ARTIKEL
CISANGGARUNG
RIWAYATMU KINI
Oleh
: Nurdin Kurniawan, S.Pd. *)
Salah
seoarng teman yang sekolahnya persis di bibir Sungai Cisanggarung memposting
video. Sudah beberapa kali sekolah tempat
ia mengajar kemasukan air Cisanggarung. Bukan hanya sekali namun dalam waktu
yang berdekatan di Bulan Pebruari sampai Maret 2018 sudah 4 kali sekolahnya
kemasukan air. Kejadian yang bisa dicatat dalam hidup sang teman tadi baru kali
ini banjir yang menimpa sekolah beserta rumahnya yang paling tinggi sepanjang sejarah. Di SDN
2 Ciledug Wetan pada Hari Jum’at, Tanggal 23 Pebruari 2018 adalah banjir yang
paling parah. Sekolah hanya terlihat atapnya saja dikelilingi hamparan air.
Sekolah
belum sepenuhnya berhasil digunakan untuk kegiatan belajar mengajar. Dalam
beberapa hari kegiatan diisi dengan beres-beres ruangan. Sudah tak dirasakan capainya dalam beberapa
hari untuk bersih-bersih. Di ruang guru dan kelas lumpur masih setinggi 30 cm.
Dihalaman upacara lumpurnya jauh lebih tebal lagi.
Melihat
buku-buku paket yang terendam bercampur dengan lumpur. Buku raport yang belum
lama diterima orangtua murid juga ikut terendam. Kalau hanya air saja mungkin
masih bisa dijemur. Ini selain air bercanpur dengan lumpur. Kalau dibuka
halamannnya akan lepas.Kertas sudah tak kuat lagi menahan beban dengan terendam
air dan lumpur dalam beberapa hari. Belum lagi barang-barang elektronik yang
sudah tak bisa digunakan lagi. Tv, tape, ampli ditaruh di halaman sekolah dalam
beberapa hari juga tak ada yang berani mengambil. Kini kondisinya sudah menjadi
barang rongsok.
Masih
belum hilang capainya beres-beres
rupanya musibah belumlah tuntas. Hari Minggu, 11 Maret 2018 bertepatan denga
Hari Supersemar, Desa Ciledug Wetan, Ciledug Lor, Babakan Losari kedatangan
tamu lagi. Walau tak sedahsyat seperti malam Jum’at namun banjir kali inipun
membuat orang waspada. Sirine tak henti-hentinya memberitahu warga agar selalu
waspada. Belum lama istirahat dari beres-beres musibah banjir malam Jum’at kini
harus beres-beres lagi.
Cisanggarung Mengamuk
Sungai Cisanggarung yang membelah Provensi Jawa Barat
dengan Provinsi Jawa Tengah. Sungai yang bagian hulunya berada di Kabupaten
Kuningan sepanjang 1325 Km dan bermuara di Laut Jawa. Sebelumnya
Cusanggarung ramah dengan penduduk disekitar sungai yang dilaluinya. Namun di
tahun 2018 Cisanggrung memperlihatkan jati diri yang sebenarnya. Sudah puluhan
tahun bahkan ratusan tahun yang lalu Cisanggarung memberikan kehidupan bagi
manusia. Selama itu pula Cisanggarung dipahami sebagai bentang alam yang ramah,
yang memberikan kehidupan bagi manusia yang ada disekitarnya.
Sungai
Cisanggarung memiliki Daerah Aliran Sungai (DAS). Daerah
aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan
sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan
mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara
alami yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai
dengan daerah yang terpengaruh aktivitas daratan.
Melihat pengertian tersebut, maka DAS adalah satu kesatuan ekosistem yang
menjadi bagian dari siklus hidrologi. Manakala ekosistem ini terganggu, maka
dapat menyebabkan gangguan pada siklus hidrologi yang terwujud dalam berbagai
bentuk seperti kekeringan atau curah hujan ekstrim dan mengakibatkan banjir.
Kebaikan
yang diberikan Cisanggarung selama ini ternyata direspon oleh manusia melampaui
kapasitasnya. Manusia telah mengeploitasi Cisanggarung dengan berlebihan.
Sebagai sesama ciptaan Tuhan tak sanggup lagi bersabar dan bersabar. Balasan
yang diberikan Cisanggarung adalah dengan meluapkan amarahnya. Curahan air
hujan tak mampu lagi untuk ditampung Cisanggarung. Jumlah air melebihi
kapasitas Cisanggarung untuk mengalirkannya ke laut. Air melimpah sepanjang
sungai kemana-mana.
Kepala
Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanauk-Cisanggarung Ir. Bob Arthur
Lombogia, Msi. seperti dilansir Kompas.com
menjelaskan, salah satu penyebab banjir di wilayah Cirebon dan Brebes
adalah pendangkalan atau sedimentasi di dua sungai besar tersebut. Pendangkalan
disebabkan material longsoran, kondisi di derah hulu yang sudah tidak baik
lagi, sehingga saat hujan, material terbawa air masuk ke sungai. Sehingga
sungai-sungai mengalami pendangkalan.
Dari hulu sampai hilir hampir semua mengalami sedimentasi.
Disamping
sedimentasi curah hujan juga masih tinggi. Curah hujan mencapai 236 mm. Di
Cisanggarung aliran airanya mencapai
1291m kubik. Sedang kapasitas Cisanggrung 800 m kubik/ detik. Terjadilah banjir
dibeberapa tempat yang dilewati Cisangggarung.
Penanganan
banjir Cisanggarung tidak bisa hanya satu kabupaten saja yang mengatasinya. DAS
Cisanggarung melewati beberapa daerah kabupaten. Setidaknya ada 3 daerah kabupaten
yang dilalui Cisanggarung. Kabupaten Kuningan, Kabupaten Cirebon dan Kabupaten
Brebes. Ketiga daerah ini harus menjalin koordinasi yang baik. Kalau hanya
bagian hulunya saja yang diperbaiki juga tak akan menyelesaikan masalah. Dari
hulu, tengah sampai di muara harus adanya koordinasi yang baik. Tidak bisa
ditangani secara parsial akan tetapi secara menyeluruh (holistik).
Pengelolaan
DAS yang baik dilakukan dengan cara pendekatan secara menyeluruh. Pendekatan
ini dilakukan sebagai bahan pertimbangan terhadap terganggunya salah satu
komponen pada sistem alam yang dapat berpengaruh pada komponen lain dari sistem
tersebut. Pendekatan menyeluruh ini pada hakekatnya suatu kajian terpadu
terhadap semua aspek sumber daya dalam suatu DAS dengan mempertimbangkan
faktor-faktor lingkungan, social, politik dan ekonomi. Ekosistem DAS dapat
dimanfaatkan dalam melakukan suatu perencanaan dan pengendalian pengelolaan DAS
sebagai suatu unit perencanaan dan evaluasi yang sistematis, logis dan
rasional, sehingga para stakeholder bisa memanfaatkannya secara multiguna.
Mengingat
banyak insitusi yang berkepentingan dalam pengelolaan DAS Cisangggarung, maka
perlu dilakukan pengelolaan DAS secara terpadu melalui suatu Forum DAS. Pelibatan
masyarakat secara partisispatif dalam proses perencanaan pengelolaan DAS harus
dijadikan bagian tidak terpisahkan dalam melahirkan kebijakan pengelolaan DAS.
Gangguan pada DAS dapat terjadi
karena wilayah ini terpengaruh oleh setidaknya empat sektor, yaitu sektor
kehutanan, pertanian, sumber daya air, dan permukiman. Di beberapa lokasi,
keempat sektor ini masih ditambah dengan sektor pertambangan. Kita tahu di
Kecamatan Cidahu , Kabupaten Kuningan yang namanya aktivitas galian C terlihat
di beberapa titik. Satu titik habis maka akan muncul perijinan baru di titik
yang berbeda. Seperti itu dan seterusnya. Tidak ada lagi hutan sebagai penutup
tanah kalau sudah dijadikan bahan galian Golongan C. Bisa dihitung sendiri
ratusan dump truck yang lewat setiap
hari melalui Kabupaten Cirebon. Berapa ribu kubik saja batu, pasir, tanah yang
diangkut dibawa ke kota-kota yang ada di Pulau Jawa. Bekas tambang Galian C
menganga sedemikian lebarnya. Upaya mengembalikan seperti yang dijanjikan
kontraktor hanya isapan jempol belaka. Begitu terjadi hujan maka air akan
membawa material tanah langsung ke sungai. Sungai mengalami pendangkalan dan
banjir sudah didepan mata.
Upaya
Pembenahan
DAS Cisanggarung dari hulu sampai
hilir sudah mengalami gangguan. Tugas kita kini melakukan beberapa pembenahan.
Seperti disebutkan dimuka bahwa penanganannya harus menyeluruh. Kalau hanya
sebagian-sebagian tak akan mengatasi masalah.
Pada
bagian hulu, kegiatan yang bisa dilakukan adalah dengan menjaga fungsi ekologinya, yaitu
dengan penanaman pohon, pembersihan hulu sungai dari pembendungan alam, dan
bijak dalam pemanfaatan lahan di daerah ini. Bila bagian hulunya bermasalah
setidaknya dangkalnya badan sungai dan
mengurangi daya tampung sungai, sehingga manakala terjadi hujan yang lebat,
sungai-sungai tidak mampu lagi menampung air dan menyebabkan banjir.
Pada bagian tengah, kegiatan yang
bisa dilakukan adalah penyelamatan sempadan sungai, bersih-bersih sungai,
pengelolaan sampah, urban farming, dan pemanfaatan sungai yang memerhatikan
kelestariannya.
Bagian hilir sungai adalah wilayah
pesisir dan laut yang rentan dan sangat bergantung pada subsistem lain, yaitu
hulu dan tengah. Pengelolaan bagian hulu dan tengah yang baik menentukan
baiknya kondisi di bagian hilir.
Pentingnya
posisi DAS sebagai unit pengelolaan yang utuh merupakan konsekuensi logis untuk
menjaga kesinambungan pemanfaatan sumberdaya hutan, tanah dan air. Kurang
tepatnya perencanaan dapat menimbulkan adanya degradasi DAS
yang mengakibatkan lahan menjadi gundul, tanah/lahan menjadi kritis dan erosi
pada lereng-lereng curam. Pada akhirnya proses degradasi tersebut
dapat menimbulkan banjir yang besar di musim hujan, debit sungai menjadi sangat
rendah di musim kemarau, kelembaban tanah di sekitar hutan menjadi berkurang di
musim kemarau sehingga dapat menimbulkan kebakaran hutan, terjadinya
percepatan sedimen pada waduk-waduk dan jaringan irigasi yang ada, serta
penurunan kualitas air.
Kerusakan sudah terjadi di
DAS Cisanggarung, kini bagaimana sikap kita untuk lebih peka lagi terhadap
alam. Rasanya wajar jikalau Cisanggarung marah sebab manusia mulai tak peduli
lagi dengan alam. Saatnya untuk merenung kesalahan apa yang telah kita perbuat
terhadap Cisanggarung sehinggga Cisanggarung murka. Untuk kita renungkan
bersama.
*)
Praktisi Pendidikan
Domisili di Gebang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar