperti inilah yang membuat kadang sulit mendekteksi keinginan sang anak. Rupanya ada suatu keraguan kalau ditanya soal sunat. Sampai akhirnya suatu sore yang baik   si anak mau diajak konsultasi ke sang mantri.
            Selalu berdoa walau dalam hati agar sang anak nanti tidak membuat banyak masalah. Maklumlah kadang suka ngembek yang tidak-tidak. Nyata saja ketika ditengah perjalanan mulai ada keraguan lagi. Anak mempertanyakan nanti bagaimana kalau jadi sunat? Dijelaskan lagi begini dan begitu kalau anak sudah besar  belum juga sunat. Dari situlah anak mulai ada perasaan malu. Anak diam setelah djelaskan seperti itu.
            Rumah Pak Mantri terlihat sepi. Memang bulan sekarang  ini  tak banyak anak-anak yang disunat tak seperti bulan setelah Hari Raya Idul Adha. Diketuk pintu rumah Pak Mantri tak  berapa lama kemudian pintu terbuka. Masuk diruang praktek Pak Mantri lau diungkapkan maksud kedatangan.
            “Persis 2 tahun yang lalu kami datang kesini”
            “Waktu itu belum bisa disunat”
            “Tapi sekarang tolong dilihat lagi bisa atau tidak setelah anak menjalani terapi”
Pak Mantri lalu memeriksa penis Aceh dengan teliti.
            “Bisa ini….bisa”
Alhamdulillah! Bagaimana tidak senang mendengar ucapan Pak Mantri yang mengatakan anak ini bisa disunat.
            “Kalau begitu sekarang saja Pak Mantri…”
Pal Mantri lalu menyiapkan beberapa peralatan yang dibutuhkan. Walau ada perasaan gemetar mengingat sang anak bisa disunat namun  perasaan gemetar ini dipendam saja dahulu. Wawan ingin agar acara sunatan  sang buah hati busa berjalan dengan sukses.
            Plong! Alhamdulillah moment yang sangat bahagia. Penantian yang begitu panjang ingin agar punya anak yang sudah disunat menjadi kenyataan. Untuk urusan yang satu ini memang perjuangannya sangat berat. Beda dengan anak-anak yang normal begitu datang ke mantri sunat langsung pulang dalam keadaan sudah dipotong, ini yang namanya anak bertubuh gempal beberapa kali datang ke yang akhlinya sekalipun ternyata belum juga disunat. Belum lagi harus bolak-balik bahkan sempat mau menginap di rumah sakit namun harus pulang karena beda dokter beda pula penanganannya. Alhasil baru kali ini bisa disunat. Pecah bisul,  terasa plong….. penungguan yang begitu lama dengan melihat si Aceh sunat walau dengan tertatih-tatih jalannya namun ada perasaan gembira.

                                                                                                                Cirebon, 9 Januari 2017


Tidak ada komentar:

Posting Komentar