Mengenai Saya

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Nurdin Kurniawan, S.Pd. Bekerja sebagai PNS disalah satu sekolah di kota Kabupaten Cirebon. Selain sebagai guru aktif menulis di beberapa surat kabar yang ada di cirebon. Diorganisasi PGRI tercatat pula sebagai redaktur majalah Diaelktika, majalah milik PGRI Kab. Cirebon. Tinggal di Gebang yang merupakan Kampung Nelayan yang ada di Cirebon

Minggu, 14 Juli 2019

MEMAHAMI SISTEM ZONASI (Artikel)


Artikel

MEMAHAMI SISTEM ZONASI
Oleh : Nurdin Kurniawan, S.Pd.

Belum lama sistem zonasi diterapkan dalam  Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) namun sudah menuai protes dari masyarakat.  Pemerintah mulai menetapkan Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru berdasarkan zonasi sejak Tahun 2018. Aturan baru PPDB 2019 juga  dituang dalam Peraturan Mendikbud  No. 51 Tahun 2018 tentang PPDB.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengatakan sistem zonasi itu salah satu tujuannya adalah guna memberikan akses dan keadilan terhadap pendidikan bagi semua kalangan masyarakat.
Kewajiban pemerintah dan sekolah adalah memastikan semua anak mendapat pendidikan dengan memperhatikan anak harus masuk ke sekolah terdekat dari rumahnya. Namun demikian karena sistem ini baru berjalan 2 tahun sekarang masih banyak yang mempertanyakan terutama orangtua yang anaknya tahun ini  melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Sistem zonasi itu sendiri memiliki 3 jalur, yakni jalur zonasi (minimal 90%, termasuk siswa tidak mampu dan disabilitas), jalur prestasi (maksimal 5%), dan jalur perpindahan orang tua (maksimal 5%).
Masih menurut Mendikbud sistem zonasi ini tidak hanya berlaku dalam PPDB. Nantinya sistem ini juga akan dipakai untuk redistribusi tenaga pendidik. Hal ini diharapkan untuk mempercepat pemerataan kualitas pendidikan. Pemerataan guru diprioritaskan di dalam setiap zona itu. Apabila ternyata masih ada kekurangan, guru akan dirotasi antarzona. Rotasi guru antarkabupaten/kota baru dilakukan jika penyebaran guru benar-benar tidak imbang dan tidak ada guru dari dalam kabupaten itu yang tersedia untuk dirotasi.
Kelangkaan guru masih menjadi kendala tersendiri. Moraturium pemerimaan PNS hampir 4 tahun. Itu artinya jumlah guru banyak mengalami kekurangan. Belum lagi guru-guru SD inpres yang sudah beberapa periode memasuki masa pensiun ditambah  lagi guru-guru yang meninggal dunia. Bila datang ke sekolah-sekolah jumlah guru PNS dengan guru honorer hampir seimbang bahkan di sekolah-sekolah  tertentu malah lebih banyak honorernya daripada guru yang PNS.  
Plus Minus
Sebagai suatu sistem yang baru berjalan tentu saja banyak menimbulkan kontroversi di masyarakat. Ada yang setuju dan adapula yang kurang setuju. Mendikbud sendiri beranggapan sistem zonasi diterapkan karena pada dasarnya anak bangsa memiliki hak yang sama. Karena itu, tidak boleh ada diskriminasi, hak eksklusif, kompetisi yang berlebihan untuk mendapatkan layanan pemerintah.
Sekolah negeri itu memproduksi layanan publik. Cirinya harus non excludable, non rivarly, dan non discrimination. Dengan begitu, keluarga yang kurang mampu dapat menyekolahkan anaknya di sekitar rumah, sehingga tidak perlu lagi memikirkan biaya transportasi. Sistem zonasi dalam PPDB bertujuan untuk mempercepat pemerataan layanan dan kualitas pendidikan di seluruh Indonesia dan mendekatkan anak dengan lingkungan sekolahnya.
Mereka yang kurang setuju beranggapan anak tidak diberi kesempatan untuk memilih sekolah yang disukainya (favorit). Kemampuan si anak dengan nilai yang tinggi seolah tidak dihargai. Dengan prestasi yang bagus hanya mendapat sekolah yang biasa-biasa saja. Rasa bangga dengan prestasi yang diraih hanya direward dengan sekolah yang biasa-basa saja.
Penulis banyak sekali menerima meme dari beberapa group di WA. Terkadang kalau dibaca membuat geli atau setidaknya bisa tertawa. Memang seperti itulah realita yang ada dimasyarakat. Setiap  ada aturan baru pasti saja menimbulkan pro dam kontra. Hal biasa sebenarnya , hanya perlu waktu untuk bisa menerimanya. Kalau kurang sosialisasinya bahkan menimbulkan ketidaktahuan masyarakat. Seperti halnya tahun kemarin banyak orangtua siswa kelas 6 yang marah-marah ke walikelas 6 hanya karena anaknya tidak diterima di SMP pilihan padahal kalau dilihat dari jumlah SKHUN nilainya terbilang  tinggi. Orangtua masih beranggapan SKHUN-lah yang menjadi penentu diterima atau tidaknya anak di sekolah yang dituju. Ternyata aturannya berubah, jaraklah yang lebih menentukan. Sosialisasi Tahun 2018 tidak gencar sehingga banyak orangtua siswa yang tidak tahu aturan baru ini. Berharap di tahun 2019 ini sosisalisasi tentang sistem zonasi jauh lebih bagus sehinggga orangtua siswa menyadari kalau sistem zonasi sudah diterapkan dalam PPDB.
Berikut beberapa meme tentang PPDB yang masuk melalui WA penulis.
“Guru  : Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina!!!” 
“Murid: gak bisa, kan ada sistem zonasi!!!”
Ada lagi...
Setelah memberlakukan sistem zonasi di sekolah maka pemerintah akan memberlakukan sistem zonasi di KUA.... Jadi orang Padalarang tidak bisa menikah dengan orang Antapani atau orang Andir tidak bisa menikah dengan orang Sukajadi karena tidak masuk zonasi KUA....
            Bahkan ada meme yang berupa gambar dimana orang ramai-ramai menggotong rumahnya pindah agar bisa dekat dengan sekolah. Begitulah reaksi masyarakat dibawah apabila ada suatu kebijakan yang dipandang kurang sesuai dengan pikiran mereka. Tidak bisa protes langsung pada pemerintah kini banyak media sosial yang bisa dijadikan ajang untuk mengeluarkan keluhkesah. Sah-sah saja dialam demokrasi asal jangan diajadikan ajang pembenaran. Ada UU ITE yang bisa menjerat siapa saja yang keliru atau salah dalam memanfaatkan media sosial.
            Sistem zonasi ini masih baru, Mendikbud sendiri mengakui pada pelaksanaan PPDB tahun lalu, sistem zonasi masih kurang baik, sehingga masih perlu evaluasi dan perbaikan. Sekarang juga masih menuai protes. Sambil menunggu perbaikan-perbaikan berikutnya kita doakan agar hasilnya yang terbaik sehingga setiap  masyarakat bisa menerimanya dengan lapang dada. Tak ada pihak yang dirugikan dengan sistem PPDB di Tahun 2019.

                                                                                                              *) Praktisi Pendidikan
                                                                                                                  Domisili di Gebang











Tidak ada komentar:

Posting Komentar