Mengenai Saya

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Nurdin Kurniawan, S.Pd. Bekerja sebagai PNS disalah satu sekolah di kota Kabupaten Cirebon. Selain sebagai guru aktif menulis di beberapa surat kabar yang ada di cirebon. Diorganisasi PGRI tercatat pula sebagai redaktur majalah Diaelktika, majalah milik PGRI Kab. Cirebon. Tinggal di Gebang yang merupakan Kampung Nelayan yang ada di Cirebon

Minggu, 14 Juli 2019

MENUNGGU REKONSILIASI (Artikel)


Artikel

MENUNGGU REKONSILIASI
Oleh : Nurdin Kurniawan, S.Pd.


            Perhelatan demokrasi terbesar bangsa Indonesia yaitu pemilu sudah dilaksanakan pada tanggal 17 April 2019 yang lalu.   Hasilnya seperti kita ketahui sudah diumumkan oleh KPU dan dimemangkan oleh pasangan calon nomer 01 yaitu Joko Widodo yang berpasangan dengan K.H. Ma’ruf Amin. Seterunya  yang merupakan pasangan calon nomer 02 Prabowo Subianto yang berpasangan dengan Sandiaga Uno lalu mengajukan gugatan ke Mahkamah Konsituti (MK) yang belum bisa menerima kekalahan. Setelah melalui persidangan yang cukup alot akhirnya MK memanangkan  pasangan nomer urut 01 dan menolak semua gugatan pasangan nomer urut 02.
            Lebaran Idul Fitri 1440 H sudah berlalu. Suasana yang masih terasa panas setelah usai pemilu berharap luruh bersamaan dengan datangnya Idul Fitri yang merupakan hari raya umat Islam yang juga hari raya keseluruhan pasangan calon baik presiden ataupun wakilnya. Masyarakat menunggu momen Idul Fitri sebagai ajang silaturahmi tak hanya kedua tokoh yang sempat memanas  dalam pilpres untuk kembali dingin dengan acara silaturahmi atau yang biasa disebut dengan halal bi halal. Bersalam-salaman mempererat tali persaudaraan.
            Akar rumput yang dibawah  sudah bersalam-salaman. Masyarakat pun berharap agar elit partai yang ada diatas bisa mengikutinya, setidaknya memberikan contoh yang baik pada rakyat yang ada dibawah. Halal bi halal setidaknya merupakan ajang yang sangat baik untuk meredakan situasi yang sempat memanas saat dan sesudah pesta demokrasi.
            Harapan hanyalah sebuah harapan namun kenyataannnya ditingkat elit belum sepenuhnya bisa bersatu. Setidaknya rakyat ingin kedua paslon yang sempat memanas dalam ajang pilres bisa bersatu dengan ditandai dengan salaman bila perlu cipika-cipiki berpelukan erat. Sampai tulisan ini ditulis nampaknya belum juga ada tanda-tanda kearah sana walau sedang diusahakan oleh berbagai kalangan.
            Menjadi bahan pertanyaan dimasyarakat adalah hal seperti ini akan sampai kapan? Akankah seperti sejarah dengan melihat pengalaman sebelumnya dimana ketika Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memimpin bangsa ini elama 2 peride yang mengalahkan seteru abadinya Megawati Sukarno Putri  tidak mengenal yang namanya rekonsiliasi. Waktu itu kondisi seperti ini tak ada yang mengusik dan semuanya baik-baik saja. Berapa kali peringatan Hari Kemerdekaan RI yang diselenggarakan di Istana Negara yang namanya Megawati Sukarno Putri tak pernah datang walau diundang secara resmi. Ibu Mega lebih senang memperingati Kemerdekaaan RI di markas PDIP.
            Rekonsiliasi Jokowi-Prabowo sangat penting karena masyarakat Indonesia ingin agar kondisi dalam negeri berjalan damai. Tak hanya itu, masyarakat juga menginginkan persoalan Pemilu 2019 diselesaikan dengan cara terhormat dan bermartabat, bukan dengan tindakan anarkis.
           
Peristiwa Langka
Sejarah suksesi kepemimpinan di tanah air kita dari presiden yang satu ke presiden berikutnya diakhiri degan cara-cara yang menurut orang kecil tak indah dipandang mata. Katakan saja ketika kepemimpinan dari Soekarno ke Soeharto. Presiden pertama dilesengserkan dan menejadi tahanan rumah sampai akhir hayatnya.
Dari Soeharto  ke B.J. Habiebie  pun berakhir dengan cara yang kurang elok dipandang mata. Soeharto dilengserkan oleh gerakan mahasiswa dan rakyat yang sudah bosan dengan sepak terjang Orde Baru. Masyarakat membutuhkan sebuah tatanan baru yang bisa membawa masyarakat Indonesia kearah yang lebih baik lagi. Lahirlah era reformasi yang diharap waktu itu bisa membawa Indonesia ke arah yang lebih demokratis.
B.J. Habiebie yang menjadi presiden waktu itu tidak bisa melanjutkan kepemimpinan  mewujudkan Indonesia yang lebih baik lagi sebab Timor Timur lepas dari pangkuan Republik Indonesia. Keinginan untuk bisa mempimpin negara ini tak bisa dipertahankan karena  laporan pertanggungjawabannya ditolak MPR.
Era reformasi melahirkan pemimpin baru yaitu Abdurrahman Wahid (Gusdur) sebagai presiden. Di bawah kepemimpinan Gurdur pun tak berlangsung lama. Belum selesai masa jabatannya Gurdur pun harus lengser dibawah tekanan. Wakilnya yang lalu melanjutkan  sebagai presiden. Megawati yang sebelumnya menjadi wakil naik kini menjadi presiden sampai akhir  jabatan. Dalam pemilu selanjutnya Megawati selau kalah dalam pemilihan presiden oleh presiden selanjutnya Susilo Bambang Yudhoyono yang terpilih 2 peridode berturut-turut.
Pengalaman dari presiden Megawati ke presiden SBY antara petahana dengan presiden sebelumnya terlihat kurang harmonis. Masing-masing berjalan sendiri-sendiri seperti belum bisa menerima kekalahan akibat pemilihan umum. Kenangan seperti itu dibawa sampai akhir masa jabatan presiden habis. Masyarakat baru bisa menyaksikan keharmonisan Megawati dengan SBY ketika istri SBY yaitu Ani Yudhoyono meninggal dunia di Tahun 2019. Peristiwa yang begitu jauh berlalu setelah keduanya sudah sama-sama bukan presiden lagi. Ketika keduanya sudah menyadari usia mereka sudah tak muda lagi.
Dari peristiwa SBY dengan Megawati  menjadi pelajaran buat bangsa Indonesia. Diharapkan calon presiden yang kemarin ikut pemilu di Tahun 2019 bisa diakhiri dengan damai. Masyarakat merindukan antara pihak yang menang dan pihak yang kalah bisa bersatu kembali. Ada satu kepentingan yang jauh lebih besar dari sekedar kompetisi memperebutkan jabatan presiden. Membangun bangsa Indonesia menjadi bangsa yang besar , kuat dan diakui dunia jauh lebih berarti dari sekedar  kompetisi memperebutkan sebuah kursi kepresidenan.
Rekonsiliasi keduanya diharapkan bisa terwujud. Pada saatnya nanti ketika Joko Widodo yang berpasangan dengan K.H. Ma’ruh Amin nanti dilantik  menjadi presiden dan wakil presiden diharapkan diruangan itu pula hadir Prabowo Subianto dengan Sandiaga Uno. Membangun bangsa pasca-Pemilu ini tidak bisa sendirian. Harus menyatukan seluruh elemen untuk bersatu demi kepentingan bangsa dan negara. Tentunya merupakan sebuah tantangan bagi bangsa Indonesia ke depan.
Bila rekonsiliasi ini terwujud menjadi babak baru bagi bangsa Indonesia dinama yang menang dan yang kalah pemilu  bisa berkumpul dalam satu ruang yaitu di Gedung DPR/MPR. Semoga hal ini bisa terwujud yang berarti rekonsiliasi bangsa ini berjalan dengan baik. Mengesampingkan ego pribadi, ego golongan dengan memilih mempersatukan bangsa ini menjadi bangsa yang besar dalam sebuah wadah NKRI. Bersama-sama mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.

                                                                                                        *) Praktisi Pendidikan




Tidak ada komentar:

Posting Komentar