ARTIKEL
HEBAT ALA GLADIATOR
Oleh : Nurdin Kurniawan, S.Pd. *)
Bila menyaksikan film-film kolosal
yang menceritakan sejarah Yunani Kuno atau Romawi Kuno ada suatu pertarungan
gaya bebas satu lawan satu yang disebut gladiator. Ternyata versi yang dilihat
di film dengan yang sesungguhnya berbeda
jauh. Bila dalam versi film sang gladiator lawan harus mati. Di versi
sesungguhnya pertarungan itu diawasi sangat ketat seperti halnya pertandingan
tinju profesional sekarang ini. Ada wasit dan ada juri yang menilai sehingga
pertarungan benar-benar seimbang. Lawan yang kewalahan menerima serangan dari lawan mainnya bisa
menyerah kapan saja. Fakta ini membuat pertarungan gladiator semakin mirip
dengan olah raga tinju profesional modern daripada pertarungan hingga mati ala
barbar.
Kebanyakan informasi yang kita tahu
mengenai gladiator selama ini terlarut dengan tanyangan di film-film. Dokumentasi
mengenai para petarung kuno ini dibuat hanya berdasarkan dari pengamatan
terhadap fresco, lukisan atau peninggalan Romawi lainnya. Memang banyak yang
menggambarkan suasana pertandingan tetapi sekedar gambar atau patung tidak
mampu menjelaskan keseluruhan kisahnya secara lengkap.
Sesungguhnya inti
dari pertarungan gladiator adalah hiburan dan bukan kematian. Justru sebaliknya
kematian dengan sekuat tenaga akan dihindari karena biaya pelatihan dan harga
seorang gladiator begitu mahal dan setiap korban harus dibayar lunas oleh
sponsor penyelenggara acara.
Pertarungan
ala gladiator sekarang ini menjadi ramai dibicarakan setelah postingan seorang
ibu yang bernama Maria meratapi kematian anaknya yang tewas akibat pertarungan
ala gladiator. Postingan ini ditujukan
pada Presiden Joko Widodo meminta keadilan sebab pembunuh anaknya masih berkeliaran. Maria bercerita bahwa
ketika itu putranya yang bernama Hilarius Christian Event Raharjo itu dipaksa
berkelahi dengan salah satu siswa SMA Mardiyuana Bogor. Dalam perkelahian
tersebut, Maria menjelaskan putranya yang saat itu duduk di kelas 10
mendapatkan pukulan beberapa kali dan tubuh bagian ulu hatinya diinjak oleh
lawan kelahinya.
Dalam
postingannnya Maria menulis "HILARIUS di adu seperti binatang di arena
sorai sorai anak MY dan BM...meninggal sebentar karena dalam kondisi jatuh di
tarik kakinya di injak ulu hati nya...jantung nya di injak...mata
memutih...Hila berusaha bangun dan saat Sakratul Maut kejang2...di pukul di
bagian kepala 6 kali pukulan di kepala dan Hila meninggal di tkp...di lapangan
SMU Negeri 7 Indrapasta Bogor..,"
tulis Maria.
Kontan saja
setelah postingan ini menjadi viral polisi akhirnya turun tangan. Pengungkapan
terhadap kasus ini sempat terhenti lantaran keluarga korban sempat menolak
untuk dilakukan otopsi. Kasus tersebut kembali mencuat setelah ibu korban
memposting tulisan tentang kasus kematian Hilarius di akun Facebook pribadinya,
Maria Agnes. Kasus yang tadinya sudah
diselesaiakan secara kekeluargaan kini dibuka kembali.
Hilarius adalah siswa kelas X SMA Budi Mulia yang tewas
setelah dipaksa oleh seniornya dalam duel ala gladiator. Remaja yang akrab
disapa Hila itu menderita luka memar di bagian wajah serta pecahnya pembuluh
darah di bagian kepala. Peristiwa itu terjadi pada Januari 2016.
Pengawasan Semua Pihak
Tewasnya Hilarius membuka mata semua
pihak bahwa ada tradisi yang memang hidup dilingkungan diluar sekolah yang membahayakan.
Tarung ala gladiator tidak diajarkan di sekolah manapun di Indonesia. Entah
mereka menirunya dari mana yang jelas sekolah tidak mengajarkan. Peristiwa
seperti ini seolah memberitahukan pada orang tua siswa bahwa ada suatu aturan
tersendiri yang dibawa oleh senior-seniornya yang diajarkan diluar kemampuan
sekolah untuk mengawasi. Tentunya yang seperti ini dikakukan secara diam-diam.
Pihak sekolah tidak perlu tahu walau kadang kejadiannya tak jauh dari
lingkungan sekolah. Kalau didalam lingkungan sekolah sudah tentu akan terawasi
sekolah dan sudah jelas sekolah akan melarangnya.
Pertarungan
ala gladiator atau bom-boman ini sebuah tradisi dalam menghadapi event
besar, kompetisi liga bola basket (DBL) antarpelajar, yang dimotori oleh para
seniornya. Bisa jadi disekolah lain mengggunakan istilah yang lain. Intinya ada
suatu kesamaan dimana lawan yang harus bertemu bertarung harus satu lawan satu.
Duel gladiator ini secara sederhana dimaknai sebagai pertarungan bebas satu
lawan satu. Tak ada batasan waktu, duel akan berhenti sampai salah satu di
antaranya ada yang menyerah.
Di daerah
Jakarta Timur seperti yang dilansir Detik.com
ada juga kejadian seperti yang terjadi di Bogor dengan istilah yang
berbeda. Duel gladiator tersebut dikenal dengan istilah 'Partai'. Aturannya
sama, duel satu lawan satu, saling baku pukul sampai salah satu di antaranya
menyerah. "Biasanya memang cuma ingin gaya-gayaan antarsekolah saja.
Nunjukin pride gitu. Kalau lagi ada 'Partai' yang nonton pasti
rame," urai Tyo yang pernah menyaksikan duel ala gladiator.
Sebagai
seorang guru penulis juga terhentak ketika merazia HP anak-anak di sekolah. Setelah
dibuka salah satu isi video dari anak-anak yang dirazia salah satunya mempertontonkan
duel ala gladiator. Anak-anak mengatakan dengan istilah “sparing” .Tadinya tak
percaya namun setelah dilihat dengan seksama ternyata memang tarung ala
gladiator. Dalam tayangan yang direkam entah dari mana sumbernya terjadi
perkelahian dipingggir sawah. Ada 2 anak lelaki yang berkelahi dan ada wasitnya
yang juga masih mengenakan seragam. Pertarungan yang tidak mengikuti kaidah
bela diri sebab yang bertarung adalah anak-anak yang memang tidak punya dasar
beladiri sama sekali. Pukulan-pukulan ataupun tendangan dilakukan sembarangan.
Kadang mengenai lawan sisanya pukulan
dan tendangan tidak karuan. Setelah ada anak yang terjatuh ke sekolan di
pinggir sawah barulah si wasit menghentikan pertarungan. Rupanya yang
terperosok ke saluran di pingggir sawah itu yang dinyatakan kalah.
Ternyata
tarung ala gladiator memang sudah sampai di sekolah-sekolah yang jauh dari
pusat kota. Sebagai orangtua dan guru tentu sangat prihatin pada suatu kegiatan
yang berdampak buruk bagi dunia pendidikan. Pengawasan tentunya tidak hanya
dilakukan sekolah tapi juga orangtua yang sangat berperan besar. Lokasi yang
dijadikan pertarungan ala gladiator
bukan di lingkungan sekolah. Mereka melakukannya diluar lingkungan
sekolah agar tidak dikenakan sanksi kalau ketahuan. Untuk itu perlu
kerjasamanya dari semua pihak untuk bisa mengawasi putra-putrinya selama
sekolah.
Penulis teringat sebuah acara di
televisi swasta The Master yang dipandu Deddy Corbuzier. Dalam acara itu dicari
orang-orang dengan kemampuan hebatnya masing-masing. Karena merupakan suatu
kompetisi maka wajar jikalau kemudian akan ada yang tersingkir dari babak
penyisihan. Sampai akhirnya mengerucut pada dua kontenstan yakni Limbad dan Joe
Sandy. Master Limbad mengandalkan “otot”
sementara Joe Sandy menandalkan “otak”. Setelah melalui banyak sekali
tahapan akhirnya dewan juri menetapkan Joe Sandy sebagai pemenangnya. Hal ini mengingatkan kembali pada anak-anak
di sekolah bahwa janganlah selalu mengandalkan otot sebagai ajang sebuah kompetisi
namun otaklah yang harus digunakan. Bukan keperkasaan yang dipertunjukkan tapi
otaklah yang dikedepankan. Raihlah ilmu dengan otak bukan dengan otot.
Cukup sudah
kasus hilangnya nyawa akibat tarung bebas ala gladiator berhenti sampai disini.
Jangan ada Hilarius Christian Event
Raharjo yang lainnya. Menjadi sebuah keprihatinan kita semua.
*) Praktisi Pendidikan
Domisili di Gebang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar