Cerpen
MIKROPENIS
Oleh : Nurdin Kurniawan
Ada perasaan galau melihat sang buah
hati yang sudah menginjak kelas 5. Dilihat anak-anak sebayanya memang sudah
pada sunat. Anak Udin yang kedua ini badannya memang tumbuh subur. Kebanyakan
anak-anak yang bertubuh gempal memang penisnya kecil-kecil. Inilah yang membuat
Udin kepikiran bagaimana agar anak ini bisa sunat.
“Kapan sunatnya?”
“Nanti sajalah…”
Berselang bulan
lalu ditanyakan lagi dengan pertanyaan yang hampir sama.
“Kapan sunatnya?”
Anak berfikir
yang cukup lama untuk menyebutkan hari
dan tanggalnya. Udin sudah langsung bisa menebak kalau anak ini memang belum
ada kemauan untuk sunat. Tapi harus ada kepastian sebab anak makin lama usianya
makin bertambah. Mamahnya menanyakan hal
serupa mengenai kesiapan sang anak untuk sunat.
“Dede sudah janji usai lebaran mau
sunat”
“Kini sudah lebaran belum juga
sunat!”
“Tidak boleh bohong…”
Si anak berfikir
lama barangkali ada perasaan takut. Didesak beberapa kali akhirnya ada kemauan untuk
sunat.
“Besok saja…”
Anak mengucapkan
besok saja sudah senang bukan main. Ini berarti ada kepastian kapan berangkat
ke dokter sunat. Mudah-mudahan anak mau untuk bersunat sehingga PR sebagai
orangtua bisa dilaksanakan dengan baik.
Esoknya anak diingatkan untuk tidak
mampir ke rumah neneknya.
“Jangan main ke Emih lagi”
“Langsung pulang ya!”
Si anak mengiyakan kalau hari ini bisa langsung pulang saja. Benar saja seusai sekolah anak sudah ada di
rumah. Sehari sebelumnya memang Udin sempat menanyakan langsung di rumah
praktek dokter kapan bisanya untuk konsultasi. Dijawab oleh asistennya kalau
dokter ada setiap sore. Berkemas menyiapkan apa yang seharusnya dibawa buat
besok.
Beranikan diri masuk jalan tol. Selama ini memang Udin berlatih kendaraaan
namun tidak pernah memasuki jalan tol. Dicoba bagaimanasih yang namanya masuk
jalan tol. Masuk hanya bayar 3.000 rupiah dan keluar jalan tol bayar lagi 5.000
rupiah. Jadi satu kali jalan hanya bayar 8.000. Harga yang temasuk murah karena
rute pendek. Bahkan Udin bisa mencoba kecepatan 100 Km/jam.
Di rumah prakteknya memang sudah
banyak orang yang menunggu. Dari 1 anak yang akan disunat rata-rata membawa 4-6
orang. Jadi ramailah tempat praktek dokter Akhmad. Langsung saja bertanya pada
resepsionist.
“Mau konsultasi apakah anak ini bisa
disunat atau tidak?’
“Oh…silahkan masuk dulu pak”
“Diperiksa dahulu”
Anak langsung memperlihatkan
wajah yang ketakutan. Kalau anak ini memang kalau ke dokter ada saja perasaan
takutnya.
“Dikonsultasikan saja pada dokternya
pak”
“Kita tunggu dokternya”
Si perawat
tersebut lalu masuk keruangan dokter. Tak berapa lama kemudian disuruh masuk ke
ruanganya. Dilihat memang ada beberapa tulisan rajah disekitar tempat praktek dokter
. Inilah kelebihan dari dokter yang satu ini. Si anak kalau sunat tidak boleh
dianter dan si anak anak bila usai
disunat tidak ada yang menangis. Anak sudah langsung bisa memakai celana. Kok
metodenya hampir sama namun anak-anak yang disunat disini tidak ada yang menangis.
Inilah kelebihan dokter ini sehingga pasiennya banyak setiap harinya.
“Ada keluhan apa?”
“Ini dok penisnya tenggelam tidak
terlihat”
Anak sudah
menangis duluan belum diapa-apakan dokter. Kalau melihat dokter anak ini memang
suka ada perasaan takut. Setelah diperiksa barulah dokter berkomentar.
“Harus terapi dahulu…”
“Penisnya tidak nongol”
Ah.. Udin sudah
bisa melihat kalau penis anaknya ini memang tidak nongol . Kalu begitu harus diapakan
agar anak bisa disunat?
“Datang saja ke Rumah Sakit Putra
Bahagia”
“Yang di Perumnas”
“Bagian dokter anak, cari bagian
tumbuh kembang”
Udin keluar ruangan
sambil mengingat-ingat bagian dokter anak terutama bagian tumbuh kembang.
Tidak langsung pulang untuk
menyaksikan beberapa anak yang sedang menunggu giliran disunat. Ini biar memberi efek pada anak agar mau
disunat secepatnya atau paling tidak kalau ada yang disunat si anak tidak takut
lagi. Namanya anak tetap saja ada perasaan takut. Si anak masih saja melihat
tab yang dibawanya. Sementara dilingkungan dengan anak-anak yang sedang menunggu
disunat ia seperti acuh saja.
Ada perasaan bangga bila melihat
anak yang keluar ruangan dokter yang langsung gembira. Masalahnya anak keluar
sudah dalam keadaan disunat. Kalau anaknya Udin walau badannya paling besar
diantara anak-anak yang berobat namun kondisinya belum disunat. Kalau sudah
melihat yang seperti ini hanya bisa menghela nafas dalam-dalam.
Kali ini harus pulang sebab ada
acara yang lain. Ingin mencoba jalan tol lagi
agar pulang sampai di tempat tujuan dengan cepat. Memang jalan yang dilalui
terbilang lancar. Jalannya bagus lagi jadi enak sekali bisa melewati jalan tol. Hanya dengan Rp. 8.000
bisa kembali sampai di Kanci.
“Ke Cirebon lagi…”
“Membeli keperluan untuk si Ulfah…”
Walau sudah
keluar tol tapi belok kiri kearah kota untuk mencari sesuatu yang tidak ada.
Mudah-mudahan apa yang kemarin terjadi ini menjadi suatu pelajaran yang bisa diambil
hikmahnya.
Kalau sudah di mobil anak malah
ngobrol dengan leluasa. Kini stresnya hilang setelah berada di mobil. Memang
tadi ada perasan takut sebab lingkungannya juga penuh dengan orang-orang yang berobat.
Intinya ada perasaan takut, anak belum
siap. Kalau saja anak sudah siap tentunya dihadapkan pada banyak dokter juga
tidak ada masalah. Barangkali ini yang menjadi perhatian buat kita semua sebagai
orangtua kadang anak juga suka ragu-ragu dengan keinginan orangtua.
Terpikirkan kini bagaimana agar anak
bisa berobat lagi. Ya…Udin harus menghela nafas dalam-dalam untuk anaknya yang
nomer dua. Ia hanya bisa berharap agar anaknya bisa sunat dengan tidak
mengalami banyak hambatan yang berarti. Semoga semuanya dapat berjalan sesuai
dengan harapan.
Cirebon, 5 Agustus 2015
nurdinkurniawan@ymail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar