Mengenai Saya

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Nurdin Kurniawan, S.Pd. Bekerja sebagai PNS disalah satu sekolah di kota Kabupaten Cirebon. Selain sebagai guru aktif menulis di beberapa surat kabar yang ada di cirebon. Diorganisasi PGRI tercatat pula sebagai redaktur majalah Diaelktika, majalah milik PGRI Kab. Cirebon. Tinggal di Gebang yang merupakan Kampung Nelayan yang ada di Cirebon

Rabu, 19 Juni 2019

DAPAT REHAB (Cerpen)


Cerpen
DAPAT REHAB
Oleh : Nurdin Kurniawan

            Kondisi bangunan yang sudah tua sudah seharusnya mendapatkan perbaikan atau rehab. Bila dibiarkan lapuk dimakan usia tentu akan membahayakan siapa saja yang ada didalamnya. Tahun 2012 ini SMPN 2 Pabedilan mendapatlan 5 rehab untuk 5 kelas. Kelas yang bagian timur  ada 4 ruang yang direhab. Sebelumnya memang sudah 2 ruang yang direhab, itu artinya kini jajaran ruang yang ada di belelah timur direhab semua, ditambah yang sebelah barat ada 1 ruangan.
            Ada senangnya ruangan mendapat rehab yang artinya kondisi sekolah jadi bangus lagi. Namun dalam beberapa hari ini ada saja yang dibuat pusing oleh kedatangan para wartawan bodrex. Mereka inilah yang datang hanya tengak-tengok tanpa ada yang diliput atau diwartakan. Kedatangan mereka ini hanya membuat pusing pihak tuan rumah. Bagaimana tidak pusing? Setiap datang hanya             mencari-cari kesalahan, dan ujung-ujungnya minta duit. Inilah yang disebut dengah wartawan bodrex, mereka yang datangnya selalu bikin pusing.
            Selama proses rehab ini yang namanya wartawan bodrex datang hampir tiap hari. Mereka datang dari berbagai kelompok. Bila satu kelompok sudah pergi maka akan datang kelompook yang berikutnya. Begitu dan begitu yang terjadi. Otomatis tuan rumah yang menghadapi tadi ikut dibikin pusing. Kalaulah kedatanganya mau meliput silahkan-silahkan saja. Tapi yang ada mereka ini tidak ada yang bawa kamera, tidak ada yang bawa kertas untuk mencatat. Kalau datang ke ruangan tamu                           justru tidak sopan, slonang-slonong seperti rumahnya sendiri. Akibat dari tingkahlaku yang seperti ini yang membuat tuan rumah jadi sungkan untuk menemui mereka. Bar bir ber kalau ada yang namanya wartawan bodrex.
            Siapakah yang dicari wartawan bodrex? Ya…pasti jawabannya adalah Kepala, Sekolah. Kepala Sekolah inilah yang selalu ditanyakan oleh si bodrex. Sebab percumah kalau datang tidak ketemu dengan Kepala Sekolah sebab pulangnya dipastikan tidak akan diberi ongkos. Niatnya juga tidak akan meliput atau mencari berita. Niat mereka sudah jelas mau cari amplop. Jadi pimpinanlah yang dicari.
            “Ada Bapak Kepala Sekolahnya?”
Guru yang tahu Kepsek dari pagi tidak datang mengatakan dengan sesungguhnya.
            “Dari pagi belum datang Pak”
Si Wartawan CNN melihat jam seolah-olah meyakinkah kalau ada pejabat yang jam seginian belum juga datang itu namanya keterlaluan. Geleng-geleng kepala seperti benar-benar kecewa.
            “Jam berapa biasanya datang?”
            “Kurang tahu ya Pak”
Lalu si wartawan tadi keliling ke beberapa ruangan mencari-cari yang namanya Kepala Sekolah. Percumah dicari-cari juga sebab memang pimpinan tidak ada di tempat.
            “Itu mobilnya ada!”
Di halaman parkir memang ada beberapa mobil. Disangkanya kalau yang memiliki mobil hanya Kepala Sekolah. Sekarang ini yang namanya mobil bukan barang mewah lagi. Guru juga bisa beli mobil sih walau dapat kridit atau pinjam hasil gadean.
            “Itu punya Guru”
Dijelaskan  seperti itu seperti tak percaya . Ya terserah kalau memang dia tidak percaya. Antara Kepala Sekolah dengan Guru malahan di sekolah ini gurunya ada yang lebih kaya, sebab ada Guru yang punya penghasilan tambahan yang justru penghasilan tambahannya itu bisnis yang sudah jadi. Tak heran kalau mobil adalah kebutuhan yang sudah sangat mendesak. Diberitahu seperti itu masih juga tidak percaya. Masih juga tengak-tengok tak percaya mencari-cari yang namanya Kepala Sekolah.
            Begitulah situasinya kalau sekolah sedang mendapat rehab. Tamu datang silih berganti, ada yang mengatakan LSM, ada yang mengatakan dari yayasan ini dan itu, pokoknya mereka –mereka yang tidak biasanya datang kini pada bertamu. Sudah jelas kalau yang namanya wartawan bodrex sih hampir tiap jam mereka nongol.
            Entah kenapa pula yang namanya Kepala Sekolah seperti sembunyi dari para wartawan bodrex ini. Kalau saja dihadapi dan kemukakan argument sepertinya mereka juga akan capai sendiri lalu pulang. Karena ada ‘dosa’ sebelumnya yang masih saja diingat maka   siapapun yang datang seperti akan menanyakan hal itu tadi. Seakan-akan mengorek keterangan tentang masa lalu. Sudah jelas yang namanya si bodrex tadi kerjanya hanya mencari kesalahan. Kalau sudah ketemu kesalahannya? Ya sudah jelas… ini yang disebut makanan empuk. Sasaran untuk mendapatkan amplop akan makin jelas saja. Maka menghindar adalah jalan sementara yang paling ampuh. Kalau bisa jangan datang lagi ke sekolah. Biar teman-teman Guru dikontek agar jangan sampai mengeluarkan pernyataan yang tidak seragam. Semuanya harus satu suara, satu kata.
            Tahu yang dicarinya tidak ada si wartawan bodrex tadi akhirnya pulang. Buat apa menungggu lama-lama juga kalau yang ditungggunya tidak nongol-nongol.   Keinginan untuk mendapatkan amplop berlalu begitu saja.
            Bila hari ini tak juga mendapatkan yang diinginkan bukan berarti berhenti sampai disini. Besok akan ada perburuan lagi. Masih banyak hari selagi apa yang dinginkan belum terkabul. Pokoknya cari dan cari sampai                si Kepala Sekolah ketemu.
            Ada si wartawan bodrex yang saking kesalnya sudah beberapa kali ingin ketemu Kepala Sekolah namun tidak juga bertemu lalu ia marah-marah.
            “Masa setiap kali saya kesini tidak ada?”
            “Yang pengertian saja…”
            “Kondisikan begitu!”
Guru yang menghadapinya kebetulan juga tak mengerti dengan keinginan si wartawan bodrex tadi, justru malah bertanya maksud dari kalimat ‘kondisikan’.
            “Maksudnya bagimana Pak?”
Wartawan bodrex tadi tersenyum pahit seolah meledek sang Guru.
            “Ya… Bapak mengerti sajalah”
            “Kami datang dari jauh, masa tidak pengertian”
            “Masa tidak ada uang bensinnya!”
Guru tadi akhirnya mengeri kalau ternyata ujung-ujungnya si wartawan bodrex tadi minta duit. Karena mintanya untuk beli bensin lalu sang Guru berbisik pada bendahara yang dari tadi ikut dipusingkan oleh tamu tak diundang ini.
            “Amplopi saja Rp. 50.000”
Tak lama kemudian si bendahara membawa amplop yang tentunya sudah diisi sesuai dengan permintaan buat beli bensin. Dipikir si bendahara uang tersebut sudah lebih dari cukup  bahkan masih ada sisanya kalau untuk beli bensin motor  sih. Biar si wartawan bodrex cepat pulang maka amplop lalu diberikan. Bukannya malah berterimakasih malah menerima amplop juga seperti masih penasaran. Itu yang namanya  amplop dibuka disitu juga. Tahu isinya hanya Rp. 50.000 si wartawan bodrex itu  sangat kecewa.
            “Masa segini?”
            “Yang benar saja!”
Uang itu dikewer-kewer seperti tak berguna masa sekali. Pak Guru yang jelas menganggap si wartawan bodrex ini keterlaluan lalu mengambil lagi uang yang dikewer-kewer tadi.
            “Ya sudah kalau Bapak tidak mau”
            “Masih banhyak kok yang mau duit ini!”
Uang itu lalu dimasukkan lagi ke saku celana. Lumayan bisa buat beli pisang goreng dan diletakkan di meja Guru pasti akan laris manis. Dari pada diberikan pada orang yang seperti ini yang tidak tahu rasa syukur. Orang tadi akhirnya keluar ruangan sambil menggerutu entah apa yang digerutukan  karena suaranya juga tidak jelas.
            Kejadian seperti itu disaksikan oleh Bapak dan Ibi Guru yang lain. Ulah yang  membuat rekan-rekan  malah jadi tidak simpatik. Wong diberi amplop malah dibuka ditempat dan mengatakan terlalu kecil. Memangnya berapa sih kalau diberi di tempat lain? Oh …inilah rupanya yang membuat si wartawan bodrex tadi membuka isi amplop. Rupa-rupanya sebelum ini si wartawan radi pernah datang ke tempat yang sama dan pernah diberi uang lebih besar dari yang ia terima sekarang ini. Rupanya itulah yang dijadikan patokan. Kalau uangnya lebih rendah akan dikembalikan. Wah…sombong amat! Segitu diberi dan tanpa ada pekerjaan apa-apa yang ia lakukan. Malah minta lebih dari yang seharusnya. Kebiasaan jelek yang membuat ia ketagihan untuk kembali datang kesini dan tentunya meminta uang dengan jumlah yang lebih besar lagi. Enak banget! Duwite ki Mardiah tah!
            Ada gula ada semut, itulah daya tarik kalau suatu sekolah sedang mendapatkan rehab ataupun mendapatkan Ruang Kelas Baru (RKB). Ada saja yang tahu kalau suatu sekolah sedang ada proyek. Baunya cepat tersebar dan dengan mudahnya lalat-lalat itu hinggap. Pembangunan seperti dianggap barang bancakan. Tal til tul yang membuat jumlahnya  makin berkurang dari semestinya, yang akibatnya mengurangi dari jumlah yang seharusnya diterima.
            Selama belum selesai pembangunan ini rasa-rasanya ucing-ucingan masih akan berlanjut. Mana saja yang sembunyinya paling lama maka itulah yang akan menang. Geleng-geleng kepala dengan banyaknya tamu yang tak diundang. Ditatapnya pembangunan kelas yang belum selesai. Ingin agar cepat selesai biar lalat dan kumbang pergi secepatnya. Biarlah angin saja yang membawa khabar berita menggembirakan.

                                                                                                        Cirebon, 27 September 2012
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar