Mengenai Saya

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Nurdin Kurniawan, S.Pd. Bekerja sebagai PNS disalah satu sekolah di kota Kabupaten Cirebon. Selain sebagai guru aktif menulis di beberapa surat kabar yang ada di cirebon. Diorganisasi PGRI tercatat pula sebagai redaktur majalah Diaelktika, majalah milik PGRI Kab. Cirebon. Tinggal di Gebang yang merupakan Kampung Nelayan yang ada di Cirebon

Senin, 12 Agustus 2019

SUATU MASA (Cerpen)


Cerpen

SUATU MASA
Oleh : Nurdin Kurniawan

            Masih terasa hembusan angin laut disiang yang panas. Masih terasa bau asap orang-orang yang membakar sate berkenaan Idul Adha yang baru dikelar. Masih terdengar kumandang takbir di hari tasrik  usai Idul Adha yang tinggal beberapa hari lagi. Semuanya mengingatkan pada suatu perjuangan manusia dalam menghadapi waktu yang sudah ditentukan. Suatu masa yang nanti juga akan datang. Silih berganti siang dan malam, silih berganti susah dan senang, kadang ada diatas kadang ada dibawah. Semuanya akan terjadi dalam suatu masa yang tentunya hanya  Pemilik bumi dan langit yang tahu.
            Masih terngiang apa yang dikatakan sang istri. Rasanya belum lama dibayarkan kini harus diulangi lagi. Suatu masa dimana harus membayar ini dan itu. Suatu masa yang harus dipenuhi untuk membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) sang anak yang masih kuliah. Suatu masa pula yang terulang dimana harus segera ditutup uang kontrakan rumah. Bila suatu masa penagihan datang secara bersamaan seperti ini jadinya.
            Dasman mengerutkan dahi beberapa kali. Harus mencari pinjaman dari mana lagi? Rasa-rasanya semua pos sudah didatangi. Dari mulai saudara dekat sampai kerabat jauh. Dari  melihat daftar gaji sampai sisa gaji lainnya barangkali  saja masih ada sisa yang bisa mencukupi. Seperti itulah daur kehidupan kalau sudah datang suatu masa.
            Kalau nanti pas pinjam akan mendapat nasehat, kalau nanti pinjam orangnya tidak ada, kalau...wah... banyak sekali kemungkinannya. Paling enak kalau sudah mengugkapkannya lewat tulisan. Seperti inilah yang harus dihadapi. Harus mengadu kemana lagi jika yang mendengarpun keluhannya hampir sama?
            Ujian manusia hidup memang banyak sekali ragamnya. Ada yang diuji dengan sakit, ada yang diuji dengan gagal panen, ada yang diuji dengan anak dan istri. Kalau direnungi lebih dalam yang diujikan Allah pada Dasman kali ini adalah masalah keuangan. Hampir tiap hari ada saja yang harus ditutup dan semuanya itu membutuhkan yang namanya duit untuk operasionalnya.
            Biaya pendidikan memang harus diutamakan. Barang siapa menyekolahkan sang anak membutuhkan banyak dana percayalah Allah akan mempermudahkan rejekinya. Kalimat inilah yang membuat Dasman berbesar hati. Rasa-rasanya Allah juga tak akan membiarkan sang anak terkapar tak jelas kuliahnya. Pasti akan ada jalan.... hanya saja jalan yang sedang ditunggu itu belum juga tampak jelas.
            Menjemput rejeki adalah dengan menebar sodakoh. Hal ini sudah lama sekali Dasman dengar. Dasman sendiri yakin sekali dengan cara yang satu ini. Masalahnya sekarang ini Dasman sendiri sedang membutuhkan banyak biaya. Ingin bersedekah layaknya orang-orang, namun diri sendiri saja sedang kesulitan. Mungkin belum saja rejeki itu datang berlebih sehingga bisa membagi juga dengan yang lain.
            Hanya sekedar merenung ditengah kepenatan hidup. Kiranya bisa ditemukan cara yang bisa dengan segera mengatasi masalah yang satu. Pusing kalau sudah seperti ini karena ada saja yang harus diselesaikan. Sementara hanya bisa melihat orang yang lalu-lalang di depan rumah. Dengan berbagai keperluan mereka hilir mudik pasti ada akan ada yang dituju. Dipikir secara mendalam kiranya siapa lagi yang akan dituju?
            Ngutang...sepintas lalu bagi yang sudah terbiasa adalah hal yang wajar. Namun tak demikian dengan orang yang takut akan akhirat. Sebab dengan adanya hutang itu pintu surga tertutup. Lalu bagaimana agar pintu yang tertutup itu bisa terbuka kembali? Tentunya hanya memurahan rejeki Allah saja yang bisa menanganinya.
Dasman sedang berada didepan permasalahan yang cukup besar. Sedang mengharap pintu rejeki segera terbuka. Sudah lama rasanya mengiba terus-terusan kiranya pintu rejeki terbuka dengan lebar. Bila rejeki diartikan sebagai kesehatan, kenikmatan, kebugaran memang itu tak dipungkiri bisa dirasakan. Namun kalau sudah yang menyangkut masalah uang inilah yang terasa sulit sekali direalisasikan. Rasa-rasanya ingin memiliki sejumlah rupiah saja sulitnya minta ampun. Segitu bekerja dengan sungguh-sungguh. Bagaimana dengan yang hanya leha-leha mengharapkan suatu karunia yang jatuh dari langit? Entahlah...yang jelas sekarang Dasman ingin agar satu per satu permasalahan yang sedang datang ini bisa ditemukan solusi mengatasinya.
            Bila sudah yang namanya mepet belum juga mendapatkan pintu rejeki dari Yang Maha Kuasa tentunya harus  dipaksakan untuk bisa menahan rasa malu. Pinjam adalah sesuatu yang wajar  namun ada kalanya pinjam juga belum tentu bisa terkabulkan. Kalau bukan rejeki memang terasa susah. Berarti pinjam juga artinya rejeki. Seperti itulah kira-kira yang harus diakui kalau ingin menutup salah satu lubang yang menganga.
            Ada perasaan malu, berat hati, perasaan tak mampu membayar tepat waktu yang terlintas dalalam pikiran Dasman. Haruskah melangkah kalau masih ada suatu keraguan? Lalu akan sampai kapan ragu ini terus ditanam dalam dada. Harus ada keberanian untuk melangkah, mudah-mudahan ada suatu jalan keluarnya kalau diberanikan untuk terus melangkah.
            Ada satu nama yang harus dituju, mudah-mudahan bisa memberikan bantuan. Terus terang ini juga jalan yang dibukakan Allah walau sebenarnya Dasman tak ingin mengulangi. Masa pinjam miliknya Allah juga? Jeruk makan jeruk dong? Tak apalah namanya juga orang sedang berusaha....walau terasa pahit untuk dikenang.
            Mau dirasionalkan juga susah. Dari milik Allah lalu dipinjam seorang hamba agar keperluan hidupnya setidaknya bisa tercukupi. Kalau orang lain berlomba menanamkan kebajikan dengan perbayak sedekah, ini justru kebalikannya. Ingin bersedekah namun jalan rejekinya seret. Bagaimana bisa melakukan sedekah kalau yang selama ini saja masih berharap bisa ditutup segala hutang yang menganga.Hanya bisa berbicara dengan diri sendiri sementara mengungkapkan pada orang lain tak berani. Dasman tahu sebab diluar sana ada yang jauh lebih terpuruk dari dirinya. Maka dari itu kalau menggerutu hanya untuk diri sendiri saja bukan untuk yang lain. Kalau nanti ada yang mengetahui dengan membaca tulisan seperti ini mohon harap dimaklum. Seperti inilah yang namanya kehidupan hanya bisa melihat diatasnya saja tanpa berani menyelem lebih jauh.
            Bila di Jawa ditemukan istilah sawang pinyawang, artinya orang saling melihat yang enaknya saja sementara yang tidak dilihat tak diberitakan. Ketika ada seseorang yang kelihatannnya enak baik dalam segala hal dikiranya tak ada masalah yang lainnya. Kalau ditelaah lebih jauh ternyata tak seperti itu. Bisa jadi yang oleh kita dianggap terlihat enak tak seperti yang dibayangkan.
            Dasman masih berfikir untuk kelanjutannya. Sebagai manusia biasa Dasman yakin kalau yang dialami hari ini hanya satu fase dalam kehidupan. Suatu masa yang harus ia lalui. Belum ketahuan endingnya seperti apa. Tapi sebagai manusia biasa Dasman hanya bisa berharap kiranya Yang Maha Kuasa memberikan kemudahan dalam mengarungi bahtera kehidupan ini. Masalah di jalan ada riak dan gelombang semua orang juga akan mengalaminya. Hanya Dasman berharap kiranya Yag Maha Kuasa meringankan segala ujian yang harus Dasman hadapi.
            Dibalik kesulitan akan ditemui suatu fase kemudahan yang diberikan oleh Yang Maha Pencipta. Ditunggu-tunggu kiranya waktu yang akan ditetapkan ini bisa secepatnya bisa dinikmati.
            Ya Allah berikanlah kami kemudahan dalam menghadapi  gelombang kehidupuan. Ya Allah selamatkan kami di dunia dan di akhirat demikian Dasman berdoa dalam hati menutup tulisannya.

                                                                                                            Cirebon, 12 Agustus 2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar