Mengenai Saya

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Nurdin Kurniawan, S.Pd. Bekerja sebagai PNS disalah satu sekolah di kota Kabupaten Cirebon. Selain sebagai guru aktif menulis di beberapa surat kabar yang ada di cirebon. Diorganisasi PGRI tercatat pula sebagai redaktur majalah Diaelktika, majalah milik PGRI Kab. Cirebon. Tinggal di Gebang yang merupakan Kampung Nelayan yang ada di Cirebon

Jumat, 05 Juli 2019

K R I S I S A I R (Cerpen)


CERPEN

K R I S I S    A I R
Oleh : Nurdin Kurniawan

            Henghelas nafas dalam-dalam samnbil memperhatikan deretan amber kosong yag harus diisi. Sudah 3 hari Udin mengungsi ke masjid manakala mau mandi. Ini adalah hari ketiga PDAM tidak mengucurkan air.  Bila dibadingkan dengan PDAM daerah lain yang mengandalkan sumber mata air tentu tidaklah sesulit apa yang dirasakan Udin. PDAM yang ada di daerah Losari hanya mengandalkan  sumber air dari Sungai Cisanggarung. Makala seperti sekarang ini Cisanggarung kekeringan maka sumber air juga mengalami masalah. Akibatnya pelanggan PDAM hanya bisa gigit jari.
            “Bagaimana ini sudah 3 hari mengangsu air dari tetangga”
            “Tidak enak bisa seperti ini terus”
Walau tetangga mempersilahkan airnya diminta namun ada perasaan tidak enak makala harus terus-menerus memintanya. Jadi kepikiran juga kalau sudah seperti ini.
            “Kalau begitu kita mengebor sumur pantek saja”
Dahulu Udin juga punya sumur bor namun dengan rusaknya mesin penyedotnya maka    beralih ke PDAM. Kini dengan PDAMnya tidak bisa diandalkan ingin kembali ke sumur bor.
            “Uangnya ada tidak?”
Jadi masalah lagi manakala uang untuk ngebor belum dimiliki. Otak ini harus berputar lagi kalau sudah seperti ini. Bagaimanapun yang namanya uang harus ada bila ingin mengebor sumur lagi.
            “Bagaimana kalau BPKB motor digadaikan?”
Kalau sudah bicara gadai mengggadai ada rasa tidak enak bila mengurus administrasinya. Ngurus ini dan itu tidak cukup satu hari. Tapi berhubung yang satu ini tidak bisa dibiarkan begitu saja maka akhirnya jadi diiyakan juga.
            “Ya sudah…”
            “Kita coba lagi!”
            Usai bertugas Udin     mempersiapkan  BPKB yang akan digadaikan. Dipilih kota Cirebon agar tidak banyak yang tahu. Sekalian juga dengan motor yang akan digadaikan juga berasal lari lising yang sama. Mudah-mudahan prosesnya akan cepat. Panas tidak dirasakan menuju kota Cirebon. Walau ada mobil kendaraan yang dipilih ke Cirebon adalah motor. Maklumlah dengan anggaran yang cekak tentu operasional motor jauh lebih murah. Kalau sudah seperti ihi harus sama-sama mengerti. Kembali ke kendaraan yang lama dengan kembali ke  kendaraan rakyat.
            Sampai juga ke kantor FIF. Menanyakan pada kantor yang bersangkutan bagaimana prosedurnya. Diurus dengan menyertakan beberapa persyaratan. Tapi setelah    diproses ternyata ada prosedur yang harus dtempuh yang menurut bahasa istri Udin bertele-tele.
            “Bisa tapi diprosesnya di Ciledug”
            “Kami sudah punya kantor perwakilan disana”
Ah… ada-ada saja wong Udin sudah berada di Cirebon masa harus  kembali ke Ciledug. Tidak fleksibel sekali yang namanya lising ini. Berkas-berkas yang sudah diserahkan akhirnya diminta kembali.
            “Kalau begitu tidak jadi mbak”
            “Biar  kami mencari lising yang lainnya saja”
Dalam hati sang istri mengomentari prosedur yang ditempuh di lising yang satu ini. Orang maunya disini diprosesnya masa harus dilempar ke kantor    unit yang jauh lagi. Kenapa tidak fleksibel dengan menerima saja  apa yang  sudah ada. Berkas-berkas yang ada diambil lalu Udin dengan istrinya melanjutkan perjalanan.
                Sepanjang perjalanan  dibicarakan prosedur yang bertete-tele. Kenapa berkas yang sudah ada mesti dilimpahkan ke kantor yang lain. Bukannya sudah ada tinggal diproses saja. Kalau yang menjadi aturan adalah pembagian wilayah kerja jangan menjadi masalah sebab nasabah inginnya disini. Ah…kalau bukan rejekinya memang jadi seperti ini. Dalam perjalanan menjadi renungan kalau yang seperti ini akan terjadi. Tantangan yang memang harus  Udin hadapi.
            “Kemana lagi?”
            “Ke PGRI dulu ada honor menulis”
            “Lumayan…”
Kendaraan diarahkan ke kantor PGRI dimana Udin biasa mengambil honor menulis di majalah. Kalau yang ini karena memang ada jatahnya maka tidak mengalami kesulitan. Sudah didapat maka langsung pulang lagi.
            Motor yang dibawa yang tadinya akan digadaikan dimampirkan dahulu ke dealer untuk diservis. Maklumlah sudah harus waktunya masuk bengkel. Rasa-rasanya juga agak tidak enak dipakainya . Mumpung lagi satu jalur maka motor putih ini harus dimasukkan ke bengkel terlebih dahulu. Habis lebaran banyak juga motir yang sedang diservis. Masuk pukul 13.00 ternyata baru dapat giliran satu jam  kemudian. Datang ke rumah  menjelang maghrib. Perjalanan hari ini memang layak untuk diceritakan. Betapa capai dan ada perasaan jengkel manakala apa yang sudah ada di benak kepala ini tidak bisa menjadi kenyataan. Suatu perjuangan yang memang harus dilalui.
                                                                        ***
            Masih mandi  di masjid! Kalau datang pagi-pagi banget usia sholat shubuh biar tidak ketahuan bayak orang. Walau sudah mandi namun ada perasaan tidak nyaman karena sang anak belum bisa mandi di rumahnya sendiri. Ada yang mandi di tetangga. Kadang Udin yang ambil air dari tetangga untuk mengisi bak penampungan. Ada tenaga ekstra untuk kegiatan yang seperti ini. Kalau sudah seperti ini lakukan saja dengan baik agar anak-anak juga bisa mandi.
            Kali ini otak jalan lagi bagaimana bisa mendapatkan uang Rp. 2 juta untuk bisa mengebor sumur pantek. Wong uangnya belum ada juga sudah mengiyakan ketika si tukang sumur bor datang ke rumah.
            “Uangnya ada tidak?”
            “Ya harus mencari!”
Terpikirkan kalau hari ini harus bepergian lagi. Sumber-sumber kekuangan memang banyak sekali yang harus ditutup. Bila sudah ada kebutuhan mendesak seperti sekarang ini menjadi pikiran yang harus dituntaskan.
            “Gadai menggadaikan BPKB ke Adira”
            “Ya sudah…”
Hari ini perjalanan yang direncakan adalah ke Adira. Masih lising yang ada di Ciledug.  Sudah ngobrol kesana kemari bahkan ada beberapa berkas yang sudah difotokopi namun begitu mau diproses Udin  menanyakan pada petugas yang melayani.
            “Bisa cair sekarang tidak?”
            “Tidak pak paling hari Senin”
            “Kan juga harus diproses”
Udin berfikir kok harus Senin sementara kebutuhannya  buat besok. Tukang bor akan datang besok                   sesuai dengan yang sudah disepakati.
            “Kalau diusahakan besok bisa tidak mbak?”
            “Bisa sih tapi harganya lain…”
Ah… Udin mengerti kalau sudah mendesak-mendesak seperti ini ada saja yang namanya permainan. Paling tidak suka kalau sudah dipermainkan! Lebih baik tidak jadi sekalian.
            Keluar dari kantor Adira langsung dihubungi satpam.
            “Bu coba dikantor sebelah…”
Disebelah kantor Adira memang ada kantor lising juga yaitu Mandala. Maka mampirlah di kantor lising Mandala. Petugasnya menyambut dengan baik. Ditanyakan beberapa persyaratan dan sebagainya. Jangan sampai bertele-tele Udin lalu menyakan bisa tidaknya kalau cair besok.
            “Oh tidak bisa pak…”
            “Ada beberapa persyarakatan yang harus ditempuh”
            “Gosok motor, dsb….. dsb…..”
Ah… ini jauh lebih ribet daripada yang di kantor sebelahnya. Jangan berlama-lama lebih baik tutup saja pembicaraan yang intinya tidak jadi!
            Perjalan yang cukup melelahkan. Kalau bukan rejeki maka kemanapun itu yang namanya uang belum bisa dicari. Sang istri lalu menelpon    sahabatnya barangkali ada yang nganggur yang bisa digunakan untuk keperluan darurat seperti ini. Entah apa yang diobbrolkan akhirnya ada senyum yang keluar dari mulutnya. Rupanya Allah memberikan    solusi dengan apa yang sedang terjadi. Alhamdulillah mutar-muter mencari dana akhirnya  ada jugta yang masih percaya memberikan pinjaman.
            Jadilah  ngebor sumur pantek esok harinya. Walau air yang keluar kadang asin kadang tawar. Di  musim kemarau yang seperti ini anggap saja biasa. Kalau melihat di TV sudah banyak beberapa daerah yang bila ingin air saja harus antri. Ada sumber air namun  jaraknya         puluhan kilometer. Ya seperti inilah kalau sudah memasuki masa musim kemarau.  Udah-mudahan apa yang diceritakan ini bisa diambil hikmahnya.

                                                                                                            Cirebon, 31 Juli 2015
                                                                                                            nurdinkurniawan@ymail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar