Cerpen
DEDE PRIYONO
Bagian Kedua
Oleh : Nurdin Kurniawan
Namanya sempat melejit di sekolah
ini ketika anak ini akhirnya bisa naik ke kelas 8. Ternyata hanya segelintir
Guru saja yang tahu dengan anak ini yang baru diketahui setelah muncul di rapat
verifikasi kenaikan kelas. Anak ini dinyatakan naik kelas. Ada yang aneh dengan
Dede Priyono? Ya…ternyata Dede sudah duduk di kelas 8 namun nyatanya anak ini
tidak bisa membaca. Barulah beberapa Guru yang sempat memberikan nilai besar
untuk anak ini geleng-geleng kepala. Ternyata mereka baru tahu kalau yang
namanya Dede tidak bisa membaca.
Semuanya dibikin tidak percaya.
Akhirnya saling menyalahkan kok bisa-bisanya Guru memberikan nilai yang tinggi
untuk anak yang tidak bisa membaca? Karena nilai sudah jadi dan setelah didalam
rapat verifikasi anak ini tidak mempunyai masalah dengan nilai akhirnya Dede
Priyono dinyatakan naik ke kelas 8. Guru yang memberikan nilai kurang dari KKM
hanya satu orang. Karena rapat menyatakan anak ini harus naik maka nilai yang
dibawah KKM otomatis disesuaikan dengan KKM minimal.
Baru menjadi perhatian Guru kalau
memberikan nilai harus tahu proses. Selama ini memberikan nilai dari hasil
ulangan saja. Anak yang tidak bisa membacapun ternyata bisa naik kelas. Ini
sungguh memalukan. Kalaulah belum bisa membacanya di kelas 1 SD atau kelas 2 SD
mungkin masih dalam toleransi. Ini sudah di kelas 7 dan dinyatakan naik ke kelas
8. Wah…. sungguh kecolongan yang amat sangat .
“Masa sih Pak anak ini tidak bisa
membaca?”
Ada beberapa
Guru yang memang tidak mengajar Dede mempertanyakan benar tidak kalau anak ini
tidak bisa membaca. Salah seorang Guru yang pernah mengetes langsung Dede ketika
ulangan lalu memberikan penjelasannya.
“Anak ini saya suruh menuliskan
beberapa nama Guru dan TU yang kebetulan namanya hanya satu kata”
“Soal yang pertama disuruh menulis
SOLEMAN”
“Ditunggu beberapa menit anak ini
belum juga menyelesaikan jawaban”
“Setelah waktu dinyatakan habis
ternyata jawabannya tidak sesuai”
“Pertanyaan kedua disuruh menulis
nama KASMALI”
“Pertayaan kedua pun sama anak
membutuhkan waktu yang cukup lama”
“Setelah dilihat jawabannya ternyata
salah”
“Pertanyaan berikutnya ZAETUN”
“Pertayaan ini pun tidak bisa
dituliskan dengan benar”
“Dua soal yang lainnya dijawab
dengan salah pula”
“Jadi bisa disimpulkan kalau anak
ini tidak bisa membaca sama sekai”
Guru yang tadi sempat
mempertanyakan kini menjadi mengerti.
Kalau begitu anak memang bisa disimpulkan tidak bisa membaca.
Lalu dari mana ia menjawab soal-soal
essay dengan benar? Inilah yang menjadi pertanyaan. Sebab kalau anak tidak bisa
membaca maka ia juga tidak akan bisa menulis. Selama ini kalau ada soal essay
si anak dengan gampang bisa menjawabnya. Mulailah beberapa Guru menelaah dari
mana si anak bisa menjawab soal-soal essay. Kalau menjawab pilihan ganda si
anak pasti bisa karena hanya memilih salah satunya. Dari teori peluang maka ada
kemungkinan si anak bisa menjawab dengan benar . Sementara kalau essay? Inilah
yang sempat menjadi pertanyaan Guru.
Diteliti dari mulut ke mulut
akhirnya diketahui kalau Dede ternyata mendapatkan jawaban essay dari temannya.
Temannya ini disuruh menulis di lembar jawaban si Dede. Sebagai imbalannya si
anak yang membantu Dede suka diberi jajan . Dari sinilah mulai ketahuan kalau
Dede ternyata pintar sekali memanfaatkan
kemampuannnya. Beberapa anak dengan senang membantu Dede Priyono. Siapa
sih yang tidak senang kalau waktu istirahat diberi jajan?
***
Tahun Pelajaran 2012-2013 sempat
libur panjang karena memasuki bulan puasa dan Idul Fitri. Dede mulai gelisah
setelah beberapa Guru mulai memperhatikan. Rupanya ketidak mampuan Dede dalam
hal baca tulis sudah diketahui beberapa Guru. Guru-guru tertentu kalau ada
kesempatan untuk membaca maka kegiatan membaca
itu digilirkan pada beberapa murid. Dari sini Dede mulai gelisah. Ada saja
alasan yang dikemukakan anak iani mulai dari sakitlah, angin ke WC-lah dsb.
“Sudah kamu jangan banyak alasan”
“Baca dulu satu paragraf!”
Dede memegangi
perutnya seolah-olah sedang menahan sakit yang sangat berat.
“Pak mulas perutnya”
Melihat Dede
yang mulai berkeringat akhirnya si Guru percaya kalau anak ini mulas. Geleng-geleng
kepala akhirnya Dede diperbolehkan ke WC. Sudah bisa dipastikan kalau anak ini
masuknya nanti kalau Guru yang tadi memberikan pelajaran habis jamnya.
Kini kesempatan Guru yang kemarin sempat memberikan
Dede kelonggaran dengan pergi ke WC mengulangi lagi kegiatan yang sempat
tertunda. Kegiatan membaca secara bergiliran dari anak yang satu ke anak yang
lainnya. Begitu tiba giliran Dede, maka anak ini pun berlaku seperti yang
sudah-sudah. Tak mau diakali lagi oleh si Dede maka Guru tadi mendekati Dede.
“Kamu sebenarnya bisa
membaca tidak?”
Dede diam saja
tidak berani menatap wajah sang Guru. Pertanyaan tadi diulangi lagi oleh Pak
Guru.
“Jujur saja!”
“Kamu
sebenarnya bisa membaca tidak?”
Dede lalu
menggelengkan kepala. Pak Guru yang sempat memberikan pertanyaan akhirnya diam.
Inilah pengakuan yang paling jujur yang diberikan Dede Priyono. Kalau sudah
seperti ini harus diapakan?
Usai Idul Fitri kegiatan KBM
berjalan sebagaimana biasanya lagi. Anak-anak belajar setelah liburan yang
cukup panjang. Dede Priyono mulia jarang masuk sekolah. Wali Kelas lalu berinisiatip
untuk mendatangi rumahnya. Ingin tahu apakah yang menyababkan Dede Priyono tidak
masuk-masuk lagi.
Tidak terlalu jauh jarak dari rumah
Dede ke sekolah. Hanya beberapa menit sudah sampai di rumah orangtuanya. Sungguh
memprihatinkan kondisi rumah orangtuanya ini. Rumah yang sungguh tak layak
untuk dihuni. Beberapa bagian lantainya masih tanah. Sekeliling bangunan hanya
terbuat dari anyaman bambu yang tidak tertutup semua. Boleh dikatakan rumah yang
seperti ini adalah rumah pra sejahtera.
Dede Priyono sedang tidak ada di
rumah. Selama ini kegiatannya hanyalah main. Dicari-cari akhirnya Dede mau menemui
Wali Kelasnya.
“Dari mana saja kamu?”
Dede seperti
biasa diam tak mau menatap wajah Wali
Kelasnya. Bibinya yang akhirnya menjawab pertanyaan sang Wali Kelas.
“Anak ini memamg main saja Pak
Guru!”
“Loh kok tidak ke sekolah?”
Sang Bibi yang
akhirnya bercerita panjang lebar mengenai Dede Priyono.
“Orangtuanya memang tidak mampu Pak”
“Jangankan untuk belajar mendatangkan
Guru privat wong untuk makan saja
susah!”
Bapak Wali
Kelasnya melihat sekeliling rumah Dede Priyono. Memang sungguh sangat
memprihatinkan. Dari Bibinya ini pula sebenarnya ketidakmampuan Dede dalam hal membaca
terungkap.
“Waktu di SD juga Pak Gurunya sudah
pernah memberitahu kalau Dede tidak bisa membaca”
“Tapi mau bagaimana lagi!”
Inilah yang
kadang tidak dimengerti. Dari SD saja Gurunya sebenarnya tahu kalau Dede tidak
bisa membaca, tapi kenapa lalu anak ini bisa naik kelas bahkan lulus hingga bisa
sampai di SMP? Entahlah barangkali inilah yang disebut faktor keberuntungan.
“Jadi bagimana Dede mau terus
melanjutkan lagi atau tidak?”
Ditanya seperti
itu Dede malah melihat wajah Sang Bibi. Rupanya ada bahasa sandi antara
keponakan dengan sang Bibi. Bibinya mengerti apa yang diinginkan Dede Priyono.
“Sudahlah Pak”
“Dede keluar saja sekolahnya”
“Anak ini tidak mampu!”
Tidak bisa
membantu lebih jauh dengan keputusan yang dilakukan keluarga Dede Priyono.
Dengan sangat menyesal akhirnya selembar kertas pernyataan mengundurkan diri
disodorkan. Oleh Bibinya surat itu lalu ditandatangani. Dede akhirnya
dikembalikan pada orangtuanya.
Sangat pilu mendengarkan nasib anak
yang satu ini. Entah harus bagimana agar anak yang masih sangat muda ini bisa membaca. Banyak faktor yang menyebabkan anak ini belum
bisa juga membaca sampai anak ini bisa duduk di kelas 8 SMP. Rasa minder dan
ketidakberdayaan keluarga dalam hal ekonomi membuat Dede menyerah dengan
keadaan. Sangat disayangkan perjalanan hidupnya harus seperti ini.
Jalan masih sangat panjang buat anak
seusia Dede Priyono. Sisi gelap yang tidak mudah untuk bisa dipecahkan. Hanya
suatu keajaiban untuk bisa mengubah apa yang sedang dialami Dede Priyono.
Kiranya Allah selalu memberikan bimbingan agar perjalanan hidupnya ini
dimudahkan. Suatu perjalanan seorang anak yang masih jauh dan amat sangat
panjang di belantara kehidupan.
Cirebon, 4 Oktober
2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar