Cerpen
ZIARAH
Sunan Drajat
Bagian Kedelapan
Oleh : Nurdin Kurniawan
Dari Sunan
Gunung Djati, ke Sunan Kalijaga, dilanjutkan ke Sunan Kudus, terus berangkat
lagi ke Sunan Muria, Sunan Bonang dan
kini ke Sunan Drajat. Putar-puter dahulu di kota Tuban. Kini pengetahuanku
tentang kota Tuban sedikit banyak jadi tahu. Kota dipinggir pantai layaknya
Cirebon tempat tingggalku. Bus terus mengarah kearah timur. Komplek pemakaman
Sunan Drajat sendiri ada dimana aku belum tahu. Pokoknya ikuti saja pak supir membawa bus yang kami tumpangi.
Datang di Komplek Pemakaman Sunan
Drajat sudah maghrib. Bus-bus pariwisata memenuhi hampir pelataran tempat parkir.
Rombongan langsung menuju lokasi dimana Sunan Drajat dimakamkan.
Masih ditemui tangga-tangga seperti
yang dijumpai di Sunan Muria hanya saja jumlahnya tidak terlalu banyak. Hanya
sebentar sudah hampir didepan Makam Sunan Drajat. Seperti biasa komplek
pemakaman ini juga sudah dipenuhi peziarah dari daerah lain. Mencari tempat untuk
berdoa ternyata sudah penuh. Hanya bagian dalam cungkup yang sempit itulah ada
ruang untuk berdoa. Akhirnya Pak Kyai memilih berdoa di dalam cungkup.
Agar bisa masuk di adalam cungkup
kita harus jongkok. Pintu masuknya hanya kurang lebih 60 cm. jongkok jalan bebek
sampai bisa ada di dalam. Bangunan cungkup yang pendek dengan jumlah jamaah
yang ada didalamnya cukup banyak membuat udara begitu panas. Walau panas dan
berdesakan ternyata berdoa ditempat yang
seperti ini membuat hati jadi tentram. Baru kali ini ziarah berdoanya ada
dibagian dalam cungkup. Ada suatu kebanggan karena ada didalam cungkup yang
tidak semua peziarah pernah melakukannya.
Siapasih Sunan Drajta itu? Sunan
Drajat yang nama aslinya Raden Kosim adalah putra dari Sunan Ampel. Beliau juga disebut Sunan Mayang Madu
sebuah gelar yang diberikan oleh Raden Patah. Masih saudara dengan Sunan
Bonang. Kalau diruntut ternyata yang namanya Wali masih banyak hubungan darah
dari yang satu dengan yang lainnya. Sunan Drajat pula jadi menantu dari Sunan Gunung Djati. Pantas
saja kalau orang-orang di Cirebon mengenal yang namanya Jalan Pangeran Drajat.
Beliau yang dimaksud inilah yang namanya Sunan Drajat.
Kalau kita yang ada di Cirebon pasti
akan ingat selalu dengan petuah Sunan
Gunung Djati ‘ingsun titip tajug lan fakir miskin’ maka untuk Sunan Drajat pesannya sangat banyak. Diantara
pesannya yang terkenal diantaranya:
1.
Memangun resep teyasing sasomo (kita
selalu membuat senang hati orang lain)
2.
Jroning suko kudu eling lan waspodo
(didalam suasana riang kita harus tetap ingat dan waspada)
3.
Laksitaning subroto tan nyipto marang pringgo
bayaning lampah (didalam perjalanan untuk mencapai cita-cita luhur kita tidak
peduli dengan segala bentuk rintangan)
4.
Meper hardening panca driya ( kita harus
selalu menekan gelora nafsu)
5.
Heneng-Hening-Henung (dalam keadaan diam
kita akan memperoleh keheningan dan dalam keadaan hening itulah kita akan mencapai cita-cita luhur).
6.
Mulyo guno Panca Waktu (suatu kebahagiaan lahir batin hanya bisa kita
capai dengan sholat 5 waktu)
7.
Manehono teken marang wong kang wuto,
manehono mangan marang wong kang luwe. Manehono busono marang wong kang wudo,
manehono ngiyup marang wong kang kadonan
(ajarkan ilmu pada orang yang tidak tahu, berilah makan kepada orang yang
lapar, berilah baju pada orang yang tidak punya baju, serta beri perlindungan
orang yang menderita).
Itulah filosofi
hidup Sunan Drajat yang cukup menggetarkan hati. Banyak memberikan petuah pada kita
yang masih hidup agar selalu ingat akan Allah SWT.
Doa digelar didalam cungkup yang
sempit. Jamaah berdesak-desakan asal kebagian tempat duduk. Bisa berdoa didalam
cungkup ini membuat hati merasa bangga. Ziarah-ziarah sebelumnya selalu saja
berada diluar cungkup sehingga tak tahu bagaimana kondisi makam aslinya.
Usai berdoa kembali lagi kini berada
diluar ruangan. Udara dingin mulai terasa maklumlah Kompek Pemakaman Sunan
Drajat ini masih juga terdapat di daerah yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan
daerah sekitarnya. Seperti tradisi para Wali yang lainnya mereka memilih
tempat peristirahatan terakhir berada diatas bukit ataupun gunung.
***
Sadar akan kewajiban belum melaksanakan
sholat ashar dan magrib maka aku mencari mushollah dahulu. Beginilah kalau
tertingggal dari Pak Kyai. Tadi sempat aku ke WC dahulu agak lama. Maklumlah
perut terasa tidak enak berada di
ruangan yang ber-AC terus. Setelah
keluar dari WC tak aku temukan rombongan yang selama ini menjadi patokan dalam
melakukan suatu kegiatan. Teringat kalau aku belum sholat maka aku cari mushola
dahulu. Sholat sebagaimana biasanya. Waktu memasuki waktunya sholat isya maka
aku langsung kerjakan sholat isya juga.
Ada hal yang menarik ketika aku
mengerjakan shlat isya. Ketika aku melaksanakan sholat ada beberapa lembar uang ribuan yang membuat
aku galau juga. Tadi sepertinya tidak ada. Ketika aku sholat rupanya ada
peziarah yang dari luar yang melemparkan uang. Suatu kebiasaan peziarah yang
suka saweran dengan tempat-tempat tertentu. Aku lanjutkan terus sholat sampai
selesai. Aku perhatikan uang tersebut. Tak ada jamaah yang lain kecuali aku
sendiri. Rasanya mubazir uang berserakan tidak dimanfaatkan, lalu aku
rawati agar bisa bermanfaat.
Menyusuri lorang yang dipadati
penjual berbagai macam cinderamata yang mencirikan khas Sunan Drajat. Ujung
lorong ini akhirnya sampai juga ke tempat parkir mobil. Peziarah yang lainnya
sudah berada di dalam bus. Aku hampir saja
dicari-cari orang karena datangnya paling terlambat. Ah… kini tenang kalau
sudah berada di dalam bus lagi. Perjalanan panjang siap dilanjutkan lagi.
Di daerah wisata seperti ini segala
macam yang ada bisa dijadikan uang. Banyak warga yang memanfaatkan potensi
ziarah ini dengan menyewakan sebagian
tempat yang dimilikinya untuk kegiatan para peziarah. Mereka menyewakan kamar,
WC, dan tempat untuk lesehan sekedar melepas rasa penat.
Perjalan
di malam hari membuat pemandangan yang seharusnya banyak dilihat jadi tak
sejelas di siang hari. Kini aku jadi tahu Desa Drajat, Kec Paciran, Kabupaten
Lamongan. Kalau ingat Lamongan yang ada di benakku diantaranya adalah makanan
khas dari daerah ini yaitu pecel lele. Tak menyangka daerah penghasil lele ini
dapat aku kunjungi. Lamongan potensial sekali menjadi daerah wisata karena ada
beberapa tempat lainnya yang banyak diziarahi para peziarah berhubunng dengan
tempat dimakamkannya para Wali.
Di
tempat-tempat wisata religi seperti ini penduduknya banyak menangkap peluang
usaha. Salah satu yang paling banyak dicari peziarah yang datang dari berbagai
penjuru daerah ialah fasilitas kamar mandi dan
WC. Tempat seperti ini tidak pernah sepi. Peziarah yang datang kemalaman
pasti akan mencari fasilitas yang seperti ini. Datang bersih-bersih dahulu
sebelum kemudian masuk lokasi ziarah.
Makam Sunan Drajat
Para
manula apalagi yang banyak sekai menggunakan fasilitas yang satu ini. Maklumlah
yang namanya manusia sudah lanjut usia sedikit-sedikit ke WC. Rasa-rasanya pantas
sekali kalau bus wisata yang digunakan untuk ziarah setidaknya harus ada
WC-nya. Maklumlah usia tua tak tahan kalau ingin buang air, beda dengan
anak-anak muda yang tahan berjam-jam tidak ingin buang air.
Satu
lagi pejalanan mengunjungi makam Waliyullah telah aku lakukan. Kini jadi tahu
dimana letak makam Waliyullah Sunan Drajat. Keliling kota Lamongan untuk
mengetahui keberadaan makam Sunan Drajat. Semoga Allah memberikan nikmat kubur
pada Sunan Dajat dan keluarganya .
Perjalanan kali ini sungguh telah memberikan pengamalam baru. Kita
senantiasa diingatkan dengan yang namanya kematian. Hidup di dunia hanyalah
sebentar dan masih ada suatu perjalan yang masih sangat jauh. Kiranya kita
sadar dengan hal ini. Akhirnya kita kembalikan apa yang dialami hari ini pada
Allah agar setiap langkah yang kita lakukan bisa bermakna. Kiranya Allah senantiasa
memberikan petunjuk pada setiap hamba-Nya yang selalu berusaha dan berdoa.
Cirebon, 28 Juli 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar