Cerpen
FARHAN ABDULLAH
Oleh : Nurdin Kurniawan
Riuh
suara anak-anak dalam kelas yang tak ada gurunya memang hal yang disenangi oleh
anak-anak jaman now. Justru kalau ada
guru yang tidak hadir di kelas malah membuat anak-anak merasa senang. Entah
gejala apa dengan pendidikan anak-anak sekarang. Tak seperti jaman old dimana kalau ada guru yang tidak
masuk kelas seperti kehilangan sekali.
Guru
piket kontrol ke setiap kelas. Seperti biasa mengabsen anak-anak yang hari ini
tidak masuk kelas. Tercatat ada beberapa anak yang tidak masuk sekolah. Diabsen satu per satu sampai pada suatu nama
anak yang bernama Farhan.
“Kemana
Farhan?”
“Tadi
berangkat ...”
“Saya lihat
Farhan di jalan bu”
“Kok
sekarang tidak ada?”
“Tidak
tahu bu...”
Guru piket melanjutkan ke kalas berikutnya
untuk mendata nama-nama anak yang hari ini tidak masuk sekolah.
Mendapat
laporan dari guru piket kalau anak yang bernama Farhan absennya sudah banyak
membuat Pak Nanang merencanakan kunjungan ke rumah si anak.
Kalau dalam bahasa kerennya disebut home
visit. Nanang tahu kalau anak ini menurut beberapa laporan anak yang lain
kalau dari rumah berangkat namun entah kemana kalau dicek dikelas anak ini suka
tidak ada.
Saat
tak ada jam mengajar Pak Nanang sengaja menyempatkan diri untuk melakukan home visit. Masuk ke kelas dimana
Farhan belajar.
“Hari
ini Farhan masuk kelas tidak?”
Dilihat sekeliling kelas untuk mencari
anak yang bernama Farhan.
“Tidak
masuk pa...”
“Ada
yang lihat tidak kalau Farhan berangkat dari rumah?”
Anak-anak diam, rupaya memang hari ini
tidak menjumpai farhan.
“Yang
rumahnya dekat dengan rumah Farhan siapa?”
Beberapa anak ditanya dari desa mana dan
dari daerah mana. Setelah itu barulah diketahui
ada beberapa anak yang memang bertetangga dengan Farhan.
“Kalau
begitu Dedi ikut bapak ke rumahnya Farhan”
Dedi tampak gembira bisa ikut dengan
wali kelas untuk mengunjungi rumah Farhan. Disaat anak-anak yang lain tak bisa
keluar meninggalkan kelas Dedi bisa ikut pak guru bisa mengunjungi rumah
Farhan.
“Kamu
duluan tunggu di halaman parkir”
“Bapak
menyusul kemudian”
Si anak mengiyakan apa yang
diperintahkan sang guru.
Mempersiapkan
beberapa surat yang kiranya perlu disampaikan pada kedua orangtua Farhan.
Setidaknya Pak Nanang sudah punya bukti
kalau selama ini Farhan sudah beberapa kali tidak masuk sekolah. Hal ini penting
disampaikan pada orangtua agar bisa memperhatikan sang anak lebih serius lagi.
Menyusuri
jalanan kampung untuk bisa sampai di rumah Farhan.
“Belok
kanan pak...”
“Itu
rumah yang bercat putih pak”
Pak Nanang membelokkan motornya menuju
rumah bercat putih yang ditunjukkan oleh Dedi.
Halaman
rumah yang masih luas. Ada tanaman serikaya, pepaya dan pohon mangga
yang belum berbuah. Rumah yang belum sepenuhnya selesai. Rupanya baru dibangun
namun belum rampung semua. Terlihat ada beberapa sisa bahan bangunan yang belum
sepenuhnya digunakan menumpuk dihalaman rumah. Berucap salam lalu munculah dari
dalam rumah seorang pemuda yang diperkirakan adalah kakaknya Farhan.
“Farhannya
ada...”
“Saya
wali kelasnya Farhan”
Anak ini terlihat kaku mendengar yang
datang adalah wali kelas Farhan.
“Anaknya
sedang keluar pak...”
“Keluar
kemana?”
“Coba
cari bapak ingin ngobrol dengan Farhan”
Sang kakak ini lalu mencari keberadaan
sang adik. Di rumah tak ada siapa-siapa lagi kecuali sang kakak tadi. Ibu
Farhan sedang bekerja di perusahaan bawang sementara sang bapak bekerja di
Jakarta.
Setelah
cukup lama sang kakak datang lagi.
“Ada
anaknya?”
“Tidak
ada pak...”
“Entah
kemana...!”
Pak Nanang akhirnya hanya bisa titip
pesan pada sang kaka agar kalau si Farhan datang tolong beritahukan kalau
walikelasnya datang ke rumah. Titip pesan pula buat orangtuanya agar lebih ketat
lagi dalam mengawasi sang anak. Sang kakak yang bernama Gino ini mengiyakan apa
yang dititipkan Pak Nanang.
“Ayo
ke sekolah lagi”
“Farhannya
juga tidak di rumah”
Kali ini memang Farhan tidak ke sekolah
hal itu diakui oleh sang kakak. Sepertinya anak ini main dengan temannya yang
lain sekolah.
***
Udara
terasa dingin namun yang dirasakan terasa gersang. Ada angin namun tidak
membawa uap air membuat hidung teraga gatal. Disamping itu kulit terasa busik
yang membuat badan terasa kurang nyaman untuk berlama-lama berada di alam
terbuka. Cirebon memang sedang berhembus angin kumbang. Karakteristik angin kumbang
adalah angin yang tidak membawa uap air. Perasaan badan terasa kering disamping
itu mudah sekali membawa penyakit flu.
Pak
Nanang mencoba menghitung absensi siswanya yang bernama Farhan. Cukup banyak juga untuk ukuran anak-anak
yang rajin ke sekolah. Ini tanda-tanda yang tidak beres kalau dibiarkan begitu
saja apalagi berlarut-larut. Mencoba menghitung belum selesai kali ini Nanang
mendapat laporan kalau Farhan yang selama ini menjadi perbincangan kabur dengan
cara memanjat dinding sekolah.
“Saya
kejar-kejaran namun lebih gesit sang
anak”, ujar Pak Hamdan yang guru matematika.
“Banyak
yang bolos Pak Nanang , namun yang saya hapal betul diantaranya ada Farhan”
Pak Nanang hanya menghela nafas
dalam-dalam. Ada saja kelakuan sang anak. Pakai loncat tembok segala bila ingin bolos dari sekolah. Memang pagar
sekeliling sekolah tidak semuanya terbuat dari tembok. Ada beberapa bagian
tembok yang sudah runtuh. Bagian yang runtuh ini lalu ditambal dengan pagar
bambu. Namanya pagar dari bambu mudah sekali oleh anak untuk menyelinap kabur.
Seolah
ada satu pekerjaan rumah menangani anak yang bernama Farhan. Keluhan ternyata
tidak datang dari kesiswaan saja namun dari beberapa guru juga ada yang masuk.
Memang anak ini perlu penanganan walau dari tingkahnya kalau sudah ada di kelas
terbilang pendiam.
Dilihat
biasa-biasa saja dari sosok anak yang bernama Farhan. Kalau dikelas tidak super
aktif seperti anak yang terbilang nakal dikelasnya. Tapi kalau dalam hal bolos anak
ini cukup lihai juga. Dikejar beberapa guru namun tidak membuahkan hasil.
Maklumlah tenaga anak jauh lebih
gesit dalam hal urusan lari. Guru-guru yang sudah sepuh bagaimana mau
mengejar anak seusia anak SMP yang sedang lincah-lincahnya berlari.
Didalam
kelas tak banyak membuat ulah namun anehnya kalau sudah diluar kelas anak ini
selalu saja ingin keluar dari lingkungan sekolah. Ketika Penilaian Akhir
semester (PAS) anak-anak yang lain istirahat didalam lingkungan sekolah yang
namanya Farhan membuat masalah lagi.
Anak ini loncat pagar sekolah. Kontan membuat guru piket mencari-cari anak yang
bernama Farhan. Dicari tak ketemu namun pada saat ujian kedua akan dimulai anak ini
sudah berada di dalam halaman sekolah. Mendengar kalau yang namanya Farhan sudah
berada di dalam kelas membuat wakasek kesiswaan langsung menuju kelas dimana Farhan
akan mengikuti ujian. Dengan gampangnya anak ini keca ciduk.
“Dari
mana saja kamu?”
“Mana
sepatu kamu?”
Rupanya Farhan tadi naik lagi tembok sekolah. Namun sayang sepatunya
ditinggalan diluar pagar. Masuk sembunyi-sembunyi namun tetap saja keberadaannya
mudah diketahui. Selama ini memang Farhan sedang dicari. Dinasehati dengan berbagai
cara . Anak ini memang diam saja tak membantah ataupun menjawab apa yang
ditanyakan guru. Seperti mengerti kalau ia sedang dalam posisi salah.
“Kamu
ini bagaimana...”
“Mau
seperti ini terus?”
Farhan hanya diam membisu tak memberikan
sepatah katapun kalau ia selama ini memjadi pembicaraan guru-guru.
Sampai
suatu masa akan dibagikan buku raport. Ada 3 guru yang memberikan nilai masih
berada dibawah KKM. Sementara sarat kenaikan kelas selalin rajin anak tidak
boleh ada 3 mata pelajaran yang berada
dibawah KKM. Jadilah Farhan termasuk anak yang dibahas dalam rapat kenaikan kelas.
Lumayan
panjang juga waktu nama Farhan diajukan dalam sidang kenaikan kelas. Pak Nanang
sebagai walikelas dimintai tanggapan
juga bagaimana nilai sang anak disetiap
mata pelajaran . Termasuk juga ditanyakan tentang kehadiran.
Melalui
perdebatan dan diskusi yang cukup panjang akhirnya Farhan dinyatakan tidak naik
kelas. Tugas tambahan Pak Nanang untuk menjelaskan nanti pada orangtua siswa kalau
anak yang bernama Farhan tak naik kelas. Sudah berusaha maksimal namun anak ini
memang sudah banyak melakukan kesalahan. Absensinya yang lebih dari 30 hari,
ada 3 mata pelajaran yang nilainya berada di bawah KKM dan tingkahlakunya
selama disekolah terbilang
mengkhawatirkan. Jadilah Farhan diputuskan dalam rapat tidak naik kelas.
Ibunya
Farhan hanya bisa menangis ketika mendengar kalau sang anak tidak naik kelas.
Dilihat buku rapor memang ada beberapa mata pelajaran yang tidak sempurna. Dilihat
ada pula absesinya yang terlihat banyak. Disaat yang bersamaan anak-anak yang
lain diluar kelas terlihat gembira bisa naik ke kelas 9. Farhan yang kebetulan
pada saat bagi raport tidak hadir tak bisa menyaksikan teman-temannnya
bergembira. Seolah tak peduli apakah mereka gembira atau tidak. Datang ke
sekolah saja tidak.
Raport
dibagikan semua ke orangtua anak didik. Berhembuslah sas-sus kalau Farhan adalah anak di kelas 8 yang tidak naik
sekolah. Ada perasaan gembira namun ada pula perasaan sedih mendengar kalau
salah seorang temannya tidak naik kelas.
“Hai...Farhan
ngendog ya...?”
“Apa
iya?”
“Iya
Farhan ngendog....!”
Pembicaraan yang terdengar wali kelas
dari anak-anak yang baru menerima buku raport. Kalau sudah begini mau apa lagi?
Berusaha mendidik sudah, mendisiplinkan anak sudah. Kalau harus tinggal kelas,
kenapa tidak. Mudah-mudahan hal ini bisa menjadi pelajaran buat yang lain kalau
sekolah harus sungguh-sungguh. Namanya penyesalan selalu saja adanya
dibelakang.
Cirebon, 29 Juni 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar