Mengenai Saya

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Nurdin Kurniawan, S.Pd. Bekerja sebagai PNS disalah satu sekolah di kota Kabupaten Cirebon. Selain sebagai guru aktif menulis di beberapa surat kabar yang ada di cirebon. Diorganisasi PGRI tercatat pula sebagai redaktur majalah Diaelktika, majalah milik PGRI Kab. Cirebon. Tinggal di Gebang yang merupakan Kampung Nelayan yang ada di Cirebon

Kamis, 27 Juni 2019

K E N E D I (Cerpen)


CERPEN

K  E  N  E  D  I
Oleh : Nurdin Kurniawan

            Tidak gaduh  kalau bukas kelas 9.E,  begitu guru-guru menyebut kelas yang satu ini. Memang diantara kelas-kelas yang ada kelas 9.E cukup terkenal. Maklumlah diantaranya ada seorang anak yang bernama  Kenedi. Memang selain Kenedi ada juga beberapa anak yang juga suka bikin jegkel sang guru. Anak yang satu ini perawakannya memang tinggi dengan model rambut yang sedang ngetrend. Kelakuan anak ini kalau di kelas tidak mau diam. Bila sudah masui kelas kalau ada pelajaran yang tidak suka maka Kenedi tidak akan masuk kelas. Bila gurunya menyenangan maka barulah ia akan masuk.
Ulahnya yang suka memilih-milah guru mana yang menyenangkan dan mana yang kurang menyenangkan membuat anak ini seringkali berurusan dengan guru.
“Kenapa kamu tidak masuk kelas?”
“Gurunya tidak enak mengajarnya”
“Memangnya guru itu makanan?”
Anak ini tertawa dengan mengusap-usap rambutnya. Rambutnya di cat dengan pilok yang berwarna biru. Dengan Wakasek kesiswaan sudah sering beberapa kali digunting namun tetap saja tidak ada perubahan.
            “Kamu kemarin disuruh apa sama bapak?”
Cengangas-cengingis seperti tidak punya dosa apa-apa. Anak ini disuruh jonggok dengan dicukur agar rambutnya rapih kembali. Tak ada perasaan malu ataupun berdosa denga apa yang dilakukan.
            Masalah gulat memang sudah tidak asing bagi Kenedi. Termasuk anak yang disegani karena postur tubuhnya yang memang tinggi. Kawan-kawannya cukup banyak juga. Kadang kalau tidak ada jam pelajaran yang kosong digunakan Kenedi dan kawan-kawan gunakan waktu yang kosong itu dengan main bola. Bledag-bledug dengan memainkan bola dikelas.
            “Masa main bola di kelas!”
Bola yang tadi digunakan disumputkan agar tidak diambil guru. Kadang kalau diambil guru sudah pasti itu bola akan disobek dengan pisau. Maklumlah yang digunakan adalah bola plastik.
Tak lama kemudian pindah ke lapangan basket. Di lapangan basket kadang anak ini bersama teman-temannya main bola.
            “Kamu jam pelajaran siapa jam sekarang main bola?”
            “Gurunya tidak ada pak?”
            “Siapa…?”
Si anak lalu menyebutkan salah seorang guru pengajar yang kebetulan hari ini ada keperluan keluarga. Kadang ada gurunya juga Kenedi berani main bola di lapangan basket. Seperti tadi itu, kalau gurunya tidak ia senangi maka dengan enteng anak ini meninggalkan  pelajaran. Seperti tidak ada beban sama sekali. Sekolah mau pintar ataupun tidak bukan menjadi prioritas.
            Coba lihat catatannya? Oh…kalau menanyakan catatan tentu tidak akan ada isinya. Wong kalau menulis bukan apa yang ada di papan tulis yang ia kerjakan. Kenedi menulis apa yang ia suka. Namanya buku tulis tentu jarang digunakan untuk menulis. Kadang ketika yang namanya menulis anak ini mukanya ditempelkan di ujung  meja. Seperti tidak ada gairah untuk menulis apalagi kalau mengerjakan latihan. Waktu habis jam pelajaran entah apa yang didapat Kenedi. Yang jelas ini begitu senang ketika mendengar bel istirahat berbunyi.
            Perhatian dari orangtua memang kurang begitu diperhatikan. Anak ini kalau berangkat anak  dianggap syukur oleh orangtuanya. Kalau tidak berangkat tetap saja minta ongkos pada orangtuanya. Pernah anak ini tidak berangkat sekolah dari rumah. Namuan pada jam sekolah anak ini berani main ke  halaman sekitar sekolah.  Seperti tidak ada perasaan bersalah walau main disekitar halaman sekolah. Ada yang melihat beberapa guru namun anak ini seperti tidak ada rasa takut sama sekali. Kalau ditanya kenapa tidak sekolah jawaban mudah yang diperoleh. Cengangas-cengeges seperti tidak ada beban sama sekali.
            Semester kemarin anak ini sungguh diluar dugaan. Nilainya bagus-bagus semua. Entah nilai dari mana sehingga anak ini bisa memperoleh nilai yang bagus. Sepertinya selama soalnya berbentuk pilihan ganda maka akan dengan mudah dikerjakan oleh Kenedi. Lalu bagimana dengan soal bernentuk essay? Kalau soal essay entah jawaban dari mana Kenedi suka bisa. Yang jelas anak ini suka menjawab dengan benar. Perlu penelitian lebih lanjut memang kalau ingin mengetahui bagaimana  sampai anak ini mendpatkan nilai yang bagus.
                                                                        ***
           
            Liburan semester Kenedi            mendatangi sekolah. Dengan segala kemampuan ia berusaha ingin datang ke sekolah belajar namun entah godaannya begitu besar manakala setiap ia ingin  pergi ke sekolah. Setiap hari seperti itulah yang dirasakan Kenedi bila hendak ke sekolah. Bertahun-tahun Kenedi rasakan seperti berat sekali . Tak sanggup dengan  rutinitas di sekolah membuat anak ini                                            lalu  membuat surat pernyataan yang ditujukan pada sekolah. Intinya ia  sudah tidak sanggup lagi    bersekolah.
            “Kenapa tidak ingin bersekolah lagi?”
Seperti biasa ulah anak ini hanya bisa cengengesan.
            “Ingin main pak”
            “Kan main bisa saat bersekolah?”      
Cengengesan seperti biasa kala mengahadapi pertanyaan guru. Orangtua yang ada disekitarnya juga seperi sudah capai menghadapi anak yang satu ini. Seperti dituturkan orangtuanya kalau Kenedi bila pagi susah sekali bila dibangunkan.
            “Pusing pak…”
            “Kalau pagi anak ini susah seklali bila dibangunkan”
            “Entahlah pak…”
            “Anak ini memang sudah tidak sanggup untuk sekolah”
Tidak adanya dorongan yang positif dari orangtua membuat orangtua Kenedi menyerah.
Menandatangani surat pernyatan yang intinya mengatakan keluar dari sekolah.
            Menjadi pembicaraan lagi ketika awal masuk semesteran kalau anak yang bernama Kenedi mengundurkan diri.
            “Tidak ada lagi yang membuat rese kelas”
            “Kini berkurang dua orang siswa kelas 9.E”
Sebelumnya memang ada Jodi Wiranto yang terpaksa dikeluarkan kerena kasus kriminal yang membuat korbannya sampai tewas. Kini teman sekolahnya yang juga satu kelas keluar lagi. Di sekolah ini yang namanya kenakalan anak-anak remaja kadang sudah diluar  kewajaran. Kadang mengerikan mendengar kalau anak kelas 9 yang masih terbilang anak-anak masuk dalam kegiatan yang dikatagorikan kriminal. Gebang…Gebang! Ada-ada saja.
            Sekolah kadang kalau membuat suasana kurang menyenangkan bagi anak dirasakan seperti di penjara. Yang ada dalam pikiran  anak bagaimana secepatnya keluar dari sekolah ini  terasa berat. Hanya saja tidak ada yang mengarahkan membuat si anak lalu mudah  putus asa. Daripada sekolah kurang menyenangkan membuat Kenedi memilih  lebih baik mengundurkan diri.  Jadi kini hanya kenangan setelah anak yang satu ini mengundurkan diri. Kalas 9.E jadi lebih kondusif dengan tidak adanya nama Kenedi. Satu hilang namun akan muncul yang seperti ini lagi. Inilah yang  disebut siklus alami. Justru anak-anak yang seperti ini banyak sekali membuat cerita. Sejarah akan ditorehkan oleh anak-anak semacam Kenedi.
            Suasana sekolah kembali normal. Esok akan ada lagi kisah yang menceritakan tentang anak-anak yang berkelakuan aneh. Namanya juga sekolah pasti akan ada saja anak yang kurang begitu disukai tingkahlakunya. Memperkaya cerita degan tingkahlakunya yang diluar kewajaran. Semoga cerita tentang Kenedi ini ada yang bisa diambil hikmahnya.


            `                       `                                               `           Cirebon, 22 Januari 2015
                                                                                                nurdinkurniawan@ymail.com

           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar