Mengenai Saya

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Nurdin Kurniawan, S.Pd. Bekerja sebagai PNS disalah satu sekolah di kota Kabupaten Cirebon. Selain sebagai guru aktif menulis di beberapa surat kabar yang ada di cirebon. Diorganisasi PGRI tercatat pula sebagai redaktur majalah Diaelktika, majalah milik PGRI Kab. Cirebon. Tinggal di Gebang yang merupakan Kampung Nelayan yang ada di Cirebon

Rabu, 19 Juni 2019

BENTONGOR (Cerpen)


Cerpen
BENTONGOR
Oleh : Nurdin Kurniawan

            Usai pulang dari kantor Guru Ata rehat sebentar meluruskan kaki yang terasa pegal-pegal  sambil menonton acara tv. Melihat perkembangan hasil pemilu yang barusan digelar. Dinamika kehidupan politik yang dinamis membuat berita yang masuk setiap detiknya  bisa saja berubah. Saluran  lalu dipindahkan pada acara lawak yang bisa membuat pikiran jadi sedikit lebih rilek. Baru juga duduk suara bel berbunyi seperti ada tamu di depan. Dilihat seorang ibu paruh baya yang hampir menangis menghampiri Guru Ata.
            “Anak saya si Noni sudah 3 hari tidak pulang”
            “Bagaimana ini pak guru?”
Guru Ata yang tidak tahu permasalahan sebelumnya jadi terperangah mendengarkan penuturan Casminah yang juga tetangga dekat Guru Ata.
            “Bisanya tidak pulang bagaimana ceritanya?”
Entah seperti ada yang ditutup-tutupi oleh Casminah mengenai anaknya ini.
            “Anak ini memang bentongor pak!”
            “Punya anak perempuan satu-satunya bentongor seperti ini!”
            “Anak saya yang laki-laki tidak seperti ini pak!”
            “Aduh….”
            “Dasar bentongor!”
Desakan Guru Ata akhirnya Casminah mau juga menceritakan kondisi ekonomi yang sedang dihadapi. Kekurangan ini dan itu sementara anaknya yang  beranjak gadis sama seperti anak anak seusianya ingin punya ini dan itu. Guru Ata kini mengerti persoalan yang sedang dihadapi anak kelas 8 SMP .
            “Ibu sudah mencari kemana saja?”
Casminah lalu menceritakan beberapa kerabat dekatnya yang dihubungi, disamping itu teman-teman Noni juga dihubungi. Mereka tidak mengetahui keberadaan Noni. Kepada Guru Atalah diharapkan keberadaan Noni bisa diketemukan.
            “Nanti saya tanyakan beberapa temannya di sekolah”
            “Mudah-mudahan bisa lebih jelas dengan apa yang sedang dihadapi si anak”
Akhirnya Casminah pulang sedikit lega tentang keberadaan anaknya akan  dibantu oleh gurunya Noni.
            Dilihat absensi dikelasnya memang Noni termasuk anak yang paling getol absen. Dalam bulan Maret saja sudah beberapa hari ianak ini tidak sekolah. Sementara keterangan ibunya kemarin kalau anak ini setiap hari berangkat. Ini artinya si Noni bolos entah ada dimana. Inisiatip Guru Ata sendiri untuk mengetahui keberadaan si Noni. Dipikir ada-ada saja kelakuan anak yang satu ini. Bisanya merepotkan tetangga disaat sedang santai seperti ini. Namun tetap saja yang namanya hidup betetetangga maka harus bisa membantu dan ikut membaur dengan lingkungan.
            Beberapa teman si Noni di kelas 8.A ditanyai satu per satu. Mulailah menemukan titik terang. Dari teman-teman dekat Noni lalu menjuruslah pada sebuah nama. Guru Ata lalu mencatat nama –nama yang suka berhubungan dekat dengan Noni. Mulai bisa disimpulkan kalau yang tahu persis keberadaan Noni adalah orang  yang namanya si Dodi ini. Ia adalah anak pengangguran yang baru saja lulus SMP. Rupanya Dodi sedang menjalin asmara dengan Noni. Tapi kemarin dilihat si Dodi naik motor hanya sendirian. Lalu dimana keberadaan si Noni? Inilah yang harus diketahui dengan segera.
            Seperti kisah detektip saja akhirnya Guru Ata mencoba mengurutkan kejadian-kejadian. Ketika si Dodi lewat didepan mata Ata langsung memanggilnya. Karuan Dodi yang juga mantan muridnya dipangggil sang guru lalu menghampiri.
            “Bapa mau bicara sebentar”
            “Ada apa sih pak?”
Anak ini lalu memarkirkan motornya. Dibawa ke ruang kepala sekolah agar suasananya jadi lebih menyenangkan.
            “Begini …”
Anak ini lalu ditepuk-tepuk bahunya
“Bukannya bapak mau menuduh kamu…”
            “Kalau si Noni sekarang ada dimana?”
Tidak enak barangkali kalau menyembunyikan sesuatu dengan guru. Dari kegelisahan yang dialami Dodi setidaknya Ata tahu kalau anak ini tahu akan keberadaan Noni.
            “Kerja jeh pak!”
            “Kerja dimana?”, desak Ata
            “Di Cirebon pak jadi pembantu rumahtanggga”
Guru Ata kaget juga setengah tidak percaya kala anak kelas 8 ini dikatakan sedang bekerja.
            “Atas perintah siapa anak ini kerja?”
            “Noninya sendiri jeh pak yang minta kerja”
            “Katanya sih ingin punya uang nanti kalau gajian uagnya bisa buat beli HP”
            “Ingin bisa jajan ….”
Banyak sekali yang diungkapkan Dodi mengenai si Noni. Guru Ata tidak hibis pikir kenapa anak yang sedang sekolah kok tiba-tiba ingin bekerja? Rupanya dari anaknya sendiri yang ingin punya ini dan itu sementara keadaan orangtua yang tidak memungkinkan. Akhirnya anak dengan segala resikonya memilih bekerja menjadi pembantu rumah tangga. Informasi dari Dodi inilah yang akan disampaikan Guru Ata pada Casminah sebagai ibunya.
            Casminah hanya bisa menagis tersedu mengetahui kalau anaknya berada di Cirebon menjadi pembantu rumahtangga.
            “Kalau saya punya uang sih pak guru…”
            “Saya juga ingin membahagiakan seperti anak-anak yang lain”
            “Tapi pak guru tahu sendiri kondisi kami!”
Guru Ata tidak bisa menyalahkan sepenuhnya Noni yang lebih memilih bekerja untuk menuruti segala keinginan dirinya. Cara inilah yang membuat geger orang sekampung. Kalau saja  diberitahu orangtuanya tentu tidak akan mencari-cari kesana-kemari seperti ini.
                                                                        ***

            Baru beranjak dewasa dan belum banyak pengalaman yang didapat. Usia baru 14 tahun hanya saja tubuh Noni memang bongsor jadi terlihat besar. Bekerja menjadi pembantu belum sepenuhnya tertangani dengan baik. Ada rasa capai yang dirasakan Noni apalagi kalau kerjanya seperti tidak mengenal waktu. Baru beberapa bulan anak ini bekerja dan kali ini terasa lelah mengdapi pekerjan yang tidak selesai-selesai. Terpikirkan ingin kembali sekolah lagi. Ternyata mencari  uang tidak semudah seperti yang ia bayangkan. Noni akhirnya pulang lagi ke kampung tidak melanjutkan menjadi pembantu  disalah satu keluarga.
            Di rumah Noni mengutarakan keinginannya untuk sekolah lagi. Casminah juga merasakan kalau seusia anaknya ini pekerjaaan belum terpegang dengan baik. Seusia Noni bukannya untuk bekerja mencari uang. Merasa kasihan akan keinginan anaknya yang ingin sekolah lagi maka Casminah mengahadap guru Ata lagi. Dijelaskan panjang lebar pada guru Ata keingian anaknya yang ingin sekolah.
            “Bu anak ini tidak masuk sekolah sudah hampir 4 bulan”
            “Kalau anak ini masuk lagi sudah bisa dipastikan tidak akan naik kelas!”
            “Ibu mau anaknya tidak naik kelas?”
Sepeti terasa berat melihat sang anak akan tinggal kelas namun Casminah tidak ingin melihat anaknya di rumah terus. Yang penting anaknya bisa sekolah lagi kalau harus tidak naik kelas tak apa-apa.
            Noni akhirnya berada di kelas lagi bersama dengan teman-teman lamanya. Banyak temannya saling bertatapan melihat wajah Noni yang sudah lama tidak berjumpa. Tak mau ambil pusing anak-anak yang lain juga tidak memperhatikan dengan kehadiran lagi Noni. Bagi teman yang lain ada atau tidak ada yang namanya Noni seperti hal yang biasa saja. Karena banyak sekali kegiatan yang tidak diikuti Noni maka diakhir tahun setelah bagi buku raport Noni dinyatakan tidak naik kelas.
            Sehari dua hari ditahun ajaran baru Noni masih bertahan. Tidak kuat dengan ejekan teman-temannya atau bagaimana Noni tidak mau berangkat lagi ke sekolah. Pihak sekolah juga melayangkan beberapa kali surat panggilian agar yang bersangkutan sekolah lagi. Dikunjungi kerumahnya anak ini tetap saja tidak  memperlihatkan keinginan untuk sekolah kembali. Dengan terpaksa akhirnya anak ini menyatakan pengunduran dirinya.
            “Kamu ini bagaimana sih Noni?’
            “Dulu minta sekolah lagi tapi kalau sudah tidak naik ingin tidak sekolah lagi!”
            “Sekolah dianggap main-main!”
Noni hanya diam saja diomeli sang ibu. Dirinya yang bertubuh besar inginnya kalau sekolah naik seperti yang lainnnya. Kalau tetap tinggal di kelas 8 tentu tidak mau. Anak jaman sekarang memang ingin enak sendiri tidak tahu aturan yang telah ditetapkan  sekolah.
            Tidak ada kegiatan lagi yang dilakukan si Noni. Ia makin dekat saja dengan si Dodi yang hampir tiap malam selalu apel. Casminah yang juga makcomblang dikampungnya tentu merasa risi dengan ulah sang anak. Pacarnya di Dodi yang hanya penganguran berat tentu akan menambah pusing dirinya nanti kalau anak ini jadi dengan si Dodi. Dihadapan sudah bakal terlihat kalau kehidupan anaknya bakal suram kalau jadi dengan si Dodi. Sekarang saja anaknya banyak permintaan nanti akan diberi apa anaknya kalau kawin dengan si Dodi? Tak ingin hal itu terjadi lalu Casminah memikirkan bakal jodoh buat anaknya. Satu per satu orang-orang yang terlihat mapan dikampungnya ia absen. Tak apalah tua juga yang penting bisa membahagiakan anaknya. Otak terus berfikir akhirnya sampai juga pada salah seorang anak temannya yang sudah lama jomblo tapi sudah memiliki umur. Anak ini sudah 41 tahun usianya namun masih sendiri. Baru pulang dari Taiwan! Adik-adiknya saja diberi motor oleh anak ini apalagi kalau nanti kawin dengan si Noni setidaknya  bisa membahagiakan pikir Casminah sederhana.
            Sudah lihai dalam hal urusan menjodoh-jodohkan anak. Apalagi kalau sekatang yang ingin dijodohkannya ini adalah anaknya sendiri. Casminah ingin agar anaknya bisa bahagia tentu dengan versi Casminah. Setidaknya dapat Taiwanan yang sudah bertahun-tahun sudah dipastikan  uangnya banyak. Inilah yang ada di benak orang tua seperti Casminah. Walaupun ia sudah banyak dipusing kan oleh ulah sang anak. Bentongor-bentongor juga adalah anak sendiri. Harus bagaimana lagi? Model anak yang seperti ini jangan diberikan pilihan. Kalau orangtuanya sudah setuju pasti anak akan setuju juga! Itulah doktrin yang diberikan Casminah.
            Dipilihnya waktu yang tepat agar sang anak bisa mau menerima pilihan sang orangtua.
            “Nok sini duduk dekat ibu”
            “Ada khabar yang baik dari ibu”
Casminah lalu membuka kantong kresek hitam yang berisi kotak  hp.
            “Ini ada HP baru dari si Juned yang baru pulang dari Taiwan”
            “Kamu mau!”
Yang namanya Noni dari dulu ingin HP tentu tawaran seperti itu tidak dipikir terlalu lama.
            “Mau-mau”, sambil merebut bungkusan HP yang masih berada ditangan sang ibu
            “Tapi kamu harus juga mau dengan Juned!”
Sudah capai dengan hidup miskin membuat Noni menerima saja apa yang ditawarkan  sang ibu. Dari dahulu keinginan mempunyai HP tidak pernah terlealisir kini seperti dalam mimpi ada orang yang memberikan HP. Masalah Juned usianya lebih tua  bagi Noni tidak menjadi masalah. Yang penting orang ini tidak pernah  menyakiti orang lain. Kalau Juned sampai usia 41 tahun belum memiliki jodoh bukannya tanpa alasan. Pendapat-pendapat miring tentang Juned selalu dikesampingkan. Yang penting Juned adalah orang yang bisa memberikan kebahagiaan tak terkecuali segala pemberian-pemberiannya selama ini termasuk HP!
            Usia yang terpaut jauh yang satu 14 tahun sedang yang satu 41 tahun. Bersanding duduk berdua dipelaminan seolah jagad ini hanya mereka yang memilikinya. Usia muda tidak menghalangi untuk bisa meresmikan pernikahan. Seperti biasa…. usia Noni yang masih muda lalu dituakan agar bisa lolos administrasi di KUA.

                                                                                                          Cirebon, 30 April 2014
                                                                                                          nurdinkurniawan@ymail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar