Mengenai Saya

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Nurdin Kurniawan, S.Pd. Bekerja sebagai PNS disalah satu sekolah di kota Kabupaten Cirebon. Selain sebagai guru aktif menulis di beberapa surat kabar yang ada di cirebon. Diorganisasi PGRI tercatat pula sebagai redaktur majalah Diaelktika, majalah milik PGRI Kab. Cirebon. Tinggal di Gebang yang merupakan Kampung Nelayan yang ada di Cirebon

Rabu, 19 Juni 2019

BAGIKAN SEMUA (Cerpen)


Cerpen
BAGIKAN SEMUA
Oleh : Nurdin Kurniawan

            Semalaman yang namanya mengisi buku rapor belum juga kelar. Mata malah tak kuat lagi menatap angka-angka. Kalau sudah begini harus aku maklumi bahwa kegiatan pengisian harus segera diakhiri. Daripada nanti menuliskannya salah terus maka lebih baik mata diistirahatkan dahulu.
            Salah dalam pengisian rapor bukan pertama kali aku  lakukan. Kalau sudah ngantuk atau terlalu suntuk maja jangan dipaksakan. Bila dipaksakan maka akan berpengaruh terhadap apa yang diisikan. Salah! Ya… bisa jadi begitu. Kesalahan yang menyebabkan siswa jadi tambah bagus nilainya maka untuk yang ini jangan dipermasalahkan, yang dipermasalahkan adalah  kalau yang  diterima siswa jadi lebih kecil dari yang seharusnya. Inilah bahayanya kalau sudah terlalu jenuh atau ngantuk! Maka istirahat adalah jalan yang terbaik.
            Adzan shubuh sudah terdengar mengingatkan agar umat Islam bersegera menunaikan kewajibannya masing-masing. Aku ingat akan kewajiban yang belum tuntas. Buku rapor masih ada yang belum terisi. Bangun pagi, mandi, sholat shubuh lalu dilanjutlan lagi mengisi buku rapor. Pekerjaan rutin yang harus dilakukan wali kelas dalam setiap semesternya.
            Sehari selumnya di sekolah ada pembinaan. Dalam teknis pembagian rapor ada 2 hari. Hari Jum’at untuk mereka yang sudah lunas keuangan semuanya dan hari Sabtu untuk mereka yang baru saja menyelesiakan sejumlah tunggakannya. Cara yang seperti ini tentu mendapat bantahan dari salah seorang guru.
            “Kepercayaan masyarakat disini sudah mulai membaik”
            “Ini dibuktikan tahun ajaran baru siswanya bertambah lagi”
            “Kini muncul lagi upaya yang bisa menyebabkan orangtua kecewa!”
            “Ya…teknis pembagian yang seperti ini hanya akan menambah  kurang percaya orangtua siswa”
            “Sekalian saja kalau mau hari Jum’at maka Jum’at”
            “Atau kalau  hari Sabtu ya Sabtu!”
            “Jangan dipisah-pisahkan Jum’at dan Sabtu!”
Dalam hati ini berfikir tumben guru yang satu ini usulannya bagus. Biasanya kalau usul tidak begitu cemerlang.
            Tetap saja ada yang pro dan ada yang kontra. Diperjelas lagi oleh guru yang setuju dengan cara yang seperti ini. Akhirnya suasana rapat jadi ramai. Disitu ada pula pengawas. Biar tahu kalau kehidupan dalam alam demokrasi seperti itu. Hal biasa yang harus disikapi biasa pula.
            Usulan bagus tapi kalau hanya didukung satu orang maka usulan yang bagus itu malah jadi tidak bagus. Rupanya sebelumnya sudah apa kesepakatan yang seperti itu. Bagiku yang juga sama-sama walikelas punya keyakinan bahwa yang namanya buku raport itu harus dibagikan walaupun yang bersangkutan punya tunggakan. Mau kecil ataupun banyak tunggakannya tetap yang namanya buku rapor harus segera dibagikan. Bagi yang setuju syukur bagi yang tidak setujupun tak apa-apa.
            Makanya ketika bagi  rapor dimana aku jadi walikelasnya bagi yang ada anaknya maka buku rapor dibagikan hari itu juga. Aku tidak melihat yang bersangkutan punya hutang di sekolah ataupun tidak. Tidak ada niatan bagi aku untuk menahan rapor siswa. Bagikan saja semuanya agar siswa juga senang diakhir semester yang namanya buku rapor ada di tangan mereka.
            Kadang hasil keputusan tidak bisa disamaratakan dalam hal pengambilan kebijakannya. Ada lagi keputusan yang lebih tingggi. Semenjak birokrasi pendidikan mulai terbuka maka yang namanya buku rapor harus diterima siswa tanpa ada pengecualian. Kalau anaknya datang atau orangtuanya datang maka hukumnya harus dibagikan  . Terkecuali ada halangan yang menyebabkan anak atau orangtuanya tidak bisa datang maka yang seperti itu tak menjadi masalah. Aku termasuk walikelas yang tidak ingin anak dipersulit dalam hal penerimaan buku raport. Bagikan semua saja agar wali kelas juga  tenang dan anak juga merasa senang. Betapa repotnya kalau wali kelas harus membawa-bawa buku rapor yang tidak diambil. Kalau sudah dibagikan semua rasanya hati ini juga ikut tenang. Plong….. bila sudah dibagikan semuanya.
            Masuk lagi ke ruang guru hanya ada sisa 3 buku rapor yang belum dibagikan. Ketiga anak ini tidak masuk kelas. Kalau saja semuanya masuk maka akan aku bagikan semuanya. Dasar anak waktu pembagian buku rapor masih ada saja yang tidak bisa hadir. Kalau sudah seperti ini bukan tanggungjawab walikelasnya lagi.
            Usai pembagian rapor wacana teknik pembaian rapor itu menjadi pembicaraan. Tetap saja keputusan yang diambil sekolah dengan apa yang terjadi dilapangan berbeda-beda. Guru-guru sudah pada tahu kalau yang namanya buku rapor harus dibagikan tanpa pengecualian. Kalaupun ada upaya dari sekolah agar semua tungggakan siswa bisa diatasi dengan cara menunda sehari buku rapor bukan merupakan langkah yang bisa menjadikan walikelas aman. Hal yang seperti ini bisa membuat masalah baru. Jadi ada walikelas yang tidak terpengaruh dengan upaya sekolah yang hendak menundanya sampai sehari. Termasuk diriku yang inginnya semua dibagikan pada hari itu semua. Kalaupun ada yang tidak diambil bukan karena walikelasnya yang menahan tapi memang karena si anaknya yang tidak masuk sekolah.
            Teknis! Sekali lagi yang seperti itu masalah teknis! Jangan dipermasalahkan karena hal ini hanya merupakan tehnis saja. Caranya memang bisa  bermacam-macam tapi jangan menimbulkan polemik barau. Bermainlah yang cantik agar masyarakat tidak menanggapinya dengan sinis. Apa yang sudah baik dilakukan maka teruslah dilakukan. Menjaga nama baik memang bukanlah perkara mudah. Mudah-mudahan semua pihak tak memaksakan kehendaknya masing-masing.
                                                                        ***
            Musim hujan yang bersamaan dengan pembagian buku rapor membuat orangtua dibuat sibuk. Aku juga yang mempunyai anak yang seusia sekolah tentu pada saat yang seperti ini sama dibuat sibuk. Kedua anakku yang pertama duduk di kekas 8 dan yang nomer dua duduk di kelas 2 SD. Hampir pada saat yang bersamaan keduanya dibagikan buku rapornya. Beruntung kalau di semester pertama sih yang mengambilnya anak sendiri. Tapi nanti kalau sudah disemester dua maka harus kerja keras. Bagi-bagi waktulah agar bisa menghadiri pembagian rapor punya anak sendiri.
            Sebagai orangtua tentunya juga punya kecemasan manakala pembagian buku rapor ini. Setidaknya tidak ingin mendengar ada hal-hal yang kurang enak. Kalau ada nilai yang masih berada di bawah KKM ini artinya sebagai orangtua harus ekstra juga mengawasi tingkah si anak selama di sekolah.
            Alhamdulillah! Setelah buku rapor diterima keduanya menunjukkan nilai yang bagus-bagus. Sebagai orangtua tentunya bersyukur atas pencapaian yang  dilakukan si anak.
            Pengawasan berkelanjutan. Itulah yang harus aku lakukan bila ingin anak-anaknya berhasil. Aku lihat memang bila orangtuanya melakukan pengawasan yang baik ada kecenderungan anak-anaknya juga akan berlaku baik. Aku sebagai orangtua berharap agar anak-anakku masih dalam batas yang wajar pergaulannya dan tidak membuat orangtua spot jantung dibuatnya.
            Libur panjang! Ya…kesempatan yang seperti ini akan aku gunakan untuk membuat cerpen dan menyelesaiakan PTK. Aku punya PTK yang harus digarap. Dalam MGMP disebutkan pesertanya harus bisa membuat PTK. Dengan adanya PTK ini diharapkan yang namanya guru pandai membuat sebuah penelitian. Bagiku tak masalah hanya soal waktu saja. Kalau sudah diharuskan ada maka insya Allah apa yang diucari itu akan ada dengan sendirinya.
                                                                        ***
            Suka terbayangkan kalau yang namanya pembagian buku rapor dikaitkan dengan apa yang harus dilunasi siswa. Aku yakin akan banyak buku rapor yang masih berada di tangan gurunya. Kemampuan orangtuanya belum bisa dikatakan bagus untuk sekolah dimana aku mengajar. Masih banyak yang berada di bawah rata-rata. Banyak yang ortunya hanya jualan bubur , cuing keliling, ataupun buruh tani. Penghasilannya hanya pas untuk makan. Kalau disyaratkan harus lunas ini dan itu tentu akan ada beberapa siswa yang belum bisa melunasinya. Kalau sudah seperti ini kasihan juga!
            Bagiku yang kemarin membagikan semua pada siswanya yang  berangkat maka tak menjadikan masalah. Paling hanya akan menjadi pembicaraan bisik-bisik. Tak apalah toh payung hukumnya jauh lebih jelas. Tak diperbolehkan sekolah menahan rapor siswa hanya karena siswa yang bersangkutan masih punya tunggakan. Bagikan saja semuanya tanpa melihat  masih ada tunggakan ini ataupun itu. Bagikan semua jangan ada kata ini dan itu, apalagi kalau harus dibagikan keesokan harinya!
            Sekolah memang gudangnya cerita. Tak ada seharipun kalau kita mau untuk menuliskannya yang terlewat dari kisah di sekolah. Banyak sekali kisah-kisah yang terjadi di sekolah. Aku bahkan kehabis stok untuk mewawancarai anak-anak. Kalau saja ada stok tentunya hari ini juga akan ada kisah yang diangkat dari anak-anak.
            Namanya anak memang sangat lugu. Kadang suka tertawa dengan kejadian yang dialami  anak. Kesempatan emas untuk mengorek cerita mereka jauh lebih dalam. Sayang! Keburu libur sehingga ada beberapa kisah anak yang seharusnya bisa aku selesaikan di hari libur ini terlewat begitu saja. Mudah-mudahan pada kesempatan mendatang kisah anak ini banyak stoknya sehingga bisa digarap kalau memang aku sudah kosong akan ide.
            Berbagi pengalaman! Itulah inti dari apa yang terjadi hari ini. Kebetulan sekali settingnya ada di sekolah maka yang dibagi adalah kisah-kisah yang ada di sekolah. Tulis dan tuliskan selagi aku masih sempat untuk menuliskannya. Semoga menarik apa yang aku tulis hari ini. Semoga pula bisa dimbil hikmahnya dengan apa yang barusan terjadi. Itulah kisah di sekolah yang bisa aku tuliskan.

                                                                                                         Cirebon, 22 Desember 2012
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar