Mengenai Saya

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Nurdin Kurniawan, S.Pd. Bekerja sebagai PNS disalah satu sekolah di kota Kabupaten Cirebon. Selain sebagai guru aktif menulis di beberapa surat kabar yang ada di cirebon. Diorganisasi PGRI tercatat pula sebagai redaktur majalah Diaelktika, majalah milik PGRI Kab. Cirebon. Tinggal di Gebang yang merupakan Kampung Nelayan yang ada di Cirebon

Senin, 24 Juni 2019

ZIARAH Bagian Ketiga (Cerpen)


Cerpen
ZIARAH
Bagian Ketiga
Oleh : Nurdin Kurniawan

            Semalaman di bus tidak tidur karena memang hari ini banyak sekali yang harus dituju. Dari satu makam ke makam yang lainnya. Dari pihak panitia memang pernah mengatakan kalau ada 2 tempat peristirahatan selama kita ziarah. Nyatanya kalau datang dari satu obyek ke obyek yang lainnya hampir pagi-pagi terus maka tempat yang tadinya harus menjadi tempat istirahat akhirnya dilewat begitu saja. Sekarang juga akan melanjutkan ke tempat ziarah berikutnya yaitu Sunan Muria.
            Tiba dilokasi Komplek Pemakaman Sunan Muria sudah hanmpir subuh. Mampir di salah  satu rumah penduduk yang sering digunakan untuk keperluan MCK. Bersih-bersih dahulu sampai menungggu komplek pemakaman dibuka untuk umum.
            Banyak rumah-rumah disekitar komplek pemakaman yang menyediakan jasa untuk sekedar lesehan atau untuk keperluan bersih-bersih. Peziarah yang datang dari berbagai kota tentu memanfaatkan rumah yang seperti ini untuk istirahat. Maklumlah perjalanan yang sangat panjang. Di rumah-rumah yang seperti ini si Tuan Rumah juga biasanya menyediakan makanan dan minuman. Tentunya kita harus merogoh kocek untuk pelayanan yang satu ini.  Harganya terkangkau oleh para peziarah beda sekali dengan lokasi obyek wisata non ziarah yang suka menggelembungkan harga-harga. Para pedagang dilokasi ziarah sunggguh sangat mengerti dengan kebutuhan para peziarah yang mencantumkan harga apa adanya.
            Berjalan menyusuri jalanan yang cukup menanjak kearah Komplek Pemakaman Sunan Muria. Tukang ojegnya sudah tertata rapih. Tukang ojeg yang dari bawah tugasnya hanya mengantarkan para peziarah keatas demikian pula dengan sebaliknya. Tukang ojeg yang dari atas hanya mengantarkan peziarah dari atas dan pulangnya tidak boleh membawa penumpang lagi. Ketika aku mencoba memberhentikan mereka entah kenapa mereka tak mau mengantarkanku.
            “Tidak muat Pak!”
Setiap tukang ojeg yang hendak aku tumpangi mengatakan demikian. Aku lantas berfikir apa karena memang tubuhku yang besar sehingga mereka mengatakan demikian atau karena akunya yang memberhentikan bukan pada tempatnya. Entahlah! Tapi aku tak habis pikir untuk terus saja  jalan kaki agar tahu kondisi komplek pemakanan di Sunan Muria yang seperti apa.
            Berjalan terus menanjak membuatku terasa sekali kewalahan. Maklumlah jarang olahraga tapi kini aku harus jalan dengan relief tanah yang cukup terjal. Banyak juga para peziarah yang sengaja jalan kaki. Aku pikir tanjakannya tidaklah seberapa sehingga aku menggunakan jalan kaki sebagai pilihan. Setapak demi setapak tanjakan aku daki. Beberapa kali terpaksa harus berhenti karena memang jalannnya yang cukup           terjal. Walau sudah ada anak-anak tanggga namun jumlahnya yang cukup banyak lagi menanjak membuat tubuh ini berkeringat. Untuk mengatatur nafas maka aku beberapa kali berhenti. Dilihat ke belakang ternyata cukup curam juga tanjakannya.
            Peziarah yang masih muda-muda tak banyak halangan untuk meniti anak tanggga yang katanya lebih dari 600 buah. Sempat berhenti untuk menanyakan pada peziarah yang turun.
            “Pak masih jauh tidak?”
            “Setengahnya lagi Pak”
Wah… setengahnya lagi! Yang ini juga sudah membuat diriku kewalahan ini masih setengahnya lagi yang harus ditempuh. Tak mau kalah dengan para peziarah yang sudah tua namun masih tetap melanjutkan perjalanann maka  akupun   melangkah lagi.
            Sepanjang kiri-kanan jalan memang dipenuhi oleh para pedagang yang menjajakan berbagai macam cendera mata. Mulai dari kaos, baju, pernak-pernik perhiasan dan macam-macam barang yang lainnya. Barang yang dijual tentu mencirikan lokasi wisata . Ketika di Sunan Muria tentu kaos dan pakaian yang dijual biasanya ada ornamaen Makam Sanan  Muria. Banyak pula jajajan khas yang berasal dari daerah Muria.
            Dibawa melihat-lihat suasana seperti di pasar membuat perjalanan yang cukup jauh akhirnya tak terasa sudah sampai. Setelah di atas ternyata lokasinya cukup datar sehingga tak menguras seperti ketika diawal-awal tadi. Berhenti sebentar untuk melihat-lihat orang yang jualan berbagai macam cendera mata di Sunan Muria.
            Memasuki komplek pemakaman Sunan Muria sunggguh padat sekali. Rupanya di ruang utama yang tahlil begitu lama sehingga  pintu masuk ditutup dahulu menungggu peziarah yang sudah ada didalam keluar. Setelah yang tahlilan ataupun yang berdoa selesai maka pintu dibuka untuk peziarah berikutnya.
            Subhanallah! Baru melihat pertama kali yang namanya berziarah seperti ini.  Orang datang dan pergi seolah tak pernah berhenti. Tak mengenal waktu siang, sore, ataupun malam hari. Mereka datang dan pergi untuk mendoakan Wali Allah yang telah banyak jasanya dalam mensiarkan agama Islam.
            Masuk perlahan-lahan karena antrian yang cukup panjang. Berhenti dahulu di tengah jalan  karena didepannya juga tak mau bergerak. Aku lihat ada 4 rombongan yang sedang tahlilan. Tak ada tempat untuk bisa duduk sampai yang 4 rombongan ini selesai berdoa. Gantian untuk bisa  duduk juga.
            Pak Kyai yang biasa mempimpin tahlilan juga tidak ketemu. Entah mereka sudah berdoa lebih dahulu atau bagaimana yang jelas tidak ada. Ada beberapa jamaah perempuan yang ikut denganku . Mereka juga rupanya baru sampai di atas. Agar tidak rugi  ditempat yang baik ini untuk mengikuti doa berjamaah maka kami ikut dengan jamaah dari Surabaya untuk berdoa. Beda memang karena ada urutan-urutan yang berbeda  untuk tahlilan dari beberapa kota yang pernah aku dengar tata caranya. Kami ikut saja jangan banyak protes. Toh yang namanya berdoa itu bagus dan sangat dianjurkan. Usai berdoa kamipun keluar meningggalakn Komplek Pemakanam  Sunan Muria.
            Jamaah yang ikut denganku rupanya tadi berangkat mengggunakan motor ojeg. Mereka ingin mencoba menuruni tanggga yang melelahkan itu. Tapi berhubung akunya sudah capai dan ingin naik ojeg saja akhirnya mereka juga ikut naik ojeg. Ongkos ojeg baik naik ataupun turun adalah Rp. 7.000.
            Jangan tanya betapa ngerinya naik ojeg di Muria. Jalannnya yang naik turun juga menemukan beberapa tikungan yang sangat tajam. Tak ada istilah tukang ojeg pelan-pelan jalannya, semuanya ngebut. Bagi yang tidak biasa tentu merem melek melihat tukang ojeg menjelankan kendarannya seperti itu.
            “Hati-hati Pak”
            “Jangan ngebut!”
Rupanya tukang ojeg tak mengindahkan keingianan penumpang.
            “Kalau tidak ngebut motornya mogok Pak!”
Wah bagimana lagi? Kalau tidak ngebut katanya motornya mogok. Memang dijalan yang turun naik dan jalannnya menikung seperti itu motor harus dalam keadaan prima. Sedikit saja tak main gas tentu motor bisa berhenti di tengah jalan alias mogok. Tak mau berdebat dengan tukang ojeg akhirnya aku merem-merem bila sudah menghadapi tikungan yang sangat tajam. Pokoknya ingin cepat-cepat sampai ditempat tujuan.
            Alhamdulillah. Akhhirnya sampai juga di areal parkir. Jantung masih spot dengan rute yang cukup menakutkan. Kalau saja dihadapkan pada pilihan untuk naik ojeg lagi sepertinya akan pikir-pikir. Tukang ojegnya untung sudah sangat mengetahui medan sehingga mereka biasa saja dengan rute yang seperti itu juga.
            Dari Makam Sunan Gunung Djati lalu ke Sunan Muria dua-duanya dikuburkan di daerah yang lebih tingggi. Inilah pilihan tempat terakhir para Wali dengan memilih tempat yang lebih tingggi. Subhanallah! Semoga Allah memberikan tempat yang layak untuk para kekasih Alllah ini.
            Udara yang sejuk telah memberikan tempat tersendiri untuk para kekasih Allah. Mereka tenang di tempat yang tingggi. Makamnya tak pernah sepi dari para peziarah yang datang silih berganti. Kumandang tahlil, takbir dan tahmid tak pernah sepi. Inilah kekasih Allah yang selalu didoakan oleh para pengikutnya sampai akhir zaman. Jasa orang yang baik tentu akan selalu dikenang sampai akhir zaman. Sungguh beruntung orang-orang yang telah banyak jasanya bagi nusa, bangsa dan agamanya yang selalu didoakan oleh para peziarah.
            Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar. Segala puji bagi Allah yang telah menempatkan hamba pilihannya ditempat peristirahatan terakhir. Semoga damai dan diluaskan alam kuburnya, amien.

                                                                                                                        Cirebon, 18 Juli 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar