Mengenai Saya

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Nurdin Kurniawan, S.Pd. Bekerja sebagai PNS disalah satu sekolah di kota Kabupaten Cirebon. Selain sebagai guru aktif menulis di beberapa surat kabar yang ada di cirebon. Diorganisasi PGRI tercatat pula sebagai redaktur majalah Diaelktika, majalah milik PGRI Kab. Cirebon. Tinggal di Gebang yang merupakan Kampung Nelayan yang ada di Cirebon

Selasa, 27 Agustus 2019

ASEP DUHANA 2 (Cerpen)


Cerpen
ASEP  DUHANA
Bagian Kedua
Oleh : Nurdin Kurniawan

            Angkot darin arah Ciledug melaju dengan  pelan. Maklumlah hanya ada beberapa gelintir orang didalamnya. Bila sudah siang seperti ini makin jarang orang yang naik angkot. Pada jam-jam tertentu saja yang namanya angkot penuh. Asep duduk di salah satu sudut angkot. Matanya memperhatikan warung di pinggir jalan  yang menjual buah-buahan. Diperhatikan sepi tak ada yang menjaganya. Mata Asep makin tajam memperhatikan  apakah di warung itu ada orangnya atau tidak. Mata Asep tertuju pada sosok yang sedang tidur di ranjang bambu. Asep menarik nafas dalam-dalam setelah tahu apa yang dilihatnya. Dadanya bernafas lega setelah mengetahui kalau ada orang di warung itu.
            Sore itu Asep habis membeli  beberapa barang yang akan dipergunakan untuk keperluan tugas di sekolah. Dari rumah ke Ciledug memang tak seberapa jauhnya. Tadi  memang dirinya tak berhenti dahulu di warung Bapaknya. Warung yang menjual buah-buahan di pingggir jalan. Kalaulah mampir tentu tugas sekolah belum juga  tergarap. Biarlah sang Bapak tidur dengan nyeyaknya sambil menungggu pembeli yang datang.
            Kadang tak tega bila melihat Bapak sendirian di warung. Apalagi tadi ketika angkot lewat Asep melihat sendiri Bapaknya sedang tertidur. Kasihan memang bila melihat kerja keras Bapak. Dari pagi sampai ketemu pagi lagi Bapak selalu berada di warung. Kalau bukan dirinya yang akan menggantikan menjaga warung lalu siapa lagi? Dua kakak Asep sudah bekerja di Jakarta dan di rumah ini hanya Asep dengan Ibu. Ibu kadang menggantikan Bapak kalau        pekerjaan di rumah sudah selesai.
            Usai mengerjakan tugas sekolah Asep buru-buru ke warung . Ia ingin menggantikan Bapak. Biarlah Bapak bisa tidur di rumah. Kasihan tadi ketika Asep melihat Bapak sedang tertidur. Bagaimana nanti kalau barang dagangannya ada yang mencuri? Bagaimana pula perasaannya ketika sedang tidur pulas lalu ada orang yang membeli? Asep merasakan sendiri kalau sedang tidur pulas lalu dibangunkan. Kepala jadi pusing dan terasa berat. Hal seperti itu dialami Bapaknya hampir tiap hari ketika sang Bapak menjaga warung buah-buahan yang dijaganya.
            Hanya bangunan sederhana di mingggir jalan milik pemerintah. Dikelilingi pagar bambu tak kurang dari 3 X 3 meter. Penerangan listrik yang digunakan dapat nyambung dari toko sebelah. Tiap bulannya Bapak harus nyetor listrik yang ia gunakan 2 titik Rp. 40.000. Disamping kiri dan kanan warung Bapak adalah warung-warung kaki lima yang juga sama-sama mengais rejeki. Berderet menjual macam-macam keperluan sehar-hari.  Warung-warung yang berderet itu menjual barang yang berbeda-beda. Jadi walaupun penuh dengan pedagang kaki- lima namun rejeki masing-masing. Tak ada persaingan disini karena memang barang yang dijual juga berbeda-beda.
            “Sudah Pak biar Asep yang menjaga”
Tangan Asep merapihkan buah-buahan yang dipajang didepan. Ada berbagai macam buah seperti apel, jeruk, salak, belimbing, angggur, semangka, buah naga, papaya.  Asep sudah hapal betul harga masing-masing buah yang dijualnya. Tentu itu semua ia dapat dari sang Bapak yang mengajarinya. Buah-buahan yang dijual itu    bisa turun sampai 3.000 rupiah. Jadi kalau ditawarkan pada pembeli harga normal. Setelah tawar-menawar barulah turun hinggga            mencapai angka 3.000 rupiah.
            Biasanya kalau giliran menjaga warung ini dari pukul 14.00  sampai pukul 19.00. Setelah itu Bapak datang lagi untuk menggantikan Asep  sampai pagi. Bapak memang suka tidur di warung . Begitu keseharian yang dilakukan Bapak mengisi  masa tuanya dengan berjualan aneka macam buah-buahan. Semua itu dilakukan karena ia ingin sana anak bisa sekolah tingggi. Memang ada dua anaknya yang sudah pada bekerja, tapi Bapak tak terlalu mengharap banyak. Kedua anaknya itu juga sama-sama prihatin hidupnya. Jangankan untuk memberi orangtua, untuk  anaknya  sendiri saja susah. Orangtuanya sudah merasa senang kalau anak-anaknya terlihat sehat. Masalah kirim mengirim sih kalau ada. Bila tidak ada jangan dipaksa-paksakan yang akhirnya akan membebani anak-anaknya.
                                                                        ***
            Ada perasaan bersalah yang tak bisa Asep lupakan. Dilihatnya beberapa papaya bonyok karena berbenturan dengan benda keras lainnya . Tadi pagi Bapak menyuruh Asep belanja pepaya ke pasar Gebang. Pagi-pagi benar hal itu sudah Asep lakukan. Di Gebang motor seperti biasa diparkir di pingggir jalan. Asep masuk pasar dan motor  dikunci sebagaimana biasanya. Pepaya yang dicari sudah dapat. Besar-besar ukurannya dan harganya bisa terjangkau kalau dijual lagi. Sekembali dari membeli papaya betapa terkejutnya Asep setelah mengetahui keranjang yang tadi terletak di jok bagian belakang tak ada ditempatnya lagi. Asep penasaran lalu mencari-cari disekitarnya barangkali ada orang yang iseng bergurau dengan menyembunyikan tas seharga Rp. 200.000 yang sengaja dibuat untuk membawa buah-buahan dan barang belanjaan lainnya. Putar-puter dicari disekeliling tempat parkir tak juga diketemukan. Ditariknya nafas dalam-dalam. Asep geleng-geleng kepala. Sudah bisa diyakinkan kalau tas itu ada yang mencuri.
            Kini dipikirkan bagaimana caranya papaya yang besar-besar itu bisa terangkut semua di motor? Dadakan Asep membeli karung beras . Hanya beberapa          papaya yang bisa masuk, sisanya masih harus dipikirkan agar terbawa semua. Terpaksa ia taruh disela-sela kaki biar dijepit kaki sekalian. Ditumpuk dengan pepaya yang lainnya. Pokoknya pepaya ini harus terangkut semua.
            Jarak dari Gebang ke Ciledug cukup lumayan juga. Ditambah lagi jalan kabupaten yang dilalui rusak. Gejlag-gejlug sepanjang perjalanan. Sudah juga sangat hati-hati menghindari lubang yang menganga  besar-besar. Tetap saja ada lubang yang tak bisa dihindari diterjang juga. Baru ketahuan pepayanya banyak yang rusak setelah dikeluarkan satu per satu dari karung. Banyak yang bonyok.
            “Pepaya yang seperti inisih tidak bisa dijual kiloan”
            “Haris dijual sudah dalam keadaan dikupas dan dipotong-potong”
Asep menyadari apa yang dilakukannya sudah membuat kecawa sang Bapak. Namun harus bagaimana lagi sebab kejadian seperti ini tidak diduga. Siapa lagi yang dengan  sengaja mengambil tas yang ia bawa? Gara-gara pencuri itulah akhirnya papaya yang tadinya bagus-bagus kini banyak yang bonyok.
            “Asep minta maaf Pak!”
            “Sudah tidak apa-apa”
            “Nanti juga akan terganti”
Beruntung punya Bapak yang sangat pengertian. Bapak memang dari Asep kecil sampai sekarang tidak pernah marah seperti yang Asep lihat pada orang lain kalau orang tua suka memarahi anaknya kalau salah. Bapak orangnya penuh dengan kelembutan. Cukup dengan kata-kata Asep bisa memahami apa yang diingini sang Bapak.
            Kalau sudah rejeki tak seorangpun yang dapat menolaknya. Beberapa pepaya yang masih utuh ternyata cepat juga laku terjual. Yang bonyok tadi  akhirya dikupas dan dijual sudah dalam potongan kecil-kecil kedaan siap santap.  Sisanya dibawa pulang untuk dimakan di rumah. Kadang tetangga juga diberi biar ikut sama-sama merasakan apa yang dijual di jalan.
                                                                        ***
            Menjelang lebaran ada keinginan untuk mencari uang tambahan buat membeli baju baru. Asep tak ingin merepotkan orangtuanya dengan meminta ini dan itu. Kebetulan pula sekolah sudah pada libur. Kesempatan yang sangat bagus memanfaatkan waktu yang seperti ini dengan berjualan.
            Dipikir-pikir jualan apa yang cocok menghadapi situasi menjelang lebaran. Jualan baju? Jualan sembako? Ah… rasa-rasanya kalau jualan seperti kedua barang itu membutuhkan modal yang  cukup besar. Mata ini susah juga dipejamkan memikirkan apa yang hendak dilakukan untuk mewujudkan keinginannya itu.
            Sudah lama tak main ke rumah Paman. Kebetulan jaraknya tidak terlalu jauh, hanya dengan naik sepeda beberapa menit sudah bisa di rumah sang Paman. Paman dan bibinya ini sudah lama berjualan di pasar. Menjelang lebarang ini yang namanya orang pasti butuh akan ketupat.  Maka ini harus dipikirkan. Kira-kira jualan kulit ketupat saja pasti akan banyak orang yang mencarinya.
            “Asep kamu bantuin Paman saja”
            “Ikut Paman jualan bungkus ketupat!”
Kebetulan sekali, dari dulu ada keingiann untuk ikut berjualan dan kini sang Paman menawarinya. Tanpa berpikir lama akhirnya apa yang ditawarkan sanga Paman oleh Asep sanggupi.
            “Kapan jualannya Paman?”
            “Besok”
            Tangan sang Paman memang ahli sekali dalam merangkai janur menjadi ketupat. Dalam hitungan menit sudah jadi apa yang disebutnya sebagai kerangka ketupat.  Asep oleh sang Paman dimodali pula  jualan balon. Dari jualan di pasar ini lumayan juga hasil yang didapat. Hampir tiap hari Asep ikut pamannya. Jualan di pasar tanpa sepengetahuan orangtuanya.
            Bahagia sekali ketika sang Paman memberikan hasil jerih payah Asep.
            “Ini hasil jualan kamu”
Pamannya memberikan uang Rp. 100.000. Uang yang sangat besar yang pernah Asep terima. Hati ini sangat senang sekali. Baru kali ini Asep mendapatkan uang hasil jerih payahnya sendiri tanpa harus minta      ke orangtuanya. Tangan sana Paman langsung Asep cium. Hari ini juga uang itu akan dibelanjakan baju  dan celana.
            Bergegas menuju Supermarket yang tak jauh dari tempat Pamannya mangkal. Banyak orang yang juga sedang mencari pakaian buat anak dan istrinya. Asep terlihat diantara banyak kerumunan yang sedang memilih-milih baju. Setelah mendapatkan yang cocok barulah Asep keluar dari kasir. Uang Rp. 100.000 itu habis semuanya digunakan untuk membeli pakaian. Rp. 20.000 untuk membeli baju dan yang Rp. 80.000 untuk membeli celana. Sungguh puas hati ini dengan kedua barang yang baru dibelinya. Pakaian yang diperoleh dari hasil keringat sendiri. Lebaran kali ini sungguh sangat berarti. Tak terasa air mata hampir menetes dari sela-sela mata Asep. Suatu perjuangan yang tidak mudah. Perjuangan anak kelas 9 SMP untuk memperoleh baju dan celana dari hasil keringatnya sendiri.

                                                                                                          Cirebon, 5 September 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar