Mengenai Saya

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Nurdin Kurniawan, S.Pd. Bekerja sebagai PNS disalah satu sekolah di kota Kabupaten Cirebon. Selain sebagai guru aktif menulis di beberapa surat kabar yang ada di cirebon. Diorganisasi PGRI tercatat pula sebagai redaktur majalah Diaelktika, majalah milik PGRI Kab. Cirebon. Tinggal di Gebang yang merupakan Kampung Nelayan yang ada di Cirebon

Selasa, 27 Agustus 2019

ARIZ GESTARINA (Cerpen)


Cerpen
ARIZ   GESTARINA
Oleh : Nurdin Kurniawan

            Seisi rumah dibuat bingung tak tahu apa yang harus dilakukan. Tursina kejang-kejang dengan mata melotot menatap keatas. Omongannya hanya dia sendiri yang mengerti. Dari beberapa kalimat yang keluar dari mulut Tursina memang menyiratkan kalau ibu dua anak ini sedang ada masalah.
            “Cepat cari anaknya”
            “Anaknya inilah yang menyebabkan si ibu seperti ini”
Karuan orang-orang kini disibukkan mencari anak yang bernama Ariz Gestarina.
            Ariz asyik saja bercanda dengan sesama temannya. Dimalam yang cukup cerah dengan bintang yang bertaburan membuat suasana malam terasa indah. Bersama dengan Ninda yang usianya jauh lebih tua Ariz asyik bermain . Enak memang kalau sudah bisa naik motor. Dari seorang teman  yang satu lalu mampir ke teman yang lainnya. Tak tahunya kalau jam sudah menunjukkan pukul 20.00.
            “Ninda pulang yuk”
            “Sudah malam nih tidak enak nanti dimarahi Mamah”
Ninda seperti tak menghiraukan apa yang diminta Ariz. Kapan lagi bisa keluar malam seperti ini kalau tidak sekarang . Lagipula masih jam 20.00 saja sudah dikatakan malam.
            “Sebentar lagi nih”
            “Buru-buru banget!”
Ariz akhirnya tak bisa mengelak dengan keinginan Ninda. Ya sudahlah akhirnya ikuti saja keinginan Ninda.
            Sial banget ! Sudah larut malam seperti ini motor  terasa berat dan  jalannya oleng.
            “Aduh kenapa lagi nih?”
            “Coba Riz kamu turun dulu”
Dilihat ban motor belakang bocor.
            “Sialan!”
            “Malam seperti ini ban motornya bocor!”
Terpaksa motor dituntun sampai mendapatkan tukang tambal ban. Lumayan agak jauh menuntun barulah ketemu tukang tambal ban. Ariz menggerutu dalam hati. Coba kalau tadi cepat-cepat pulang mungkin ban tak akan kena paku. Dasar sudah harus seperti ini jadi diganjar dengan ban bocor.
            Memasuki halaman rumah kok seperti ada ramai-ramai. Ada apa gerangan? Hati Ariz makin tak menentu setelah beberapa orang tatapannya berbeda bila melihat dirinya.
            “Ada apa?”
Tak satupun orang yang dilihatnya menjawab. Ariz buru-buru masuk rumah ingin tahu apa yang sedang terjadi di rumah. Dilihat ibunya masih tergeletak lemas. Badannya berkeringat namun matanya seperti kosong. Orang-orang masih mengerubungi Mamah.
            “Dah tuh anaknya datang”
Ariz langsung memeluk Mamah.
            “Ada apa Mah?”
            “Dari mana saja kamu?”
            “Sudah sekalian saja jangan pulang!”
            “Kamu memang susah diatur”
Ariz jadi tak enak Mamah marah-marah. Masih banyak orang disitu sehingga mendengarkan marahnya Mamah.
            “Mamah ngebel tapi tak dijawab!”
Ariz baru ingat kalau HP tadi tidak dibawa, tapi mengapa pula Mamah ngebel tidak terdengar di rumah. Tapi biarlah, Ariz punya salah sama Mamah. Ariz minta maaf sama Mamah. Mamah berhenti dari menangisnya. Rupanya banyak sekali persoalan yang dihadapi Mamah. Mamah rupanya habis bertengkar juga dengan Bapak. Ketidakpulanganku ke rumah dilaporkan Mamah ke Bapak  yang sedang berada di Jakarta. Bukannya malah dibantu penyelesaiannya tapi rupanya Mamah dimarahi dianggap tidak bisa menjaga anak.
“Ariz minta maaf Mah dengan ulah Ariz yang telah menyusahkan Mamah”
Mamah Ariz menganggukkan kepala.
.
                                                                        ***
            Ariz Gestarina, anak pertama  dari dua bersaudara pasangan Bapak Rasja dengan Ibu Tursina. Putri kelahiran Cirebon, 26 Agustus 1995 kini duduk di kelas 9.D.
Punya orangtua yang kerjanya di kapal beda sekali dengan yang bekerja di darat. Bapaknya Ariz kalau pulang 2 bulan sekali, kadang kalau ada keperluan yang mendesak bisa lebih cepat. Waktu-waktu yang ada sungguh sangat bermanfaat bagi Ariz. Kalau Bapak sudah ada di rumah ini serasa sangat menggembirakan. Maklumlah Bapak memang jarang ketemu.
Bila ada di rumah Bapak sering sekali menanyakan tentang sekolah Ariz.
“Bagaimana sekolahnya?”
“Baik-baik saja Pak”
Padahal kalau dijawab jujur ada beberapa mata pelajaran yang susah untuk diikuti. Katakan saja pelajaran matematika. Matematika bagi Ariz pelajaran yang susah. Pak Boleng sebagai guru matematika inginnya anak yang aktif. Kalau ada anak yang tidak bisa maka Pak Boleng seperti tidak ada niat untuk memperbaikinya.
“Pak yang ini bagaimana?”
“Itu ada di buku”
“Coba kamu baca dulu bukunya dengan teliti!”
Seperti itulah kalau ada anak yang bertanya. Biasanya Pak Boleng begitu masuk kelas lalu menyuruh anak untuk mencatat. Kalau ada latihan-latihan maka disuruh untuk mengerjakan latihan-latihan itu dengan segera. Dia sendiri hanya duduk memperhatikan anak-anak yang sedang mengerjakan. Dengan caranya yang seperti ini karuan anak-anak banyak yang tidak bisa. Mereka yang aktif tentunya sering bertanya langsung ke Pak Boleng. Pak Boleng menjelaskan pada anak yang bertanya langsung kedepan dirinya sementara yang lainnya tidak pernah paham dengan apa yang sedang dikerjakan. Wajar kalau sebagian anak-anak banyak yang tidak mengerti dengan pelajaran matematika.
            Suatu saat Ariz beserta keluarga diajak Bapak ke tempat kerjanya di Jakarta. Sebuah pabrik perkapalan yang sangat besar. Bapak rupanya bekerja dibagian bengkel kapal-kapal yang  sedang dibuat ataupun kapal yang sedang mengalami kerusakan. Besar sekali pabriknya sehingga membuat kagum siapa saja yang melihatnya. Rupanya seperti ini keseharian Bapak dihabiskan waktu-waktunya dengan benda-benda yang sangat besar.
            Bapak menyadari kalau bertemu dengan anak-anak sangat jarang sekali. Begitu ada di Jakarta maka kami diajak Bapak jalan-jalan. Bapak mengajak ke Ragunan, ke  Monas, ke TMII. Bapak pula yang memperkenalkan kami naik bus way. Sungguh enak sekali bisa naik bus way. Seharian penuh Bapak memanjakan kami dengan mengunjungi tempat-tempat wisata yang ada di Jakarta. Sungguh menyenangkan bisa menyempatkan diri ke lokasi-lokasi yang tadinya Ariz hanya mendengar saja. Kini dengan dikunjungi seperti itu pengalaman Ariz jadi bertambah.
            Memang suka terpikirkan juga idealnya Bapak kerjanya jangan jauh-jauh dari keluarga. Ingin hal seperti itu terjadi. Maklumlah Ariz seorang wanita jadi membutuhkan kasihsayang seorang Bapak. Lagipula kalau ada orang tua setidaknya rumah jadi kelihatan ramai. Ariz sering melihat rumah yang ada fiigur Bapak didalamnya tentu sangat menyenangkan. Beda sekali macam keluarga Ariz yang Bapaknya kadang pulang sebulan sekali bahklan bisa lebih lama lagi. Tapi karena tuntutan kerja Bapak seperti itu maka Ariz masih bisa memaklumi. Barangkali suatu saat Bapak akan bisa pulang ke Cirebon dan bekerja di Cirebon, mudah-mudahan saja.
                                                                        ***
            Sebagai gadis yang sedang tumbuh tentu ada saja pemuda disini yang mulai senang terhadap Ariz. Awalnya hanya minta nomer HP lalu Ariz beri. Dari nomer HP ini anak itu suka sering kirim sms sebut saja namanya  Ajo. Namun Ajo ini ada juga yang menyenangi masih teman Ariz juga. Ketika Ariz minta bantuan Ajo ternyata anak ini mau tetapi ketika teman Ariz yang minta bantuan ternyata Ajo menolaknya.
            Seperti buah simalakama bagi Ariz. Disatu sisi Ariz ingin bertemanan dengan  Yati  tapi disisi lain ada Ajo yang membuat kami jadi sedikit renggang. Yati juga sangat  cemburu ketika Ajo mau mengantarkan Ariz pulang sementara keinginan Yati justru Ajo tolak. Dari sinilah persahabatan Yati dengan Ariz sedikit renggang.
            Di rumah hal yang seperti ini lalu menjadi perhatianh Ariz. Ariz tidak menghendaki persahabatan dengan Yati terputus gara-gara masuknya Ajo. Dipikirkan lama-lama akhirnya Ariz memutuskan untuk lebih memilih persahabatan dengan Yati. Ariz datang ke rumah Yati menjelaskan hal ini. Syukurlah Yati akhirnya mengerti dengan apa yang telah Ariz lakukan. Persahabatan ini akhirnya kembali bersatu.
            Banyak sekali yang dikenang dalam kehidupan ini. Namun dari banyaknya  yang dikenang itu ada hal-hal yang juga sungguh membuat hati tak nyaman. Apapun yang terjadi dalam hidup ini maka hadapilah. Sebagai gadis yang sedang beranjak dewasa maka Ariz berusaha hidup tampil apa adanya. Pengalaman datang silih berganti seperti silih bergantinya siang dengan malam. Mudah-mudahan apa yang Ariz ceritakan ini dapat berguna bagi siapa saja yang suatu saat membaca tulisan ini.

                                                                                                             Cirebon, 18 November 2012
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar