Cerpen
TITIRAH
DI SANG CIPTA RASA
Oleh : Nurdin Kurniawan
Rutinitas kehidupan yang kadang suka
menjemukan. Sejak kokok ayam pertanda dimulainya geliat kehidupan sampai kini
mau terlelap lagi seperti memasuki rutinitas yang sangat menjemukan. Belum lagi
geliat kehidupan dengan segudang persoalan dunia yang tak kunjung selesai.
Penat, gerah, kadang pusing harus apa lagi yang akan diperbuat. Rutinitas hidup
yang begitu-begitu saja terasa sekali menjemukan.
Kuarahkan motor ini terus ke barat.
Kadang suka mencari acara dadakan harus apa hari ini? Biarlah terus kearah
barat nanti juga suka berhenti dengan sendirinya kalau memang aku harus
berhenti. Barulah aku sadar kalau hari ini adalah hari Jum’at. Pas sekali kalau
Jum’atan kali ini harus berada di Masjid Sang Cipta Rasa. Kini terasa tegar
perjalanan ini harus ke mana? Ya… harus menentukan tujuan yang pasti. Kegalauan
harus diserahkan segala sesuatunya pada Yang Kuasa. Dari sanalah persolan datang
dan harus dikembalikan kesana pula.
Tadi sempat berhenti dulu di tukang
es kelapa muda. Tadi sebelum menemukan tujuan yang pasti. Sambil mensruput es
kelapa muda belum juga menemukan ke mana perjalanan ini akan dituju. Ketika
mulai ada ketegasan maka dipastikan saja kalau memang kalau hati sedang galau
enaknya ke masjid. Di masjidlah segala persoalan yang datang akan diutarakan
pada Yang Maha Kuasa.
Masih belum banyak jamaah yang datang.
Sudah 2 Jum’at aku mencari-cari guru spiritualku yang konon juga sholat di masjid yang sama. Selama 2 Jum’at itu aku belum menemuinya
karena memang belum ketemu. Dicari-cari bahkan sampai aku bel temannku ternyata
mereka juga tidak tahu Pak Haji berada di mana. Masih belum banyak jamah
membuat aku jadi lebih leluasa.
Mutar-muter akhirnya ketemu juga dengan KHIS. Alhamdulillah pertemuan yang mengharukan karena sudah cukup lama
aku tidak bertemu dengan beliau.
Dari gurat matanya yang terlihat
letih aku dapat mengetahui kalau beliau
selama di Sang Cipta Rasa banyak
meleknya. Banyak persolan hidup yang harus dijalani. Kalau aku merasakan betapa
susahnya di bidang ekonomi maka KHIS ini sudah jauh sekali pemikirannya. Sudah
umat yang ia pikirkan. Jadi kalau baru sebatas masalah ekonomi saja sudah
seperti ini makanya janganlah terlalu banyak berkeluhkesah.
Betapa senangnya bertemu dengan
orang yang banyak ilmunya. Sekilan lama tak berjumpa, tiba-tiba berjumpa di
suatu masjid yang amat sangat bersejarah. Alhamdulillah
pertemuan yang cukup mengharukan. Dari jauh sudah terlihat senyuman yang ditujukan
padaku.
“Assalamualaikum
Pak Haji”
“Waalaikum
salam Wr.Wb”
Tampak pula selain
Pak Haji ada sang istri beliau yang senantiasa mendampingi. Ada pula 3
keponakan Pak Haji yang ikut bermalam di Sang Cipta Rasa. Beliau rupanya berangkat
ashar kemarin menginap di Masjid Sang
Cipta Rasa.
Ngobrol kesana kemari yang tentu
hanya ilmu yang ia bicarakan. Suluknya kali ini insya Allah akan ia lakukan selama 40 Jum’at. Baru 9 Jum’at yang ia
lakukan. Semenjak ada surat larangan untuk menyelenggarakan Jum’atan sendiri di
Masjid Nurul Iman maka KHIS melakukan suluk. Larangan yang sepihak ini memang
menjadi banyak pertanyaan buat jamaah. Namun KHIS tak mau berpolemik terlalu banyak.
Biarlah ia yang mengalah untuk melakukan perjalanan lagi. Suluk inilah yang ia
lakukan.
“Banyak pelajaran yang bisa
diperoleh selama berada di Sang Cipra Rasa”
“Seperti mengikuti kuliah lagi”
“Banyak pelajaran yang tidak
dijumpai di bangku kuliah tapi didapatkan disini”
Aku yang tak awas
mata tentu tak bisa menyaksikan apa yang diperoleh KHIS selama malam-malam berada
di Sang Cipta Rasa. Namun demikian aku yakin apa yang ia dapat dikeheningan
malam itu semua adalah ilmu.
Kulihat ada juga beberapa murid KHIS
yang dari Gunung Jati. Rupanya keberadaan KHIS di Sang Cipta Rasa juga telah banyak
diketahui oleh murid-muridnya. Malah kebetulan kalau KHIS ada di masjid Sang
Cipta Rasa. Bisa lebih dekat bersilaturahmi.
Ingin rasanya berlama-lama ngobol
dnegan KHIS namun sayang lantunan ayat-ayat Al Qur’an sudah mulai terdengar.
Sayapun akhirnya mengambil air wudhu. Pembicaraan yang belum selesai ini sementara
ditutup dulu. Semua meluruskan barisan dan merapatkan shaf.
***
Gema adzan pitu itulah yang
membedakan sholat Jum’atan di Sang Cipta Rasa. Kumandang adzan yang lain dari
yang lain. Hanya satu-satunya masjid di Indonesia yang mengumandangkan adzan
pitu. Peninggalan wali yang sarat dengan sejarah.
Duduk tepekur mendengarkan khotib yang
sedang memberikan wasiat. Tradisi yang cukup lama dipertahankan. Semuanya menggunakan
bahasa Arab. Nuansa ghaib yang memang terasa kalau kita sudah berada di dalam
masjid yang satu ini. Subhanallah! Aura yang sungguh beda
dirasakan.
Kalau saja dekat mungkin akan selalu
diusahakan untuk bisa sholat di tempat yang satu ini. Kadang jarak terlalu jauh
sehingga aku hanya bisa menyempatkan pada waktu-waktu tertentu saja. Kalau
sudah penat dengan segala urusan dunia, kalau sudah suntuk dengan segala permasalahan
dunia, maka Masjid Sang Cipta Rasa inikah pilihanku.
Plong! Begitulah yang aku rasakan
bisa sudah beberapa rokaat aku lakukan. Plong bisa sudah beberapa kali balik
dzikir mengangungkan asma Allah. Segala persoalan diserahkan pada Yang Maha
Kuasa. Kiranya apa yang aku hadapi di dunia ini kembali pada-Nya.
Satu per satu Jama’ah pada pulang.
Ada suatu kerinduan untuk melanjutkan diskusi dengan KHIS. Aku ke belakang mencari-cari
beliau. Rupanya yang bersangkutan sudah pulang. Ya… bisa dimengerti, banyak
persolaan yang harus diselesaikan juga. Selamat jalan Pak Kyai lanjutkan perjuangan!
Perjalanan yang cukup menyenangkan
pada akhirnya yang aku rasakan. Tadi ketika akan berangkat sempat penuh dengan
kegundahan. Beruntung bisa bertemu dengan teman-teman lama, beruntung bisa
bertemu dengan guruku, pokoknya bisa bertenu dengan orang-orang yang dicintai.
Inilah hikmah melakukan suatu perjalanan atau suluk, ada saja yang bisa kita
temui.
Maha Suci Allah yang telah mengatur
semua ini dengan sempurna, Maha Suci Allah yang dengan kuasanya bisa mempertemukan
dengan orang-orang yang dicintai. Semoga apa yang aku lakukan pada hari ini
memberikan manfaat bagi semuanya. Hari yang sangat menyenangkan sehingga aku
goreskan dalam beberapa kalimat yang sekiranya bisa mengingatkan diriku akan
makna dari suatu perjalanan.
Ya Allah tuntunlah hambamu yang
lemah ini. Ya Allah hanya kepada-Mu aku serahkan segala persoalan hidup ini,
amien.
Cirebon, 21 Mei
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar