CERPEN
AKIK GARUT HIJAU
Oleh : Nurdin Kurniawan
Merenung menatap langit-langit beberapa
saat harus cari dimana lagi. Rasa-rasanya baru punya 4 batu akik merah delima
dan panca warna belumlah cukup. Dilihat Mang Dulloh, Mang Tarmadi dan si Ceccep
anak yang baru kemarin koleksinya sudah banyak. Uang sertifikasi yang baru lalu
sudah habis buat bayar-bayar. Apa lagi kiranya yang bisa jadi uang untuk
membeli lagi batu akik yang sedang digandrungi. Waktu sedang ramai-ramai orang
senang akan bunga Kasmud juga senang dengan berbagai macam jenis tanaman.
Dikoleksilah mulai dari adenium, gelombang
cinta, cemara udang. Harga jutaan juga tidak menjadi masalah. Ketika orang
sudah bosan dengan bergai jenis bunga kini muncul hobi yang baru lagi. Kasmud
juga tidak pernah lupa dengan hobi yang sedang digandrungi oleh kebanyakan
orang. Ketika ramai-ramai dengan hewan peliharaan hobi Kasmud juga beralih pada
hewan-hewan peliharaan. Kasmud senang pada berbagai macam burung yang suaranya
elok dan warnanya menawan. Tidak heran bila dirumahnya banyak sekali jenis burung seperti anis, jalak, perlutut,
ketilang sampai cucok rowo.
Bergulir lagi roda kehidupan
berputar seperti tidak mengenal lelah. Hobi akan tanaman juga mengalami pasang
surut. Kini Kasmud gandrung akan berbagai jenis batu. Orang-orang sering
mengaitkan dengan berbagai macam batu akik. Kasmud seolah tidak mau ketinggalan
dengan fenomena yang terjadi. Ketika anak-anak muda saja senang dengan batu
akik maka Kasmud juga senang. Hobinya yang satu ini cukup mengurus pundi-pundi
yang seharusnya bisa digunakan untuk keperluan lainnya. Tak heran bila kemudian
sang istri banyak nyap-nyap manakala ada keinginan Kasmud membeli batu akik
lagi.
“Pak..pak!”
“Wong itu tanaman bannyak yang tidak
terurus kini sibuk apa lagi?”
“Kalau punya hobi itu yang kira-kira
bisa mendatangkan uang!”
“Bukan malah membuang-buang duit!”
Kasmud tak
peduli dengan omongan sang istri. Toh apa yang ia beli hasil usaha sendiri
tidak minta dari sang mertua.
“Tuh beo niasnya hampir mati tidak
diberi makan!”
“Tuh juga cucok rowonya yang belum
dimandikan”
“Kini ada lagi…”
Kasmud asyik seolah
tidak mendengar omelan sang istri. Kasmud menggosok-gosok batang batu yang terbuat dari perak. Dilihat
diterawang seolah masih ada noda yang melekat. Dilap beberapa kali sambil
diterawang lagi. Ngomong sendiri seperti ada saja kekurangannya. Merah delima
yang dimiliki lalu dicemplungkan ke gelas melihat apakah warna airnya ikut
merah atau tidak.
“Yang seperti ini yang namanya merah
delima”
“Air yang ada di gelas ikut berwarna
merah”
“Baru ini batu asli!”
Geleng-geleng
tertawa sendiri sambil mengusap-usapnya lagi jangan sampai ada noda yang nempel
di batang ataupun di batu merah delimanya.
“Pak….”
“Itu si Neng antar dulu ke sekolah”
“Ngurusi saja batu!”
“Waktunya kerja masih saja
ngusap-usap batu!”
Kasmud melirik
lagi ke sang istri yang sedang melayani pembeli. Jangan sampai sang istri
ngomel-ngonel Kamud bangkit dari tempat duduknya. Segala macam batu yang ia
bersihkan dirawati dimasukan lagi pada tempatnya.
“Ayo Neng sudah siap belum?”
Terlihat anaknya
yang masih sekolah TK siap-siap. Biasanya sang pembantu yang mengantar si
Neng. Hanya karena pembantu sedang sakit
membuat Kasmud yang mengantarkan sang buah hati. Ketiga kakaknya sudah pada berangkat
duluan.
***
Gandrung akan batu akik secara tidak
sengaja ketika ikut mengantar sang istri belaja di Pasar
Kanoman. Sambil menunggu istrinya belanja Kasmud melihat kerumunan orang yang
begitu banyak. Penasaran akan kerumunan itu membuat Kasmud mampir untuk melihat
apa yang ada disana. Setelah dilihat ternyata
orang yang sedang menjual batu akik.
Kasmud hanya bisa geleng-geleng kepala kok orang sangat banyak sekali mengerumuni
si penjual batu. Tak seperti biasanya kalau ada orang yang menjual batu akik
hanya satu dua orang saja yang ada didepannya. Kali ini jumlahnya cukup banyak.
Menjadi perhatian Kasmud juga kok banyak anak muda yang juga senag terhadap
batu akik.
Dilihat anak-anak muda itu
mengenakan batu akik di jari-jarinya. Pedagang yang satu ini memang lihai juga
dalam menawarkan batu koleksinya. Dilihat memang banyak juga koleksi yang dibawa
sang penjual batu akik. Kemasan yang juga menarik membuat Kasmud akhirnya
ikut-ikutan memegang batu akik yang dipajang. Kurang pengetahuan akan batu akik
membuat Kasmud hanya berani memegang-megang saja. Dari pembicaraan orang-orang
yang ada disekitarnya barulah Kasmud mengerti kalau batu akik yang ada punya
nama masing-masing sesuai dengan warnanya. Mulailah Kasmud yang tadinya hanya
melihat-lihat mencoba memasangkan dijari-jarinya.
“Lah kalau yang ini sangat cocok
buat bapak yang berperawakan tinggi”
“Coba yang ini pak…”
Kasmud seperti
menurut saja dengan memasangkan batu berwarna hijau. Kasmud hanya tahu kalau
yang berwarna hijau seperti ini sepertinya giok. Sebab kalau istrinya membeli kalung
mas suka ada bandolnya yang berwarna hijau. Data dari sang istri inilah ia tahu
kalau batu yang berwarna hijau namanya
giok.
“Ini giok bukan?”
“Bukan bapak…”
“Ini batu namanya Garut hijau”
“Oh…dari Garut ya?”, Kasmud balik
bertanya
“Tepat sekali bapak”
“Inilah yang disebut Garut hijau”
Dari warnanya
sungguh menggoda. Dilihat kea rah matahari tembus sampai kebelakang. Persis
seperti bandul kalung sang istri yang disebut batu giok. Kalau bisa mengoleksi
batu Garut hijau rasa-rasanya akan senang sekali. Manis, indah, elok dipandang
mata. Setelah pegang jenis batu-batu yang lain rupanya pada batu Garut hijaulah
hati Kasmud tertambat.
“Berapa harganya Mas?”
“Murah bapak…”
“Hanya 2 juta”
Mahal juga batu
kecil seperti ini mencapai 2 juta dalam hati Kasmud. Walau tadinya tidak ada
keinginan untuk membeli batu namun karena tertarik pada warnanya membuat Kasmud
menyebut angka asal tebak saja.
“Satu juta?”
Tukang batu akik
mengambil batu yang dipegang Kasmud.
Diusap-usap beberapa kali dibersihkan. Diterawanag sampai matanya sipit-sipit menerawang keadaan batu.
“Belum bisa bapak”
“Sudahlah…”
“Untuk
menyambung persaudaraan saja bagaimana kalau mas kawinnya 1,5 juta?”
Kasmud hanya
mesem mendengarkan tawaran dari si penjual batu akik.
“Pak Garut hijau ini sedang ngetrend”
“Kalau bapak lihat anak-anak muda
banyak yang mengenakan Garut hijau”
“Garut hijau bisa tembus angka 5
juta loh pak!”
Entah kenapa akhirnya
Kasmud berani merogoh kocek dan memberikan uang 1,5 juta pada si penjual batu
akik tersebut.
Dari batu akik Garut hijau pengetahuan
Kasmud akan nama-nama batu akik terus bertambah. Dari yang satu saja yaitu
Garut hijau kini merambah ke batu yang lainnya. Jadilah kini Kasmud pengoleksi
batu akik. Baru punya 4 koleksi rasa-rasanya terlalu sedikit. Wadah batu akik
kini dibelinya. Semakin sedikit saja koleksi batu akik setelah melihat ada 16 lubang
yang ada di wadah yang belum terisi. Dipikirkan terus agar bagaimana jumlahnya
yang 16 ini hisa diisi semua.
Empat jari Kasmud kini terhiasi dengan
cincin batu akik. Warnanya memang mencolok karena terkena sinar matahari. Gaya
jalan Kasmud juga seperti ada wibawa. Kebiasaan barunya adalah sering mengusap-usap
batu ke pinggir celana panjangnya. Sesekali dlihat batu akik yang dikenakan.
“Tambah lagi koleksinya pak Kasmud?”
Kasmud mesem
ketika Ginanjar yang sahabat menanyakan koleksi batu akiknya.
“Iya nih batu dapat merah delima”
“Wah barang mahal tuh pak?”
“Ah …tidak, biasa saja”
Tangan Kasmud
digosok-gosokkan ke celana panjangnya.
“Berapa Pak Kasmud maharnya?”
“Murah kok hanya 4 juta”
Ginanjar seolah
tak percaya dengan harga batu yang mencapai jutaan rupiah. Tapi ia percaya
kalau orang macam Kasmud bisa membeli batu-batu hias yang mahal juga harganya.
“Apa khasiatnya Pak Kasmud?”
Kasmud lalu
mencopot batu akik dari kelingkingnya. Diterawang ke atas sinar matahari.
“Merah delima ini khasiatnya untuk
menumbuhkan hawa panas, menambah tenaga, membantu lebih giat bekerja, membantu membuka
cakra pertama”
Entah dengan
mengoleksi banyak batu seperti dengan sendrinya Kasmud mengerti macam-macam
khasiat batu. Tadinya hal seperti itu tidak terpikirkan sama sekali. Ratningsih
yang dari tadi mendengarkan obrolan sang suami dengan Ginanjar hanya geleng-geleng
kepala. Setelah tamunya pulang Ratningsih memberanikan diri menghampiri sang
suami.
“Pak..pak jangan terlalu percaya sama batu”
“Bisa musrik nantinya!”
“Percayalah pada Allah yang memberikan
kekuatan”
“Bukan pada batu!”
Kasmud
terbelalak dengan omongan sang istri. Dari dahulu ia juga tidak percaya pada
hal-hal seperti itu. Kasmud hanya percaya pada Allah.
“Lah tadi bapak katakan pada si
Ginanjar tentag khasiat batu”
“Oh…kalau itu memang iya”
“Yang namanya batu punya khasiat
masing-masing”
“Tapi saya ingatkan agat jangan
terjerumus pada kekuatan atau isi batu!”
“Bisa musrik nantinya”
Kasmud
mengguk-angguk mengerti dengan apa yang disampaikan sang istri.
“Ngomong-ngomong yang merah ini
berapa harganya pak?”
Kasmud hati-hati
dalam memberikan penjelasan harga batu ini. Dahulu burung beo dapat beli 2,5 juta mengakunya dapat beli 250 ribu saja
agar sang istri tidak marah-marah. Untuk batupun harus demikian sebab kalau
mengatakan sejujurnya sang istri bisa marah-marah.
“Murah kok hanya 300 ribu saja”
Sang sitri yang
juga tidak tahau akan harga batu mahal hanya mengiyakan saja. Bagi Ratningsih
suaminya boleh hobi apa saja yang penting uang dapur ngebul dan jangan sampai
melupakan dirinya. Perhatian pada Ratningsih jangan terkurangi gara-gara
terlalu lama memperhatikan batu atau memandikan burung yang butuh waktu ber
jam-jam. Kasmud mesem dan tertawa dalam hati. Mudah-mudahan sang istri tidak
marah dengan hobinya yang satu ini. Kalau bisa nanti koleksi Garut hijaunya
akan bertambah lagi . Sebentar lagikan gaji ke-13 akan cair!
Cirebon, 29 Januari 2015
nurdinkurniawan@ymail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar