Mengenai Saya

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Nurdin Kurniawan, S.Pd. Bekerja sebagai PNS disalah satu sekolah di kota Kabupaten Cirebon. Selain sebagai guru aktif menulis di beberapa surat kabar yang ada di cirebon. Diorganisasi PGRI tercatat pula sebagai redaktur majalah Diaelktika, majalah milik PGRI Kab. Cirebon. Tinggal di Gebang yang merupakan Kampung Nelayan yang ada di Cirebon

Jumat, 05 Juli 2019

MIKROPENIS (Cerpen)


Cerpen

MIKROPENIS
Oleh : Nurdin Kurniawan

            Ada perasaan galau melihat sang buah hati yang sudah menginjak kelas 5. Dilihat anak-anak sebayanya memang sudah pada sunat. Anak Udin yang kedua ini badannya memang tumbuh subur. Kebanyakan anak-anak yang bertubuh gempal memang penisnya kecil-kecil. Inilah yang membuat Udin kepikiran bagaimana agar anak ini bisa sunat.
            “Kapan sunatnya?”
            “Nanti sajalah…”
Berselang bulan lalu ditanyakan lagi dengan pertanyaan yang hampir sama.
            “Kapan sunatnya?”
Anak berfikir yang cukup lama untuk menyebutkan  hari dan tanggalnya. Udin sudah langsung bisa menebak kalau anak ini memang belum ada kemauan untuk sunat. Tapi harus ada kepastian sebab anak makin lama usianya makin bertambah. Mamahnya menanyakan  hal serupa mengenai kesiapan sang anak untuk sunat.
            “Dede sudah janji usai lebaran mau sunat”
            “Kini sudah lebaran belum juga sunat!”
            “Tidak boleh bohong…”
Si anak berfikir lama barangkali ada perasaan takut. Didesak beberapa kali akhirnya ada kemauan untuk sunat.
            “Besok saja…”
Anak mengucapkan besok saja sudah senang bukan main. Ini berarti ada kepastian kapan berangkat ke dokter sunat. Mudah-mudahan anak mau untuk bersunat sehingga PR sebagai orangtua bisa dilaksanakan dengan baik.
            Esoknya anak diingatkan untuk tidak mampir ke rumah neneknya.
            “Jangan main ke Emih lagi”
            “Langsung pulang ya!”
Si anak mengiyakan  kalau hari ini bisa langsung pulang saja.  Benar saja seusai sekolah anak sudah ada di rumah. Sehari sebelumnya memang Udin sempat menanyakan langsung di rumah praktek dokter kapan bisanya untuk konsultasi. Dijawab oleh asistennya kalau dokter ada setiap sore. Berkemas menyiapkan apa yang seharusnya dibawa buat besok.
            Beranikan diri masuk jalan tol.  Selama ini memang Udin berlatih kendaraaan namun tidak pernah memasuki jalan tol. Dicoba bagaimanasih yang namanya masuk jalan tol. Masuk hanya bayar 3.000 rupiah dan keluar jalan tol bayar lagi 5.000 rupiah. Jadi satu kali jalan hanya bayar 8.000. Harga yang temasuk murah karena rute pendek. Bahkan Udin bisa mencoba kecepatan 100 Km/jam.
            Di rumah prakteknya memang sudah banyak orang yang menunggu. Dari 1 anak yang akan disunat rata-rata membawa 4-6 orang. Jadi ramailah tempat praktek dokter Akhmad. Langsung saja bertanya pada resepsionist.
            “Mau konsultasi apakah anak ini bisa disunat atau tidak?’
            “Oh…silahkan masuk dulu pak”
            “Diperiksa dahulu”
Anak langsung memperlihatkan wajah yang ketakutan. Kalau anak ini memang kalau ke dokter ada saja perasaan takutnya.
            “Dikonsultasikan saja pada dokternya pak”
            “Kita tunggu dokternya”
Si perawat tersebut lalu masuk keruangan dokter. Tak berapa lama kemudian disuruh masuk ke ruanganya. Dilihat memang ada beberapa tulisan rajah disekitar tempat praktek dokter . Inilah kelebihan dari dokter yang satu ini. Si anak kalau sunat tidak boleh dianter dan si anak  anak bila usai disunat tidak ada yang menangis. Anak sudah langsung bisa memakai celana. Kok metodenya hampir sama namun anak-anak yang disunat disini tidak ada yang menangis. Inilah kelebihan dokter ini sehingga pasiennya banyak setiap harinya.
            “Ada keluhan apa?”
            “Ini dok penisnya tenggelam tidak terlihat”
Anak sudah menangis duluan belum diapa-apakan dokter. Kalau melihat dokter anak ini memang suka ada perasaan takut. Setelah diperiksa barulah dokter berkomentar.
            “Harus terapi dahulu…”
            “Penisnya tidak nongol”
Ah.. Udin sudah bisa melihat kalau penis anaknya ini memang tidak nongol . Kalu begitu harus diapakan agar anak bisa disunat?
            “Datang saja ke Rumah Sakit Putra Bahagia”
            “Yang di Perumnas”
            “Bagian dokter anak, cari bagian tumbuh kembang”
Udin keluar ruangan sambil mengingat-ingat bagian dokter anak terutama bagian tumbuh kembang.
            Tidak langsung pulang untuk menyaksikan beberapa anak yang sedang menunggu giliran disunat. Ini       biar memberi efek pada anak agar mau disunat secepatnya atau paling tidak kalau ada yang disunat si anak tidak takut lagi. Namanya anak tetap saja ada perasaan takut. Si anak masih saja melihat tab yang dibawanya. Sementara dilingkungan dengan anak-anak yang sedang menunggu disunat ia seperti acuh saja.
            Ada perasaan bangga bila melihat anak yang keluar ruangan dokter yang langsung gembira. Masalahnya anak keluar sudah dalam keadaan disunat. Kalau anaknya Udin walau badannya paling besar diantara anak-anak yang berobat namun kondisinya belum disunat. Kalau sudah melihat yang seperti ini hanya bisa menghela nafas dalam-dalam.
            Kali ini harus pulang sebab ada acara yang lain. Ingin mencoba jalan tol lagi  agar pulang sampai di tempat tujuan dengan cepat. Memang jalan yang dilalui terbilang lancar. Jalannya bagus lagi jadi enak sekali bisa  melewati jalan tol. Hanya dengan Rp. 8.000 bisa kembali sampai di Kanci.
            “Ke Cirebon lagi…”
            “Membeli keperluan untuk si Ulfah…”
Walau sudah keluar tol tapi belok kiri kearah kota untuk mencari sesuatu yang tidak ada. Mudah-mudahan apa yang kemarin terjadi ini menjadi suatu pelajaran yang bisa diambil hikmahnya.
            Kalau sudah di mobil anak malah ngobrol dengan leluasa. Kini stresnya hilang setelah berada di mobil. Memang tadi ada perasan takut sebab lingkungannya juga        penuh dengan orang-orang yang berobat. Intinya ada perasaan takut, anak   belum siap. Kalau saja anak sudah siap tentunya dihadapkan pada banyak dokter juga tidak ada masalah. Barangkali ini yang menjadi perhatian buat kita semua sebagai orangtua kadang anak juga suka ragu-ragu dengan keinginan orangtua.
            Terpikirkan kini bagaimana agar anak bisa berobat lagi. Ya…Udin harus menghela nafas dalam-dalam untuk anaknya yang nomer dua. Ia hanya bisa berharap agar anaknya bisa sunat dengan tidak mengalami banyak hambatan yang berarti. Semoga semuanya dapat berjalan sesuai dengan harapan.

                                                                                                       Cirebon, 5 Agustus 2015
                                                                                                       nurdinkurniawan@ymail.com                                    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar