Cerpen
ARIZ
GESTARINA
Oleh : Nurdin Kurniawan
Seisi rumah dibuat bingung tak tahu
apa yang harus dilakukan. Tursina kejang-kejang dengan mata melotot menatap
keatas. Omongannya hanya dia sendiri yang mengerti. Dari beberapa kalimat yang
keluar dari mulut Tursina memang menyiratkan kalau ibu dua anak ini sedang ada
masalah.
“Cepat cari anaknya”
“Anaknya inilah yang menyebabkan si
ibu seperti ini”
Karuan
orang-orang kini disibukkan mencari anak yang bernama Ariz Gestarina.
Ariz asyik saja bercanda dengan
sesama temannya. Dimalam yang cukup cerah dengan bintang yang bertaburan
membuat suasana malam terasa indah. Bersama dengan Ninda yang usianya jauh
lebih tua Ariz asyik bermain . Enak memang kalau sudah bisa naik motor. Dari
seorang teman yang satu lalu mampir ke
teman yang lainnya. Tak tahunya kalau jam sudah menunjukkan pukul 20.00.
“Ninda pulang yuk”
“Sudah malam nih tidak enak nanti
dimarahi Mamah”
Ninda seperti
tak menghiraukan apa yang diminta Ariz. Kapan lagi bisa keluar malam seperti
ini kalau tidak sekarang . Lagipula masih jam 20.00 saja sudah dikatakan malam.
“Sebentar lagi nih”
“Buru-buru banget!”
Ariz akhirnya
tak bisa mengelak dengan keinginan Ninda. Ya sudahlah akhirnya ikuti saja
keinginan Ninda.
Sial banget ! Sudah larut malam seperti
ini motor terasa berat dan jalannya oleng.
“Aduh kenapa lagi nih?”
“Coba Riz kamu turun dulu”
Dilihat ban
motor belakang bocor.
“Sialan!”
“Malam seperti ini ban motornya
bocor!”
Terpaksa motor
dituntun sampai mendapatkan tukang tambal ban. Lumayan agak jauh menuntun
barulah ketemu tukang tambal ban. Ariz menggerutu dalam hati. Coba kalau tadi
cepat-cepat pulang mungkin ban tak akan kena paku. Dasar sudah harus seperti
ini jadi diganjar dengan ban bocor.
Memasuki halaman rumah kok seperti
ada ramai-ramai. Ada apa gerangan? Hati Ariz makin tak menentu setelah beberapa
orang tatapannya berbeda bila melihat dirinya.
“Ada apa?”
Tak satupun
orang yang dilihatnya menjawab. Ariz buru-buru masuk rumah ingin tahu apa yang
sedang terjadi di rumah. Dilihat ibunya masih tergeletak lemas. Badannya
berkeringat namun matanya seperti kosong. Orang-orang masih mengerubungi Mamah.
“Dah tuh anaknya datang”
Ariz langsung memeluk
Mamah.
“Ada apa Mah?”
“Dari mana saja kamu?”
“Sudah sekalian saja jangan pulang!”
“Kamu memang susah diatur”
Ariz jadi tak
enak Mamah marah-marah. Masih banyak orang disitu sehingga mendengarkan
marahnya Mamah.
“Mamah ngebel tapi tak dijawab!”
Ariz baru ingat
kalau HP tadi tidak dibawa, tapi mengapa pula Mamah ngebel tidak terdengar di
rumah. Tapi biarlah, Ariz punya salah sama Mamah. Ariz minta maaf sama Mamah.
Mamah berhenti dari menangisnya. Rupanya banyak sekali persoalan yang dihadapi
Mamah. Mamah rupanya habis bertengkar juga dengan Bapak. Ketidakpulanganku ke
rumah dilaporkan Mamah ke Bapak yang
sedang berada di Jakarta. Bukannya malah dibantu penyelesaiannya tapi rupanya
Mamah dimarahi dianggap tidak bisa menjaga anak.
“Ariz
minta maaf Mah dengan ulah Ariz yang telah menyusahkan Mamah”
Mamah Ariz
menganggukkan kepala.
.
***
Ariz Gestarina, anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Rasja
dengan Ibu Tursina. Putri kelahiran Cirebon, 26 Agustus 1995 kini duduk di
kelas 9.D.
Punya
orangtua yang kerjanya di kapal beda sekali dengan yang bekerja di darat.
Bapaknya Ariz kalau pulang 2 bulan sekali, kadang kalau ada keperluan yang
mendesak bisa lebih cepat. Waktu-waktu yang ada sungguh sangat bermanfaat bagi
Ariz. Kalau Bapak sudah ada di rumah ini serasa sangat menggembirakan.
Maklumlah Bapak memang jarang ketemu.
Bila
ada di rumah Bapak sering sekali menanyakan tentang sekolah Ariz.
“Bagaimana
sekolahnya?”
“Baik-baik
saja Pak”
Padahal kalau
dijawab jujur ada beberapa mata pelajaran yang susah untuk diikuti. Katakan saja
pelajaran matematika. Matematika bagi Ariz pelajaran yang susah. Pak Boleng sebagai
guru matematika inginnya anak yang aktif. Kalau ada anak yang tidak bisa maka
Pak Boleng seperti tidak ada niat untuk memperbaikinya.
“Pak
yang ini bagaimana?”
“Itu
ada di buku”
“Coba
kamu baca dulu bukunya dengan teliti!”
Seperti itulah
kalau ada anak yang bertanya. Biasanya Pak Boleng begitu masuk kelas lalu menyuruh
anak untuk mencatat. Kalau ada latihan-latihan maka disuruh untuk mengerjakan
latihan-latihan itu dengan segera. Dia sendiri hanya duduk memperhatikan
anak-anak yang sedang mengerjakan. Dengan caranya yang seperti ini karuan
anak-anak banyak yang tidak bisa. Mereka yang aktif tentunya sering bertanya
langsung ke Pak Boleng. Pak Boleng menjelaskan pada anak yang bertanya langsung
kedepan dirinya sementara yang lainnya tidak pernah paham dengan apa yang
sedang dikerjakan. Wajar kalau sebagian anak-anak banyak yang tidak mengerti dengan
pelajaran matematika.
Suatu saat Ariz beserta keluarga diajak
Bapak ke tempat kerjanya di Jakarta. Sebuah pabrik perkapalan yang sangat
besar. Bapak rupanya bekerja dibagian bengkel kapal-kapal yang sedang dibuat ataupun kapal yang sedang
mengalami kerusakan. Besar sekali pabriknya sehingga membuat kagum siapa saja
yang melihatnya. Rupanya seperti ini keseharian Bapak dihabiskan waktu-waktunya
dengan benda-benda yang sangat besar.
Bapak menyadari kalau bertemu dengan
anak-anak sangat jarang sekali. Begitu ada di Jakarta maka kami diajak Bapak
jalan-jalan. Bapak mengajak ke Ragunan, ke
Monas, ke TMII. Bapak pula yang memperkenalkan kami naik bus way. Sungguh enak sekali bisa naik bus way. Seharian penuh Bapak memanjakan
kami dengan mengunjungi tempat-tempat wisata yang ada di Jakarta. Sungguh
menyenangkan bisa menyempatkan diri ke lokasi-lokasi yang tadinya Ariz hanya
mendengar saja. Kini dengan dikunjungi seperti itu pengalaman Ariz jadi
bertambah.
Memang suka terpikirkan juga
idealnya Bapak kerjanya jangan jauh-jauh dari keluarga. Ingin hal seperti itu
terjadi. Maklumlah Ariz seorang wanita jadi membutuhkan kasihsayang seorang
Bapak. Lagipula kalau ada orang tua setidaknya rumah jadi kelihatan ramai. Ariz
sering melihat rumah yang ada fiigur Bapak didalamnya tentu sangat
menyenangkan. Beda sekali macam keluarga Ariz yang Bapaknya kadang pulang
sebulan sekali bahklan bisa lebih lama lagi. Tapi karena tuntutan kerja Bapak
seperti itu maka Ariz masih bisa memaklumi. Barangkali suatu saat Bapak akan bisa
pulang ke Cirebon dan bekerja di Cirebon, mudah-mudahan saja.
***
Sebagai gadis yang sedang tumbuh
tentu ada saja pemuda disini yang mulai senang terhadap Ariz. Awalnya hanya
minta nomer HP lalu Ariz beri. Dari nomer HP ini anak itu suka sering kirim sms sebut saja namanya Ajo. Namun Ajo ini ada juga yang menyenangi
masih teman Ariz juga. Ketika Ariz minta bantuan Ajo ternyata anak ini mau
tetapi ketika teman Ariz yang minta bantuan ternyata Ajo menolaknya.
Seperti buah simalakama bagi Ariz.
Disatu sisi Ariz ingin bertemanan dengan
Yati tapi disisi lain ada Ajo yang
membuat kami jadi sedikit renggang. Yati juga sangat cemburu ketika Ajo mau mengantarkan Ariz
pulang sementara keinginan Yati justru Ajo tolak. Dari sinilah persahabatan
Yati dengan Ariz sedikit renggang.
Di rumah hal yang seperti ini lalu menjadi
perhatianh Ariz. Ariz tidak menghendaki persahabatan dengan Yati terputus
gara-gara masuknya Ajo. Dipikirkan lama-lama akhirnya Ariz memutuskan untuk
lebih memilih persahabatan dengan Yati. Ariz datang ke rumah Yati menjelaskan
hal ini. Syukurlah Yati akhirnya mengerti dengan apa yang telah Ariz lakukan.
Persahabatan ini akhirnya kembali bersatu.
Banyak sekali yang dikenang dalam
kehidupan ini. Namun dari banyaknya yang
dikenang itu ada hal-hal yang juga sungguh membuat hati tak nyaman. Apapun yang
terjadi dalam hidup ini maka hadapilah. Sebagai gadis yang sedang beranjak
dewasa maka Ariz berusaha hidup tampil apa adanya. Pengalaman datang silih
berganti seperti silih bergantinya siang dengan malam. Mudah-mudahan apa yang
Ariz ceritakan ini dapat berguna bagi siapa saja yang suatu saat membaca tulisan
ini.
Cirebon, 18 November
2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar