Cerpen
P E R J U A N G A N
Oleh : Nurdin Kurniawan
Geleng-geleng kepala mengingat
kejadian yang baru terjadi. Sebenarnya Hendra tak ingin mendekati Pak Gunawan
untuk menyelesaikan persoalan yang satu ini. Namun entah mengapa sepertinya
hanya beliau yang sanggup memecahkan persoalan yang dihadapi. Sudah seperti
siklus 6 bulan sekali kalau sang anak mau memperpanjang kredit semesteran
situasinya seperti ini. Butuh dana tunai yang harus segera bisa dicairkan
dengan cepat.
Dulu ketika akan menguliahkan sang
buah hati terkendala biaya. Kini setelah berjalan beberapa tahun terulang lagi
masalah biaya. Orang bilang wajar kalau mengkuliahkan anak banyak sekali
kebutuhan. Harus bayar ini dan itu, beli ini beli itu. Tapi jangan khawatir
kalau untuk urusan pendidikan sang anak nanti juga ada rejekinya. Hal inilah
yang membuat Hendra optimis seberapa besarnya biaya untuk kuliah sang anak akan
ada jawabannya.
Setelah berfikir panjang maka
harus jalan tegap jangan gontai.
Langkahkan ke rumah Pak Gunawan. Paling tidak ada suatu usaha yang realistis
agar nanti bisa dijelaskan alasannya
pinjam. Dengan bahasa singkat saja bisa mengerti. Setidaknya Pak Gunawan juga punya
anak yang sedang kuliah dan sekolah.
Kalau ada keperluan mendadak yang harus segera ditanggulangi pasti apa saja
dilakukan. Kata orang sekarang yang penting halal.
Dilihat HP andorid cukup lama. Kiranya
apa yang akan diketik untuk Pak Gunawan. Setelah dlihat dan dibaca sekali lagi
isinya meyakinkan. Mudah-mudahan yang seperti ini Pak Gunawan juga mengerti.
Langsung enter biar berita ini yang menjelaskan sendiri bagaimana-bagaimananya
sih terserah yang baca.
Setelah dikirim melalui japri WA menarik
nafas panjang-panjang. Sekiranya ada kemurahan hati yang membaca. Sebab kalau
hal ini gagal sangat berbahaya bagi kelangsungan sang buah hati. Ya Allah
berilah kemurahan hati agar bisa diberikan pinjaman buat kuliah sang buah hati. Mengusap muka berharap
ada jawaban yang menyenangkan dari Pak Gunawan.
Ditungggu beberapa saat ada balasan
dari Pak Gunawan. Boleh. Waduh... betapa senangnya bisa membaca kalimat yang
seperti ini. Perasaan was-was dari awal kini hilang. Puji syukur senantiasa dipanjatkan agar orang yang bernama Gunawan ini diberi kemurahan
dan kemudahan rejeki sehingga bisa membantu teman-teman yang lain.
Dijanjikan sore hari untuk diambil.
Banyaknya tugas yang harus diselesaikan membuat Hendra lupa kalau hari ini
disuruh mengambil pinjaman yang akan dicairkan. Tak apalah nanati sesudah
sholat isya juga tak apa toh sedang
tidak buru-buru. Usai isya ditunggu yang bersangkutan ternyata sedang ada acara
kegaiatan pramuka. Oh iya..., kalau Pak Gunawan seorang pembina pramuka. Kalau
menjelang 17 Agustusan memang pramuka
disibukkan dengan berbagai kegiatan. Salah satunya adalah kegiatan kemping
memperingati hari Paramuka. Diperkirakan pulangnya akan lurut malam membuat
Hendra mengurungkan niat untuk menunggu di depan rumah Pak Gunawan. Ngapain
juga menunggu lama-lama kalau orangnya juga diperkirakan akan pulang larut
malam.
Menatap langit-langit rumah kiranya
apa lagi yang bisa diperbuat. Kalau hanya duduk saja tak akan banyak yang
didapat. Hendra terus berfikir agar dalam bulan ini ada pemasukan yang berarti.
Rasanya sedih kalau punya gaji hanya sebatas tulisan tak berarti. Rekening juga
hanya sebatas angka yang tak berarti.
Maklumlah tidak ada isinya.
Bila dipikir terlalu mendalam hanya
akan membuat kepala botak. Sebuah siklus 6 bulan sekali yang mesti terulang.
Kalau sudah seperti ini apapun harus segera dipersiapkan. Kalau tidak siap
seperti ini jadinya. Ada saja yang harus ditutup dengan segera maka lakukanlah.
Besok pagi-pagi sekali waktu shubuh harus sholat di masjid agar ketemu dengan
Pak Gunawan. Mudah-mudahan bisa ketemu dengan Pak Gunawan sehingga bisa
dicairkan dengan segera.
***
Alhamdulillah
masih bisa diberi kesempata untuk bisa berjumpa dengan hari ini. Pagi sekali
Hendra bangun karena memang malam sebelumnya mata ini seperti sulit untuk
dipejamkan. Bila ada urusan yang belum selesai sepertinya masih ada berfikir
bagaimana untuk sesegera mungkin persoalan itu bisa diselesaikan. Dari kejauhan
mulai terdengar orang yang mengaji. Hendra bangun dari tempat tidur untuk mandi dan menyelesaikan tugas pagi hari
lainnya.
Pakaian kotor yang selesai dicuci tadi
malam kini waktunya untuk dijemur. Walau matahari belum nongol namun harus
segera dijemur agar bisa kering lebih cepat. Kini siap-siap untuk ikut
berjamaah mengikuti sholat shubuh.
Tatapan mata Hendra tertuju pada
setiap jamaah yang masuk masjid. Dilihat satu per satu untuk memastikan apakah Pak
Gunawan ikut berjamaah atau tidak. Alhamdulilllah
sosok yang sedang dicari akhirnya muncul juga. Hanya dari sebuah tatapan
Pak Gunawan juga mengerti kalau lehadiran dirinya sedang ditunggu oleh
seseorang.
Terasa khusu sholat kalau ingin permintaannya segera dikabulkan.
Kadang ada perasaan ingin menangis mengadukan pada Yang Diatas kalau
sedang mengalami permasalahan seperti ini. Namanya juga sedang diuji
pasti ada saja yang membuat haru. Sang imam mengucapkan salam. Selesai juga
sholat berjamaah dipagi yang menyegarkan. Akhirnya bisa juga bersalaman dengan Pak
Gunawan.
“Mampir ke rumah”
Hendra
menganggukkan kepala. Walau belum melihat jumlah uangnya namun kalau sudah ada
kalimat seperti itu rasanya hati ini sedikit terobati. Kalau dipikir-pikir pinjam
kesana kemari belum tentu membuahkan hasil. Sahabat juga kalau sedang mempuyai
permasalahan yang hampir sama sepertinya akan mengalami kegetiran seperti yang
Hendra rasakan. Bahwa manusia hidup seperti itulah yang dirasakan. Kalau ada
suatu masalah yang segera minta diselesaikan
kadang membuat manusia sulit untuk bisa tidur.
Di depan masjid ada rumah yang
berarsitektur terlihat unik. Sepertinya mengikuti gaya ornamen Majapahit. Kalau
dari kejauhan seperti rumah-rumah jaman dahulu. Banyak ragam seni yang ikut
dipajang dihalaman dan dinding-dinding rumahnya. Persis sekali seperti yang dilihat di tv-tv. Sambil
mengucapkan salam lalu duduk melihat burung-burung peliharaan yang sedang
berkicau. Tak terlalu lama akhirnya Pak Gunawan muncul. Membawa amplop dan juga
uang ratusan ribu.
“Nih amplopnya dulu”
Pak
Gunawan menghitung disaksikan oleh Hendra. Ternyata pas Rp. 1,5 juta. Uang yang
sedang dibutuhan oleh Hendra untuk ikut menambah kekurangan buat bayar kuliah
sang anak.
“Saya juga merasakan seperti apa yang
Pak Hendra rasakan sekarang”
“Apalagi saya...”, Pak Gunawan
memperbaiki posisi duduknya
“Masih anak-anak sudah harus
memperhitungkan biaya mondok”
Memang
anak-anaknya Pak Gunawan sedang mondok di pesantren. Kalau dilihat dari segi
kebutuhan memang jauh lebih banyak karena sedari kecil anak-anak sudah mondok.
Seperti itulah kalau saling melihat apa-apa yang sedang dibutuhkan oleh
seseorang. Kadang kita baru menyadari kalau kebutuhan orang lain kadang malah
jauh lebih besar dari yang kita keluarkan.
“Makasih pak...”
“Ya , sama-sama”
Terasa
plong kalau kini mulai lega. Apa yang dipikirkan semalaman akhirnya ada juga
jawabannya. Kekurangan buat biaya semesteran si Aa bisa tertutupi. Semoga uang
ini berkah sehingga si Aa bisa kuliah dengan tenang dan hasilnya juga tidak mengecewakan.
Bukan katanya lagi...., kini sudah
bisa menyadari kalau untuk biaya pendidikan sekarang ternyata bisa dikatakan
dan dirasakan mahal. Untung masih kuliah di sekolah negeri jadi tak semahal
dengan biaya di sekolah swasta. Satu tahap telah dilalui tinggal kini uang yang
ada digabung untuk membayar Uang Kuliah Tunggal.
Merenung jauh tentang pendidikan
buat anak-anak memang harus dari sekarang. Biar apa yang akan dibutuhkan bisa
terjawab dengan mudah pada akhirnya. Maklumlah banyak sekali kebutuhan yang membuat
biaya membengkak beberapa kali dari perkiraan. Satu tertutup hiasanya akan
muncul yang lainnya lagi. Berharap yang seperti ini tentu akan ada solusinya.
Ingin menangis bila sudah menemukan
persoalan yang seperti ini. Rasa-rasanya melangkah untuk yang pertama saja
sulitnya bukan main. Dilihat kebelakang masih ada beberapa adiknya lagi yang
tentunya juga kebutuhan di masa depan tak akan beda jauh. Yang membuat Hendra
tegar adalah ungkapan beberapa teman bahwa kalau untuk biaya pendidikan sang
anak insya Alllah akan ada jawabannya. Walau dilakukan dengan ngesot sekalipun
pasti akan ada jalan. Dan benar jalan yang ditemukan juga dengan bersusah-susah
dahulu. Namun demikin kini terasa lega, satu fase dalam suatu kehidupan telah
dilalui. Dibutuhkan suatu perjuangan yang gigih. Sekali lagi perjuangan yang
tak mengenal menyerah. Yakinlah pasti bisa. Mudah-mudahan Allah beri kemudahan
di fase-fase berikutnya. Disetiap kesulitan pasti akan ada suatu kemudahan,
semoga seperti itu.
Cirebon, 15 Agustus
2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar