Mengenai Saya

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Nurdin Kurniawan, S.Pd. Bekerja sebagai PNS disalah satu sekolah di kota Kabupaten Cirebon. Selain sebagai guru aktif menulis di beberapa surat kabar yang ada di cirebon. Diorganisasi PGRI tercatat pula sebagai redaktur majalah Diaelktika, majalah milik PGRI Kab. Cirebon. Tinggal di Gebang yang merupakan Kampung Nelayan yang ada di Cirebon

Senin, 24 Juni 2019

ZIARAH Bagian Pertama (Cerpen)


Cerpen
ZIARAH
Bagian Pertama
Oleh : Nurdin Kurniawan

            Pembeli tak pernah sepi walau tak jauh dari tempat mangkal Mang Kajol terdapat juga tukang nasi goreng. Selera memang berbeda-beda, rupanya inilah yang membuat nasi goreng Mang Kajol tak pernah sepi dari para pembeli. Kata yang sudah ketagihan resep nasi goreng Mang Kajol memang beda dari tukang nasi goreng yang lainnya. Meski sudah ada tukang nasi goreng yang lain namun nyatanya dagangan Mang Kajol tetap ramai.
            Tak habis pikir kenapa dagangan Mang Kajol ini selalu ramai padahal kalau dilihat dari apa yang disajikan biasa-biasa saja. Inilah yang membuat tukang nasi goreng yang lain suka merasa iri dengan apa yang dilakukan Mang Kajol. Mulailah ada yang suka menyelidik apa yang menyebabkan dagangan Mang Kajol selalu ramai. Orang tak henti-henti untuk mencari tahu apa penyebabnya. Kalau  yang berbaik   sangka mengatakan hal itu sudah merupakan rejeki Mang Kajol, tapi mereka yang tak suka melihat keberhasilan Mang Kajol suka dikait-kaitkan dengan hal-hal yang kadang diluar logika.
            Belum sampai pukul 21.00 dagangannya sudah habis. Beres-beres untuk pulang lagi ke rumah. Keringatnya yang masih terlihat di dahi ia seka dengan  handuk kecil yang tak penah lepas dari lehernya. Dilihat anak, menantu, istri  yang ikut membantu dirinya jualan nasi goreng di pinggir jalan. Setelah dagangannya beres semua Mang Kajol memberikan komando agar anak buahnya segera pulang.
            “Sudah beres semuanya?”
            “Kalau sudah beres kita pulang”
Cucu Mang Kajol yang ikut membantu dagang  sudah tertidur pulas di bangku panjang lalu ia bangunkan.
            “Ayo cung kita pulang!”
Rupanya anak ini tertidur pulas disamping kakeknya yang dari tadi sibuk melayani para pembeli.
            Rumah Mang Kajol tak jauh dari tempat ia mangkal membuka warung nasi goreng. Hanya beberapa menit sudah sampai di rumah. Masih rumah kong yang tidak hanya dirinya saja yang ada disitu. Ada pula mertua dan beberapa keponakan yang memang ikut dengan Mang Kajol membantu usaha dagang nasi goreng. Dalam sekejap rumah yang tadi ramai dengan orang-orang yang baru datang dari jualan kini sepi. Penghuninya melepas ketegangan  dengan tidur malam.
                                                                        ***
            Lumayan juga dalam semalam bisa mengumpulkan uang  sampai 700.000 rupiah lebih. Untuk membeli apa yang akan digunakan esok harinya ia sisihkan 400.000 sisanya berarti penghasilan bersih yang bisa diperoleh dalam semalam. Uang itu juga dibagi-bagi lagi selain untuk membayar karyawan yang tak lain adalah  anggota keluarganya sendiri juga ada yang memang harus ia bayar karena yang bekerja orang lain. Tak lupa Mang Kajol sisihkan uang untuk ziarah.
            Sudah menjadi kebiasaan dalam hidupnya kalau apa yang diperoleh dari hasil usaha disisihkan untuk yang namanya ziarah. Wisata religi yang sengaja diagendakan dalam hidup Mang Kajol. Mau naik haji butuh uang yang tak sedikit maka kegiatan yang paling mudah untuk mengejarnya wisata religilah  yang paling dekat dengan kondisi keuangan yang ada.
            “Hidup jangan untuk urusan dunia saja”
            “Harus ingat pula dengan yang namanya akhirat”
“Dengan berziarah itulah yang namanya akhirat tergambar”
Tak hanya Mang Kajol yang hasil jerih payahnya disisihkan untuk  ziarah. Hampir semua tetangganya  tak beda jauh. Baik yang petani ataupun  pedagang yang namanya kegiatan ziarah selalu diagendakan dalam hidupnya. Maka tak heran bila ada majelis taklim yang mengadakan acara ziarah tak pernah sepi dari peminatnya. Begitu pula dengan Mang Kajol yang sudah beberapa kali ziarah namun tak pernah bosan dengan apa yang ia lakukan.
“Bagaimana mau bosan!”
“Yang namanya ibadah masa sih ada bosannya?”
Kalau sudah ada acara ziarah inilah Mang Kajol selalu menawarkan pada saudara-saudaranya agar ikut serta.
            Cukup untuk bisa berangkat 3 orang. Dihitungnya uang yang akan disetorkan ke panitia ziarah. Ada tawaran mau naik mobil bus yang AC biasa atau yang AC eksekutip. Apa bedanya? Dijelaskan oleh panitian kalau yang eksekutip  duduknya 2-2 sedangkan kalau yang biasa hanya  2-3. Tak tanggung-tanggung agar selama diperjalanan nyaman maka Mang Kajol lebih memilih yang eksekutip sekalian.
            “Yang eksekutip saja sekalian”
            “Biar kakinya bisa selonjoran bebas”, ujar Mang Kajol sambil tertawa.
Giginya yang ompong semua dibagian atas terlihat lucu. Mang Kajol lalu buru-buru menutupnya dengan tangan. Buru-buru tangannya merogoh saku di baju kain batiknya yang terlihat mentereng. Gigi palsunya lalu dipasangkan sambil  menutup dengan tangan agar orang lain tak memperhatikan apa yang sedang ia pasang.
            “Mang berangkatnya hari Minggu”
            “Jangan lupa bawa apa yang sekiranya dibutuhkan selama diperjalanan”
            “Kumpul di tajugnya Pak Kyai !”
Mang Kajol menganggguk-anggguk tanda mengerti dengan apa yang disampaikan pihak panitia.
            Ada saja gangguan manakala sudah siap mau berangkat. Kepala Mang Kajol seperti terasa berat. Sedikit pusing disertai batuk. Memang mendekati keberangkatan yang namanya  musim angin kumbang berhembus. Bawaan sepertinya udara itu terasa grimsang. Ada angin tetapi terasa panas seperti tak membawa uap air sama sekali. Kulit juga  cepat sekali busiknya, jadi mudah sekali untuk dicorat-coret itu yang namanya kulit tangan. Mang Kajol berharap sakitnya hilang dan kondisi badannya bisa  pulih sebab dalam beberapa hari ini ziarah akan berangkat.
                                                                        ***
            Banyak juga rombongan yang akan ikut ziarah. Ziarah Wali Songo Jawa, Madura sampai Bali. Itulah rute yang akan ditempuh. Sudah terbayang akan memakan waktu yang tidak sedikit. Setidaknya akan melewati 5 Propinsi. Perjalanan yang spektakuler untuk Mang Kajol yang sehari-harinya jualan nasi goreng. Sejauh apapun wong ia  sudah niati maka tak menjadikan masalah.
            Dua bus adalah rombongan dari Gegesik yang mobilnya 2-3 alias AC biasa, sedangkan untuk yang eksekutip nanti dipadati dari rombongan yang berasal  dari Padedilan. Mang Kajol yang ikut memilih naik bus 2-2 terpaksa gabung dahulu dengan bus yang 2-3 menunggu rombongan yang dari Pabedilan bergabung. Tiga bus yang akan ziarah ini 2 berangkat dari Gegesik sedangkan yang satu bus  berangkat dari Pabedilan dan akan bertemu di tempat ziarah yang pertama yaitu  di Makam Sunan Gunung Djati.
            Duduk disamping kanannya adalah sang istri tercinta dan sang cucu yang ikut serta. Perbekalannya terbilang paling banyak. Tas ukuran besar saja ada dua belum lagi kardus yang disimpan dibagasi. Perjalanan yang cukup jauh tentu tidak bisa disamakan dengan perjalanan yang dekat. Ini butuh persiapan yang matang maka tak heran sesuatu  yang harus dibawa dipersiapkan jauh-jauh hari sebelumnya.
            Alhamdulillah satu obyek ziatah sudah dilalui. Mang Kajol kini harus ganti bus dengan rombongan yang dari Pabedilan. Duduknya jadi lebih leluasa karena 2-2 tak seperti bus sebelumnya yang formasinnya 2-3. Duduk dibagian  tengah sambil mengatur-atur barang bawaanya yang cukup banyak. Salaman  dengan beberapa orang yang ada disampingnya. Maklumlah baru kali ini bertemu dengan mereka yang dari lain desa.
            Bus melaju kearah timur. Lokasi yang kedua katanya menuju kota Demak. Berkunjung ke makam raja-raja Demak pertama yang ikut menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Baru beberapa menit sudah terasa mual . Mang Kajol sudah tak tenang duduknya. Ingin sekali muntah dengan kondisi yang seperti ini. Benar saja dalam hitungan detik apa yang ia makan tadi dikeluarkan kembali. Ao-ao-ao sepanjang perjalanan membuat apa yang dilakukan Mang Kajol mendapat perhatian dari penumpang bus yang lainnya. Beberapa penumpang bahkan menutup hidung tak ingin mual gara-gara sang tetangga ikut mual.
            Perjalanan masih jauh Mang Kajol berharap bisa menyelesaikan ziarah ini sampai selesai. Sakit yang sedang dideritanya ini hanyalah sebuah ujian. Ada ritual yang harus ia selesaikan . Dalam batinnya tetap saja ia mengharap pada Yang Maha Kuasa agar perjalanan ini bisa membawa berkah. Sepanjang perjalanan ia berdoa pada Yang Maha Kuasa dagangannya ikut laris. Ia yakini dengan ziarah seperti ini hatinya makin dekat dengan Yang Kuasa.
            Tanpa Mang Kajol bus 3 memang terasa sepi. Dari orang inilah lelucon-lelucon segar mengalir. Tak terasa sakit yang ia alami semenjak awal perjalanan tadi kini hilang. Kini badannya bugar bahkan dapat menghibur penumpang yang lain selama perjalanan.
            Kesehatan memang sangatlah mahal. Siapa nyangka apa yang tadinya direncanakan seindah mungkin bia berantakan hanya gara-gara nikmat sehat ditarik dari tubuh kita. Beruntung orang-orang yang selalu dekat dengan Yang Maha Kuasa. Doanya didengar sehingga nikmat sehat itu bisa dinikmati  kembali. Sama dengan  perjalanan ziarah yang mermakan waktu, tenaga bahkan uang yang tidak sedikit. Sudah jauh-jauh hari direncanakan bahkan bisa berantakan hanya karena salah satu nikmatnya yaitu nikmat sehat dicabut.
            Tatapannya jauh ke depan memperhatikan laju bus yang menuju obyek ziarah yang berikutnya. Ini baru hari pertama belum menginjak hari-hari berikutnya yang masih panjang. Mang Kajol selalu berdoa kiranya Allah memberikan kekuatan agar dalam perjalanan ziarahnya ini memberikan arti tersendiri baik buat sang istri ataupun sang cucu yang ikut menyertai. Dalam hatinya juga berdoa agar dagangannya ini selalu laris dengan banyaknya pembeli. Doa dari orang-orang sederhana  seperti Mang Kajol dalam memaknai sebuah perjalanan yang namanya ziarah .

                                                                                                                        Cirebon, 11 Juli 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar