Cerpen
ZIARAH
Bagian Keempat
Oleh : Nurdin Kurniawan
Sungguh manusia memang keterlaluan!
Kalau tidak menyengajakan diri untuk ziarah sepertinya tak akan ada yang
namanya ziarah. Inilah yang aku alami. Betapa tidak! Hampir 6 (1998-2003) tahun
aku bertugas di Cirebon Utara mengajar di SMPN I Cirebon Utara. Yang namanya
Komplek Pemakaman Sunan Gunung Djati bukanlah hal yang aneh lagi. Hampir tiap
hari aku melewatinya. Namun mengapa aku tak pernah terpikirkan untuk ziarah
kesana? Baru setelah tahun 2012 keinginan itu terkabul. Pernah memang ketika
mengajar disana datang sekali ke komplek pemakaman, namun setelah aku ziarah yang
sekarang ternyata yang sebelah utara bukanlah Makam Sunan Gunung Djati. Aku
baru tahunya sekarang ini. Walah-walah keterlaluan!
Rugi sekali kalau orang Cirebonnya
sendiri belum pernah ziarah ke Makam Sunan Gunung Djati. Masa Wali Songo yang
salah satunya berdakah di Cirebon makamnya sendiri belum pernah didatangi? Bisa
dikatakan kurang ajar kalau ada orang Cirebon yang seperti itu. Makanya aku
bersyukur bisa ziarah untuk menghormati jasa beliau yang telah banyak
mengorbankan waktu dan tenaganya untuk berdakwah di jalan Allah.
Bus 3 yang aku tumpangi datang lebih
awal dari bus 1 dan bus 2 yang masih dalam perjalanan. Maklumlah berangkatnya tidak
bersamaan karena berasal dari lain daerah. Bus 1 dan bus 2 banyaknya jamaah
dari Gegesik sementara bus 3 dari Pabedilan. Karena Kyainya dari Gegesik maka jamaah dari bus 3
juga harus menungggu bus 1 dan 2.
Baru tahu juga kalau area parkir
untuk peziarah luas juga. Para peziarah yang menungggu Kyai dari bus 1 dan bus 2 biasa… belanja
dahulu. Di sepanjang jalan menuju areal makam memang banyak sekali orang yang
berjualan berbagai cendera mata. Semuanya tentu yang berhubunganh dengan keperluan
para jamaah. Mulai dari tasbeh, sarung, pernak-pernik yang bertemakan Sunan
Gunung Djati.
Tak terlalu lama akhirnya Kyai yang
ditunggu datang juga. Rombongan dari bus 3 akhirnya bergabung dengan bus satu
dan bus dua mengikuti Kyai masuk komplek Makam Sunan Gunung Djati.
Subhanallah!
Decak kagum dan takjub melihat kondisi makam yang tadinya hanya aku lihat di
foto dan TV. Sungguh sasak sekali orang yang datang berzaiarah. Rombongan yang
datang tak kebagian tempat persis depan pintu Makam Suanan Gunung Djati. Terpaksa agak ke
barat dekat dengan makan istri Sunan Gunung Djati yang berasal dari negeri Cina
yaitu Ong Tin Nyoh. Tak apalah tempat bisa dimana saja yang penting masih di
komplek Sunan Gunung Djati. Pak Kyai akhirnya memilih tahlilan ditempat ini.
Ternyata selain umat Islam yang berdoa
disini ada juga dari pemeluk agama lain yang sengaja datang untuk sama-sama
berdoa. Mereka dari umat Kong Hu Chu atau orang-orang keturunan Cina yang
sengaja berdoa menghormati Ong Tin Nyoh yang juga berasal dari Cina.
Sungguh luar biasa Sunan Gunung
Djati ratusan tahun yang lalu telah berbaur dengan orang-orang yang berasal
dari berbagai etnis. Salah besar kalau kita mendeskriditkan salah satu suku.
Imam kita yang menyebarkan agama Islam di Tanah Jawa ternyata telah
mencontohkan kalau pembauran harus dilakukan. Mereka tidak melihat suku ataupun ras, yang mereka lihat
adalah nilai iman dan takwanya di sisi Allah. Subhanallah!
Ada bagian yang unik lainnya setelah
acara tahlilan selesai. Jamaah yang tadi berdoa lalu menyawerkan uang logam
kekomplek pemakaman. Jamaah yang tadi
ikut beroa tak ada satupun yang berani mengambil uang yang disawerkan. Beda
sekali dengan sawer-sawer yang dilakukan pada saat hajatan ataupun orang baru
saja membeli motor atau mobil. Biasanya
yang saweran akan diperebutkan oleh banyak orang, tapi kalau yang di makam ini tak ada satupun jamaah yang tadi ikut
berdoa lalu mengambil uang logam ataupun uang kertas yang disawerkan. Takut
kewalat barangkali!
Ada satu hal lagi yang menurutku terlihat
rese di Komplek Pemakaman Wali yang
satu ini. Banyak sekali orang yang meminta-minta. Hampir di tiap gerbang ada
yang meminta-minta baik itu yang resmi untuk kepentingan perawatan ataupun yang
untuk kepentingan pribadi. Bisa juga hal ini sulit untuk dihilangkan sebab
salah satu wasiat dari Sunan Gunung Djati ialah ingsun titip tajug lan fakir miskin.
***
Suka merenung dalam hati betapa
hebatnya orang yang bernama Sunan Gunung Djati. Menyebarkan agama Islam di
tanah Jawa bagian barat. Jauh sebelum orang-orang di tanah Jawa mengenal yang
namanya agama tauhid. Betapa banyak hambatan dan rintangan yang dihadapi beliau
dalam menyebarkan agama nan agung ini. Berkat kegigihannya Cirebon termasuk
daerah yang bisa beliau Islamkan.
Dilihat dari jamaah yang tak pernah
terputus mendoakan beliau menunjukkan bahwa beliau bukan orang sembarangan.
Amal ibadahnya akan selalu dikenang dan didoakan orang. Semoga Alllah memberikan
sebaik-baiknya tempat bagi beliau, amien.
Kini mulai
terbuka akan nilai-nilai ziarah. Kalau tidak diingatkan dari sekarang
sepertinya tak akan ada istilah ziarah dalam hidup ini. Bersyukur aku bisa
melaksanakan ziarah walau terbersit sekarang-sekarang ini. Kalau dari dulu sudah
ada rasanya aku ini sudah beberapa kali ke Gunung Djati. Walau baru sekali
namun aku berkehendak hal ini akan bisa dilakukan walau dilain waktu. Kalau
hanya baru kali ini tak apalah Insya Allah dilain kesempatan akan aku
ulangi lagi.
Doa yang mustajab memang salah
satunya ada ditempat-tempat khusus seperti kuburan orang-orang soleh. Bukan aku
mengeramatkan kuburan tertentu. Kuburan siapa saja bisa untuk berdoa. Bukan meminta-minta pada
kuburan, inilah yang harus dipertegas. Kita ziarah mendoakan orang yang ada didalam kubur.
Ziarah ini adalah acara religi
sebelum orang-orang yang punya uang berhaji. Dalam haji juga intinya
mengunjungi makam para Nabi . Kebetulan saja lokasinya jauh-jauh ada di luar
negeri. Tak ada salahnya kita juga menziarahi orang yang berjasa dalam menyebarkan
agama Islam. Mereka itulah yang lebih dikenal dengan nama Wali. Karena di Pulau
Jawa yang terkenal ada 9 maka namanya Wali Songo.
***
Ada semacam kepercayaan kalau kita
tahlilan ataupun ziarah di Sunan Gunung Djati setiap jum’atnya selama 40 hari
tanpa terputus maka hajatnya akan dikabulkan oleh Allah. Keberadaanku di makam
Sunan Gunung Djati bukanlah untuk itu. Kalaupun Allah mengabulkan doa hamba-Nya
tentu sangat diharapkan. Aku lagipula tak mau dipusingkan oleh urusan yang
seperti itu. Pokoknya aku berziarah ingin berdoa di makam orang-orang yang
telah berjasa menyebarkan agama Islam sampai aku dan lingkunganku masuk Islam
semua. Ini tentu suatu perjuangan orang yang tidak sembarangan. Orang yang tinggi
ilmunya sehingga banyak mempengaruhi pola pikir orang tempo dulu untuk memeluk
agama Islam.
Satu rombongan berdoa akan diikuti
rombomgan yang lainnya begitu dan begitu kalau berada di lokasi ziarah. Tak
pernah sepi yang namanya makam. Terkadang aku suka memikirkan bagaimana ketika
yang bersangkutan masih hidup di dunia dahulu. Makamnya saja tak pernah terhenti
didatangi orang. Pasti orang yang sangat luar biasa.
Diantara orang yang ikut dalam
rombongan ternyata ada yang suda beberapa kali ikut ziarah. Rupanya mereka
punya kenangan tersendiri dengan acara ziarah ini.
“Banyak sekali hikmah yang bisa
diambil dengan melakukan ziarah”
“Selain mengingatkan kita akan yang
namanya kematian”
“Ziarah juga bisa memuluskan doa
kita”
“Setidaknya dengan datang ke kekasih
Allah doa-doa yang dipanjatkan akan terus langsung ke Allah”
“Inilah nikmatnya ziarah”
Pantes saja
kalau motivasinya seperti itu. Ada yang dirumahnya berdagang maka motivasi ziarahnya
ada yang ingin agar dagangannya laris. Ada yang nelayan maka setelah ziarah ini
ingin agar hasil tangkapannya meningkat dan banyak lagi alasan yang
dikemukakan. Mudah-mudahan apa yang diinginkan itu terkabul. Tapi inti dari
ziarah itu sendiri agar kita yang masih hidup ingat akan yang namanya kematian.
Dari kematian ini manusia diingatkan untuk tidak serakah. Manusia diingatkan
agar dirinya bisa memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Ingat akan Allah
yang telah menciptakan dari tiada menjadi ada.
Berjalan kaki menuju bus banyak
sekali yang dilihat. Para fakir miskin berderet sepanjang lokasi ziarah. Mereka mengharap belas kasihan dari kita yang
datang dari jauh. Bagi yang mau berderma tempat-tempat seperti lokasi ziarah
memang sangatlah tepat. Usai berdoa kita jangan sampai lupa pada mereka yang
nasibnya tidak sebaik kita. Bersodakoh untuk mempererat tali silaturahmi pada
mereka yang kurang beruntung.
Masuk lagi bus untuk melanjutkan ke
obyek ziarah yang berikutnya. Alhamdulillah
satu lokasi sudah didatangi kini menuju lokasi yang berikutnya. Masih bayak catatan
dan cerita yang akan terurai manakala kita melakukan suatu perjalanan . Insya Allah semuanya akan diceritakan
agar perjalanan yang kita lakukan bisa membuat kita sadar bahwa masih banyak
orang yang juga ingin mendengarkan kisah-kisah yang seperti ini. Kisah religi
yang dapat mengetuk hati siapa saja yang ingat akan kematian. Kisah yang akan
mengingatkan kita bahwa setelah hidup di dunia ini akan ada kehidupan berikutnya.
Ya Allah bimbinglah hamba-Mu yang
ingin mengetahui banyak tentang sejarah Wali Songo. Bimbinglah hamba-Mu yang
ingin berbagi cerita dengan teman-teman
yang belum sempat mengunjungi para Wali-mu yang dahulu berjuang
menyebarkan agama Islam di bumi nusantara. Bimbinglah selalu hamba-Mu yang tak
bisa apa-apa ini agar jangan salah. Dari insan yang lemah dan akan kembali
pada-Mu.
Cirebon, 18 Juli 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar