Mengenai Saya

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Nurdin Kurniawan, S.Pd. Bekerja sebagai PNS disalah satu sekolah di kota Kabupaten Cirebon. Selain sebagai guru aktif menulis di beberapa surat kabar yang ada di cirebon. Diorganisasi PGRI tercatat pula sebagai redaktur majalah Diaelktika, majalah milik PGRI Kab. Cirebon. Tinggal di Gebang yang merupakan Kampung Nelayan yang ada di Cirebon

Selasa, 27 Agustus 2019

BIMA ARYA ANDRIA (Cerpen)


Cerpen
BIMA ARYA ANDRIA
Oleh : Nurdin Kurniawan

            Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) belum terlalu lama. Setelah masuk semester ganjil langsung dihadang libur awal puasa lagi. Sebagai wali kelas sedang menata-nata kelas. Baru kali ini KBM baru awal-awal sudah mendapatkan laporan tentang anak kelas 7 yang bolos. Terkejut juga ketika mendengar katanya bolos sudah ke 8 kalinya. Langsung saja aku kros cek dengan anak yang yang ditugasi untuk absensi kelas. Ternyata memang ada 8 hari anak tersebut bolos.
            Bolos! Itu artinya dari rumah berangkat namun ketika di sekolah pulang atau tidak nongol lagi. Aku berusaha mencari nomer telpon yang dimiliki si anak. Data dari buku leger memang aku punya nomer telpon anak yang bersangkutan. Tapi bila aku bel ternyata tidak aktif. Aku berusaha untuk mencari nomer telpon yang lainnya. Dari anak didikku yang lain akhirnya didapat nomer anak yang bersangkutan. Rupanya nomer ibunya yang diberikan pada diriku. Ketika aku bel rupanya terdengar musik yang keras sekali. Aku tutup lagi karena aku tidak jelas mendengarkan suara orang dari sana. Setelah ditutup barulah orang yang  aku bel tadi mengebel ulang.
            “Halo dengan siapa ini?”
Karena nomer yang muncul adalah nomer yang aku tadi bel aku yakin ini ada kaitannya dengan Bima Arya Andria yang suka bolos itu.
            “Ya ini nomer gurunya Bima Arya”, jawabku
Orang yang ada di telpon lalau menjelaskan siapa dirinya. Setelah  aku tahu kalau yang nelpon adalah ibunya Bima maka  aku jelaskan kenapa Bima dalam beberapa hari tidak berangkat sekolah.
            “Ah masa sih Pak?”
            “Setahu saya anak saya berangkat selalu”
Aku beberkan data yang selama ini aku punya. Ada 8 hari anak ini bolos sekolah.
            “Kalau begitu Ibu datang saja ke sekolah”
            “Nanti akan dijelaskan lebih lanjut tentang anak ibu”
Aku berharap ibu si anak ini mau datang ke sekolah.
            Sehari sebelumnya aku menerima sms dari seseorang. Kalau dari nadanya seperti orang yang sudah kenal aku lebih dekat.
            “Din mangkat tah?”
Aku yang memang hari ini berangkat sekolah mengatakan ya. Tapi aku tidak tahu nomer siapakah ini. Makanya aku sms ulang menanyakan nomer siapakah ini. Dari sms yang aku terima dia menjawab Bima. Aku tahu anak ini memang bermasalah. Makanya aku tanyakan Bima yang dimaksud.
            “Kemana saja kamu selama ini tidak sekolah?”
            “Lagi di rumahsakit jiwa pak”
Aduh! Dari omongannya yang seperti ini aku langsung gemas. Ada saja anak yang mengaku bernama Bima dengan jawaban yang seenaknya perut. Aku berencana memanggil orang yang bersangkutan.
            Menjelang sekolah usai ada tamu yang datang ingin bertemu denganku. Aku sudah bisa menebak kalau orang itu adalah orangtuanya Bima yang memang aku suruh berangkat ke sekolah. Masih muda karena Bima ini memang anak pertama. Setelah ngobrol kesana kemari barulah masuk keinti pembicaraan.
            “Anak saya selalu berangkat pak!”
            “Bahkan anak ini kalau berangkat diantar sama bapaknya”
            “Sampai masuk ke sekolah tidak?”
            “Bapaknya kalu ngantar sampai gerbang sekolah”
Aku sempat berfikir kenapa pula anak ini lalu tidak ada di sekolah. Rupanya anak ini bolos katika pergantian jam pelajaran. Bahkan ada diantaranya tidak masuk sekolah sama sekali.
            “Ya sudah bu”
            “Besok anak ini harus berangkat lagi”
            “Bima harus ketemu langsung dengan saya”
            “Pokonya anak ini harus mempunyai absensi khusus”
            Esoksnya memang anak ini datang diantar oleh bapaknya. Aku lihat raut anak ini bukan tipe pemberontak atau yang aneh-aneh. Lalu kenapa pula anak ini suka membolos sekolah? Ada banyak pertanyaan kenapa anak ini suka membolos. Sebagai wali kelas tentu aku harus menyelesaikan permasalahan dari anak ini. Setelah dinasehati sepertinya anak ini akan normal kembali lagi.
            Tak ingin anak ini kembali mengulangi kebiasannya bolos, maka selama seminggu Bima harus setor muka. Caranya anak  ini selama pagi dan siang hari kalau berangkat harus minta tandatangan walikelasnya. Begitulah cara agar anak ini tak mengulangi lagi kesalahanya lagi.
            Seminggu sudah berlangsung anak ini memang berangkat dengan rajin. Aku tak segan-segan untuk memberikan tandatangan pada Birma. Aku                 berharap anak ini tak mengulangi lagi kesalahan yang sudah ia lakukan.
            Sebagai bentuk  tanggungjawab sebagai wali kelas aku juga mengadakan home visit. Baru tahu kalau di wilayah Ender bagian utara ada perumahan. Rumah anak ini persis di bibir sungai. Aku juga tak bisa membayangkan kalau lagi banjir. Tapi orang-orang disini sudah terbiasa dengan yang namanya banjir. Terbukti kalau rumah dipinggir sungai dianggapnya biasa saja. Kedatangannya di rumah orangtuanya Bima untuk mempertegas kalau mendidik anak harus sungguh-sungguh. Jangan mudah percaya kalau anak berangkat dari rumah lalu disekolahnya ada. Belum tentu juga! Mudah-mudahan apa yang dialami Bima ini untuk yang terakhir kalinya. Kedatangan walikelas ke se rumah sungguh akan membuat anak ini selalu teringat. Apa yang disampaikan wali kelas mudah-mudahan bisa menyerap di hati Bima.
            Tahu akan kondisi orangtuanya, tahu akan kondisi si anak. Itulah keuntungan kalau kita sedang mengadakan home visit. Mudah-mudahan apa yang aku alami pada hari ini bisa membuat orang-orang yang tadinya tak tahu  akan kebiasaan diriku, tak tahu akan maksud dari kunjungan ke rumah jadi bisa jadi memahami. Mudah-mudahan pula apa yang terjadi hari ini bisa diambil hikmahnya.

                                                                                                           Cirebon, 23 September 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar