Mengenai Saya

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Nurdin Kurniawan, S.Pd. Bekerja sebagai PNS disalah satu sekolah di kota Kabupaten Cirebon. Selain sebagai guru aktif menulis di beberapa surat kabar yang ada di cirebon. Diorganisasi PGRI tercatat pula sebagai redaktur majalah Diaelktika, majalah milik PGRI Kab. Cirebon. Tinggal di Gebang yang merupakan Kampung Nelayan yang ada di Cirebon

Selasa, 25 Juni 2019

AKIK GARUT HIJAU (Cerpen)


CERPEN

AKIK GARUT HIJAU
Oleh : Nurdin Kurniawan

            Merenung menatap langit-langit beberapa saat harus cari dimana lagi. Rasa-rasanya baru punya 4 batu akik merah delima dan panca warna belumlah cukup. Dilihat Mang Dulloh, Mang Tarmadi dan si Ceccep anak yang baru kemarin koleksinya sudah banyak. Uang sertifikasi yang baru lalu sudah habis buat bayar-bayar. Apa lagi kiranya yang bisa jadi uang untuk membeli lagi batu akik yang sedang digandrungi. Waktu sedang ramai-ramai orang senang akan bunga Kasmud juga senang dengan berbagai macam jenis tanaman. Dikoleksilah  mulai dari adenium, gelombang cinta, cemara udang. Harga jutaan juga tidak menjadi masalah. Ketika orang sudah bosan dengan bergai jenis bunga kini muncul hobi yang baru lagi. Kasmud juga tidak pernah lupa dengan hobi yang sedang digandrungi oleh kebanyakan orang. Ketika ramai-ramai dengan hewan peliharaan hobi Kasmud juga beralih pada hewan-hewan peliharaan. Kasmud senang pada berbagai macam burung yang suaranya elok dan warnanya menawan. Tidak heran bila dirumahnya banyak sekali  jenis burung seperti anis, jalak, perlutut, ketilang sampai cucok rowo.
            Bergulir lagi roda kehidupan berputar seperti tidak mengenal lelah. Hobi akan tanaman juga mengalami pasang surut. Kini Kasmud gandrung akan berbagai jenis batu. Orang-orang sering mengaitkan dengan berbagai macam batu akik. Kasmud seolah tidak mau ketinggalan dengan fenomena yang terjadi. Ketika anak-anak muda saja senang dengan batu akik maka Kasmud juga senang. Hobinya yang satu ini cukup mengurus pundi-pundi yang seharusnya bisa digunakan untuk keperluan lainnya. Tak heran bila kemudian sang istri banyak nyap-nyap manakala ada keinginan Kasmud membeli batu akik lagi.
            “Pak..pak!”
            “Wong itu tanaman bannyak yang tidak terurus kini sibuk apa lagi?”
            “Kalau punya hobi itu yang kira-kira bisa mendatangkan uang!”
            “Bukan malah membuang-buang duit!”
Kasmud tak peduli dengan omongan sang istri. Toh apa yang ia beli hasil usaha sendiri tidak minta dari sang mertua.
            “Tuh beo niasnya hampir mati tidak diberi makan!”
            “Tuh juga cucok rowonya yang belum dimandikan”
            “Kini ada lagi…”
Kasmud asyik seolah tidak mendengar omelan sang istri. Kasmud  menggosok-gosok  batang batu yang terbuat dari perak. Dilihat diterawang seolah masih ada noda yang melekat. Dilap beberapa kali sambil diterawang lagi. Ngomong sendiri seperti ada saja kekurangannya. Merah delima yang dimiliki lalu dicemplungkan ke gelas melihat apakah warna airnya ikut merah atau tidak.
            “Yang seperti ini yang namanya merah delima”
            “Air yang ada di gelas ikut berwarna merah”
            “Baru ini batu asli!”
Geleng-geleng tertawa sendiri sambil mengusap-usapnya lagi jangan sampai ada noda yang nempel di batang ataupun di batu merah delimanya.
            “Pak….”
            “Itu si Neng antar dulu ke sekolah”
            “Ngurusi saja batu!”
            “Waktunya kerja masih saja ngusap-usap batu!”
Kasmud melirik lagi ke sang istri yang sedang melayani pembeli. Jangan sampai sang istri ngomel-ngonel Kamud bangkit dari tempat duduknya. Segala macam batu yang ia bersihkan dirawati dimasukan lagi pada tempatnya.
            “Ayo Neng sudah siap belum?”
Terlihat anaknya yang masih sekolah TK siap-siap. Biasanya sang pembantu yang mengantar si Neng.  Hanya karena pembantu sedang sakit membuat Kasmud yang mengantarkan sang buah hati. Ketiga kakaknya sudah pada berangkat duluan.
                                                                        ***
            Gandrung akan batu akik secara tidak sengaja  ketika  ikut mengantar sang istri belaja di Pasar Kanoman. Sambil menunggu istrinya belanja Kasmud melihat kerumunan orang yang begitu banyak. Penasaran akan kerumunan itu membuat Kasmud mampir untuk melihat apa yang ada disana. Setelah dilihat ternyata  orang yang sedang  menjual batu akik. Kasmud hanya bisa geleng-geleng kepala kok orang sangat banyak sekali mengerumuni si penjual batu. Tak seperti biasanya kalau ada orang yang menjual batu akik hanya satu dua orang saja yang ada didepannya. Kali ini jumlahnya cukup banyak. Menjadi perhatian Kasmud juga kok banyak anak muda yang juga senag terhadap batu akik.
            Dilihat anak-anak muda itu mengenakan batu akik di jari-jarinya. Pedagang yang satu ini memang lihai juga dalam menawarkan batu koleksinya. Dilihat memang banyak juga koleksi yang dibawa sang penjual batu akik. Kemasan yang juga menarik membuat Kasmud akhirnya ikut-ikutan memegang batu akik yang dipajang. Kurang pengetahuan akan batu akik membuat Kasmud hanya berani memegang-megang saja. Dari pembicaraan orang-orang yang ada disekitarnya barulah Kasmud mengerti kalau batu akik yang ada punya nama masing-masing sesuai dengan warnanya. Mulailah Kasmud yang tadinya hanya melihat-lihat mencoba memasangkan dijari-jarinya.
            “Lah kalau yang ini sangat cocok buat bapak yang berperawakan tinggi”
            “Coba yang ini pak…”
Kasmud seperti menurut saja dengan memasangkan batu berwarna hijau. Kasmud hanya tahu kalau yang berwarna hijau seperti ini sepertinya giok. Sebab kalau istrinya membeli kalung mas suka ada bandolnya yang berwarna hijau. Data dari sang istri inilah ia tahu kalau batu yang berwarna hijau namanya  giok.
            “Ini giok bukan?”
            “Bukan bapak…”
            “Ini batu namanya Garut hijau”
            “Oh…dari Garut ya?”, Kasmud balik bertanya
            “Tepat sekali bapak”
            “Inilah yang disebut Garut hijau”
Dari warnanya sungguh menggoda. Dilihat kea rah matahari tembus sampai kebelakang. Persis seperti bandul kalung sang istri yang disebut batu giok. Kalau bisa mengoleksi batu Garut hijau rasa-rasanya akan senang sekali. Manis, indah, elok dipandang mata. Setelah pegang jenis batu-batu yang lain rupanya pada batu Garut hijaulah hati Kasmud tertambat.
            “Berapa harganya Mas?”
            “Murah bapak…”
            “Hanya 2 juta”
Mahal juga batu kecil seperti ini mencapai 2 juta dalam hati Kasmud. Walau tadinya tidak ada keinginan untuk membeli batu namun karena tertarik pada warnanya membuat Kasmud menyebut angka asal tebak saja.
            “Satu juta?”
Tukang batu akik mengambil batu yang dipegang Kasmud.  Diusap-usap beberapa kali dibersihkan. Diterawanag sampai matanya  sipit-sipit menerawang keadaan batu.
            “Belum bisa bapak”
            “Sudahlah…”
“Untuk menyambung persaudaraan saja bagaimana kalau mas kawinnya 1,5 juta?”
Kasmud hanya mesem mendengarkan tawaran dari si penjual batu akik.
            “Pak Garut hijau ini sedang ngetrend”
            “Kalau bapak lihat anak-anak muda banyak yang mengenakan Garut hijau”
            “Garut hijau bisa tembus angka 5 juta loh pak!”
Entah kenapa akhirnya Kasmud berani merogoh kocek dan memberikan uang 1,5 juta pada si penjual batu akik tersebut.
            Dari batu akik Garut hijau pengetahuan Kasmud akan nama-nama batu akik terus bertambah. Dari yang satu saja yaitu Garut hijau kini merambah ke batu yang lainnya. Jadilah kini Kasmud pengoleksi batu akik. Baru punya 4 koleksi rasa-rasanya terlalu sedikit. Wadah batu akik kini dibelinya. Semakin sedikit saja koleksi batu akik setelah melihat ada 16 lubang yang ada di wadah yang belum terisi. Dipikirkan terus agar bagaimana jumlahnya yang 16 ini hisa diisi semua.
            Empat jari Kasmud kini terhiasi dengan cincin batu akik. Warnanya memang mencolok karena terkena sinar matahari. Gaya jalan Kasmud juga seperti ada wibawa. Kebiasaan barunya adalah sering mengusap-usap batu ke pinggir celana panjangnya. Sesekali dlihat batu akik yang dikenakan.
            “Tambah lagi koleksinya pak Kasmud?”
Kasmud mesem ketika Ginanjar yang sahabat menanyakan koleksi batu akiknya.
            “Iya nih batu dapat merah delima”
            “Wah barang mahal tuh pak?”
            “Ah …tidak, biasa saja”
Tangan Kasmud digosok-gosokkan ke celana panjangnya.
            “Berapa Pak Kasmud maharnya?”
            “Murah kok hanya  4 juta”
Ginanjar seolah tak percaya dengan harga batu yang mencapai jutaan rupiah. Tapi ia percaya kalau orang macam Kasmud bisa membeli batu-batu hias yang mahal juga harganya.
            “Apa khasiatnya Pak Kasmud?”
Kasmud lalu mencopot batu akik dari kelingkingnya. Diterawang ke atas sinar matahari.
            “Merah delima ini khasiatnya untuk menumbuhkan hawa panas, menambah tenaga, membantu lebih giat bekerja, membantu membuka cakra pertama”
Entah dengan mengoleksi banyak batu seperti dengan sendrinya Kasmud mengerti macam-macam khasiat batu. Tadinya hal seperti itu tidak terpikirkan sama sekali. Ratningsih yang dari tadi mendengarkan obrolan sang suami dengan Ginanjar hanya geleng-geleng kepala. Setelah tamunya pulang Ratningsih memberanikan diri menghampiri sang suami.
            “Pak..pak  jangan terlalu percaya sama batu”
            “Bisa musrik nantinya!”
            “Percayalah pada Allah yang memberikan kekuatan”
            “Bukan pada batu!”
Kasmud terbelalak dengan omongan sang istri. Dari dahulu ia juga tidak percaya pada hal-hal seperti itu. Kasmud hanya percaya pada Allah.
            “Lah tadi bapak katakan pada si Ginanjar tentag khasiat batu”
            “Oh…kalau itu memang iya”
            “Yang namanya batu punya khasiat masing-masing”
            “Tapi saya ingatkan agat jangan terjerumus pada kekuatan atau isi batu!”
            “Bisa musrik nantinya”
Kasmud mengguk-angguk mengerti dengan apa yang disampaikan sang istri.
            “Ngomong-ngomong yang merah ini berapa harganya pak?”
Kasmud hati-hati dalam memberikan penjelasan harga batu ini. Dahulu burung beo dapat  beli 2,5 juta mengakunya dapat beli 250 ribu saja agar sang istri tidak marah-marah. Untuk batupun harus demikian sebab kalau mengatakan sejujurnya sang istri bisa marah-marah.
            “Murah kok hanya 300 ribu saja”
Sang sitri yang juga tidak tahau akan harga batu mahal hanya mengiyakan saja. Bagi Ratningsih suaminya boleh hobi apa saja yang penting uang dapur ngebul dan jangan sampai melupakan dirinya. Perhatian pada Ratningsih jangan terkurangi gara-gara terlalu lama memperhatikan batu atau  memandikan burung yang butuh waktu ber jam-jam. Kasmud mesem dan tertawa dalam hati. Mudah-mudahan sang istri tidak marah dengan hobinya yang satu ini. Kalau bisa nanti koleksi Garut hijaunya akan bertambah lagi . Sebentar lagikan gaji ke-13 akan cair!


                                                                                                    Cirebon, 29 Januari 2015
                                                                                                    nurdinkurniawan@ymail.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar