Mengenai Saya

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Nurdin Kurniawan, S.Pd. Bekerja sebagai PNS disalah satu sekolah di kota Kabupaten Cirebon. Selain sebagai guru aktif menulis di beberapa surat kabar yang ada di cirebon. Diorganisasi PGRI tercatat pula sebagai redaktur majalah Diaelktika, majalah milik PGRI Kab. Cirebon. Tinggal di Gebang yang merupakan Kampung Nelayan yang ada di Cirebon

Senin, 01 Juli 2019

MAMAT OMAN (Cerpen)


Cerpen

MAMAT OMAN
Oleh : Nurdin Kurniawan

            Semilir angin di pagi hari seolah makin meninabobokan Oman. Ibunya sudah tak habis pikir bagaimana cara membangunkan anaknya yang kini duduk di kelas 8. Dibuka hordeng dan dilihat Oman masih memeluk bantal guling. Sang ibu hanya bisa menghirup nafas dalam-dalam. Geleng-geleng kepala lalu mencoba sekali lagi membangunkan sang anak.
            “Oman...Oman...”
            “Bangun nak sekolah!”
Oman menggeliat sambil mengucek-ucuk mata sambil memeluk bantal guling lebih erat lagi.
            “Hai...itu teman kamu menunggu diluar!”
            “Masih ngantuk bu...”
            “Cepat bangun mandi!”
Sang ibu menginggalkan kamar Oman mengerjakan pekerjaan yang lain di dapur. Ditunggu beberapa menit namun tak ada yang keluar dari kamar. Sang ibu mulai gelisah dengan tingkah sang anak. Kedepan kamar rumah sambil memberitahu teman sang anak.
            “Deni kamu berangkat saja dulu”
            “Omannya sedang ngadat!”
            Di dapur Masriah tak seperti biasanya gesit dalam membuat menu sarapan pagi. Walau hanya nasi goreng yang nasinya menggunakan nasi yang tak habis semalam. Lumayan daripada dibuang maka dibuat nasi goreng. Pikirannya masih saja memikirkan anaknya yang nomer 3. Perasaan kakak-kakaknya tak seperti ini. Mereka itu kalau dibangunkan dengan mudahnya bangun pagi. Tapi melihat kelakukan yang satu ini selalu saja menjengkelkan. Kalau malam main sampai larut malam bahkan kalau tidak disusul sampai pagi. Apa yang dilakukan Oman setiap harinya hampir seperti itu. Kalau dibilangin membuat malah menjadi-jadi. Sampai akhirnya Masriah membiarkan apa yang dilakukan sang anak bila keluar malam.
            Terdengar suara batuk dari luar. Masriah tahu kalau suara itu berasal dari sang suami. Pekerjaan suami yang tukang becak membuat Masriah berkeinginan agar sang  anak nanti tak seperti bapaknya. Makanya Masriah punya suatu keinginan nanti  anak-anaknya dapat sukses. Cara untuk mencapai kesuksesan itu diantaranya dengan anak sekolah setinggi-tingginya. Kalau sudah terpikirkan seperti ini kadang suka  terhenti langkah melihat kelakuan si Oman. Bagaimana mau sukses sementara disuruh sekolah saja susahnya luar biasa.
            Menyibak kain hordeng sambil melihat apa yang ada didalam kamar. Karmin menarik nafas yang terasa sesak. Mengeluh seperti tak kuasa menahan beratnya nafas yang hendak ia hirup.
            “Apa lagi alasan kamu hari ini Man?”
            “Yang lain pada ke sekolah kamu masih seperti ini saja...”
Karmin tinggalkan kamar yang terasa sumpek kalau berlama-lama berada disitu. Anak ini memang tak bisa membanggakan kedua orangtuanya.
            Sarapan nasi goreng sudah tersedia. Walau hanya nasi goreng saja namun membuat selera makan Karmin lahap. Sedari subuh  ia baru menyentuh nasi. Cukup lumayan juga penghasilan hari ini. Mangkal dekat pangkalan ikan menunggu orang yang sedang bongkar muat ikan dari nelayan yang baru turun dari perahu.
            Bau amis yang masih menempel di baju seolah tak Karmin hiraukan. Begitu nikmatnya bisa sarapan bersama sang istri tercinta. Disela-sela lahapan nasi goreng Karmin sempatkan pula menanyakan alasan kenapa anak nomer tiganya ini tidak sekolah.
            “Ibu sudah bangunkan tadi...”
            “Katanya masih ngantuk”
Dimulut yang masih ada nasi membuat Karmin sedikit tersedak. Rupanya kelakukan sang anak masih belum bisa diterima. Kenapa anak orang lain kalau disuruh sekolah dengan mudahnya. Eh...ini anak sendiri disuruh sekolah saja susahnya bukan main.
                                                                        ***
           

            Gerah terasa sekali cuaca disiang hari. Anak-anak banyak yang mengunakan buku tulis sebagai kipas angin. Entah masuk atau tidak apa yang dijelaskan Pak Munawar menjelaskan pelajaran IPS. Suasana yang seperti ini masih saja menjelaskan seperti tak pernah capai itu  mulut guru IPS. Anak-anak seperti tak bisa menerima pelajaran dengan baik. Jam terakhir, udara terasa panas, gerah, sang guru masih saja menerangkan materi pelajaran Perang Diponegoro.
            Sebelum pulang Pak Munawar mengabsen anak satu per satu. Rupanya cara ini cukup ampuh menanggulangi anak-anak yang suka bolos. Kalau diabsen di awal kadang anak yang suka keluar hendak ke WC tidak datang lagi. Dengan cara diabsen diakhir pelajaran anak-anak  yang mau ke WC juga harus pikir-pikir lagi. Pas diabsen anak yang bernama Mamat Oman diulang sampai beberapa kali.
            “Kemana si Mamat Oman ini?”
            “Sudah  banyak sekali absennya pada pelajaran bapak”
            “Apakah pada pelajaran guru lain juga seperti ini?”
Anak-anak kelas 8. H menjawab spontan  yaaaaa. Pak Munawar geleng-geleng kepala melihat absensi si anak yang sudah terbilang banyak. Sebagai walikelas Pak Munawar berkewajiban mengetahui kondisi anak dilingkungan keluarganya.
            “Akhmad nanti istirahat ikut dengan bapak”
            “Kamu sebagai petunjuk jalan ke rumah Oman”
            “Kamu tahu alamat si Omankan?”
Akhmad yang juga sebagai ketua kelas menganggukkan kepala. Ia tahu dimana rumah sahabatnya yang bernama Oman.
            Bel istirahat berbunyi. Akhmad lamgsung menuju ruang guru siap mengantarkan Pak Munawar berkunjung ke rumahnya Oman. Dilihat Pak Munawar masih mengerjakan sesuatu di ruang guru.
            “Pak....”
            “Jadi tidak mengunjungi Oman?”
            “Oh....iya”
            “Hampir lupa bapak”
Pak Munawar lau mempersiapkan beberapa buku kunjungan siswa yang nanti akan diisi setelah berada di rumah orangtua murid yang hari ini akan dikunjungi.
            “Ayo kita berangkat”
            Sepanjang jalan melintasi banyak pohon tebu yang sebentar lagi akan ditebang. Sudah terlihat bunga tebu yang menua. Ditambah daun-daun tebu yang tua berserakan dibawah pohon. Mengelilingi jalan desa yang cukup bagus sebab sudah mengenal yang namanya aspal. Tak berapa lama sudah sampai didepan halaman  rumah  orangtua  si Oman.
            Mengucapkan salam lalu dari dalam rumah keluarlah ibu paruh baya mengenakan daster. Si pemilik rumah sempat kaget juga kedatangan tamu yang diantar oleh Akhmad. Rupanya dengan Akhmad sudah kenal dengan baik. Maklumlah Akhmad sudah beberapa kali main ke rumah Oman. Setelah dipersilahkan duduk Pak Munawar memperkenalkan diri dan memberi tahu maksud dan tujuan datang ke rumah Oman.
            “Iya pak....”
            “Anak ini saya sendiri sampai bosan  memperingatkannya”
            “Kalau main malam-malam terus”
            “Justru itu bu....”
            “Kami datang kesini untuk memastikan ada apa dengan Oman?”
Oman yang mendengar adanya percakapan ibu dengan gurunya seperti ada perasaan takut. Ibunya lalu berteriak dari luar memanggil.
            “Oman...Omannnnn”
Walau perasan masih kantuk namun Oman akhirnya keluar kamar. Sambil mengucek-ucek mata yang masih terasa sepet.
            “Tuh...ada bapak gurunya”
Oman mencium tangan Pak Munawar lalu bersalaman dengan Akhmad.
            Pak Munawar memperhatikan Oman dari kepala hingga ke kaki. Dilihat tampaknya anak ini tak sakit seperti dugaan dirinya dari sekolah tadi.
            “Kenapa kau tidak sekolah?”
Ditanya seperti itu Oman hanya menggaruk-garuk kepala. Walau tak terasa gatal namun hal itu terus ia lakukan berulang-ulang.
            “Kenapa kamu tidak sekolah?”
Oman diam perti ada beban yang sangat berat untuk diungkapkan pada walikelasnya.
            “Kamu ditanya guru diam saja!”
Akhirnya sang ibu yang kemudian menjawab apa yang ditanyakan pak guru.
            “Anak ini kalau main sampai larut malam terus pak”
            “Waktunya sekolah jadi ngantuk seperti ini”
            “Yang ada tidur terus”
            “Kamu masih niat sekolah?”
Ditanya seperti itu Oman hanya menundukkan kepala.
            “Bapak tanya sekali lagi...?”
            “Kamu masih niat mau sekolah?”
Oman menggukkan kepala.
            “Ya sudah...kalau begitu bapak tunggu besok”
            Pagi yang cerah tak seperti sebelumnya yang terasa sekali panas disiang harinya. Pak Munawar langsung mengecek keberadaan Oman di kelas. Dilihat sekeliling kelas Pak Munawar menemukan Oman yang lagi mengikuti pelajaran matematika. Pak Munawar tersenyum melihat Oman yang sudah jadi pembicaraan guru karena seringnya tidak masuk sekolah. Mudah-mudahan  anak ini normal kembali seperti biasanya.
            Selang beberapa minggu Pak Munawar mendapat laporan lagi dari ketua kelas.
            “Pak .... Oman tidak berangkat lagi”
            “Ada yang tahu alasannya?”
            “Tadi saya lihat ada di rumahnya pak...”
Pak Munawar berfikir lagi....rupanya anak ini kumat lagi. Kali ini harus diberikan peringatan keras agar anak ini patuh dan taat pada peraturan sekolah. Pak Munawar berencana mengadakan kunjungan rumah lagi memastikan apa sebenarnya yang terjadi dengan anak yang bernama Oman .
            Seperti biasa mendapat pengawalan dari sang ketua kelas untuk berkunjung ke rumah orangtuanya Oman. Dipersiapkan beberapa administrasi kunjungan ke rumah orangtuanya. Kali ini anak harus  punya pilihan agar jangan sampai mengganggu atau setidaknya menularkan bibit kemalasan pada tean-teman yang lain.
            Sesampainya dirumah anak ini masih tiduran. Pak Munawar hanya geleng-geleng kepala melihat tak adanya perubahan sikap. Ibunya  yang ada di rumah juga seperti pasrah dengan tingkahlaku anaknya. Pak Munawar lalu memberikan beberapa aturan pada Oman.
            “Besok kamu ditunggu di sekolah”
            “Kalau selama 3 hari kamu berangkat maka kamu masih dianggap sebagai siswa”
            “Tapi kalau sehari saja tidak berangkat kamu bebarti mengundurkan diri”
Pak Munawar lalu memberikan sekaligus surat perjanjian dengan Oman yang juga ditandatangani sang ibu.
            “Bapak tunggu kamu besok...”
            Diberikan surat perjanjian membuat Oman harus berfikir ulang agar dirinya tak dikeluarkan pihak sekolah. Selama 3  hari ini Oman rajin berangkat ke sekolah. Seolah gugur sudah kewajiban akan dikeluarkan oleh pihak sekolah. Setelah 3 hari berlalu sudah maka sifat aslinya terlihat lagi. Oman tak berangkat-berangkat lagi. Dari sekolah juga beranggapan anak ini mengundurkan diri. Ditunggu sampai Penilaian Akhir Semester (PAS) Oman tidak mengikutinya. Sekolah berkesimpulan Oman dinyatakan mengundurkan diri.
            Mamat Oman tak bisa meninggalkan kebiasaan begadangnya. Hampir tiap malam anak ini keluar rumah  hanya untuk main games bersama teman-temannya. Ngobrol ngalor ngidul yang tak berarah.  Kelakulan anak yang orangtuanya sendiri sudah angkat tangan. Bagaimana nasib selanjutnya kalau sudah seperti ini. Tinggal menunggu waktu yang akan menjawabnya.

                                                                                                                          Cirebon, 1 Juli 2019



           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar