CERPEN
K E N E D I
Oleh : Nurdin Kurniawan
Tidak gaduh kalau bukas kelas 9.E, begitu guru-guru menyebut kelas yang satu ini.
Memang diantara kelas-kelas yang ada kelas 9.E cukup terkenal. Maklumlah
diantaranya ada seorang anak yang bernama
Kenedi. Memang selain Kenedi ada juga beberapa anak yang juga suka bikin
jegkel sang guru. Anak yang satu ini perawakannya memang tinggi dengan model
rambut yang sedang ngetrend. Kelakuan anak ini kalau di kelas tidak mau diam. Bila
sudah masui kelas kalau ada pelajaran yang tidak suka maka Kenedi tidak akan
masuk kelas. Bila gurunya menyenangan maka barulah ia akan masuk.
Ulahnya
yang suka memilih-milah guru mana yang menyenangkan dan mana yang kurang menyenangkan
membuat anak ini seringkali berurusan dengan guru.
“Kenapa
kamu tidak masuk kelas?”
“Gurunya
tidak enak mengajarnya”
“Memangnya
guru itu makanan?”
Anak ini tertawa
dengan mengusap-usap rambutnya. Rambutnya di cat dengan pilok yang berwarna
biru. Dengan Wakasek kesiswaan sudah sering beberapa kali digunting namun tetap
saja tidak ada perubahan.
“Kamu kemarin disuruh apa sama
bapak?”
Cengangas-cengingis
seperti tidak punya dosa apa-apa. Anak ini disuruh jonggok dengan dicukur agar
rambutnya rapih kembali. Tak ada perasaan malu ataupun berdosa denga apa yang
dilakukan.
Masalah gulat memang sudah tidak
asing bagi Kenedi. Termasuk anak yang disegani karena postur tubuhnya yang
memang tinggi. Kawan-kawannya cukup banyak juga. Kadang kalau tidak ada jam
pelajaran yang kosong digunakan Kenedi dan kawan-kawan gunakan waktu yang
kosong itu dengan main bola. Bledag-bledug
dengan memainkan bola dikelas.
“Masa main bola di kelas!”
Bola yang tadi
digunakan disumputkan agar tidak diambil guru. Kadang kalau diambil guru sudah
pasti itu bola akan disobek dengan pisau. Maklumlah yang digunakan adalah bola
plastik.
Tak lama
kemudian pindah ke lapangan basket. Di lapangan basket kadang anak ini bersama
teman-temannya main bola.
“Kamu jam pelajaran siapa jam
sekarang main bola?”
“Gurunya tidak ada pak?”
“Siapa…?”
Si anak lalu
menyebutkan salah seorang guru pengajar yang kebetulan hari ini ada keperluan
keluarga. Kadang ada gurunya juga Kenedi berani main bola di lapangan basket.
Seperti tadi itu, kalau gurunya tidak ia senangi maka dengan enteng anak ini
meninggalkan pelajaran. Seperti tidak
ada beban sama sekali. Sekolah mau pintar ataupun tidak bukan menjadi
prioritas.
Coba lihat catatannya? Oh…kalau
menanyakan catatan tentu tidak akan ada isinya. Wong kalau menulis bukan apa yang
ada di papan tulis yang ia kerjakan. Kenedi menulis apa yang ia suka. Namanya
buku tulis tentu jarang digunakan untuk menulis. Kadang ketika yang namanya menulis
anak ini mukanya ditempelkan di ujung meja. Seperti tidak ada gairah untuk menulis
apalagi kalau mengerjakan latihan. Waktu habis jam pelajaran entah apa yang
didapat Kenedi. Yang jelas ini begitu senang ketika mendengar bel istirahat
berbunyi.
Perhatian dari orangtua memang kurang
begitu diperhatikan. Anak ini kalau berangkat anak dianggap syukur oleh orangtuanya. Kalau tidak
berangkat tetap saja minta ongkos pada orangtuanya. Pernah anak ini tidak
berangkat sekolah dari rumah. Namuan pada jam sekolah anak ini berani main
ke halaman sekitar sekolah. Seperti tidak ada perasaan bersalah walau main
disekitar halaman sekolah. Ada yang melihat beberapa guru namun anak ini
seperti tidak ada rasa takut sama sekali. Kalau ditanya kenapa tidak sekolah
jawaban mudah yang diperoleh. Cengangas-cengeges
seperti tidak ada beban sama sekali.
Semester kemarin anak ini sungguh
diluar dugaan. Nilainya bagus-bagus semua. Entah nilai dari mana sehingga anak
ini bisa memperoleh nilai yang bagus. Sepertinya selama soalnya berbentuk
pilihan ganda maka akan dengan mudah dikerjakan oleh Kenedi. Lalu bagimana
dengan soal bernentuk essay? Kalau soal essay entah jawaban dari mana Kenedi
suka bisa. Yang jelas anak ini suka menjawab dengan benar. Perlu penelitian
lebih lanjut memang kalau ingin mengetahui bagaimana sampai anak ini mendpatkan nilai yang bagus.
***
Liburan semester Kenedi mendatangi sekolah. Dengan segala
kemampuan ia berusaha ingin datang ke sekolah belajar namun entah godaannya
begitu besar manakala setiap ia ingin
pergi ke sekolah. Setiap hari seperti itulah yang dirasakan Kenedi bila
hendak ke sekolah. Bertahun-tahun Kenedi rasakan seperti berat sekali . Tak
sanggup dengan rutinitas di sekolah membuat
anak ini lalu
membuat surat pernyataan yang ditujukan
pada sekolah. Intinya ia sudah tidak sanggup
lagi bersekolah.
“Kenapa tidak ingin bersekolah
lagi?”
Seperti biasa
ulah anak ini hanya bisa cengengesan.
“Ingin main pak”
“Kan main bisa saat bersekolah?”
Cengengesan
seperti biasa kala mengahadapi pertanyaan guru. Orangtua yang ada disekitarnya juga
seperi sudah capai menghadapi anak yang satu ini. Seperti dituturkan orangtuanya
kalau Kenedi bila pagi susah sekali bila dibangunkan.
“Pusing pak…”
“Kalau pagi anak ini susah seklali
bila dibangunkan”
“Entahlah pak…”
“Anak ini memang sudah tidak sanggup
untuk sekolah”
Tidak adanya
dorongan yang positif dari orangtua membuat orangtua Kenedi menyerah.
Menandatangani
surat pernyatan yang intinya mengatakan keluar dari sekolah.
Menjadi pembicaraan lagi ketika awal
masuk semesteran kalau anak yang bernama Kenedi mengundurkan diri.
“Tidak ada lagi yang membuat rese
kelas”
“Kini berkurang dua orang siswa kelas
9.E”
Sebelumnya
memang ada Jodi Wiranto yang terpaksa dikeluarkan kerena kasus kriminal yang membuat
korbannya sampai tewas. Kini teman sekolahnya yang juga satu kelas keluar lagi.
Di sekolah ini yang namanya kenakalan anak-anak remaja kadang sudah diluar kewajaran. Kadang mengerikan mendengar kalau
anak kelas 9 yang masih terbilang anak-anak masuk dalam kegiatan yang dikatagorikan
kriminal. Gebang…Gebang! Ada-ada saja.
Sekolah kadang kalau membuat suasana
kurang menyenangkan bagi anak dirasakan seperti di penjara. Yang ada dalam
pikiran anak bagaimana secepatnya keluar
dari sekolah ini terasa berat. Hanya
saja tidak ada yang mengarahkan membuat si anak lalu mudah putus asa. Daripada sekolah kurang menyenangkan
membuat Kenedi memilih lebih baik mengundurkan
diri. Jadi kini hanya kenangan setelah
anak yang satu ini mengundurkan diri. Kalas 9.E jadi lebih kondusif dengan
tidak adanya nama Kenedi. Satu hilang namun akan muncul yang seperti ini lagi.
Inilah yang disebut siklus alami. Justru
anak-anak yang seperti ini banyak sekali membuat cerita. Sejarah akan
ditorehkan oleh anak-anak semacam Kenedi.
Suasana sekolah kembali normal. Esok
akan ada lagi kisah yang menceritakan tentang anak-anak yang berkelakuan aneh.
Namanya juga sekolah pasti akan ada saja anak yang kurang begitu disukai tingkahlakunya.
Memperkaya cerita degan tingkahlakunya yang diluar kewajaran. Semoga cerita
tentang Kenedi ini ada yang bisa diambil hikmahnya.
` ` ` Cirebon, 22 Januari 2015
nurdinkurniawan@ymail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar