Cerpen
MAMAT OMAN
Oleh : Nurdin Kurniawan
Semilir
angin di pagi hari seolah makin meninabobokan Oman. Ibunya sudah tak habis
pikir bagaimana cara membangunkan anaknya yang kini duduk di kelas 8. Dibuka
hordeng dan dilihat Oman masih memeluk bantal guling. Sang ibu hanya bisa
menghirup nafas dalam-dalam. Geleng-geleng kepala lalu mencoba sekali lagi
membangunkan sang anak.
“Oman...Oman...”
“Bangun
nak sekolah!”
Oman menggeliat sambil mengucek-ucuk
mata sambil memeluk bantal guling lebih erat lagi.
“Hai...itu
teman kamu menunggu diluar!”
“Masih
ngantuk bu...”
“Cepat
bangun mandi!”
Sang ibu menginggalkan kamar Oman
mengerjakan pekerjaan yang lain di dapur. Ditunggu beberapa menit namun tak ada
yang keluar dari kamar. Sang ibu mulai gelisah dengan tingkah sang anak.
Kedepan kamar rumah sambil memberitahu teman sang anak.
“Deni
kamu berangkat saja dulu”
“Omannya
sedang ngadat!”
Di
dapur Masriah tak seperti biasanya gesit dalam membuat menu sarapan pagi. Walau
hanya nasi goreng yang nasinya menggunakan nasi yang tak habis semalam. Lumayan
daripada dibuang maka dibuat nasi goreng. Pikirannya masih saja memikirkan
anaknya yang nomer 3. Perasaan kakak-kakaknya tak seperti ini. Mereka itu kalau
dibangunkan dengan mudahnya bangun pagi. Tapi melihat kelakukan yang satu ini
selalu saja menjengkelkan. Kalau malam main sampai larut malam bahkan kalau
tidak disusul sampai pagi. Apa yang dilakukan Oman setiap harinya hampir
seperti itu. Kalau dibilangin membuat malah menjadi-jadi. Sampai akhirnya
Masriah membiarkan apa yang dilakukan sang anak bila keluar malam.
Terdengar
suara batuk dari luar. Masriah tahu kalau suara itu berasal dari sang suami.
Pekerjaan suami yang tukang becak membuat Masriah berkeinginan agar sang anak nanti tak seperti bapaknya. Makanya Masriah
punya suatu keinginan nanti anak-anaknya
dapat sukses. Cara untuk mencapai kesuksesan itu diantaranya dengan anak
sekolah setinggi-tingginya. Kalau sudah terpikirkan seperti ini kadang
suka terhenti langkah melihat kelakuan
si Oman. Bagaimana mau sukses sementara disuruh sekolah saja susahnya luar
biasa.
Menyibak
kain hordeng sambil melihat apa yang ada didalam kamar. Karmin menarik nafas yang
terasa sesak. Mengeluh seperti tak kuasa menahan beratnya nafas yang hendak ia
hirup.
“Apa
lagi alasan kamu hari ini Man?”
“Yang
lain pada ke sekolah kamu masih seperti ini saja...”
Karmin tinggalkan kamar yang terasa
sumpek kalau berlama-lama berada disitu. Anak ini memang tak bisa membanggakan
kedua orangtuanya.
Sarapan
nasi goreng sudah tersedia. Walau hanya nasi goreng saja namun membuat selera
makan Karmin lahap. Sedari subuh ia baru
menyentuh nasi. Cukup lumayan juga penghasilan hari ini. Mangkal dekat
pangkalan ikan menunggu orang yang sedang bongkar muat ikan dari nelayan yang
baru turun dari perahu.
Bau
amis yang masih menempel di baju seolah tak Karmin hiraukan. Begitu nikmatnya
bisa sarapan bersama sang istri tercinta. Disela-sela lahapan nasi goreng
Karmin sempatkan pula menanyakan alasan kenapa anak nomer tiganya ini tidak
sekolah.
“Ibu
sudah bangunkan tadi...”
“Katanya
masih ngantuk”
Dimulut yang masih ada nasi membuat
Karmin sedikit tersedak. Rupanya kelakukan sang anak masih belum bisa diterima.
Kenapa anak orang lain kalau disuruh sekolah dengan mudahnya. Eh...ini anak
sendiri disuruh sekolah saja susahnya bukan main.
***
Gerah
terasa sekali cuaca disiang hari. Anak-anak banyak yang mengunakan buku tulis
sebagai kipas angin. Entah masuk atau tidak apa yang dijelaskan Pak Munawar
menjelaskan pelajaran IPS. Suasana yang seperti ini masih saja menjelaskan
seperti tak pernah capai itu mulut guru
IPS. Anak-anak seperti tak bisa menerima pelajaran dengan baik. Jam terakhir,
udara terasa panas, gerah, sang guru masih saja menerangkan materi pelajaran
Perang Diponegoro.
Sebelum
pulang Pak Munawar mengabsen anak satu per satu. Rupanya cara ini cukup ampuh
menanggulangi anak-anak yang suka bolos. Kalau diabsen di awal kadang anak yang
suka keluar hendak ke WC tidak datang lagi. Dengan cara diabsen diakhir pelajaran
anak-anak yang mau ke WC juga harus
pikir-pikir lagi. Pas diabsen anak yang bernama Mamat Oman diulang sampai
beberapa kali.
“Kemana
si Mamat Oman ini?”
“Sudah banyak sekali absennya pada pelajaran bapak”
“Apakah
pada pelajaran guru lain juga seperti ini?”
Anak-anak kelas 8. H menjawab spontan yaaaaa. Pak Munawar geleng-geleng kepala
melihat absensi si anak yang sudah terbilang banyak. Sebagai walikelas Pak Munawar
berkewajiban mengetahui kondisi anak dilingkungan keluarganya.
“Akhmad
nanti istirahat ikut dengan bapak”
“Kamu
sebagai petunjuk jalan ke rumah Oman”
“Kamu
tahu alamat si Omankan?”
Akhmad yang juga sebagai ketua kelas
menganggukkan kepala. Ia tahu dimana rumah sahabatnya yang bernama Oman.
Bel
istirahat berbunyi. Akhmad lamgsung menuju ruang guru siap mengantarkan Pak
Munawar berkunjung ke rumahnya Oman. Dilihat Pak Munawar masih mengerjakan
sesuatu di ruang guru.
“Pak....”
“Jadi
tidak mengunjungi Oman?”
“Oh....iya”
“Hampir
lupa bapak”
Pak Munawar lau mempersiapkan beberapa
buku kunjungan siswa yang nanti akan diisi setelah berada di rumah orangtua
murid yang hari ini akan dikunjungi.
“Ayo
kita berangkat”
Sepanjang
jalan melintasi banyak pohon tebu yang sebentar lagi akan ditebang. Sudah
terlihat bunga tebu yang menua. Ditambah daun-daun tebu yang tua berserakan
dibawah pohon. Mengelilingi jalan desa yang cukup bagus sebab sudah mengenal
yang namanya aspal. Tak berapa lama sudah sampai didepan halaman rumah orangtua si Oman.
Mengucapkan
salam lalu dari dalam rumah keluarlah ibu paruh baya mengenakan daster. Si
pemilik rumah sempat kaget juga kedatangan tamu yang diantar oleh Akhmad. Rupanya
dengan Akhmad sudah kenal dengan baik. Maklumlah Akhmad sudah beberapa kali
main ke rumah Oman. Setelah dipersilahkan duduk Pak Munawar memperkenalkan diri
dan memberi tahu maksud dan tujuan datang ke rumah Oman.
“Iya
pak....”
“Anak
ini saya sendiri sampai bosan
memperingatkannya”
“Kalau
main malam-malam terus”
“Justru
itu bu....”
“Kami
datang kesini untuk memastikan ada apa dengan Oman?”
Oman yang mendengar adanya percakapan
ibu dengan gurunya seperti ada perasaan takut. Ibunya lalu berteriak dari luar
memanggil.
“Oman...Omannnnn”
Walau perasan masih kantuk namun Oman
akhirnya keluar kamar. Sambil mengucek-ucek mata yang masih terasa sepet.
“Tuh...ada
bapak gurunya”
Oman mencium tangan Pak Munawar lalu bersalaman
dengan Akhmad.
Pak
Munawar memperhatikan Oman dari kepala hingga ke kaki. Dilihat tampaknya anak
ini tak sakit seperti dugaan dirinya dari sekolah tadi.
“Kenapa
kau tidak sekolah?”
Ditanya seperti itu Oman hanya
menggaruk-garuk kepala. Walau tak terasa gatal namun hal itu terus ia lakukan
berulang-ulang.
“Kenapa
kamu tidak sekolah?”
Oman diam perti ada beban yang sangat
berat untuk diungkapkan pada walikelasnya.
“Kamu
ditanya guru diam saja!”
Akhirnya sang ibu yang kemudian menjawab
apa yang ditanyakan pak guru.
“Anak
ini kalau main sampai larut malam terus pak”
“Waktunya
sekolah jadi ngantuk seperti ini”
“Yang
ada tidur terus”
“Kamu
masih niat sekolah?”
Ditanya seperti itu Oman hanya
menundukkan kepala.
“Bapak
tanya sekali lagi...?”
“Kamu
masih niat mau sekolah?”
Oman menggukkan kepala.
“Ya
sudah...kalau begitu bapak tunggu besok”
Pagi
yang cerah tak seperti sebelumnya yang terasa sekali panas disiang harinya. Pak
Munawar langsung mengecek keberadaan Oman di kelas. Dilihat sekeliling kelas
Pak Munawar menemukan Oman yang lagi mengikuti pelajaran matematika. Pak
Munawar tersenyum melihat Oman yang sudah jadi pembicaraan guru karena
seringnya tidak masuk sekolah. Mudah-mudahan anak ini normal kembali seperti biasanya.
Selang
beberapa minggu Pak Munawar mendapat laporan lagi dari ketua kelas.
“Pak
.... Oman tidak berangkat lagi”
“Ada
yang tahu alasannya?”
“Tadi
saya lihat ada di rumahnya pak...”
Pak Munawar berfikir lagi....rupanya
anak ini kumat lagi. Kali ini harus diberikan peringatan keras agar anak ini
patuh dan taat pada peraturan sekolah. Pak Munawar berencana mengadakan
kunjungan rumah lagi memastikan apa sebenarnya yang terjadi dengan anak yang
bernama Oman .
Seperti
biasa mendapat pengawalan dari sang ketua kelas untuk berkunjung ke rumah
orangtuanya Oman. Dipersiapkan beberapa administrasi kunjungan ke rumah
orangtuanya. Kali ini anak harus punya pilihan
agar jangan sampai mengganggu atau setidaknya menularkan bibit kemalasan pada
tean-teman yang lain.
Sesampainya
dirumah anak ini masih tiduran. Pak Munawar hanya geleng-geleng kepala melihat
tak adanya perubahan sikap. Ibunya yang
ada di rumah juga seperti pasrah dengan tingkahlaku anaknya. Pak Munawar lalu memberikan
beberapa aturan pada Oman.
“Besok
kamu ditunggu di sekolah”
“Kalau
selama 3 hari kamu berangkat maka kamu masih dianggap sebagai siswa”
“Tapi
kalau sehari saja tidak berangkat kamu bebarti mengundurkan diri”
Pak Munawar lalu memberikan sekaligus
surat perjanjian dengan Oman yang juga ditandatangani sang ibu.
“Bapak
tunggu kamu besok...”
Diberikan
surat perjanjian membuat Oman harus berfikir ulang agar dirinya tak dikeluarkan
pihak sekolah. Selama 3 hari ini Oman
rajin berangkat ke sekolah. Seolah gugur sudah kewajiban akan dikeluarkan oleh
pihak sekolah. Setelah 3 hari berlalu sudah maka sifat aslinya terlihat lagi.
Oman tak berangkat-berangkat lagi. Dari sekolah juga beranggapan anak ini
mengundurkan diri. Ditunggu sampai Penilaian Akhir Semester (PAS) Oman tidak
mengikutinya. Sekolah berkesimpulan Oman dinyatakan mengundurkan diri.
Mamat
Oman tak bisa meninggalkan kebiasaan begadangnya. Hampir tiap malam anak ini
keluar rumah hanya untuk main games
bersama teman-temannya. Ngobrol ngalor ngidul yang tak berarah. Kelakulan anak yang orangtuanya sendiri sudah
angkat tangan. Bagaimana nasib selanjutnya kalau sudah seperti ini. Tinggal
menunggu waktu yang akan menjawabnya.
Cirebon,
1 Juli 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar