Mengenai Saya

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Nurdin Kurniawan, S.Pd. Bekerja sebagai PNS disalah satu sekolah di kota Kabupaten Cirebon. Selain sebagai guru aktif menulis di beberapa surat kabar yang ada di cirebon. Diorganisasi PGRI tercatat pula sebagai redaktur majalah Diaelktika, majalah milik PGRI Kab. Cirebon. Tinggal di Gebang yang merupakan Kampung Nelayan yang ada di Cirebon

Selasa, 25 Juni 2019

BOS KOREAAN (Cerpen)


Cerpen
BOS KOREAAN
Oleh : Nurdin Kurniawan

            Bukan pemuda kalau hanya tahu daerahnya sendiri. Bukan pula pemuda kalau lahir bahkan nanti mati juga dikubur di desa sendiri. Ya… di desanya  dari mulai lahir sampai mati. Begitu jelas dan mempesona apa yang disampaikan Aa Inu  mantan buruh migrant alumni Koreaan yang sudah hampir 8 tahun bekerja di Korea. Pulang di kampungnya langsung saja menjadi bos bagi pemuda-pemudi  di desanya yang ingin kerja di Korea. Pemuda di desanya memang terkendala masalah uang pemberangkatan yang hampir diatas 16 juta bahkan lebih. Dari sinilah Aa Inu sebagai penyelamat. Ia mau menalangi siapa saja yang akan berkeja di Korea. Uang untuk keperluan tiket sampai paspor ia talangi dengan suatu perjanjian uang kiriman gaji selama 3 bulan berturut-turut harus untuk membayar hutang orang yang pinjam tadi.
            Bisnis memberangkatkan orang yang akan ke Korea ternyata menguntungkan juga. Dua kali pembayaran saja dari gaji sudah tertutup apa yang menjadi hutang orang yang bersangkutan. Satu bulannya sisanya adalah untung yang didapat. Hampir tak pernah ada TKI yang mengecewakan. Rata-rata anak-anak muda ini memenuhi janjinya. Terkenallah Aa Inu sebagai bos Koreaan.
            Mobil, tanah, bahkan kini buka bisnis cuci salju mobil dan motor. Lumayan juga usaha yang digeluti anak muda ini. Masih muda namun  termasuk orang yang lumayan juga usahanya. Di desanya Aa Inu termasuk bisnisman muda yang diperhitungkan. Walaupun hanya lulusan SMP namun pengalamannnya di negeri ginseng membuat ia banyak wawasan.
            Juned adalah teman sepermainan Inu waktu kecil. Hanya saja dalam segi materi Inu jauh lebih sukses. Juned walapun sarjana dari lulusan sebuah PTN negeri namun sampai sekarang masih saja ngehonor pada  beberapa sekolah. Penghidupannya yang tak kunjung baik membuat jiwa Juned goyah. Ia iangin juga membahagiakan anak dan istrinya. Dari honor mengajar di 2 sekolah tak memberikan penghasilan yang cukup. Pulang hampir  sore-sore terus namun isi rumah tak pernah penuh. Perabotnya masih jauh dari kata lengkap.
            “Bu saya ingin mencoba peruntungan di negeri orang”
            “Teman saya si Inu sanggup memberikan pinjaman untuk keberangkatan dan lain-lainnya”
            “Hanya saja tinggal dipotong pada saat saya menerima gaji ke1,2, barangkali ke-3”
            “Bagaimana bu?”
Rumini tak langsung memberikan jawabn. Ditatapnya wajah sang suami. Selama ini dia tak pernah minta yang tidak-tidak. Tapi walau demikian harus diakui kalau untuk kepeluan sehari-hari hanya gali dan tutup lobang saja. Apalagi anak tertuanya kini mau masuk SMP. Walau tidak mengemukakan penolakan namun Rumini tak bisa berbuat banyak. Sang suami akhirnya diiyakan untuk mencari rejeki di negeri ginseng.
            Tak satu sen pun yang dikeluarkan  Jened untuk bekerja di Korea. Dari awal memang sudah disepakati segala biaya keperluan akan ditalangi oleh Inu. Saking percayanya Jujed hanya tahu kalau setidaknya 3 bulan gajinya akan mengalir ke kas Inu. Habis mau bagaimana lagi hanya dengan cara inilah barangkali nasibnya akan berubah. Ia harus rela mengorbankan anak istri untuk mencari nafkah di negeri orang.
                                                                        ***
            Shubuh sudah naik sepeda membeli apa yang akan dijual lagi didepan rumahnya. Kali ini Rumini tidak bisa tinggal  diam. Selepas Juned berangkat ke Korea ia yang tadinya hanya ibu rumahtangga kini harus banting stir. Rumini memberanikan diri berjualan sayuran dan keperluan lainnya untuk dijual lagi. Walau tidak seberapa yang ia dapatkan namun ia yakin bisa membantu pengeluarannya yang selama ini hanya mengandalkan honor sang suami.
            Tak terasa sudah berganti bulan. Sang suami hanya mengabarkan kalau dirinya tidak bisa memberikan apa-apa karena bulan pertama ini gaji Juned mengalir ke Inu. Rumini hanya bisa membaca berkali-kali isi surat dari sang suami. Ia sadar kalau sang suami bisa ke Korea juga atas jasa teman  sang suami. Begitu pula dengan bulan kedua dan ketiga. Rumini tahu hanya sampai bulan ketiga sang suami punya perjanjian dengan Inu.
            Bulan keempat adalah bulan yang bisa menjadi pengharapan bagi Rumini. Kalau bulan ke-4 ini sang suami akan mengirim gaji sesuai dengan standar di Korea. Ditunggu minggu pertama. Minggu kedua sampai minggu ketiga sang suami belum juga kirim. Rumini akhirnya mencoba mendatangi wartel ingin tahu khabar sang suami kenapa sampai saat ini belum juga mengirimkan gajinya. Hari yang sangat senang ketika telpon itu sampai juga ke sang suami. Setelah panjang lebar bicara tentang anak barulah Rumini beranikan menanyakan tentang gaji.
            “Itulah yang saya heran Bu”
            “Ternyata si Inu punya alasan kalau ada biaya tambahan yang diluar kesepakatan yang hanya 3 bulan”
            “Alasannya untuk ini dan itulah”
            “Saya juga sempat marah-marah namun itu… gajinya sudah dipotong lewat perusahaan jadi tidak bisa berbuat banyak”
Rumini hanya diam saja mendengarkan pembicaran sang suami. Ada saja kelakuan orang yang dengan tega menyunat gaji suaminya yang diluar kesepakatan. Mau menanyakan langsung pada Inu juga oleh sang suami dilarang.
            “Jangan-jangan…”
            “Kalau bulan kelima dipotong baru kita lawan!”
Apa yang dilakukan Aa Inu ternyata juga dilakukan pada teman-teman seangkatan Juned. Tidak sedikit orang yang diberangkatakan inu. Sudah bisa dihitung  Inu bisa meraup ratusan juta dari orang yang ia berangkatkan. Banyak yang mengumpat dengan ulah Inu.
“Makan gaji orang!”
“Semoga dilaknat Allah!”
Rejeki memang tak akan lari kemana. Bulan kelima barulah Rumini bisa menikmati gaji sang suami. Lumayan juga untuk menutup hutang yang cukup banyak. Ada rasa syukur dengan bisa menikmati gaji pertama  sang suami.
                                                            ***
Roda kehidupan terus bergulir. Kadang diatas kadang dibawah. Inu yang bisnisnya kini merambah ke petani bawang mengalami beberapa kali kerugian. Usaha bisnis menanam bawang seperti halnya judi. Kalau tidak tahu tekniknya hanya akan jebol saja. Makanya usaha yang satu ini beresiko besar. Tiga kali gagal rupanya rugi ratusan juta rupiah. Pundi-pundi dari calo TKI banyak yang tersedot ke penamaman bawang.
Mulai hancurnya bisbis yang dikelola Aa Inu initerlihat sekali setelah ia bersekutu dengan salah seorang bos dari Kalimantan. Dari bisnis batubara ini ia malah ditipu. Modal yang ditanamkan pada bisnis batubara dibawa kabur oleh rekan bisnisnya. Aa Inu yang dikenal di desanya dengan orang kaya kini mulai terlilit hutang di bank.
“Tuh…kalau bisnis dengan cara mengambil keringat orang lain!”
“Kini Allah membalas tingkahnya”, ujar Narsiti yang nasibnya sama dengan Rumini yang suaminya gajinya dipotong oleh Inu.
Rumah Aa Inu yang kini ditempati akhirnya harus dijual karena Inu didatangi oleh debt colektor sebuah bank. Tak lama berselang keesokan harinya dari bank yang lain juga menagih. Terpaksa rumah yang selama ini menaugi anak dan istri dijual juga.
            Bos Koreaan yang sukses tahunan di Korean kini harus jadi mansuia biasa lagi. Bahkan sepeda motor yang dibawanya untuk keliling mencoba bisnis runtukan juga adalah punya sang adik. Aa Inu kini sudah tidak bisa menjalankan usahanya seperti dulu lagi. Apa yang ia usahakan sudah banyak orang yang tahu. Orang sudah tahu kalau dari kebaikannya itu mengambil untung yang dluar kewajaran. Aa Inu yang berkendaraan mobil kini tidak tampak seperti dulu lagi. Sesekali ia mampir di tong sampah mencari sampah plastik ataupun kardus yang kiranya bisa dijual ke bos rongsok. Itulah  yang namanya kehidupan bergulir terus seperti roda . Kadang diatas kadang ada dibawah.

                                                                                                       Cirebon, 31 Januari 2014
                                                                                                       nurdinkurniawan@ymail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar