Cerpen
DEDUL FAITHFUL
Oleh : Nurdin Kurniawan
Pagi yang cerah disambut nyanyin
burung walau dalam sangkar. Merenung harus mencari siapa lagi yang harus
dijadikan obyek buat tulisanku. Merenung
sebentar melihat kebelakang siapa kiranya anak-anak yang punya prestasi bagus
dan bisa dijadikan sebuah cerita yang kiranya dapat membangkitkan siswa yang
lain untuk jauh lebih berprestasi lagi.
Kulangkahkan
kaki mencari-cari informasi kiranya mendapatkan sesuatu yang bermanfaat untuk
aku tulis. Informasi-informasi seperti itu kadangkala datangnya tidak bisa
dikira-kira. Kalau lagi banyak tentunya enak sekali untuk menorehkannya dalam
sebuah tulisan. Cukup lama akhirnya ketemu juga apa yang aku inginkan.
Aku
arahkan motor ini pada suatu Sekolah Menengah Atas (SMA). Menurut informasi yang
aku terima ada seorang siswanya yang sudah menelorkan buku tentang cerpen.
Tertarik juga dengan jalan hidup yang ia geluti, setidaknya masih SMA sudah
bisa menghasilkan tulisan yang sudah bisa dibaca oleh orang lain.
Sudah
tak asing lagi aku memasuki sekolah yang satu ini. Dulu aku sempat mengawas UN
beberapa kali di sekolah yang sama. Kali ini aku akan mewawancarai Kepala
Sekolahnya untuk diangkat profilnya pada majalah yang aku ada didalamnya.
Kepala sekolahnya tentu sudah tidak asing lagi bagiku. Aku kemukakan maksud dan
tujuanku datang ke sekolah ini.
“Oh…
silahkan”
“Senang
sekali kalau mau memprofilkan SMAN 1 Babakan”
Mulailah
beberapa pertanyaan aku ajukan agar data yang aku miliki jadi lebih sempurna.
Tanya ini dan itu sampai tak terasa waktu yang ada dihabiskan untuk wawancara
dengan Pak Kepala Sekolah. Aku masih punya tujuan lagi karena angin mengorek
data tentang salah seorang muridnya yang sudah terbilang bagus dengan
menghasilkan sebuah buku tentang cerpen.
“Pak terimakasih…”
Aku akhiri saja
wawancara dengan Bapak Kepala Sekolah.
“Siapa tadi anak yang akan
diwawancarai?”, ujar Pak Imang
Aku sebutkan
anak yang akan aku mintai keterangan berkenaan dengan tulisan yang sudah pernah
ia telurkan. Pak Imang lalu keluar ruangan sebentar menyuruh salah seorang anak
buahnya untuk mencari anak yang bernama Dede Abdul Hamid. Tak berapa lama
kemudian anak yang dicari sudah ada dihadapanku.
“Silahkan wawancaranya dilanjutkan”
“Bapak
tingggalkan dulu!”
Pak Kepala Sekolah
lalu keluar ruangan. Aku sempat tak enak juga karena ruangan ini adalah ruangan
kerja beliau.
“Maaf nih Pak jadi mengganggu?”
“Oh…tidak apa-apa”
***
Malam sebelumnya aku sempat sms-an dengan anak ini. Aku tanyakan
apa-apa yang akan aku wawancarai biar anak punya persiapan.
“Kok datangnya lama Pak?”
Aku tidak
menjelaskan memang kalau tadi sempat mewawancarai kepala sekolah dulu. Wajar
kalau anak ini rupanya menunggu kedatanganku.
“Mana bukunya?”
Dede lalu
mengeluarkan buku cerpen yang baru pertamakalinya terbit. Judulnya Gulali Pemberian Nenek. Aku perhatikan
buku itu tampak menarik juga untuk aku baca. Desain sampulnya memang bagus.
Setidaknya untuk seorang pemula keluarnya sebuah buku adalah sesuatu yang cukup
membanggakan. Tidak banyak orang yang seperti ini, apalagi di Indonesia yang namanya
kegiatan tulis menulis tidak sebanyak yang aku lihat. Orang enggan sekali untuk
menorehkan hasil karyanya di sebuah tulisan yang bagus. Ada kecenderungan kalau
orang di Indonesia lebih senang ngomong daripada menulis.
“Bagaimana ceritanya bisa sampai
menjadi sebuah buku?”
Anak ini lalu
menceritakan kesukaannya akan dunia internet. Sampai suatu saat ia menemukan alamat web yang didalamnya mengumpulkan
orang-orang yang suka tulis menulis dan suka menerbitkan karya tulis orang
lain. Dari sinilah lalu Dedul mencoba mengirimkan naskah yang ia punya. Gayung
bersambut. Rupanya beberapa tulisan yang dibuat Dedul ada yang disenangi
penerbit. Dedul waktu itu hanya punya 6 judul sementara penerbit minta jumlahnya
15 judul.
“Walau tidak ada cadangan namun
berusaha untuk dipenuhi”
“Setiap malam aku membuat beberapa
cerpen tentang anak-anak”
“Akhirnya apa yang diminta penerbit
bisa terpenuhi”
Langsung saja
naskah cerpen yang diminta lalu dikirim via email. Ada harap-harap cemas kalau
naskah yang ia kirimkan nanti tidak dimuat. Tapi bersyukur hanya 2 bulan menunggu
khabar tentang cerpen yang dikirim
akhirnya terwujud. Dedul dapat paket yang berisi 3 karya Dedul yang sudah berbentuk
buku.
“Alangkah senangnya bisa melihat buku
hasil karya sendiri”
Apa yang dilakukan Dedul kini mulai
merambah ke penulisan artikel. Cerpen setidaknya bisa ia kuasai. Tinggal kini
menunggu beberapa tulisan yang berupa artikel yang ia kirim ke beberapa koran
lokal yang ada di Cirebon.
“Untuk apa saja uangnya kalau
honornya cair?”
Anak ini
tersenyum simpul.
“Teman-teman pada tahu sih Pak kalau
saya suka kirim cerpen atau artikel”
“Mereka juga tahu kalau cerpen atau
artikel saya dimuat”
“Ya… uangnya buat mentraktir teman-teman!”
Kalau sudah satu judul dimuat maka akan
ada ketertarikan lagi untuk membuat karya selanjutnya. Tenyata enak juga kalau
sudah bisa menghasilkan uang sendiri walau jumlahnya tidak seberapa. Untuk
ukuran di kampung ini uang yang
dihasilkan dari honor menulis tentunya sangat berharga. Terbukti bisa
mentraktir teman-teman segala.
Sebagai pemula apa yang ditulis
Dedul cukup sederhana. Ia menuliskan konsep cerpen yang dibuat pada HP jadul yang
hanya itu yang Dedul punya. Kalimat demi kalimat ia yang ketik. Setelah satu
judul sesesai sudah maka ia periksa lagi. Setelah yakin ia kirimkan apa yang
barusan di tik tadi ke koran. Walhasil sudah beberapa kali nama Dedul muncul di
beberapa koran lokal yang ada di Cirebon.
Menyadari akan betapa pentingnya alat
seperti note book dan laptop maka kini terpikirkan juga
bagaimana bisa memiliki alat yang satu ini.
“Nanti kalau royaltinya sudah turun
akan saya tabungkan Pak”
“Ingin punya note book”
Suatu keingiann
yang wajar masalahnya seorang penulis kini harus berhadapan dengan alat seperti
laptop. Kalau tidak punya seperti apa yang dilakukan
Dedul. Sementara ini ia hanya menggunakan HP jadul untuk mengetik banyak
kalimat. Patut diacungkan jempol untuk pengorbanan anak yang satu ini. Tak ada
rotan akarpun jadi.
Keahlian menulis sudah dimiliki oleh
Dedul sejak ia masih di SMP. Tinggal mengoles terus-terusan agar tulisan yang
ia hasilkan mempunyai ciri dari para penulis lainnya. Beruntung bisa menulis
dan bisa menghasilkan buku. Tidak semua orang bisa melakukan seperti apa yang
dilakukan oleh Dedul.
***
Hidup sederhana dari kalangan
petani. Anak bungsu dari 3 bersaudara ini makin rajin saja menghasilkan tulisan-tulisan cerpen. Apa yang ditulisnya
kebanyakan fiksi. Imajinasi Dedul melambung tinggi kalau sudah menuliskan kisah
fiksi. Khayalannya terbawa sampai jauh bersama dengan tokoh yang ia tuliskan.
Berimajinasi ternyata bisa menghasilkan
uang! Itulah yang kini dialami Dedul
Faithful. Makin banyak mimpi yang muncul maka makin banyak pula ide-ide cemerlang
yang akan dihasilkan. Apalagi seusia Dedul alam khayalnya masih bisa melambung
tinggi. Suatu keuntungan yang biasa dimiliki oleh anak-anak seusia Dedul.
Bila ditanya cita-cita tentu banyak
pilihan. Dedul berkeinginan agar nanti ia bisa menjadi seorang dosen dan
seorang penulis yang sangat terkenal. Berkenaan dengan cita-citanya yang
terakhir ini sudah ia miliki tinggal menunggu cita-cita yang berikutnya.
Bakat sudah dimiliki tinggal
mengasahnya saja. Dedul adalah contoh anak yang sudah bisa mengembangkan hasil imajinasinya menjadi
sebuah karya tulis. Hal yang seperti ini tidak mudah dijumpai pada anak-anak
seusianya. Hal yang seperti inilah yang seharusnya mendapatkan apresiasi dari
siapapun juga. Menghargai hasil karya milik orang lain. Tidak mudah menjumpai
orang yang punya kemampuan yang seperti ini. Sebagai sesama penulis tentunya
aku mengharapkan agar apa yang dimiliki Dedul terus dikembangkan. Bisa menjadi
diri sendiri dengan kemampuan yang dimiliki. Terus dan terus asah kemampuan
menulis itu sehingga nanti bisa menjadikan Dedul orang yang mampu berdiri di
atas kaki sendri tentunya dengan karya-karya yang spektakuler.
Satu perjalanan telah dilalui, satu
pengalaman telah aku dapatkan. Hidup
mencari makna, mencari apa yang sebelumnya tidak kita dapatkan. Apa yang sudah
didapatkan hari ini maka setidaknya bisa menjadikan kita sadar bahwa hari esok
harus lebih baik dari hari ini. Jangan sampai terlewatkan satu haripun dengan
menghasilkan karya-karya terbaik milik kita. Semoga apa yang telah kita
dapatkan pada hari ini setidaknya bisa menjadi bekal buat esok hari. Gali dan terus gali potensi diri agar bisa
menghasilkan karya terbaik kita. Selamat buat ananda Dedul Faithful yang telah
mencoba mengapresiasikan apa yang ada didalam dirinya menjadi sesuatu yang sangat
berharga. Bisa menghasilkan tulisan yang bisa dinikmati selain oleh dirinya
juga oleh orang banyak.
Masih saja mengolah imajinasi sehingga
menjadikan sesuatu yang bisa dinikmati oleh siapapun juga. Keahlian menulis ternyata mudah-mudah sulit. Mudahnya adalah karena
menulis itu bagian dari keseharian kita, sulitnya ternyata tidak semua orang bisa
mengembangkan imajinasi yang ada di otaknya. Beruntunglah orang yang bisa memadukan
keduanya. Otak bisa jalan dengan adanya ide-ide yang bermunculan. Diolah
menjadi barisan kata sehingga bisa bermakna. Itulah kehidupan yang fana!
Selamat berkarya!
Cirebon, 13 Desember 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar