Mengenai Saya

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Nurdin Kurniawan, S.Pd. Bekerja sebagai PNS disalah satu sekolah di kota Kabupaten Cirebon. Selain sebagai guru aktif menulis di beberapa surat kabar yang ada di cirebon. Diorganisasi PGRI tercatat pula sebagai redaktur majalah Diaelktika, majalah milik PGRI Kab. Cirebon. Tinggal di Gebang yang merupakan Kampung Nelayan yang ada di Cirebon

Kamis, 27 Juni 2019

DEDUL FAITHFUL (Cerpen)


Cerpen
DEDUL FAITHFUL
Oleh : Nurdin Kurniawan

            Pagi yang cerah disambut nyanyin burung walau dalam sangkar. Merenung harus mencari siapa lagi yang harus dijadikan obyek buat tulisanku.  Merenung sebentar melihat kebelakang siapa kiranya anak-anak yang punya prestasi bagus dan bisa dijadikan sebuah cerita yang kiranya dapat membangkitkan siswa yang lain untuk jauh lebih berprestasi lagi.
Kulangkahkan kaki mencari-cari informasi kiranya mendapatkan sesuatu yang bermanfaat untuk aku tulis. Informasi-informasi seperti itu kadangkala datangnya tidak bisa dikira-kira. Kalau lagi banyak tentunya enak sekali untuk menorehkannya dalam sebuah tulisan. Cukup lama akhirnya ketemu juga apa yang aku inginkan.
Aku arahkan motor ini pada suatu Sekolah Menengah Atas (SMA). Menurut informasi yang aku terima ada seorang siswanya yang sudah menelorkan buku tentang cerpen. Tertarik juga dengan jalan hidup yang ia geluti, setidaknya masih SMA sudah bisa menghasilkan tulisan yang sudah bisa dibaca oleh orang lain.
Sudah tak asing lagi aku memasuki sekolah yang satu ini. Dulu aku sempat mengawas UN beberapa kali di sekolah yang sama. Kali ini aku akan mewawancarai Kepala Sekolahnya untuk diangkat profilnya pada majalah yang aku ada didalamnya. Kepala sekolahnya tentu sudah tidak asing lagi bagiku. Aku kemukakan maksud dan tujuanku datang ke sekolah ini.
“Oh… silahkan”
“Senang sekali kalau mau memprofilkan SMAN 1 Babakan”
Mulailah beberapa pertanyaan aku ajukan agar data yang aku miliki jadi lebih sempurna. Tanya ini dan itu sampai tak terasa waktu yang ada dihabiskan untuk wawancara dengan Pak Kepala Sekolah. Aku masih punya tujuan lagi karena angin mengorek data tentang salah seorang muridnya yang sudah terbilang bagus dengan menghasilkan sebuah buku tentang cerpen.
            “Pak terimakasih…”
Aku akhiri saja wawancara dengan Bapak Kepala Sekolah.
            “Siapa tadi anak yang akan diwawancarai?”, ujar Pak Imang
Aku sebutkan anak yang akan aku mintai keterangan berkenaan dengan tulisan yang sudah pernah ia telurkan. Pak Imang lalu keluar ruangan sebentar menyuruh salah seorang anak buahnya untuk mencari anak yang bernama Dede Abdul Hamid. Tak berapa lama kemudian anak yang dicari sudah ada dihadapanku.
            “Silahkan wawancaranya dilanjutkan”
“Bapak tingggalkan dulu!”
Pak Kepala Sekolah lalu keluar ruangan. Aku sempat tak enak juga karena ruangan ini adalah ruangan kerja beliau.
            “Maaf nih Pak jadi mengganggu?”
            “Oh…tidak apa-apa”
                                                                        ***
             Malam sebelumnya aku sempat sms-an dengan anak ini. Aku tanyakan apa-apa yang akan aku wawancarai biar anak punya persiapan.
            “Kok datangnya lama Pak?”
Aku tidak menjelaskan memang kalau tadi sempat mewawancarai kepala sekolah dulu. Wajar kalau anak ini rupanya menunggu kedatanganku.
            “Mana bukunya?”
Dede lalu mengeluarkan buku cerpen yang baru pertamakalinya terbit. Judulnya Gulali Pemberian Nenek. Aku perhatikan buku itu tampak menarik juga untuk aku baca. Desain sampulnya memang bagus. Setidaknya untuk seorang pemula keluarnya sebuah buku adalah sesuatu yang cukup membanggakan. Tidak banyak orang yang seperti ini, apalagi di Indonesia yang namanya kegiatan tulis menulis tidak sebanyak yang aku lihat. Orang enggan sekali untuk menorehkan hasil karyanya di sebuah tulisan yang bagus. Ada kecenderungan kalau orang di Indonesia lebih senang ngomong daripada menulis.
            “Bagaimana ceritanya bisa sampai menjadi sebuah buku?”
Anak ini lalu menceritakan kesukaannya akan dunia internet. Sampai suatu saat ia  menemukan alamat web yang didalamnya mengumpulkan orang-orang yang suka tulis menulis dan suka menerbitkan karya tulis orang lain. Dari sinilah lalu Dedul mencoba mengirimkan naskah yang ia punya. Gayung bersambut. Rupanya beberapa tulisan yang dibuat Dedul ada yang disenangi penerbit. Dedul waktu itu hanya punya 6 judul sementara penerbit minta jumlahnya 15 judul.
            “Walau tidak ada cadangan namun berusaha untuk dipenuhi”
            “Setiap malam aku membuat beberapa cerpen tentang anak-anak”
            “Akhirnya apa yang diminta penerbit bisa terpenuhi”
Langsung saja naskah cerpen yang diminta lalu dikirim via email. Ada harap-harap cemas kalau naskah yang ia kirimkan nanti tidak dimuat. Tapi bersyukur hanya 2 bulan menunggu khabar tentang cerpen yang  dikirim akhirnya terwujud. Dedul dapat paket yang  berisi 3 karya Dedul yang sudah berbentuk buku.
            “Alangkah senangnya bisa melihat buku hasil karya sendiri”
            Apa yang dilakukan Dedul kini mulai merambah ke penulisan artikel. Cerpen setidaknya bisa ia kuasai. Tinggal kini menunggu beberapa tulisan yang berupa artikel yang ia kirim ke beberapa koran lokal yang ada di Cirebon.
            “Untuk apa saja uangnya kalau honornya cair?”
Anak ini tersenyum simpul.
            “Teman-teman pada tahu sih Pak kalau saya suka kirim cerpen atau artikel”
            “Mereka juga tahu kalau cerpen atau artikel saya dimuat”
            “Ya… uangnya buat mentraktir teman-teman!”
            Kalau sudah satu judul dimuat maka akan ada ketertarikan lagi untuk membuat karya selanjutnya. Tenyata enak juga kalau sudah bisa menghasilkan uang sendiri walau jumlahnya tidak seberapa. Untuk ukuran di kampung ini uang  yang dihasilkan dari honor menulis tentunya sangat berharga. Terbukti bisa mentraktir teman-teman segala.
            Sebagai pemula apa yang ditulis Dedul cukup sederhana. Ia menuliskan konsep cerpen yang dibuat pada HP jadul yang hanya itu yang Dedul punya. Kalimat demi kalimat ia yang ketik. Setelah satu judul sesesai sudah maka ia periksa lagi. Setelah yakin ia kirimkan apa yang barusan di tik tadi ke koran. Walhasil sudah beberapa kali nama Dedul muncul di beberapa koran lokal yang ada di Cirebon.
            Menyadari akan betapa pentingnya alat seperti note book dan laptop maka kini terpikirkan juga bagaimana bisa memiliki alat yang satu ini.
            “Nanti kalau royaltinya sudah turun akan saya tabungkan Pak”
            “Ingin punya note book
Suatu keingiann yang wajar masalahnya seorang penulis kini harus berhadapan dengan alat seperti laptop.  Kalau tidak punya seperti apa yang dilakukan Dedul. Sementara ini ia hanya menggunakan HP jadul untuk mengetik banyak kalimat. Patut diacungkan jempol untuk pengorbanan anak yang satu ini. Tak ada rotan akarpun jadi.
            Keahlian menulis sudah dimiliki oleh Dedul sejak ia masih di SMP. Tinggal mengoles terus-terusan agar tulisan yang ia hasilkan mempunyai ciri dari para penulis lainnya. Beruntung bisa menulis dan bisa menghasilkan buku. Tidak semua orang bisa melakukan seperti apa yang dilakukan oleh Dedul.
                                                                        ***
            Hidup sederhana dari kalangan petani. Anak bungsu dari 3 bersaudara ini makin rajin saja menghasilkan  tulisan-tulisan cerpen. Apa yang ditulisnya kebanyakan fiksi. Imajinasi Dedul melambung tinggi kalau sudah menuliskan kisah fiksi. Khayalannya terbawa sampai jauh bersama dengan tokoh yang ia tuliskan.
            Berimajinasi ternyata bisa menghasilkan uang!  Itulah yang kini dialami Dedul Faithful. Makin banyak mimpi yang muncul maka makin banyak pula ide-ide cemerlang yang akan dihasilkan. Apalagi seusia Dedul alam khayalnya masih bisa melambung tinggi. Suatu keuntungan yang biasa dimiliki oleh anak-anak seusia Dedul.
            Bila ditanya cita-cita tentu banyak pilihan. Dedul berkeinginan agar nanti ia bisa menjadi seorang dosen dan seorang penulis yang sangat terkenal. Berkenaan dengan cita-citanya yang terakhir ini sudah ia miliki tinggal menunggu cita-cita yang berikutnya.
            Bakat sudah dimiliki tinggal mengasahnya saja. Dedul adalah contoh anak yang sudah bisa  mengembangkan hasil imajinasinya menjadi sebuah karya tulis. Hal yang seperti ini tidak mudah dijumpai pada anak-anak seusianya. Hal yang seperti inilah yang seharusnya mendapatkan apresiasi dari siapapun juga. Menghargai hasil karya milik orang lain. Tidak mudah menjumpai orang yang punya kemampuan yang seperti ini. Sebagai sesama penulis tentunya aku mengharapkan agar apa yang dimiliki Dedul terus dikembangkan. Bisa menjadi diri sendiri dengan kemampuan yang dimiliki. Terus dan terus asah kemampuan menulis itu sehingga nanti bisa menjadikan Dedul orang yang mampu berdiri di atas kaki sendri tentunya dengan karya-karya yang spektakuler.
            Satu perjalanan telah dilalui, satu pengalaman  telah aku dapatkan. Hidup mencari makna, mencari apa yang sebelumnya tidak kita dapatkan. Apa yang sudah didapatkan hari ini maka setidaknya bisa menjadikan kita sadar bahwa hari esok harus lebih baik dari hari ini. Jangan sampai terlewatkan satu haripun dengan menghasilkan karya-karya terbaik milik kita. Semoga apa yang telah kita dapatkan pada hari ini setidaknya bisa menjadi bekal buat esok hari.  Gali dan terus gali potensi diri agar bisa menghasilkan karya terbaik kita. Selamat buat ananda Dedul Faithful yang telah mencoba mengapresiasikan apa yang ada didalam dirinya menjadi sesuatu yang sangat berharga. Bisa menghasilkan tulisan yang bisa dinikmati selain oleh dirinya juga oleh orang banyak.
            Masih saja mengolah imajinasi sehingga menjadikan sesuatu yang bisa dinikmati oleh siapapun juga. Keahlian menulis  ternyata mudah-mudah sulit. Mudahnya adalah karena menulis itu bagian dari keseharian kita, sulitnya ternyata tidak semua orang bisa mengembangkan imajinasi yang ada di otaknya. Beruntunglah orang yang bisa memadukan keduanya. Otak bisa jalan dengan adanya ide-ide yang bermunculan. Diolah menjadi barisan kata sehingga bisa bermakna. Itulah kehidupan yang fana! Selamat berkarya!

                                                                                                         Cirebon, 13 Desember 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar