Mengenai Saya

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Nurdin Kurniawan, S.Pd. Bekerja sebagai PNS disalah satu sekolah di kota Kabupaten Cirebon. Selain sebagai guru aktif menulis di beberapa surat kabar yang ada di cirebon. Diorganisasi PGRI tercatat pula sebagai redaktur majalah Diaelktika, majalah milik PGRI Kab. Cirebon. Tinggal di Gebang yang merupakan Kampung Nelayan yang ada di Cirebon

Jumat, 28 Juni 2019

L A N I (Cerpen)


Cerpen
L   A   N   I
Oleh : Nurdin Kurniawan

            Terdiam seisi kamar yang terdiri dari 4 orang penghuninya. Rumah petak yang terdiri dari 4 pintu ini memang dihuni oleh 4 penyewa yang berbeda. Satu pintu hanya ada 2 kamar yaitu satu kamar tamu dan satu kamar tidur. Kadang yang namanya ruang tamupun untuk tidur kalau sudah malam. Lani menghuni salah satu kamar dengan 3 orang temannya. Semuanya sama bekerja sebagai pedagang asongan di kereta api. Keempat orang ini saling curiga ketika Lani   kehilangan uang.
            “Uang itu sudah dua bulan saya kumpulkan”
            “Masa sih ada yang mengambil”
Lani tidak menuduh pada teman sekamarnya yang mengambil namun  fakta uangnya telah hilang dari tas tidak terbantahkan. Dibuka bolak-balik  isi tas tak ada uang sepeserpun yang tersisa. Sampai malam Lani murung karena misteri hilangnya uang belum juga terpecahkan. Ridwan yang dituakan di kamar ini juga tidak mau berprasangka yang tidak-tidak pada yang lainnya. Ia yakin kalau orang yang masih satu kampung ini tidak akan melakukan hal sejauh itu pada teman sekamar.
            Masih ada modal berupa barang dagangan yang kemarin  belum laku. Dagangan sekotak  inilah yang menjadi harapan bagi Lani untuk bisa mengais kembali lagi rejekinya yang hilang. Teman sekamarpun pada mengerti dengan ikut mentraktir makan Lani dalam beberapa hari ini. Itulah pentingnya arti sebuah persaudaraan. Uang hilang barangkali masih bisa dicari lagi. Sama-sama dirantau harus saling memahami dan saling membantu. Sakit salah satunya maka sakit semua penghuni kamar ini.
            “Ayo kita berangkat”
Empat anak muda yang semuanya berprofesi sebagai pedagang asongan jalan bersama-sama. Stasiun Jatinegara memang tak jauh dari rumah kontrakan Lani dan kawan-kawan. Mengambil posisi menyebar menerapkan strategi dagang agar bisa mengais rejeki dengan cepat.
            Stasiun di hari Senin  terlihat ramai bila dengan hari-hari yang lainnya. Penumpang yang keluar dan masuk Jakarta lebih padat dari hari-hari biasanya. Walau pedagang asongan dilarang masuk areal stasiun  namun bagi Lani dan Nasihin sudah bukan hal yang aneh lagi. Berbagai celah ternyata masih bisa ditembus. Memang sih beberapa kali razia yang namanya pedangang asongan kalau lagi apes terjaring juga. Berbekal pengalaman inilah pedagang asongan suka pinter-pinternya mengatur stategi agar jangan sampai terkena trantib.
            Berat dagangan yang digendong didepan mulia terasa berkurang, ini artinya beberapa dagangan seperti minuman mineral, susu, teh kotak, rokok mulai berkurang. Sungguh senang dagangannya sudah habis setengahnya. Kadang di pinggir stasiun Bang Boim si pedagang yang suka mensuplai barang dagangan suka menawari lagi barang-barang yang akan dijual. Tinggal ambil semauanya tinggal nanti pembayaran diakhir. Namun kali ini Lani tidak mau diambil pusing oleh tawaran Bang Boim. Ia lebih memilih menghabiskan  sisa dagangannya.
            Pedagang  asongan yang ada digerbong depan memberikan kode pada pedagang asongan yang lain. Kode itu bisa diterjemahkan sebagai kode adanya razia. Tak heran pedagang asongan yang ada digerbong berhamburan meninggalkan kereta api yang jalannya mulai melambat karena memasuki stasiun. Lani yang masih meladeni pembeli masih juga menghitung uang kembalian yang akan diberikan . Transaksinya yang belum selesai ini menjadi petaka buat Lani. Di gerbong kereta yang ia naiki sudah ada beberapa polisi khusus  kereta api dan satpol PP yang naik. Mau lari ke gerbong yang ada dibelakangnya juga sedemikian karena sudah ada Satpol PP yang naik. Lani digiring ke kantor  Polisi Khusus kereta api. Barang dagangannya semuanya disita sebagai bukti pelanggaran. Walau Lani sudah mengajukan berbagai keberatan namun usahanya ini sia-sia.
            “Pak ini barang dagangan buat menyambung hidup”
            “Kembalikan barang dagangan saya pak?”
Mengiba-iba juga tak membuat polsus kereta api tak menghiraukan.
            “Diam kamu!”
Sentakan itulah yang membuat Lani diam . ia tak ingin masuk kurungan hanya karena melanggar berjualan didalam kereta api.  Setelah didata siapa namanya barulah Lani dibebaskan. Hanya saja barang dagangannya tidak bisa diberikan . Lani berjalan lunglai menuju kontrakannya. Jalannya seperti berada di awang-awang. Belum lama kehilangan uang yang sudah dikumpulkannya berbulan-bulan kini nasib naas  menghampiri lagi. Jadi tak karuan apa yang dipikirkan Lani.
            Diam hanya menatap sudut kamar kontrakan. Teman-temannya belum pada pulang. Menangis, teriak keraspun tak ada gunanya lagi. Kejadian apes seperti ini seolah hanya menimpa dirinya. Ketika teman-temannya mulai berdatanganpun Lani masih saja melamun. Walau tidak bertanya kenapa namun Ridwan , Nasihin dan Kurdi sudah tahu kalau Lani hari ini terkena razia. Ini mereka peroleh khabar dari si Bimbim yang telah memberitahu sebelumnya. Ridwan sebagai yang tertua dikontrakan ini memberikan semangat pada Lani agar tabah dalam menghadapi ujian.
            “Sabar Lan”
            “Inilah ujian hidup yang harus kita hadapi”
Lani seolah tak mendengar apa yang diucapkan oleh Ridwan. Pikirannya tak menentu dengan apa yang barusan dihadapi. Mau usaha apa lagi yang kiranya bisa memberikan uang yang banyak? Belum lama mengumpulkan uang hasil   jualan di kereta api hilang! Kini barang dagangannya dirampas petugas. Mau apa lagi? Mata terpejam sambil tangannnya meninju tembok rumah kontrakan. Ketiga sahabatnya mengerti perasaan yang sedang dihadapi Lani.
            “Sudah Lan…”
`”Nanti kami patungan untuk menyumbang lagi agar kamu tetap bisa jualan lagi”,ujar Nasihin memberikan semangat.
            Kejadian yang menimpa Lani memang memberikan dampak bagi ketiga penghuni kamar yang cukup pengap . Kadang nasib susah untuk ditentukan ujungnya. Kalau saja razia kemarin bisa diantisipasi tentunya mereka akan selamat. Namun  apa daya manusia hanya bisa merencanakan namun harus seperti ini kejadiannya. Lani yang tadinya murah senyum kini lebih banyak diam. Sahabatnya sering memberikan semangat agar  bangkit lagi namun tetap saja Lani banyak murungnya. Yang membuat teman-temannya makin khawatir ternyata kejadian beberapa hari yang lalu tetap saja susah untuk Lani lupakan. Lani malah kini sering ngomong sendirian.
            “Lan kamu pulang dulu saja ke kampung ya?”
            “Nanti kami yang akan mengongkosi!”
Lani diam saja tak merespon apa yang diungkapkan Kurdi. Ketiga orang ini jadi ikut bimbang dengan apa yang sedang dialami Lani. Sudah dua hari Lani memang tidak berjualan lagi. Ketiga kawannya makin  khawatir setelah  tetangganya memberitahu kalau Lani tadi waktu mandi kembalinya ke kamar tidak mengenakan baju apapun. Hal inilah yang menjadi kebingungan teman-temannya. Apakah karena hilangnya uang lalu hilangnya dagangan yang dirazia membuat Lani terpukul? Entahlah yang jelas akibat kejadian itu Lani murung bahkan dalam beberapa hari tidak ngomong.
            Ridwan, Kurdi dan Nasihin akhirnya berembug untuk memulangkan Lani ke kampungnya di Cirebon. Rencananya hari ini mereka semua akan pulang. Bentuk solidaritas agar Lani bisa tenang dahulu di kampung biar nanti kalau beban pikirannya mulai normal  tentunya Lani akan diajak kembali lagi ke Jakarta.
            Sepanjang perjalanan keempat orang ini tidak banyak berbicara.  Dilihat lagi temannya yang satu ternyata tidak satu patah katapun yang keluar dari mulutnya. Lani masih menatap pinggir kaca bus entah apa yang dilihatnya. Sampai di kampungpun Lani tetap membisu dengan   pikiran yang entah bercabang kemana. Orangtua Lani yang hanya tinggal ibunya sangat mengkhawatirkan nasib anaknya. Ridwan berusaha menjelaskan duduk persoalannya sampai akhirnya Lani seperti itu.
            Sebagai orangtua Kasirah membawa Lani ke orang pintar. Mulanya Lani mau ngomong walau hanya satu dua patah kata. Setelah pulang dari orang pintar kelakuannya seperti yang dulu lagi. Tak ada satupun kata yang keluar dari mulut Lani. Hari-harinya diiisi dengan diam diri seribu basa.
                                                                        ***
            Kasirah teriak-teriak mencari keberadaan Lani. Tadi malam ia yang mengunci pintu rumah, tapi  esok paginya pintu sudah terbuka. Tertangga yang merasa kasihan ikut pula mencari keberadaan Lani.
            “Kira-kira jam  berapa  perginya?”
Kasirah hanya menggelengkan kepala. Ia tak tuhu persis kapan pintu dibuka anaknya untuk keluar rumah. Di rumah ini memang hanya Kasirah dan Lani saja penghuninya. Kakak Lani hanya satu dan itupun sudah pisah rumah. Pencarian terus dilakukan sampai akhirnya dapat khabar kalau anaknya ini sedang berjalan di daerah Brebes. Dikirimlah mobil sewaan untuk menjemput Lani yang jalannya makin jauh. Kasirah hanya bisa menangis  melihat anaknya yang seperti itu.
            Hanya selang sehari Lani minggat dari rumah kini terulang lagi. Lani sudah pergi meninggalkan  rumah. Tetangga yang iba dibuat sibuk untuk mencari keberadaan Lani. Barulah sore harinya Lani diketemukan dan ini sudah meninggalkan jauh sekali dari rumah. Seringnya Lani meninggalkan rumah membuat Kasirah berinisiatip agar sang anak ini dikurung saja dalam kamar. Lani tak ubahnya tahanan yang hanya diizinkan keluar rumah kalau mau BAB dan kencing.
            Kasirah hanyalah buruh  cuci yang penghasilannya tidak seberapa. Untuk mengobati Lani ke dokter jelas ia tak sanggup untuk membiayai. Usaha sudah kesana kemari ia lakukan namun hasilnya tetap nihil. Sampai akhirnya tetangga semua sudah pada tahu kalau Lani dikatakannya stess.
            Lani pemuda tanggung yang belum stabil dalam hal kemandirian  sudah menghadapi berbagai macam cobaan hidup. Batinnya belum kuat menerima kenyataan sampai akhirnya terpikirkan terus. Lani stress yang berkepanjangan dan makin hari makin parah. Ibunya yang makin tua sudah tak sanggup lagi menahan Lani ketika anak ini pergi tak ketahuan perginya. Lani lontang-lantung di jalan sampai orang sekampungpun bosan menjemput pemuda yang satu ini.

                                                                                                                    Cirebon, 5 Januari 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar