Mengenai Saya

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Nurdin Kurniawan, S.Pd. Bekerja sebagai PNS disalah satu sekolah di kota Kabupaten Cirebon. Selain sebagai guru aktif menulis di beberapa surat kabar yang ada di cirebon. Diorganisasi PGRI tercatat pula sebagai redaktur majalah Diaelktika, majalah milik PGRI Kab. Cirebon. Tinggal di Gebang yang merupakan Kampung Nelayan yang ada di Cirebon

Rabu, 26 Juni 2019

HEBAT ALA GLADIATOR (Artikel)


ARTIKEL

HEBAT ALA GLADIATOR
Oleh : Nurdin Kurniawan, S.Pd. *)


            Bila menyaksikan film-film kolosal yang menceritakan sejarah Yunani Kuno atau Romawi Kuno ada suatu pertarungan gaya bebas satu lawan satu yang disebut gladiator. Ternyata versi yang dilihat di film dengan  yang sesungguhnya berbeda jauh. Bila dalam versi film sang gladiator lawan harus mati. Di versi sesungguhnya pertarungan itu diawasi sangat ketat seperti halnya pertandingan tinju profesional sekarang ini. Ada wasit dan ada juri yang menilai sehingga pertarungan benar-benar seimbang. Lawan yang kewalahan  menerima serangan dari lawan mainnya bisa menyerah kapan saja. Fakta ini membuat pertarungan gladiator semakin mirip dengan olah raga tinju profesional modern daripada pertarungan hingga mati ala barbar.
            Kebanyakan informasi yang kita tahu mengenai gladiator selama ini terlarut dengan tanyangan di film-film. Dokumentasi mengenai para petarung kuno ini dibuat hanya berdasarkan dari pengamatan terhadap fresco, lukisan atau peninggalan Romawi lainnya. Memang banyak yang menggambarkan suasana pertandingan tetapi sekedar gambar atau patung tidak mampu menjelaskan keseluruhan kisahnya secara lengkap.
            Sesungguhnya  inti dari pertarungan gladiator adalah hiburan dan bukan kematian. Justru sebaliknya kematian dengan sekuat tenaga akan dihindari karena biaya pelatihan dan harga seorang gladiator begitu mahal dan setiap korban harus dibayar lunas oleh sponsor penyelenggara acara.
            Pertarungan ala gladiator sekarang ini menjadi ramai dibicarakan setelah postingan seorang ibu yang bernama Maria meratapi kematian anaknya yang tewas akibat pertarungan ala  gladiator. Postingan ini ditujukan pada Presiden Joko Widodo meminta keadilan sebab pembunuh anaknya  masih berkeliaran. Maria bercerita bahwa ketika itu putranya yang bernama Hilarius Christian Event Raharjo itu dipaksa berkelahi dengan salah satu siswa SMA Mardiyuana Bogor. Dalam perkelahian tersebut, Maria menjelaskan putranya yang saat itu duduk di kelas 10 mendapatkan pukulan beberapa kali dan tubuh bagian ulu hatinya diinjak oleh lawan kelahinya.
            Dalam postingannnya Maria menulis "HILARIUS di adu seperti binatang di arena sorai sorai anak MY dan BM...meninggal sebentar karena dalam kondisi jatuh di tarik kakinya di injak ulu hati nya...jantung nya di injak...mata memutih...Hila berusaha bangun dan saat Sakratul Maut kejang2...di pukul di bagian kepala 6 kali pukulan di kepala dan Hila meninggal di tkp...di lapangan SMU  Negeri 7 Indrapasta Bogor..," tulis Maria.
            Kontan saja setelah postingan ini menjadi viral polisi akhirnya turun tangan. Pengungkapan terhadap kasus ini sempat terhenti lantaran keluarga korban sempat menolak untuk dilakukan otopsi. Kasus tersebut kembali mencuat setelah ibu korban memposting tulisan tentang kasus kematian Hilarius di akun Facebook pribadinya, Maria Agnes. Kasus yang tadinya sudah diselesaiakan secara kekeluargaan kini dibuka kembali.
            Hilarius adalah siswa kelas X SMA Budi Mulia yang tewas setelah dipaksa oleh seniornya dalam duel ala gladiator. Remaja yang akrab disapa Hila itu menderita luka memar di bagian wajah serta pecahnya pembuluh darah di bagian kepala. Peristiwa itu terjadi pada Januari 2016.
            Pengawasan Semua Pihak
            Tewasnya Hilarius membuka mata semua pihak bahwa ada tradisi yang memang hidup dilingkungan diluar sekolah yang membahayakan. Tarung ala gladiator tidak diajarkan di sekolah manapun di Indonesia. Entah mereka menirunya dari mana yang jelas sekolah tidak mengajarkan. Peristiwa seperti ini seolah memberitahukan pada orang tua siswa bahwa ada suatu aturan tersendiri yang dibawa oleh senior-seniornya yang diajarkan diluar kemampuan sekolah untuk mengawasi. Tentunya yang seperti ini dikakukan secara diam-diam. Pihak sekolah tidak perlu tahu walau kadang kejadiannya tak jauh dari lingkungan sekolah. Kalau didalam lingkungan sekolah sudah tentu akan terawasi sekolah dan sudah jelas sekolah akan melarangnya.
            Pertarungan ala gladiator atau bom-boman ini sebuah tradisi dalam menghadapi event besar, kompetisi liga bola basket (DBL) antarpelajar, yang dimotori oleh para seniornya. Bisa jadi disekolah lain mengggunakan istilah yang lain. Intinya ada suatu kesamaan dimana lawan yang harus bertemu bertarung harus satu lawan satu. Duel gladiator ini secara sederhana dimaknai sebagai pertarungan bebas satu lawan satu. Tak ada batasan waktu, duel akan berhenti sampai salah satu di antaranya ada yang menyerah.
            Di daerah Jakarta Timur seperti yang dilansir Detik.com ada juga kejadian seperti yang terjadi di Bogor dengan istilah yang berbeda. Duel gladiator tersebut dikenal dengan istilah 'Partai'. Aturannya sama, duel satu lawan satu, saling baku pukul sampai salah satu di antaranya menyerah. "Biasanya memang cuma ingin gaya-gayaan antarsekolah saja. Nunjukin pride gitu. Kalau lagi ada 'Partai' yang nonton pasti rame," urai Tyo yang pernah menyaksikan duel ala gladiator.
            Sebagai seorang guru penulis juga terhentak ketika merazia HP anak-anak di sekolah. Setelah dibuka salah satu isi video dari anak-anak yang dirazia salah satunya mempertontonkan duel ala gladiator. Anak-anak mengatakan dengan istilah “sparing” .Tadinya tak percaya namun setelah dilihat dengan seksama ternyata memang tarung ala gladiator. Dalam tayangan yang direkam entah dari mana sumbernya terjadi perkelahian dipingggir sawah. Ada 2 anak lelaki yang berkelahi dan ada wasitnya yang juga masih mengenakan seragam. Pertarungan yang tidak mengikuti kaidah bela diri sebab yang bertarung adalah anak-anak yang memang tidak punya dasar beladiri sama sekali. Pukulan-pukulan ataupun tendangan dilakukan sembarangan. Kadang mengenai lawan sisanya  pukulan dan tendangan tidak karuan. Setelah ada anak yang terjatuh ke sekolan di pinggir sawah barulah si wasit menghentikan pertarungan. Rupanya yang terperosok ke saluran di pingggir sawah itu yang dinyatakan kalah.
            Ternyata tarung ala gladiator memang sudah sampai di sekolah-sekolah yang jauh dari pusat kota. Sebagai orangtua dan guru tentu sangat prihatin pada suatu kegiatan yang berdampak buruk bagi dunia pendidikan. Pengawasan tentunya tidak hanya dilakukan sekolah tapi juga orangtua yang sangat berperan besar. Lokasi yang dijadikan pertarungan ala gladiator  bukan di lingkungan sekolah. Mereka melakukannya diluar lingkungan sekolah agar tidak dikenakan sanksi kalau ketahuan. Untuk itu perlu kerjasamanya dari semua pihak untuk bisa mengawasi putra-putrinya selama sekolah.
Penulis teringat sebuah acara di televisi swasta The Master yang dipandu Deddy Corbuzier. Dalam acara itu dicari orang-orang dengan kemampuan hebatnya masing-masing. Karena merupakan suatu kompetisi maka wajar jikalau kemudian akan ada yang tersingkir dari babak penyisihan. Sampai akhirnya mengerucut pada dua kontenstan yakni Limbad dan Joe Sandy. Master Limbad mengandalkan “otot”  sementara Joe Sandy menandalkan “otak”. Setelah melalui banyak sekali tahapan akhirnya dewan juri menetapkan Joe Sandy sebagai pemenangnya.  Hal ini           mengingatkan kembali pada anak-anak di sekolah bahwa janganlah selalu mengandalkan otot sebagai ajang sebuah kompetisi namun otaklah yang harus digunakan. Bukan keperkasaan yang dipertunjukkan tapi otaklah yang dikedepankan. Raihlah ilmu dengan otak bukan dengan otot.
            Cukup sudah kasus hilangnya nyawa akibat tarung bebas ala gladiator berhenti sampai disini. Jangan ada  Hilarius Christian Event Raharjo yang lainnya. Menjadi sebuah keprihatinan kita semua.

                                                                                                       *) Praktisi Pendidikan
                                                                                                           Domisili di Gebang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar