Mengenai Saya

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Nurdin Kurniawan, S.Pd. Bekerja sebagai PNS disalah satu sekolah di kota Kabupaten Cirebon. Selain sebagai guru aktif menulis di beberapa surat kabar yang ada di cirebon. Diorganisasi PGRI tercatat pula sebagai redaktur majalah Diaelktika, majalah milik PGRI Kab. Cirebon. Tinggal di Gebang yang merupakan Kampung Nelayan yang ada di Cirebon

Selasa, 27 Agustus 2019

AAN AGUSTINA (Cerpen)


Cerpen
AAN AGUSTINA
Oleh : Nurdin Kurniawan

            Anak-anak kelas 7.G berhamburan mengetahui ada salah seorang temannya yang ngomong sendiri dengan mata melotot namun tatapan kosong. Apa yang dibicarakan hanya dia saja yang tahu sementara teman-teman yang ada disampingnya pada bingung. Anak-anak tahu kalau kejadian yang seperti ini yang disebutnya dengan kesurupan.
            “Beritahu pak guru saja!”
Lalu ada salah seorang yang berinisiatif menghubungi bapak ibu guru memberitahukan kalau di kelas 7.G ada siswi yang kesurupan.
            “Bawa saja ke ruang guru”
Lalu anak yang bernama Aan Agustina ini dibawa ke ruang guru.
            Tatapannya kosong dengan mata memerah. Diam tak ada yang ia bicarakan. Beda sekali dengan ketika anak ini ada di kelas. Pak Uceng yang biasa menangani anak-anak yang kesurupan langsung saja diberitahu.
            “Ada apa lagi?”
            “Biasa Pak ada anak yang  kesurupan”
            “Dimana anaknya?”
            “Di ruang tamu”
Aan masih saja diam tak banyak bicara. Matanya yang memerah memandang tajam siapa saja yang mencoba mengajaknya bicara. Apapun yang ditanyakan guru tak ada yang dijawabnya.
            “Tadi waktu di kelas ia bicara sendiri pak”
            “Teman-teman jadi takut melihatnya”
Dengan doa-doa yang dipanjatkan akhirnya Pak Uceng berusaha mengobati Aan. Tidak terlalu lama anak ini kemudian memangis.
            “Dah, sudah sembuh”
            “Beri minum dulu!”
Aan lalu diberi minum teh  manis agar kesadarannya  makin pulih.
            “Kenapa tadi?”
            “Makanya kalau dikelas Aan jangan sering melamun”
            “Ceritanya bagaimana?” tanya Pak Uceng
Aan lalu menceritakan awal mulanya sehingga ia tak sadarkan diri.
            Namanya Aan Agustina, anak pasangan dari Muksani dan Ibu Rini. Kelahiran Cirebon 18 Agustus 1999. Merupakan anak ke-3 dari 3 bersaudara.
            Bermula dari akan dipentaskannya tarian dalam rangka kenaikan kelas di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Islamiyah. Waktu itu Aan masih kelas 5 MI. Ada 6 orang yang ikut dalam tarian yang berjudul Laila Canggung . Tarian ini dilatih oleh bibi Aan sendiri. Latihan tari ini makin diintensipkan karena jadwal manggungnya sebentar lagi. Anak-anak yang ikut latihan merasa senang saja sebab suasananya memang membikin hati senang.
            Dibalik jendela ada anak sebaya Aan yang sedang memperhatikan mereka yang sedang latihan menari. Apa yang dilihat anak ini menarik sehingga sampai jadwal latihan selesai si anak masih saja memperhatikan apa yang sedang dilatihkan. Latihan yang cukup menyedot tenaga membuat anak-anak yang ikut latihan merasa haus. Rupanya anak yang tadi memperhatikan dari luar ikut masuk. Anak ini juga sepertinya kehausan.
            “Minta minumnya dong!”
Anak-anak yang tadi latihan memperhatikan anak yang dari tadi ikut menyaksikan mereka latihan. Anak ini lalu memperkenalkan diri.
            “Nama saya Poni”
            “Sekolah saya juga kelas 5”
Anak ini lalu menyebutkan sekolah dasar dimana ia menutut ilmu.
            Setiap ada jadwal latihan Poni ikut menyaksikan apa yang diajarkan Bibi Aan. Gerakannya yang dinamis membuat apa yang ditampilkan banyak menyedot tenaga. Memang tarian ini sangat bagus untuk nanti ditampilkan pada acara kenaikan kelas. Waktu yang ada hanya sebentar membuat latihan terus diupayakan agar nanti pada pelaksanaannya nanti jangan sampai kaku ataupun lupa.
                                                                        ***
            Awan gelap mengepung Desa Sidaresmi. Seperti tak percaya dengan apa yang telah terjadi. Poni anak kelas 5 SD terserempet mobil. Anak-anak yang terbiasa latihan di rumah bibinya Aan kaget dengan khabar yang diterima ini. Aan masih ingat anak ini dengan sangat teliti ikut menyaksikan latihan. Kalau saja masih dalam satu sekolah sepertinya Poni akan diikutsertakan dalam satu grup. Namun sayang ia beda sekolah sehingga keberadaannya hanya ikut menyaksikan latihan.
            Seperti tak percaya dengan takdir. Hanya berselang 2 hari akhirnya Poni meninggal dunia di rumahsakit. Luka dalam yang diderita anak ini yang menyebabkan Poni tak kuat lagi menerima rasa sakit yang terasa begitu nyeri.
            Meninggalnya Poni membuat anak-anak yang ikut latihan tari buyar konsentrasinya. Mereka masih saja teringat akan wajah Poni. Bahkan Poni suka hadir dalam pemikiran anak-anak ini. Aan yang sering menyaksikan kalau Poni masih berada didalam ruangan ketika anak-anak yang lain sedang latihan menari.
            Apa yang dilihat Aan ini sungguh tak percaya dibuatnya. Aan lalu menceritakan pada Bibi Aan apa yang ia lihat.
            “Ah masa sih?”
            “Anaknya sudah meninggal dunia!”
Bibi Aan tak percaya dengan apa yang sering dilihat Aan. Teman-teman yang tidak menyaksikan kontan saja ikut takut dengan apa yang sering dilihat oleh Aan.
            Anak-anak yang tinggal menunggu hari saja akan menampilkan tarian dihadapan anak-anak lainnya jadi makin tak menentu. Apa yang dirasakan memang sepertinya berbeda. Satu per satu anak-anak yang biasa latihan tidak ikut latihan lagi. Apa yang sering disaksikan Aan rupanya ada pula yang melihatnya. Jadilah Poni pembicaraan anak-anak yang sedang latihan menari.
            Rasa kekhawatiran yang tidak menentu ini akhirnya membuat latihan jadi tidak karuan. Sampai akhirnya Bibi Aan sendiri yang mengambil keputusan kalau tari Laela Canggung batal dipentaskan.
            “Habis anak-anaknya teringat terus sama Poni”
            “Anak-anak yang lainnya jadi ikut takut”
Walau latihan  sudah berlangsung lama namun akhirnya tari Laela Canggung batal ditampilkan. Sungguh kecewa berat buat anak-anak yang sudah lama ingin menampilkannya pada acara perpisahan.
                                                                        ***
            Panas mulai dirasakan dikelas 7.G. Pelajaran IPS yang gurunya membosankan mulai dirasakan pula oleh anak-anak yang lain. Hari yang panas seperti ini harus mengerjakan latihan yang cukup  banyak.
            “Bagaimana sih ini jawabannya?”
Melihat teman disamping hanya diam tak mengerjakan apa-apa. Aan berusaha melihat teman yang ada disampingnya lagi. Sama saja banyak yang tidak mengerjakan soal. Teman-teman yang lain rupanya mulai menyerah dengan soal yang ditanyakan.
            Dibaca soal satu per satu. Seperti mudah sekali dirasakan oleh Aan. Apa yang ia  tanyakan selalu ada yang menjawab. Bahkan bila berhenti membaca soal seperti ada yang mengingatkan agar Aan membaca kembali soal-soalnya.
            “Oh…kalau yang itu jawabannya B”
Aan membaca soal berikutnya. Seperti soal-soal yang lainnya maka kali inipun ada yang membisiki kalau Aan harus memnjawab dengan D. Rupanya Aan asyik sekali menjawab soal-soal yang diujikan karena ada teman yang selalu mendampingi Aan dengan memberikan jawaban. Siapakah dia? Ya, itulah Poni teman sejatinya yang sudah lama meninggalkan alam dunia. Bagi Aan, Poni adalah teman yang sangat baik. Ia ada dimana Aan sedang membutuhkannya. Disaat Aan lagi kesepian maka Poni akan menemani Aan berbicara.
            Apa yang dirasakan oleh Aan ini ternyata berlangsung cukup lama. Setelah Poni meninggal akibat kecelakaan maka sosok Poni ternyata masih ada. Aan kadang membutuhkan sosok Poni  disaat-saat  sendirian.  Poni inilah yang kadang datang dimana ia sedang kesepian.
                                                                        ***
            Fenomena Poni memang banyak dibicarakan anak-anak disini. Percaya atau tidak memang seperti itu kehadirannya. Pak Uceng yang mengerti akan hal ini segera  mengambil lagkah. Apa yang dialami Aan jangan sampai terus berlanjut.
            “Kasihan Poni ini”
            “Masuk dalam arwah penasaran”
            “Kalau orangtuanya tahu hal ini harus ada sebuah ritual”
            “Arwahnya harus disempurnakan!”
Sementara ini yang harus dihentikan adalah komunikasi dengan Aan. Bahaya kalau Aan sering kemasukan hanya gara-gara ia melihat sosok Poni. Dengan apa yang ia bisa maka Pak Uceng mendoakan pada diri Aan dan arwah Poni tentunya. Entah apa yang dibacanya sepertinya tampak khusu sekali.
            “Dah, Aan jangan banyak melamun”
            “Kalau lagi sepi sering banyak membaca Al Qur’an”
            “Air minumnya habiskan dulu!”
Aan lalu menghabiskan air minum. Aan akhirnya dipersilahkan kembali ke kelasnya lagi.
            Fenomena arwah penasaran memang hanya bisa diikuti oleh mereka yang punya kemampuan lebih. Bagi orang awam hal yang seperti ini susah untuk diilmiahkan. Apa benar sosok seperti itu ada? Inilah yang sering kita tanyakan. Sebagai orang beriman tentunya kita yakin kalau diluar dunia yang kita  tempati ini ada dunia lain.

                                                                                                           Cirebon, 3 Desember 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar