Artikel
MENUNGGU REKONSILIASI
Oleh
: Nurdin Kurniawan, S.Pd.
Perhelatan demokrasi terbesar bangsa
Indonesia yaitu pemilu sudah dilaksanakan pada tanggal 17 April 2019 yang lalu. Hasilnya seperti kita ketahui sudah diumumkan
oleh KPU dan dimemangkan oleh pasangan calon nomer 01 yaitu Joko Widodo yang
berpasangan dengan K.H. Ma’ruf Amin. Seterunya
yang merupakan pasangan calon nomer 02 Prabowo Subianto yang berpasangan
dengan Sandiaga Uno lalu mengajukan gugatan ke Mahkamah Konsituti (MK) yang
belum bisa menerima kekalahan. Setelah melalui persidangan yang cukup alot
akhirnya MK memanangkan pasangan nomer
urut 01 dan menolak semua gugatan pasangan nomer urut 02.
Lebaran Idul Fitri 1440 H sudah berlalu.
Suasana yang masih terasa panas setelah usai pemilu berharap luruh bersamaan
dengan datangnya Idul Fitri yang merupakan hari raya umat Islam yang juga hari
raya keseluruhan pasangan calon baik presiden ataupun wakilnya. Masyarakat
menunggu momen Idul Fitri sebagai ajang silaturahmi tak hanya kedua tokoh yang
sempat memanas dalam pilpres untuk
kembali dingin dengan acara silaturahmi atau yang biasa disebut dengan halal bi halal. Bersalam-salaman
mempererat tali persaudaraan.
Akar rumput yang dibawah sudah bersalam-salaman. Masyarakat pun berharap
agar elit partai yang ada diatas bisa mengikutinya, setidaknya memberikan
contoh yang baik pada rakyat yang ada dibawah. Halal bi halal setidaknya merupakan ajang yang sangat baik untuk
meredakan situasi yang sempat memanas saat dan sesudah pesta demokrasi.
Harapan hanyalah sebuah harapan
namun kenyataannnya ditingkat elit belum sepenuhnya bisa bersatu. Setidaknya
rakyat ingin kedua paslon yang sempat memanas dalam ajang pilres bisa bersatu
dengan ditandai dengan salaman bila perlu cipika-cipiki berpelukan erat. Sampai
tulisan ini ditulis nampaknya belum juga ada tanda-tanda kearah sana walau
sedang diusahakan oleh berbagai kalangan.
Menjadi bahan pertanyaan
dimasyarakat adalah hal seperti ini akan sampai kapan? Akankah seperti sejarah
dengan melihat pengalaman sebelumnya dimana ketika Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY) memimpin bangsa ini elama 2 peride yang mengalahkan seteru abadinya
Megawati Sukarno Putri tidak mengenal yang
namanya rekonsiliasi. Waktu itu kondisi seperti ini tak ada yang mengusik dan
semuanya baik-baik saja. Berapa kali peringatan Hari Kemerdekaan RI yang diselenggarakan
di Istana Negara yang namanya Megawati Sukarno Putri tak pernah datang walau
diundang secara resmi. Ibu Mega lebih senang memperingati Kemerdekaaan RI di
markas PDIP.
Rekonsiliasi Jokowi-Prabowo
sangat penting karena masyarakat Indonesia ingin agar kondisi dalam negeri
berjalan damai. Tak hanya itu, masyarakat juga menginginkan persoalan Pemilu
2019 diselesaikan dengan cara terhormat dan bermartabat, bukan dengan tindakan
anarkis.
Peristiwa Langka
Sejarah
suksesi kepemimpinan di tanah air kita dari presiden yang satu ke presiden
berikutnya diakhiri degan cara-cara yang menurut orang kecil tak indah
dipandang mata. Katakan saja ketika kepemimpinan dari Soekarno ke Soeharto.
Presiden pertama dilesengserkan dan menejadi tahanan rumah sampai akhir
hayatnya.
Dari Soeharto
ke B.J. Habiebie pun berakhir dengan cara yang kurang elok
dipandang mata. Soeharto dilengserkan oleh gerakan mahasiswa dan rakyat yang
sudah bosan dengan sepak terjang Orde Baru. Masyarakat membutuhkan sebuah
tatanan baru yang bisa membawa masyarakat Indonesia kearah yang lebih baik
lagi. Lahirlah era reformasi yang diharap waktu itu bisa membawa Indonesia ke
arah yang lebih demokratis.
B.J. Habiebie
yang menjadi presiden waktu itu tidak bisa melanjutkan kepemimpinan mewujudkan Indonesia yang lebih baik lagi
sebab Timor Timur lepas dari pangkuan Republik Indonesia. Keinginan untuk bisa mempimpin
negara ini tak bisa dipertahankan karena
laporan pertanggungjawabannya ditolak MPR.
Era
reformasi melahirkan pemimpin baru yaitu Abdurrahman Wahid (Gusdur) sebagai
presiden. Di bawah kepemimpinan Gurdur pun tak berlangsung lama. Belum selesai
masa jabatannya Gurdur pun harus lengser dibawah tekanan. Wakilnya yang lalu
melanjutkan sebagai presiden. Megawati
yang sebelumnya menjadi wakil naik kini menjadi presiden sampai akhir jabatan. Dalam pemilu selanjutnya Megawati
selau kalah dalam pemilihan presiden oleh presiden selanjutnya Susilo Bambang
Yudhoyono yang terpilih 2 peridode berturut-turut.
Pengalaman
dari presiden Megawati ke presiden SBY antara petahana dengan presiden
sebelumnya terlihat kurang harmonis. Masing-masing berjalan sendiri-sendiri
seperti belum bisa menerima kekalahan akibat pemilihan umum. Kenangan seperti
itu dibawa sampai akhir masa jabatan presiden habis. Masyarakat baru bisa
menyaksikan keharmonisan Megawati dengan SBY ketika istri SBY yaitu Ani
Yudhoyono meninggal dunia di Tahun 2019. Peristiwa yang begitu jauh berlalu setelah
keduanya sudah sama-sama bukan presiden lagi. Ketika keduanya sudah menyadari
usia mereka sudah tak muda lagi.
Dari
peristiwa SBY dengan Megawati menjadi
pelajaran buat bangsa Indonesia. Diharapkan calon presiden yang kemarin ikut
pemilu di Tahun 2019 bisa diakhiri dengan damai. Masyarakat merindukan antara
pihak yang menang dan pihak yang kalah bisa bersatu kembali. Ada satu
kepentingan yang jauh lebih besar dari sekedar kompetisi memperebutkan jabatan
presiden. Membangun bangsa Indonesia menjadi bangsa yang besar , kuat dan
diakui dunia jauh lebih berarti dari sekedar
kompetisi memperebutkan sebuah kursi kepresidenan.
Rekonsiliasi
keduanya diharapkan bisa terwujud. Pada saatnya nanti ketika Joko Widodo yang
berpasangan dengan K.H. Ma’ruh Amin nanti dilantik menjadi presiden dan wakil presiden
diharapkan diruangan itu pula hadir Prabowo Subianto dengan Sandiaga Uno. Membangun
bangsa pasca-Pemilu ini tidak bisa sendirian. Harus menyatukan seluruh elemen
untuk bersatu demi kepentingan bangsa dan negara. Tentunya merupakan sebuah tantangan
bagi bangsa Indonesia ke depan.
Bila rekonsiliasi
ini terwujud menjadi babak baru bagi bangsa Indonesia dinama yang menang dan
yang kalah pemilu bisa berkumpul dalam
satu ruang yaitu di Gedung DPR/MPR. Semoga hal ini bisa terwujud yang berarti
rekonsiliasi bangsa ini berjalan dengan baik. Mengesampingkan ego pribadi, ego
golongan dengan memilih mempersatukan bangsa ini menjadi bangsa yang besar
dalam sebuah wadah NKRI. Bersama-sama mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil
dan makmur.
*) Praktisi Pendidikan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar