Mengenai Saya

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Nurdin Kurniawan, S.Pd. Bekerja sebagai PNS disalah satu sekolah di kota Kabupaten Cirebon. Selain sebagai guru aktif menulis di beberapa surat kabar yang ada di cirebon. Diorganisasi PGRI tercatat pula sebagai redaktur majalah Diaelktika, majalah milik PGRI Kab. Cirebon. Tinggal di Gebang yang merupakan Kampung Nelayan yang ada di Cirebon

Rabu, 19 Juni 2019

DURANG DARING (Cerpen)


Cerpen

DURANG DARING
Oleh: Nurdin Kurniawan, S.Pd. *)


            Seperti mau hujan saja cuaca terasa panas , bawaannya gerah walau 2 kipas angin nyala dan sudah volume paling besar. Diambilnya majalah Dialektika yang dari tadi tergeletak disamping ranjang namun itu juga tak mau mendinginkan suasana. Menghirup nafas dalam-dalam lalu memejamkan mata menerawang apa lagi yang sebenarnya dipikirkan kepala ini. Susy baru ingat kalau tadi di sekolah sempat menjadi pembicaraan. Entah apa itu namanya… dipikir-pikir namanya susah sekali untuk diucapkan. Oh…iya baru ingat Guru Pembelajaran Online atau disingkat GPO.
            Sepertinya pemerintah tak rela kalau guru sedikit saja tenang. Seperti ada perasaan puas kalau yang namanya guru dibuat sibuk. Kalau dibuat tidak sibuk khawatir demo menuntut kenaikan gaji kan akan menambah pusing lagi pemerintah! Program apa saja muncul ke permukaan ujung-ujungnya  menyibukkan para guru. Maka kini lahirlah yang namanya GPO. Dalam GPO sendiri guru dipilah-pilah sesuai dengan hasil Uji Kompetensi Guru (UKG). Bila mau dibilang kalau UKG ini menghasilkan raport ya…seperti itulah bentuknya. Guru-guru setelah mengikuti UKG kini ketahuan hasilnya.  Ada 10 kompetensi yang diujikan maka demikian pula dengan hasil yang diperoleh. Ada yang merahnya hanya satu, ada merahnya  hanya dua, ada yang hanya tiga demikian seterusnya. Guru-guru yang sudah sepuh yang tak mau belajar IT atau kalau orang di dinas menyebutnya TBC (teu bisa computer) maka ada yang mendapat merah 10. Spektakuler bukan?
            Guru yang mendapat nilai merah 10  bukannya malu atau punya perasaan cemas dengan hasil yang diperoleh. Justru yang merahnya lebih banyak inilah guru yang harus dilestarikan. Kenapa? Mereka inilah yang kemudian mendapatkan proyek untuk mengikuti pelatihan  dalam jaringan (daring) secara tatap muka langsung.  Mereka yang tatap muka langsung dapat transport selama pelatihan, dapat makan, dapat minum, nanti  ujian juga dibimbing. Pokoknya diistimewakan.
            Rupanya Susy yang sudah berkepala 5 mules kalau berada didepan monitor lebih dari 10 menit. Bila dilihat huruf-huruf ataupun angka yang ada ikut bergerak seolah menari-nari. Gambar yang dilihat juga berubah jadi dua bahkan adakalanya jadi tiga. Kalau sudah seperti ini Susy langsung memanggil operator sekolah.
            “Joko coba teruskan yang ibu kerjakan”
            “Kepala ibu sudah pusing bila melihat huruf-huruf di monitor”
            “Kamu jawab sebisa kamu saja”
Joko yang dari tadi sibuk mengerjakan laporan BOS triwulan pertama yang sudah mangkrak 1 bulan merasa tak enak juga bila atasan yang memintanya.
            “Nanti kalau jawabannya salah bagaimana Bu?”
            “Sudahlah mau benar atau salah terserah kamu!”
            “Ibu sudah pusing”
            “Nanti kalau sudah selesai beritahu ibu”
Joko mengaggukkan kepala tanda mengerti apa yang diperintahkan atasan.
            Durang-daring…during daring… kepala jadi pusing! Susy meninggalkan laptop sekolah yang barusan dibuka. Biar si Joko guru honorer yang masih muda dan matanya masih jernih yang mengerjakan  apa-apa yang ditanyakan dalam soal-sola latihan daring. Mau benar ataupun salah terserah saja yang penting ada beberapa bagian yang tercentang (V) karena sudah dibuka.
Bila dilihat Hj. Suparti yang bertugas di sekolah tetangga malah GPOnya belum dibuka sama sekali. Akibatnya beberapa kali mendapat panggilan dari instruktur/tutor  yang muka dan namanya saja baru tahu setelah dibel. Gara-gara during-daring sepertinya Hj. Suparti harus membeli HP android yang baru. Kini HP android sudah punya bukannya malah membuka GPO daring malah kini punya mainan baru yang namanya whatsapp (WA). Tua-tua tak mau kalah dengan yang muda. Disaat-saat tak ada guru di ruang guru maka kini teman setianya adalah whatsapp (WA).
            Ruangan guru sepi tak ada seorangpun disana.  Dilihat semua kelas terisi penuh semua  ini artinya semua guru hari ini datang semua. Susy bangga sebab kalau seperti ini dirinya tak sesibuk seperti hari-hari sebelumnya. Dari 7 guru hanya 3 yang PNS. Kondisi seperti ini memang terasa berat juga. Sudah mengajukan minta guru PNS namun sampai saat ini nyatanya belum juga ada pengangkatan guru baru. Belum lama guru yang dahulu disebutnya sebagai guru inpres pengsiun 2 sekaligus. Hal inilah yang membuat kewalahan dalam mengelola BOS. Setidaknya kelihatan kalau ada 4 honorer X Rp. 450.000 saja berapa?. Kini setiap guru disibukkan lagi dengan yang namanya GPO.
            Bel istirahat berbunyi semua guru kumpul di ruang guru. GPO rupanya menjadi pembicaraan hangat guru-guru.
            “Kalau Bu Nia sudah sampai dimana GPOnya?”
            “Ah…tenang saja Bunda belum ada panggilan?”
            “Bisanya begitu?”
            “Kan menterinya juga ganti…”
            “Yang ikut pelatihan yang namanya ada saja”
            “Kalau ikut semua dananya dari mana?”
            “Entah GPO ini mau dilanjutkan atau tidak?”
            “Kan tadi…menterinya juga ganti!”
Bunda Susy mengerti dengan kebijakan yang selalu berubah-ubah. Dipikir-pikir iya juga daring ini bisa berlanjut terus atau tidak? Kalau menterinya ganti apalah menteri berikutnya mau melanjutkan program menteri yang lama atau tidak? Lagi-lagi masalah dana, kalau ada dananya maka dilanjutkan. Nah…kalau tidak?
            “Bunda…”
            “Dengan adanya daring HP ini harus ganti!”
            “Memangnya kenapa dengan HP yang lama…?”
            “Lhah apakah bunda tidak tahu?”
            “Moda daring ini setidaknya bisa diakses hanya lewat HP android”
            “Jadi harus bagaimana?”
            “Ya bunda modali…”
Apa yang dikukakan Ibu Nia seolah mengispirasi guru-guru yang ada untuk mengiyakan. Moda daring tidak akan sukses kalau guru-gurunya masih mengandalkan HP jadul yang hanya bisa sms dan telpon.
            “Aduh…ternyata moda daring banyak modalnya!”
            “Ya iyalah bunda…”
            “Ingin maju masa masih menggunakan HP jadul!”
            “Ya sudah nanti kita bicarakan lagi dengan koperasi”
            “Siapa tahu koperasi punya solusinya agar guru-guru yang ikut daring punya HP android semua”
Kontan saja guru-guru yang ada di ruangan bertepuk tangan. Biar nganjuk ataupun hutang sekalipun kalau pimpinan bisa mengatasi tak apalah. Tohk dengan kebijakan seperti ini nanti guru-guru yang tua dan gaptek juga bisa memiliki  HP android. Walau nanti pada teorinya dipakai sang anak tak apalah yang penting bisa menggeser lewat telunjuk. HP geser gito lhoh!
                                                                        ***
            Kali ini gilan Darmanto yang tak bisa tidur. Sang istri yang ada disebelahnya sedikit-sedikit bangun hanya sekedar melihat ada pesan yang masuk. Entahlah semenjak punya HP android dan mengenal yang namanya whatsapp (WA) sang istri tak mau diam. Sesekai bangun hanya melihat pesan yang masuk kadang hanya mesem membaca pesan yang masuk atau  tertawa cekikikan sendirian.
            “Ada apa sih Mah malam-malam cekikikan sendirian?”
            “Ini ada pesan dari teman…”
            “Gampang besok dibacanya!”
Susy tidur lagi setelah sang suami protes dengan kebiasaan barunya membuka WA. Baru juga lep mata mau terpejam eh…ada pesan yang masuk lagi. Kali ini Darmanto tak mau pusing dengan mainan baru sang istri.
            “Mau dibuka atau saya lemparkan HPnya”
Mendapatkan ancaman seperti itu Susy sang kepala sekolah tak berani lagi membuka HP. Matanya dipejam-pejamkan walau dalam hatinya ada keinginan untuk membuka pesan yang masuk.
            Durang-daring ya during daring….! Program baru yang membuat guru jadi tambah sibuk. Bila presiden pernah menyindir kalau guru sekarang disibukkan oleh membuat laporan dan membuat administrasi saja rupanya bukan isapan jempol. Sinyalemen itu memang benar adanya! Moda daring seperti ini malah membuat guru makin sibuk saja. Harusnya ada di kelas ini sudah 4 hari mengikuti pelatihan di sekolah lain. Terpaksa anak-anak diberi tugas atau guru disampingnya dibuat sibuk karena memegang dua kelas.
            Durang daring….durang daring semoga bisa ditinjau kembali. Guru itu tugasnya dikelas membimbing, mendidik anak supaya pintar. Durang daring…during daring membuat guru jadi pusing bisa-bisa malah jadi geuring! Bagaimana bisa begitu? Baru satu modul saja sudah habis pulsa Rp. 50.000. Diisi lagi dengan jumlah yang sama eh…habis lagi untuk mencoba memasuki soal yang berikutnya. Maklumlah tak tahu cara menghemat pulsa agar bisa awet. Internet yang seharusnya menggunakan kuota malah hanya pulsa telpon yang ada yang digunakan. Alhasil baru dibuka beberapa menit sudah tak konek lagi. Inilah yang bisa membuat geuring! Oh….durang-daring!

                                                                                                 *) Redaktur Majalah Dialektika


Tidak ada komentar:

Posting Komentar