Cerpen
AAN AGUSTINA
Oleh : Nurdin Kurniawan
Anak-anak kelas 7.G berhamburan
mengetahui ada salah seorang temannya yang ngomong sendiri dengan mata melotot
namun tatapan kosong. Apa yang dibicarakan hanya dia saja yang tahu sementara
teman-teman yang ada disampingnya pada bingung. Anak-anak tahu kalau kejadian
yang seperti ini yang disebutnya dengan kesurupan.
“Beritahu pak guru saja!”
Lalu ada salah
seorang yang berinisiatif menghubungi bapak ibu guru memberitahukan kalau di
kelas 7.G ada siswi yang kesurupan.
“Bawa saja ke ruang guru”
Lalu anak yang
bernama Aan Agustina ini dibawa ke ruang guru.
Tatapannya kosong dengan mata memerah.
Diam tak ada yang ia bicarakan. Beda sekali dengan ketika anak ini ada di
kelas. Pak Uceng yang biasa menangani anak-anak yang kesurupan langsung saja diberitahu.
“Ada apa lagi?”
“Biasa Pak ada anak yang kesurupan”
“Dimana anaknya?”
“Di ruang tamu”
Aan masih saja
diam tak banyak bicara. Matanya yang memerah memandang tajam siapa saja yang
mencoba mengajaknya bicara. Apapun yang ditanyakan guru tak ada yang
dijawabnya.
“Tadi waktu di kelas ia bicara
sendiri pak”
“Teman-teman jadi takut melihatnya”
Dengan doa-doa
yang dipanjatkan akhirnya Pak Uceng berusaha mengobati Aan. Tidak terlalu lama
anak ini kemudian memangis.
“Dah, sudah sembuh”
“Beri minum dulu!”
Aan lalu diberi
minum teh manis agar kesadarannya makin pulih.
“Kenapa tadi?”
“Makanya kalau dikelas Aan jangan
sering melamun”
“Ceritanya bagaimana?” tanya Pak
Uceng
Aan lalu
menceritakan awal mulanya sehingga ia tak sadarkan diri.
Namanya Aan Agustina, anak pasangan
dari Muksani dan Ibu Rini. Kelahiran Cirebon 18 Agustus 1999. Merupakan anak
ke-3 dari 3 bersaudara.
Bermula dari akan dipentaskannya
tarian dalam rangka kenaikan kelas di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Islamiyah. Waktu
itu Aan masih kelas 5 MI. Ada 6 orang yang ikut dalam tarian yang berjudul Laila
Canggung . Tarian ini dilatih oleh bibi Aan sendiri. Latihan tari ini makin
diintensipkan karena jadwal manggungnya sebentar lagi. Anak-anak yang ikut latihan
merasa senang saja sebab suasananya memang membikin hati senang.
Dibalik jendela ada anak sebaya Aan
yang sedang memperhatikan mereka yang sedang latihan menari. Apa yang dilihat
anak ini menarik sehingga sampai jadwal latihan selesai si anak masih saja memperhatikan
apa yang sedang dilatihkan. Latihan yang cukup menyedot tenaga membuat
anak-anak yang ikut latihan merasa haus. Rupanya anak yang tadi memperhatikan
dari luar ikut masuk. Anak ini juga sepertinya kehausan.
“Minta minumnya dong!”
Anak-anak yang
tadi latihan memperhatikan anak yang dari tadi ikut menyaksikan mereka latihan.
Anak ini lalu memperkenalkan diri.
“Nama saya Poni”
“Sekolah saya juga kelas 5”
Anak ini lalu
menyebutkan sekolah dasar dimana ia menutut ilmu.
Setiap ada jadwal latihan Poni ikut
menyaksikan apa yang diajarkan Bibi Aan. Gerakannya yang dinamis membuat apa yang
ditampilkan banyak menyedot tenaga. Memang tarian ini sangat bagus untuk nanti
ditampilkan pada acara kenaikan kelas. Waktu yang ada hanya sebentar membuat
latihan terus diupayakan agar nanti pada pelaksanaannya nanti jangan sampai
kaku ataupun lupa.
***
Awan gelap mengepung Desa Sidaresmi.
Seperti tak percaya dengan apa yang telah terjadi. Poni anak kelas 5 SD terserempet
mobil. Anak-anak yang terbiasa latihan di rumah bibinya Aan kaget dengan khabar
yang diterima ini. Aan masih ingat anak ini dengan sangat teliti ikut
menyaksikan latihan. Kalau saja masih dalam satu sekolah sepertinya Poni akan
diikutsertakan dalam satu grup. Namun sayang ia beda sekolah sehingga keberadaannya
hanya ikut menyaksikan latihan.
Seperti tak percaya dengan takdir.
Hanya berselang 2 hari akhirnya Poni meninggal dunia di rumahsakit. Luka dalam
yang diderita anak ini yang menyebabkan Poni tak kuat lagi menerima rasa sakit
yang terasa begitu nyeri.
Meninggalnya Poni membuat anak-anak
yang ikut latihan tari buyar konsentrasinya. Mereka masih saja teringat akan
wajah Poni. Bahkan Poni suka hadir dalam pemikiran anak-anak ini. Aan yang
sering menyaksikan kalau Poni masih berada didalam ruangan ketika anak-anak
yang lain sedang latihan menari.
Apa yang dilihat Aan ini sungguh tak
percaya dibuatnya. Aan lalu menceritakan pada Bibi Aan apa yang ia lihat.
“Ah masa sih?”
“Anaknya sudah meninggal dunia!”
Bibi Aan tak
percaya dengan apa yang sering dilihat Aan. Teman-teman yang tidak menyaksikan
kontan saja ikut takut dengan apa yang sering dilihat oleh Aan.
Anak-anak yang tinggal menunggu hari
saja akan menampilkan tarian dihadapan anak-anak lainnya jadi makin tak menentu.
Apa yang dirasakan memang sepertinya berbeda. Satu per satu anak-anak yang biasa
latihan tidak ikut latihan lagi. Apa yang sering disaksikan Aan rupanya ada pula
yang melihatnya. Jadilah Poni pembicaraan anak-anak yang sedang latihan menari.
Rasa kekhawatiran yang tidak menentu
ini akhirnya membuat latihan jadi tidak karuan. Sampai akhirnya Bibi Aan sendiri
yang mengambil keputusan kalau tari Laela Canggung batal dipentaskan.
“Habis anak-anaknya teringat terus
sama Poni”
“Anak-anak yang lainnya jadi ikut
takut”
Walau
latihan sudah berlangsung lama namun
akhirnya tari Laela Canggung batal ditampilkan. Sungguh kecewa berat buat
anak-anak yang sudah lama ingin menampilkannya pada acara perpisahan.
***
Panas mulai dirasakan dikelas 7.G.
Pelajaran IPS yang gurunya membosankan mulai dirasakan pula oleh anak-anak yang
lain. Hari yang panas seperti ini harus mengerjakan latihan yang cukup banyak.
“Bagaimana sih ini jawabannya?”
Melihat teman
disamping hanya diam tak mengerjakan apa-apa. Aan berusaha melihat teman yang
ada disampingnya lagi. Sama saja banyak yang tidak mengerjakan soal.
Teman-teman yang lain rupanya mulai menyerah dengan soal yang ditanyakan.
Dibaca soal satu per satu. Seperti
mudah sekali dirasakan oleh Aan. Apa yang ia
tanyakan selalu ada yang menjawab. Bahkan bila berhenti membaca soal
seperti ada yang mengingatkan agar Aan membaca kembali soal-soalnya.
“Oh…kalau yang itu jawabannya B”
Aan membaca soal
berikutnya. Seperti soal-soal yang lainnya maka kali inipun ada yang membisiki
kalau Aan harus memnjawab dengan D. Rupanya Aan asyik sekali menjawab soal-soal
yang diujikan karena ada teman yang selalu mendampingi Aan dengan memberikan
jawaban. Siapakah dia? Ya, itulah Poni teman sejatinya yang sudah lama meninggalkan
alam dunia. Bagi Aan, Poni adalah teman yang sangat baik. Ia ada dimana Aan
sedang membutuhkannya. Disaat Aan lagi kesepian maka Poni akan menemani Aan
berbicara.
Apa yang dirasakan oleh Aan ini
ternyata berlangsung cukup lama. Setelah Poni meninggal akibat kecelakaan maka
sosok Poni ternyata masih ada. Aan kadang membutuhkan sosok Poni disaat-saat
sendirian. Poni inilah yang
kadang datang dimana ia sedang kesepian.
***
Fenomena Poni memang banyak
dibicarakan anak-anak disini. Percaya atau tidak memang seperti itu kehadirannya.
Pak Uceng yang mengerti akan hal ini segera
mengambil lagkah. Apa yang dialami Aan jangan sampai terus berlanjut.
“Kasihan Poni ini”
“Masuk dalam arwah penasaran”
“Kalau orangtuanya tahu hal ini
harus ada sebuah ritual”
“Arwahnya harus disempurnakan!”
Sementara ini
yang harus dihentikan adalah komunikasi dengan Aan. Bahaya kalau Aan sering
kemasukan hanya gara-gara ia melihat sosok Poni. Dengan apa yang ia bisa maka
Pak Uceng mendoakan pada diri Aan dan arwah Poni tentunya. Entah apa yang
dibacanya sepertinya tampak khusu sekali.
“Dah, Aan jangan banyak melamun”
“Kalau lagi sepi sering banyak
membaca Al Qur’an”
“Air minumnya habiskan dulu!”
Aan lalu menghabiskan
air minum. Aan akhirnya dipersilahkan kembali ke kelasnya lagi.
Fenomena arwah penasaran memang
hanya bisa diikuti oleh mereka yang punya kemampuan lebih. Bagi orang awam hal
yang seperti ini susah untuk diilmiahkan. Apa benar sosok seperti itu ada? Inilah
yang sering kita tanyakan. Sebagai orang beriman tentunya kita yakin kalau
diluar dunia yang kita tempati ini ada
dunia lain.
Cirebon, 3 Desember 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar