Cerpen
DURANG DARING
Oleh: Nurdin Kurniawan, S.Pd. *)
Seperti mau hujan saja cuaca terasa
panas , bawaannya gerah walau 2 kipas angin nyala dan sudah volume paling
besar. Diambilnya majalah Dialektika yang dari tadi tergeletak disamping
ranjang namun itu juga tak mau mendinginkan suasana. Menghirup nafas
dalam-dalam lalu memejamkan mata menerawang apa lagi yang sebenarnya dipikirkan
kepala ini. Susy baru ingat kalau tadi di sekolah sempat menjadi pembicaraan.
Entah apa itu namanya… dipikir-pikir namanya susah sekali untuk diucapkan.
Oh…iya baru ingat Guru Pembelajaran Online
atau disingkat GPO.
Sepertinya pemerintah tak rela kalau
guru sedikit saja tenang. Seperti ada perasaan puas kalau yang namanya guru
dibuat sibuk. Kalau dibuat tidak sibuk khawatir demo menuntut kenaikan gaji kan
akan menambah pusing lagi pemerintah! Program apa saja muncul ke permukaan ujung-ujungnya
menyibukkan para guru. Maka kini
lahirlah yang namanya GPO. Dalam GPO sendiri guru dipilah-pilah sesuai dengan
hasil Uji Kompetensi Guru (UKG). Bila mau dibilang kalau UKG ini menghasilkan
raport ya…seperti itulah bentuknya. Guru-guru setelah mengikuti UKG kini
ketahuan hasilnya. Ada 10 kompetensi yang
diujikan maka demikian pula dengan hasil yang diperoleh. Ada yang merahnya
hanya satu, ada merahnya hanya dua, ada
yang hanya tiga demikian seterusnya. Guru-guru yang sudah sepuh yang tak mau
belajar IT atau kalau orang di dinas menyebutnya TBC (teu bisa computer) maka
ada yang mendapat merah 10. Spektakuler bukan?
Guru yang mendapat nilai merah
10 bukannya malu atau punya perasaan
cemas dengan hasil yang diperoleh. Justru yang merahnya lebih banyak inilah
guru yang harus dilestarikan. Kenapa? Mereka inilah yang kemudian mendapatkan
proyek untuk mengikuti pelatihan dalam
jaringan (daring) secara tatap muka langsung.
Mereka yang tatap muka langsung dapat transport selama pelatihan, dapat
makan, dapat minum, nanti ujian juga
dibimbing. Pokoknya diistimewakan.
Rupanya Susy yang sudah berkepala 5
mules kalau berada didepan monitor lebih dari 10 menit. Bila dilihat huruf-huruf
ataupun angka yang ada ikut bergerak seolah menari-nari. Gambar yang dilihat
juga berubah jadi dua bahkan adakalanya jadi tiga. Kalau sudah seperti ini Susy
langsung memanggil operator sekolah.
“Joko coba teruskan yang ibu
kerjakan”
“Kepala ibu sudah pusing bila
melihat huruf-huruf di monitor”
“Kamu jawab sebisa kamu saja”
Joko yang dari
tadi sibuk mengerjakan laporan BOS triwulan pertama yang sudah mangkrak 1 bulan
merasa tak enak juga bila atasan yang memintanya.
“Nanti kalau jawabannya salah
bagaimana Bu?”
“Sudahlah mau benar atau salah
terserah kamu!”
“Ibu sudah pusing”
“Nanti kalau sudah selesai beritahu
ibu”
Joko mengaggukkan
kepala tanda mengerti apa yang diperintahkan atasan.
Durang-daring…during
daring… kepala jadi pusing! Susy meninggalkan laptop sekolah yang barusan
dibuka. Biar si Joko guru honorer yang masih muda dan matanya masih jernih yang
mengerjakan apa-apa yang ditanyakan
dalam soal-sola latihan daring. Mau benar ataupun salah terserah saja yang
penting ada beberapa bagian yang tercentang (V) karena sudah dibuka.
Bila
dilihat Hj. Suparti yang bertugas di sekolah tetangga malah GPOnya belum dibuka
sama sekali. Akibatnya beberapa kali mendapat panggilan dari instruktur/tutor yang muka dan namanya saja baru tahu setelah
dibel. Gara-gara during-daring
sepertinya Hj. Suparti harus membeli HP android yang baru. Kini HP android
sudah punya bukannya malah membuka GPO daring malah kini punya mainan baru yang
namanya whatsapp (WA). Tua-tua tak mau kalah dengan yang muda. Disaat-saat tak
ada guru di ruang guru maka kini teman setianya adalah whatsapp (WA).
Ruangan guru sepi tak ada seorangpun
disana. Dilihat semua kelas terisi penuh
semua ini artinya semua guru hari ini
datang semua. Susy bangga sebab kalau seperti ini dirinya tak sesibuk seperti
hari-hari sebelumnya. Dari 7 guru hanya 3 yang PNS. Kondisi seperti ini memang
terasa berat juga. Sudah mengajukan minta guru PNS namun sampai saat ini nyatanya
belum juga ada pengangkatan guru baru. Belum lama guru yang dahulu disebutnya
sebagai guru inpres pengsiun 2 sekaligus. Hal inilah yang membuat kewalahan
dalam mengelola BOS. Setidaknya kelihatan kalau ada 4 honorer X Rp. 450.000
saja berapa?. Kini setiap guru disibukkan lagi dengan yang namanya GPO.
Bel istirahat berbunyi semua guru
kumpul di ruang guru. GPO rupanya menjadi pembicaraan hangat guru-guru.
“Kalau Bu Nia sudah sampai dimana
GPOnya?”
“Ah…tenang saja Bunda belum ada
panggilan?”
“Bisanya begitu?”
“Kan menterinya juga ganti…”
“Yang ikut pelatihan yang namanya
ada saja”
“Kalau ikut semua dananya dari
mana?”
“Entah GPO ini mau dilanjutkan atau
tidak?”
“Kan tadi…menterinya juga ganti!”
Bunda Susy mengerti
dengan kebijakan yang selalu berubah-ubah. Dipikir-pikir iya juga daring ini
bisa berlanjut terus atau tidak? Kalau menterinya ganti apalah menteri
berikutnya mau melanjutkan program menteri yang lama atau tidak? Lagi-lagi masalah
dana, kalau ada dananya maka dilanjutkan. Nah…kalau tidak?
“Bunda…”
“Dengan adanya daring HP ini harus
ganti!”
“Memangnya kenapa dengan HP yang
lama…?”
“Lhah apakah bunda tidak tahu?”
“Moda daring ini setidaknya bisa
diakses hanya lewat HP android”
“Jadi harus bagaimana?”
“Ya bunda modali…”
Apa yang
dikukakan Ibu Nia seolah mengispirasi guru-guru yang ada untuk mengiyakan. Moda
daring tidak akan sukses kalau guru-gurunya masih mengandalkan HP jadul yang
hanya bisa sms dan telpon.
“Aduh…ternyata moda daring banyak modalnya!”
“Ya iyalah bunda…”
“Ingin maju masa masih menggunakan
HP jadul!”
“Ya sudah nanti kita bicarakan lagi
dengan koperasi”
“Siapa tahu koperasi punya solusinya
agar guru-guru yang ikut daring punya
HP android semua”
Kontan saja
guru-guru yang ada di ruangan bertepuk tangan. Biar nganjuk ataupun hutang
sekalipun kalau pimpinan bisa mengatasi tak apalah. Tohk dengan kebijakan
seperti ini nanti guru-guru yang tua dan gaptek juga bisa memiliki HP android. Walau nanti pada teorinya dipakai
sang anak tak apalah yang penting bisa menggeser lewat telunjuk. HP geser gito
lhoh!
***
Kali ini gilan Darmanto yang tak
bisa tidur. Sang istri yang ada disebelahnya sedikit-sedikit bangun hanya
sekedar melihat ada pesan yang masuk. Entahlah semenjak punya HP android dan
mengenal yang namanya whatsapp (WA) sang istri tak mau diam. Sesekai bangun
hanya melihat pesan yang masuk kadang hanya mesem membaca pesan yang masuk
atau tertawa cekikikan sendirian.
“Ada apa sih Mah malam-malam
cekikikan sendirian?”
“Ini ada pesan dari teman…”
“Gampang besok dibacanya!”
Susy tidur lagi
setelah sang suami protes dengan kebiasaan barunya membuka WA. Baru juga lep mata mau terpejam eh…ada pesan yang
masuk lagi. Kali ini Darmanto tak mau pusing dengan mainan baru sang istri.
“Mau dibuka atau saya lemparkan
HPnya”
Mendapatkan ancaman
seperti itu Susy sang kepala sekolah tak berani lagi membuka HP. Matanya
dipejam-pejamkan walau dalam hatinya ada keinginan untuk membuka pesan yang
masuk.
Durang-daring
ya during daring….! Program baru yang
membuat guru jadi tambah sibuk. Bila presiden pernah menyindir kalau guru
sekarang disibukkan oleh membuat laporan dan membuat administrasi saja rupanya
bukan isapan jempol. Sinyalemen itu memang benar adanya! Moda daring seperti ini malah membuat guru makin sibuk saja.
Harusnya ada di kelas ini sudah 4 hari mengikuti pelatihan di sekolah lain. Terpaksa
anak-anak diberi tugas atau guru disampingnya dibuat sibuk karena memegang dua
kelas.
Durang
daring….durang daring semoga bisa ditinjau kembali. Guru itu tugasnya
dikelas membimbing, mendidik anak supaya pintar. Durang daring…during daring membuat guru jadi pusing bisa-bisa
malah jadi geuring! Bagaimana bisa begitu? Baru satu modul saja sudah habis
pulsa Rp. 50.000. Diisi lagi dengan jumlah yang sama eh…habis lagi untuk
mencoba memasuki soal yang berikutnya. Maklumlah tak tahu cara menghemat pulsa
agar bisa awet. Internet yang seharusnya menggunakan kuota malah hanya pulsa
telpon yang ada yang digunakan. Alhasil baru dibuka beberapa menit sudah tak
konek lagi. Inilah yang bisa membuat geuring! Oh….durang-daring!
*) Redaktur Majalah Dialektika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar