Mengenai Saya

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Nurdin Kurniawan, S.Pd. Bekerja sebagai PNS disalah satu sekolah di kota Kabupaten Cirebon. Selain sebagai guru aktif menulis di beberapa surat kabar yang ada di cirebon. Diorganisasi PGRI tercatat pula sebagai redaktur majalah Diaelktika, majalah milik PGRI Kab. Cirebon. Tinggal di Gebang yang merupakan Kampung Nelayan yang ada di Cirebon

Minggu, 14 Juli 2019

NGENDOG (Cerpen)


Cerpen

NGENDOG
Oleh : Mang Iwan

            Riuh suara anak-anak dalam kelas yang tak ada gurunya memang hal yang disenangi oleh anak-anak jaman now. Justru kalau ada guru yang tidak hadir di kelas malah membuat anak-anak merasa senang. Entah gejala apa dengan pendidikan anak-anak sekarang. Tak seperti jaman old dimana kalau ada guru yang tidak masuk kelas seperti kehilangan sekali.
            Guru piket kontrol ke setiap kelas. Seperti biasa mengabsen anak-anak yang hari ini tidak masuk kelas. Tercatat ada beberapa anak yang tidak masuk sekolah.  Diabsen satu per satu sampai pada suatu nama anak yang bernama Farhan.
            “Kemana Farhan?”
            “Tadi berangkat ...”
“Saya lihat Farhan di jalan bu”
            “Kok sekarang tidak ada?”
            “Tidak tahu bu...”
Guru piket melanjutkan ke kalas berikutnya untuk mendata nama-nama anak yang hari ini tidak masuk sekolah.
            Mendapat laporan dari guru piket kalau anak yang bernama Farhan absennya sudah banyak membuat  Pak Nanang   merencanakan kunjungan ke rumah si anak. Kalau dalam bahasa kerennya disebut home visit. Nanang tahu kalau anak ini menurut beberapa laporan anak yang lain kalau dari rumah berangkat namun entah kemana kalau dicek dikelas anak ini suka tidak ada.
            Saat tak ada jam mengajar Pak Nanang sengaja menyempatkan diri untuk melakukan home visit. Masuk ke kelas dimana Farhan  belajar.
            “Hari ini Farhan masuk kelas tidak?”
Dilihat sekeliling kelas untuk mencari anak yang bernama Farhan.
            “Tidak masuk pa...”
            “Ada yang lihat tidak kalau Farhan berangkat dari rumah?”
Anak-anak diam, rupaya memang hari ini tidak menjumpai farhan.
            “Yang rumahnya dekat dengan rumah Farhan siapa?”
Beberapa anak ditanya dari desa mana dan dari daerah mana. Setelah  itu barulah diketahui ada beberapa anak yang memang bertetangga dengan Farhan.
            “Kalau begitu Dedi ikut bapak ke rumahnya Farhan”
Dedi tampak gembira bisa ikut dengan wali kelas untuk mengunjungi rumah Farhan. Disaat anak-anak yang lain tak bisa keluar meninggalkan kelas Dedi bisa ikut pak guru bisa mengunjungi rumah Farhan.
            “Kamu duluan tunggu di halaman parkir”
            “Bapak menyusul kemudian”
Si anak mengiyakan apa yang diperintahkan sang guru.
            Mempersiapkan beberapa surat yang kiranya perlu disampaikan pada kedua orangtua Farhan. Setidaknya  Pak Nanang sudah punya bukti kalau selama ini Farhan sudah beberapa kali tidak masuk sekolah. Hal ini penting disampaikan pada orangtua agar bisa memperhatikan sang anak lebih serius lagi.
            Menyusuri jalanan kampung untuk bisa sampai di rumah Farhan.
            “Belok kanan pak...”
            “Itu rumah yang bercat  putih pak”
Pak Nanang membelokkan motornya menuju rumah bercat putih yang ditunjukkan oleh Dedi.
            Halaman rumah yang  masih luas. Ada  tanaman serikaya, pepaya dan pohon mangga yang belum berbuah. Rumah yang belum sepenuhnya selesai. Rupanya baru dibangun namun belum rampung semua. Terlihat ada beberapa sisa bahan bangunan yang belum sepenuhnya digunakan menumpuk dihalaman rumah. Berucap salam lalu munculah dari dalam rumah seorang pemuda yang diperkirakan adalah kakaknya Farhan.
            “Farhannya ada...”
            “Saya wali kelasnya Farhan”
Anak ini terlihat kaku mendengar yang datang adalah wali kelas Farhan.
            “Anaknya sedang keluar pak...”
            “Keluar kemana?”
            “Coba cari bapak ingin ngobrol dengan Farhan”
Sang kakak ini lalu mencari keberadaan sang adik. Di rumah tak ada siapa-siapa lagi kecuali sang kakak tadi. Ibu Farhan sedang bekerja di perusahaan bawang sementara sang bapak bekerja di Jakarta.
            Setelah cukup lama sang kakak datang lagi.
            “Ada anaknya?”
            “Tidak ada pak...”
            “Entah kemana...!”
Pak Nanang akhirnya hanya bisa titip pesan pada sang kaka agar kalau si Farhan datang tolong beritahukan kalau walikelasnya datang ke rumah. Titip pesan pula buat orangtuanya agar lebih ketat lagi dalam mengawasi sang anak. Sang kakak yang bernama Gino ini mengiyakan apa yang dititipkan Pak Nanang.
            “Ayo ke sekolah lagi”
            “Farhannya juga tidak di rumah”
Kali ini memang Farhan tidak ke sekolah hal itu diakui oleh sang kakak. Sepertinya anak ini main dengan temannya yang lain  sekolah.
                                                                        ***
            Udara terasa dingin namun yang dirasakan terasa gersang. Ada angin namun tidak membawa uap air membuat hidung teraga gatal. Disamping itu kulit terasa busik yang membuat badan terasa kurang nyaman untuk berlama-lama berada di alam terbuka. Cirebon memang sedang berhembus angin kumbang. Karakteristik angin kumbang adalah angin yang tidak membawa uap air. Perasaan badan terasa kering disamping itu mudah sekali  membawa penyakit flu.
            Pak Nanang mencoba menghitung absensi siswanya yang bernama  Farhan. Cukup banyak juga untuk ukuran anak-anak yang rajin ke sekolah. Ini tanda-tanda yang tidak beres kalau dibiarkan begitu saja apalagi berlarut-larut. Mencoba menghitung belum selesai kali ini Nanang mendapat laporan kalau Farhan yang selama ini menjadi perbincangan kabur dengan cara memanjat dinding sekolah.
            “Saya kejar-kejaran  namun lebih gesit sang anak”, ujar Pak Hamdan yang guru matematika.
            “Banyak yang bolos Pak Nanang , namun yang saya hapal betul diantaranya ada Farhan”
Pak Nanang hanya menghela nafas dalam-dalam. Ada saja kelakuan sang anak. Pakai loncat tembok segala  bila ingin bolos dari sekolah. Memang pagar sekeliling sekolah tidak semuanya terbuat dari tembok. Ada beberapa bagian tembok yang sudah runtuh. Bagian yang runtuh ini lalu ditambal dengan pagar bambu. Namanya pagar dari bambu mudah sekali oleh anak untuk menyelinap kabur.
            Seolah ada satu pekerjaan rumah menangani anak yang bernama Farhan. Keluhan ternyata tidak datang dari kesiswaan saja namun dari beberapa guru juga ada yang masuk. Memang anak ini perlu penanganan walau dari tingkahnya kalau sudah ada di kelas terbilang pendiam.
            Dilihat biasa-biasa saja dari sosok anak yang bernama Farhan. Kalau dikelas tidak super aktif seperti anak yang terbilang nakal dikelasnya. Tapi kalau dalam hal bolos anak ini cukup lihai juga. Dikejar beberapa guru namun tidak membuahkan hasil. Maklumlah tenaga anak jauh lebih          gesit dalam hal urusan lari. Guru-guru yang sudah sepuh bagaimana mau mengejar anak seusia anak SMP yang sedang lincah-lincahnya berlari.
            Didalam kelas tak banyak membuat ulah namun anehnya kalau sudah diluar kelas anak ini selalu saja ingin keluar dari lingkungan sekolah. Ketika Penilaian Akhir semester (PAS) anak-anak yang lain istirahat didalam lingkungan sekolah yang namanya Farhan  membuat masalah lagi. Anak ini loncat pagar sekolah. Kontan membuat guru piket mencari-cari anak yang bernama Farhan. Dicari tak  ketemu namun  pada saat ujian kedua akan dimulai anak ini sudah berada di dalam halaman sekolah. Mendengar kalau yang namanya Farhan sudah berada di dalam kelas membuat wakasek kesiswaan langsung menuju kelas dimana Farhan akan mengikuti ujian. Dengan gampangnya anak ini keca ciduk.
            “Dari mana saja kamu?”
            “Mana sepatu kamu?”
Rupanya Farhan  tadi naik lagi tembok sekolah. Namun sayang sepatunya ditinggalan diluar pagar. Masuk sembunyi-sembunyi namun tetap saja keberadaannya mudah diketahui. Selama ini memang Farhan sedang dicari. Dinasehati dengan berbagai cara . Anak ini memang diam saja tak membantah ataupun menjawab apa yang ditanyakan guru. Seperti mengerti kalau ia sedang dalam posisi salah.
            “Kamu ini bagaimana...”
            “Mau seperti ini terus?”
Farhan hanya diam membisu tak memberikan sepatah katapun kalau ia selama ini memjadi pembicaraan guru-guru.
            Sampai suatu masa akan dibagikan buku raport. Ada 3 guru yang memberikan nilai masih berada dibawah KKM. Sementara sarat kenaikan kelas selalin rajin anak tidak boleh ada 3 mata pelajaran  yang berada dibawah KKM. Jadilah Farhan termasuk anak yang dibahas dalam rapat kenaikan kelas.
            Lumayan panjang juga waktu nama Farhan diajukan dalam sidang kenaikan kelas. Pak Nanang sebagai walikelas  dimintai tanggapan juga bagaimana nilai  sang anak disetiap mata pelajaran . Termasuk juga ditanyakan tentang kehadiran.
            Melalui perdebatan dan diskusi yang cukup panjang akhirnya Farhan dinyatakan tidak naik kelas. Tugas tambahan Pak Nanang untuk menjelaskan nanti pada orangtua siswa kalau anak yang bernama Farhan tak naik kelas. Sudah berusaha maksimal namun anak ini memang sudah banyak melakukan kesalahan. Absensinya yang lebih dari 30 hari, ada 3 mata pelajaran yang nilainya berada di bawah KKM dan tingkahlakunya selama disekolah terbilang  mengkhawatirkan. Jadilah Farhan diputuskan dalam rapat tidak naik kelas.
            Ibunya Farhan hanya bisa menangis ketika mendengar kalau sang anak tidak naik kelas. Dilihat buku rapor memang ada beberapa mata pelajaran yang tidak sempurna. Dilihat ada pula absesinya yang terlihat banyak. Disaat yang bersamaan anak-anak yang lain diluar kelas terlihat gembira bisa naik ke kelas 9. Farhan yang kebetulan pada saat bagi raport tidak hadir tak bisa menyaksikan teman-temannnya bergembira. Seolah tak peduli apakah mereka gembira atau tidak. Datang ke sekolah saja tidak.
            Raport dibagikan semua ke orangtua anak didik. Berhembuslah sas-sus kalau Farhan adalah anak di kelas 8 yang tidak naik sekolah. Ada perasaan gembira namun ada pula perasaan sedih mendengar kalau salah seorang temannya tidak naik kelas.
            “Hai...Farhan ngendog ya...?”
            “Apa iya?”
            “Iya Farhan ngendog....!”
Pembicaraan yang terdengar wali kelas dari anak-anak yang baru menerima buku raport. Kalau sudah begini mau apa lagi? Berusaha mendidik sudah, mendisiplinkan anak sudah. Kalau harus tinggal kelas, kenapa tidak. Mudah-mudahan hal ini bisa menjadi pelajaran buat yang lain kalau sekolah harus sungguh-sungguh. Namanya penyesalan selalu saja adanya dibelakang.

                                                                                                                      Cirebon, 29 Juni 2019


           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar