CERPEN
K R I S I S A I R
Oleh : Nurdin Kurniawan
Henghelas nafas dalam-dalam samnbil
memperhatikan deretan amber kosong yag harus diisi. Sudah 3 hari Udin mengungsi
ke masjid manakala mau mandi. Ini adalah hari ketiga PDAM tidak mengucurkan
air. Bila dibadingkan dengan PDAM daerah
lain yang mengandalkan sumber mata air tentu tidaklah sesulit apa yang
dirasakan Udin. PDAM yang ada di daerah Losari hanya mengandalkan sumber air dari Sungai Cisanggarung. Makala
seperti sekarang ini Cisanggarung kekeringan maka sumber air juga mengalami masalah.
Akibatnya pelanggan PDAM hanya bisa gigit jari.
“Bagaimana ini sudah 3 hari
mengangsu air dari tetangga”
“Tidak enak bisa seperti ini terus”
Walau tetangga
mempersilahkan airnya diminta namun ada perasaan tidak enak makala harus
terus-menerus memintanya. Jadi kepikiran juga kalau sudah seperti ini.
“Kalau begitu kita mengebor sumur
pantek saja”
Dahulu Udin juga
punya sumur bor namun dengan rusaknya mesin penyedotnya maka beralih ke PDAM. Kini dengan PDAMnya tidak
bisa diandalkan ingin kembali ke sumur bor.
“Uangnya ada tidak?”
Jadi masalah
lagi manakala uang untuk ngebor belum dimiliki. Otak ini harus berputar lagi
kalau sudah seperti ini. Bagaimanapun yang namanya uang harus ada bila ingin
mengebor sumur lagi.
“Bagaimana kalau BPKB motor digadaikan?”
Kalau sudah
bicara gadai mengggadai ada rasa tidak enak bila mengurus administrasinya.
Ngurus ini dan itu tidak cukup satu hari. Tapi berhubung yang satu ini tidak
bisa dibiarkan begitu saja maka akhirnya jadi diiyakan juga.
“Ya sudah…”
“Kita coba lagi!”
Usai bertugas Udin mempersiapkan BPKB yang akan digadaikan. Dipilih kota
Cirebon agar tidak banyak yang tahu. Sekalian juga dengan motor yang akan
digadaikan juga berasal lari lising yang sama. Mudah-mudahan prosesnya akan
cepat. Panas tidak dirasakan menuju kota Cirebon. Walau ada mobil kendaraan
yang dipilih ke Cirebon adalah motor. Maklumlah dengan anggaran yang cekak tentu operasional motor jauh lebih
murah. Kalau sudah seperti ihi harus sama-sama mengerti. Kembali ke kendaraan
yang lama dengan kembali ke kendaraan
rakyat.
Sampai juga ke kantor FIF.
Menanyakan pada kantor yang bersangkutan bagaimana prosedurnya. Diurus dengan
menyertakan beberapa persyaratan. Tapi setelah diproses ternyata ada prosedur yang harus
dtempuh yang menurut bahasa istri Udin bertele-tele.
“Bisa tapi diprosesnya di Ciledug”
“Kami sudah punya kantor perwakilan
disana”
Ah… ada-ada saja
wong Udin sudah berada di Cirebon masa harus kembali ke Ciledug. Tidak fleksibel sekali
yang namanya lising ini. Berkas-berkas yang sudah diserahkan akhirnya diminta
kembali.
“Kalau begitu tidak jadi mbak”
“Biar kami mencari lising yang lainnya saja”
Dalam hati sang
istri mengomentari prosedur yang ditempuh di lising yang satu ini. Orang maunya
disini diprosesnya masa harus dilempar ke kantor unit yang jauh lagi. Kenapa tidak fleksibel
dengan menerima saja apa yang sudah ada. Berkas-berkas yang ada diambil
lalu Udin dengan istrinya melanjutkan perjalanan.
Sepanjang perjalanan dibicarakan prosedur yang bertete-tele.
Kenapa berkas yang sudah ada mesti dilimpahkan ke kantor yang lain. Bukannya
sudah ada tinggal diproses saja. Kalau yang menjadi aturan adalah pembagian
wilayah kerja jangan menjadi masalah sebab nasabah inginnya disini. Ah…kalau
bukan rejekinya memang jadi seperti ini. Dalam perjalanan menjadi renungan
kalau yang seperti ini akan terjadi. Tantangan yang memang harus Udin hadapi.
“Kemana lagi?”
“Ke PGRI dulu ada honor menulis”
“Lumayan…”
Kendaraan
diarahkan ke kantor PGRI dimana Udin biasa mengambil honor menulis di majalah.
Kalau yang ini karena memang ada jatahnya maka tidak mengalami kesulitan. Sudah
didapat maka langsung pulang lagi.
Motor yang dibawa yang tadinya akan
digadaikan dimampirkan dahulu ke dealer
untuk diservis. Maklumlah sudah harus waktunya masuk bengkel. Rasa-rasanya juga
agak tidak enak dipakainya . Mumpung lagi satu jalur maka motor putih ini harus
dimasukkan ke bengkel terlebih dahulu. Habis lebaran banyak juga motir yang sedang
diservis. Masuk pukul 13.00 ternyata baru dapat giliran satu jam kemudian. Datang ke rumah menjelang maghrib. Perjalanan hari ini memang
layak untuk diceritakan. Betapa capai dan ada perasaan jengkel manakala apa yang
sudah ada di benak kepala ini tidak bisa menjadi kenyataan. Suatu perjuangan yang
memang harus dilalui.
***
Masih mandi di masjid! Kalau datang pagi-pagi banget usia
sholat shubuh biar tidak ketahuan bayak orang. Walau sudah mandi namun ada
perasaan tidak nyaman karena sang anak belum bisa mandi di rumahnya sendiri.
Ada yang mandi di tetangga. Kadang Udin yang ambil air dari tetangga untuk
mengisi bak penampungan. Ada tenaga ekstra untuk kegiatan yang seperti ini.
Kalau sudah seperti ini lakukan saja dengan baik agar anak-anak juga bisa mandi.
Kali ini otak jalan lagi bagaimana
bisa mendapatkan uang Rp. 2 juta untuk bisa mengebor sumur pantek. Wong uangnya
belum ada juga sudah mengiyakan ketika si tukang sumur bor datang ke rumah.
“Uangnya ada tidak?”
“Ya harus mencari!”
Terpikirkan
kalau hari ini harus bepergian lagi. Sumber-sumber kekuangan memang banyak
sekali yang harus ditutup. Bila sudah ada kebutuhan mendesak seperti sekarang
ini menjadi pikiran yang harus dituntaskan.
“Gadai menggadaikan BPKB ke Adira”
“Ya sudah…”
Hari ini perjalanan
yang direncakan adalah ke Adira. Masih lising yang ada di Ciledug. Sudah ngobrol kesana kemari bahkan ada
beberapa berkas yang sudah difotokopi namun begitu mau diproses Udin menanyakan pada petugas yang melayani.
“Bisa cair sekarang tidak?”
“Tidak pak paling hari Senin”
“Kan juga harus diproses”
Udin berfikir
kok harus Senin sementara kebutuhannya
buat besok. Tukang bor akan datang besok sesuai dengan yang sudah
disepakati.
“Kalau diusahakan besok bisa tidak
mbak?”
“Bisa sih tapi harganya lain…”
Ah… Udin mengerti
kalau sudah mendesak-mendesak seperti ini ada saja yang namanya permainan.
Paling tidak suka kalau sudah dipermainkan! Lebih baik tidak jadi sekalian.
Keluar dari kantor Adira langsung
dihubungi satpam.
“Bu coba dikantor sebelah…”
Disebelah kantor
Adira memang ada kantor lising juga yaitu Mandala. Maka mampirlah di kantor
lising Mandala. Petugasnya menyambut dengan baik. Ditanyakan beberapa
persyaratan dan sebagainya. Jangan sampai bertele-tele Udin lalu menyakan bisa
tidaknya kalau cair besok.
“Oh tidak bisa pak…”
“Ada beberapa persyarakatan yang
harus ditempuh”
“Gosok motor, dsb….. dsb…..”
Ah… ini jauh
lebih ribet daripada yang di kantor sebelahnya. Jangan berlama-lama lebih baik
tutup saja pembicaraan yang intinya tidak jadi!
Perjalan yang cukup melelahkan.
Kalau bukan rejeki maka kemanapun itu yang namanya uang belum bisa dicari. Sang
istri lalu menelpon sahabatnya
barangkali ada yang nganggur yang bisa digunakan untuk keperluan darurat
seperti ini. Entah apa yang diobbrolkan akhirnya ada senyum yang keluar dari
mulutnya. Rupanya Allah memberikan
solusi dengan apa yang sedang terjadi. Alhamdulillah mutar-muter mencari dana akhirnya ada jugta yang masih percaya memberikan
pinjaman.
Jadilah ngebor sumur pantek esok harinya. Walau air
yang keluar kadang asin kadang tawar. Di musim kemarau yang seperti ini anggap saja
biasa. Kalau melihat di TV sudah banyak beberapa daerah yang bila ingin air
saja harus antri. Ada sumber air namun jaraknya puluhan kilometer. Ya seperti inilah
kalau sudah memasuki masa musim kemarau.
Udah-mudahan apa yang diceritakan ini bisa diambil hikmahnya.
Cirebon,
31 Juli 2015
nurdinkurniawan@ymail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar