Mengenai Saya

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Nurdin Kurniawan, S.Pd. Bekerja sebagai PNS disalah satu sekolah di kota Kabupaten Cirebon. Selain sebagai guru aktif menulis di beberapa surat kabar yang ada di cirebon. Diorganisasi PGRI tercatat pula sebagai redaktur majalah Diaelktika, majalah milik PGRI Kab. Cirebon. Tinggal di Gebang yang merupakan Kampung Nelayan yang ada di Cirebon

Rabu, 19 Juni 2019

DINASTI POLITIK (Artikel)


ARTIKEL

DINASTI  POLITIK
Oleh : Nurdin Kurniawan, S.Pd. *)

           
            Menyimak salah satu liputan khusus di salah satu televisi swasta tentang putaran kepemimpinan yang terjadi di Klaten, Jawa Tengah sungguh menyesakkan dada. Seperti tidak ada orang lain lagi yang bisa menjadi pemimpin. Atau memang Klaten masyarakatnya mengalami krisis kepemimpinan? Tapi tidak juga mengingat selama pemilihan kepala daerah berlangsung lebih dari satu calon yang maju. Namun demikian perputaran yang terjadi hanya dari itu ke itu juga. Perputaran dari dua keluarga besar bupati ke wakil bupati berlanjut dari istri ke istrinya. Begitu dan begitu yang terjadi di Klaten.
            Adalah Bupati Klaten saat ini bernama Sri Hartini. Beliau ini adalah wakil dari bupati sebelumnya, Sunarna, yang menjabat selama dua periode selama 2005-2015. Sri Hartini ini sendiri adalah istri dari bupati Klaten periode 2000-2005, Haryanto Wibowo. Mari berlanjut ke wakilnya, Sri Mulyani. Beliau ini adalah istri dari mantan bupati Sunarna. Jadi, setelah sepuluh tahun mendampingi sang suami menjadi bupati, kini beliau menjabat menjadi wakil bupati mendampingi mantan wakil dari suaminya. Dan begitulah terjadinya Duo Sri yang kekuasaannya akan bercokol setidaknya hingga 2020, dan sangat mungkin diperpanjang lagi.
            Sri Hartini, yang terpilih menjadi bupati periode 2015-2020, merupakan istri Haryanto Wibowo, Bupati Klaten periode 2000-2005. Dinama sang suami ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan buku paket tahun ajaran 2003/2004 senilai Rp 4,7 miliar. Politikus dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini juga dituduh terlibat perkara korupsi penggunaan duit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk pergi ke luar negeri. Kasus Haryanto ditutup setelah kematiannya.
Sebelum memimpin Klaten, pada periode 2010-2015 Hartini menjadi wakil untuk periode kedua Bupati Sunarna. Kini, istri Sunarna yang bernama Sri Mulyati merupakan wakil bupati Sri Hartini. Satu pemerintahan dinasti yang menjadikan pengisian kursi kepala daerah mirip arisan. Haryanto-Hartini dan Sunarna-Mulyati seperti berkompromi mengkapling jabatan bupati dan wakilnya secara bergantian.
Kasus Sri Hartini mencuat ke permukaan dan banyak diberitakan dalam beberapa hari ini. Bupati Klaten Sri Hartini yang juga adalah kader PDI Perjuangan dituduh menerima suap terkait promosi jabatan dalam pengisian susunan organisasi dan tata kerja organisasi perangkat daerah seperti diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah. Dari rumah dinas Sri Hartini, KPK mengamankan uang sekitar Rp2 miliar dan pecahan mata uang asing US$5.700 dan SGD2.035, selain juga catatan penerimaan uang. KPK juga mengamankan Suramlan alias SUL, Kepala Seksi SMP Dinas Pendidikan Kabupaten Klaten, yang diduga berperan sebagai pemberi suap.
Sri Hartini diduga memanfaatkan celah Undang-Undang Aparatur Sipil Negara serta Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, yang mewajibkan pengisian jabatan melalui lelang terbuka. Aturan ini sesungguhnya dibuat guna mendapatkan pejabat yang kompeten, melalui proses transparan. Celakanya, lelang jabatan justru diselewengkan oleh Hartini menjadi ajang jual-beli kedudukan. Temuan Komisi Aparatur Sipil Negara menunjukkan, Hartini memasang tarif suap posisi eselon II pada jabatan setingkat kepala dinas dengan harga hingga Rp 400 juta. Ia bahkan tak malu memperdagangkan posisi jabatan rendah. Sebagai contoh, ia memasang tarif jabatan pada bagian tata usaha puskesmas dengan harga Rp 15 juta. Bagaimana bisa menciptakan birokrat yang mengabdi untuk kepentingan rakyat jika jabatan yang didapatnya juga diperoleh dengan cara membeli. Pasti yang dipikirkan dalam benak pejabat itu adalah bagaimana bisa mengembalikan modal yang tadi digunakan untuk membeli jabatan tersebut.
            Semenjak pemilihan kepala daerah secara langsung memungkinkan politik dinasti seperti itu. Petahana yang sudah berpengalaman memimpin akan menanamkan pegaruhnya tak akan ke orang lain. Orang-orang terdekatnya terlebih dahulu yang dikader lewat jalur kekeluargaan. Dari bupati terus ke wakilnya. Bila bupatinya sudah 2 periode maka wakilnya yang akan maju. Setelah masa baktinya berlalu kini gantian wakil yang maju  dan sebagai bentuk terimakasih maka istri bupati sebelumnya dicalonkan mendampingi wakil bupati yang kini mengincar kedudukan bupati. Mutar-muter disitu-situ juga.
            Andai saja kepemimpinannya mensejahterakan rakyat tentu tak akan ada yang mempermasalahkan. Justru rakyat akan menyambut gembira pemimpin yang selalu berusaha mensejahterakan rakyatnya. Namun apabila yang terjadi sebaliknya tentu akan menjadi pembicaraan rakyat. Dan politik dinasti ini dari beberapa kasus yang muncul tak jauh-jauh dari yang namanya korupsi. Lihat saja apa yang terjadi di Banten, mantan gubernurnya, Ratu Atut terdakwa kasus korupsi alat kesehatan. Beliau ini adalah istri dari anggota DPR-RI 2009-2014, Hikmat Tomet. Adiknya, Tubagus Chaeri Wardana yang merupakan terdakwa kasus penyuapan hakim Akil Mochtar adalah suami dari Walikota Tangerang Selatan, Airin Rachmy Diany.
Kenapa Dinasti Politik?
Pada 2015, aturan untuk memutus mata rantai dinasti politik telah dibuat melalui revisi Undang-Undang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Di situ diatur larangan calon kepala daerah berkonflik kepentingan dengan inkumben. Definisinya, calon tidak memiliki hubungan darah, ikatan perkawinan, atau garis keturunan satu tingkat lurus ke atas, ke bawah, dan ke samping, yakni ayah-ibu, mertua, paman, bibi, kakak, adik ipar, juga menantu. Aturan tidak berlaku setelah inkumben melewati jeda satu kali masa jabatan.
Sayangnya, aturan itu dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi yang menerima uji materi dari Adnan Purichta Ichsan. Anak Bupati Gowa Ichsan Yasin Limpo itu pada saat mengajukan uji materi sedang menjajaki kemungkinan menjadi calon bupati. Hingga kini, Dewan dan pemerintah belum membuat rumusan lain soal politik dinasti ini. Mahkamah Konstitusi yang pada 2015 lalu membatalkan aturan terkait kerabat petahana dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah yang awalnya bertujuan membatasi adanya dinasti politik. Walhasil, contoh buruk politik kekerabatan seperti di Klaten bisa jadi masih akan ditemukan di banyak daerah.
Selama belum dibuat lagi aturan main yang melarang orang-orang terdekatnya maju dalam pilkada seperti yang pernah dibuat UU Nomer 8 Tahun 2015  maka politik dinasti akan selalu ada. Pada dasarnya sistem dinasti politik adalah merupakan strategi politik yang dibuat ataupun dibangun untuk memperoleh kekuasaan. Harapannya dengan menggunakan sistem dinasti politik, kekuasaan dapat di wariskan kepada keturunan ataupun keluarga. Sistem dinasti politik ini dapat dilihat dan ditelaah melalui dua aspek konotasi. Masing masing konotasi memiliki kekuatan dan kelemahan masing masing. Plus minusnya selalu ada tinggal bagaimana yang mempunyai kekuasaan bisa menjalankan amanat dari rakyatnya dengan baik.
Setidaknya dengan munculnya kasus yang menimpa Bupati Klaten membuat mata kita terbuka. Kekuasaan bukanlah segalanya. Apa yang sudah menjadi amanat rakyat harus dijalankan. Dinasti kekuasaan selama konotasinya positif untuk mensejahterakan masyarakat tentu tak akan banyak yang mencela tapi bila sebaliknya yang dijalankan bisa  menyakiti rakyat inilah yang berujung petaka bagi pejabat.  Menumpuk kekayaan dengan memperkaya diri sendiri (korupsi) maka inilah yang menjadi masalah .  Sebuah pelajaran buat kita semuanya.

                                                                                           *) Praktisi Pendidikan
                                                                                               Domisili di Gebang


Tidak ada komentar:

Posting Komentar