Cerpen
K U L Y A N A
Oleh : Nurdin Kurniawan
Nafasnya ngos-ngosan mengejar bola
yang digiring lawan sampai didepan mulut gawang. Tendangan langsung kearah mulut
gawang dihalau Kulyana. Bola melesat kesamping kiri kiper. Penonton bersorak
sorai dan ada pula yang menyangkan tendangan tadi tak membuahkan gol. Kulyana
yang menghalau bola tadi justru mendapatkan tepukan dari soporter karena
usahanya itu gol tidak terjadi. Kedudukan tetap seri 3-3.
Permainan semakin memanas dengan
sisa waktu yang masih ada. Terobosan-terobosan yang dilakukan PS.Putra Timur
dari Cirebon dan PS. Persip Tegal. Laga Tarkam dibawah usia 15 tahun ini
sunggguh merupakan tontonan yang menggembirakan. Lapangan yang dipagar seng
jadi tak sembarangan yang menonton disini. Mereka yang memiliki tiket saja yang
berhak masuk didalamnya. Walau diselenggarakan di kampung namun penontonnya ada yang dari luar kota.
Serangan-serangan dari kedua belah
pihak membuat penonton makin tegang saja. Babak final tentunya harus ada
pemenang. Menjelang menit-menit terakhir inilah PS. Putra Timur yang merupakan
finalis tamu kebobolan. Penonton riuh rendah bersorak gembira bahkan ada penonton
yang berhamburan ke tengah lapangan. Tak berselang lama lalu wasit meniupkan
peluit tanda waktu pertandingan telah habis.
Dua colt bak yang membawa pemain dan
supporter PS Bintang Timur pulang dengan mempersembahkan juara kedua. Mendapat
uang pembinaan sebesar 1 juta dan piala. Sepanjang perjalanan anak-anak yang
kebanyakan masih sekolah di SD ini tampak gembira. Tiga hari mengikuti
kompetisi hasilnya ternyata cukup memuaskan. Tak percumah sebab ada yang bisa
dibawa pulang.
“Hebat kamu Kulyana”
“Kalau tidak ada kamu pasti sudah
kebobolan banyak”
Kulyana
tersenyum dipuji sang pelatih . Posisinya sebagai bek sayap memang banyak
sekali menghalau pemain musuh yang masuk wilayah pertahanan. Tak segan-segan
dengan larinya yang sangat kencang Kulyana selalu menghadang setiap pemain yang
masuk daerah terlarang. Beberapa kali Kulyana jatuh dan bangun untuk
mempertahankan wilayah dari serangan musuh yang mencoba mendobrak gawang.
Menjelang isya rombongan baru tiba
di depan Balai Desa. Piala diusung tingggi-tingggi. Masyarakat yang menyaksikan
turut gembira tim kesebelasan dari desanya berhasil meraih juara. Masyarakat
yang tidak mengerti ada kerumunan lalu bertanya-tanya ada apa gerangan sehingga
di Balai Desa penuh dengan anak-anak muda.
“Habis tanding sepak bola”
“Kesebelasan kita juara”
Masyarakat jadi
mengerti dengan penuhnya anak-anak yang bergerombol di depan Balai Desa. Tak
menyangka kesebelasan dari desanya yang sederhana itu mampu juara kedua.
Anak-anak yang berkerumun itu kini
memperoleh uang pembinaan dari sang pelatih. Atas kebijakan pelatih itu masing-masing
anak kebagian Rp. 30.000. Sungguh bagi anak-anak seperti Kulyana uang seperti itu
sangatlah besar. Ucapan terimakasih tak
henti-hentinya diucapkan pada sang pelatih.
“Jangan lihat besarnya”
“Harus ingat kebersamaan dan
kekompakan!”
Kulyana
menganggukkan kepala menerima uang yang cukup lumayan besar. Sepanjang hidupnya
baru kali ini ia menerima uang yang seperti itu. Diciumnya uang itu beberapa kali.
Bersorai-sorai pulang menuju rumahnya masing-masing.
Kegirangan hatinya ia limpahkan pada
sang Nenek. Di rumah ini hanya Kulyana dan sang adik kembarnya saja Kulyadi
bersama sang Nenek tercinta. Kasih sayang sang Nenek inilah yang ia rasakan
sejak kecil. Dari kecil Kulyana dan Kulyadi diperihara sang Nenek. Anak ini mengerti
kalau dirinya masih punya Ibu kandung tapi tak ia hiraukan. Dengan bertambahnya
umur Kulyana dan Kulyadi mengetahui kalau keberadaan dirinya memang tak
dikehendaki. Dirinya seperti anak buangan yang tak pantas hidup. Untung ada
sang Nenek yang mau memelihara dirinya sampai kini duduk di kelas 7 SMP.
“Nek Yana dapat uang “
Kulyana
memberikan uang yang baru ia terima dari sang pelatih. Uang itu diberikan semua
pada sang Nenek.
“Uang dari mana?”
“Yana dapat juara ke-2 main bolanya
Nek!”
“Uang itu dibagikan pelatih
masing-masing Rp. 30.000-an setiap pemainnya”
Dipeluknya sang
cucu yang sudah dianggap sebagai anak sendiri. Sang adik yang ada disisi juga ikut banggga sang kakak memperoleh juara
sepakbola dengan hadiah uang yang lumayan besar.
***
Kulyana dan Kulyadi adalah dua anak
kembar yang dibesarkan oleh sang nenek. Lalu kemana kedua orangtuanya? Inilah
yang menjadi perhatian sejak lama Kulyana dan Kulyadi. Kalau dahulu bertanya
tentang kedua orangtuanya selalu dijawab sang Nenek ada lagi merantau di luar
kota dan sebagainya. Kini keduanya makin beranjak besar. Kulyana sebagai anak
tertua ingin tahu kondisi susunguhnya tentang kedua orangtuanya.
Suatu saat kedua kakak-beradik ini
sepakat mau menanyakan lagi siapa sesungguhnya orangtua kandung dirinya.
Mengingat selama ini ia hanya tahu dari tetanggga saja. Maka pada kesempatan yang
dianggapnya sangat bagus inilah Kulyana bertanya pada sang Nenek.
“Ibumu masih ada”
“Namanya Rahmi”
“Rahmi yang seminggu lalu datang ke
rumah ini Nek?
Neneknya mengangukkan
kepala menatap wajah kedua kaka-beradik. Kedua anak ini merasa keheranan kok
Ibu kandung datang ke rumah sang Nenek sepertinya tak ada perasaan apa-apa
dengan anak kandungnya sendiri. Tak seperti anak-anak yang lain manakala
bertenu dengan ibu kandungnya.
Kulyana mengingat kejadian beberapa tahun
yang lalu ketika itu ia dibawa oleh seorang laki-laki dan seseorang wanita di
ke laut. Ia hanya ikut saja karena tak mengerti akan diapakan. Orang-orang yang
ada disekitarnya pada menangis. Ada apa dengan orang-orang disekitarnya yang pada
menangis. Ada ribut-ribut diantara orang-orang yang ada disekitarnya yang
Kulyana lihat.
Kulyada menangis. Pengalaman puluhan tahun itu terlintas
kembali. Kini ia sadar kalau orang yang dahulu membawa dirinya itu adalah orang yang mingggu lalu
berkunjung ke rumah sang Nenek. Orang yang dalam pembicaraannya mengatakan akan
membuang dirinya ke laut. Ternyata yang akan membuang dirinya ke laut itu
adalah Ibu kandungnya sendiri. Lalu kenapa pula ia sampai tega akan membuang
anak kandungnya sendiri ke laut? Inilah yang sampai sekarang ia belum mengerti.
Suatu rahasia yang sampai sekarang belum
terpecahkan. Makin bertambahnya
usia Kulyana membuat pertanyaan-pertanyaan yang dahulu ditujukan pada sang
Nenek belum terpecahkan kini mulai menemui titik terang.
Tak apalah kalau sang Nenek masih
belum memberikan keterangan yang sesunggguhnya.
Ia yakin ada sesuatu yang sangat dirahasiakan sehingga sampai-sampai Ibu kandungnya
sendiri tak mengakui ia dan sang adik sebagai anak kandung. Kulyana
memperhatikan warna kulitnya yang memang berbeda dengan anak-amnak disini.
Otaknya mulai berfikir jangan-jangan hanya karena inilah sang Ibu sampai
sekarang tak mengakui dirinya sebagai
anak kandung? Apakah kelahiran dirinya sebagai anak tak diharapkan? Lalu kenapa dirinya bisa lahir
dari seorang Ibu yang sampai tega tidak mengakui darahdagingnya sebagai anak
kandung? Mungkin inilah yang menjadikan dirinya sejak kecil
hanya mengenal kasihsayang sang Nenek.
***
Rahmi adalah gadis kampung yang ikut
kerja sebagai TKW di Arab Saudi. Bertahun-tahun mengais rejeki di negara kaya
minyak itu yang kemudian membuahkan janin Kulyana dan Kulyadi. Sang Nenek tak
pernah cerita dari mana Bapak kandung kedua anak kembar ini. Kalau melihat
kulit Kulyana dan Kulyadi yang hitam tak seperti halnya anak-anak Indonesia
jelas kalau Bapak kedua si kenbar
bukanlah orang Indonesia.
Pulang ke Indonesia hanya untuk melahirkan dan si anak yang mengurus
adalah sang Nenek. Bila melihat si kembar ini sang Ibu bukannya senang melihat
anak yang lahir dari rahimnya
sendiri. Rahmi seperti sangat sungkan sekali dan sampai keluar kalimat kalau
keduanya bukanlah anak kandung hasil darah dagingnya. Kontan sang Nenek marah
besar dengan sikap Rahmi yang seperti ini.
Rahmi kembali lagi ke Arab sebagai TKW.
Bekerja beberapa tahun lagi di Arab
dan tak terasa kontraknya habis, ia pulang kembali ke tanah air. Si kembar sudah
mulai besar. Rahmi menikah lagi dengan pemuda asli sekampung yang masih perjaka,
punya trah bagus dan cukup terpandang
di desa ini. Makin jauhlah Kulyadi dan Kulyana karena si bapak tiri inipun tak
mengakui dia sebagai anaknya Rahmi.
Bahkan perlakukan si Bapak tiri ini persis dengan lagu-lagu tentang anak tiri.
Perlakukan kasar kerap diterima Kulyana yang merupakan anak yang paling besar.
Pernah suatu hari ketika Kulyana
marathon dengan teman-temannya dikejar oleh motor yang tak lain adalah si bapak
tiri. Entah tak tahu alasan apa-apa sampai akhirnya si bapak tiri memukul
dirinya. Orang yang mau melerai justru dimarahi.
“Jangan ikut-ikutan”
“Gara-gara Ibu kalian saya jadi
begini!”
Tamparan beberapa
kali Kulyana terima. Lelaki itu akhirnya pergi meninggalkan dirinya. Menerima
perlakukan yang tidak senonoh itu ia laporkan pada sang Nenek. Kontan sang
Nenek marah besar. Setidaknya sebagai cucu yang sudah dianggap anak kandung
mendapatkan perlakuan yang tidak semestinya.
Cerita penganiayaan ini sampai
akhirnya didengar pihak kepolisian.
Petugas langsung datang ke rumah sang Nenek.
“Mau diperkarakan tidak Nek?”
“Rohim bisa di sel”
Nenek berfikir
cukup lama. Tak enak juga kalau masalah ini menjadi besar. Dengan kebesaran
jiwa si Nenek memilih untuk tidak melanjutkan perkara.
“Biar kalau nanti sekali lagi
berulah seperti ini baru akan saya laporkan”
Mendengar
kasusnya sudah sempat ditangani polisi Rohim akhirnya ciut juga. Dia tak ingin
mendekam di sel tahanan. Tak ada urusannya dengan Kulyana dan Kulyadi tapi
seolah-olah ia dendam terhadap anak hasil araban ini. Entah karena si Rahmi itu yang mengaku gadis
ketika menikah lalu Rohim menerimanya karena pengakuannya masih gadis? Atau ada
hal lain yang menyebabkan Rohim seperti tidak menerima kenyataan kalau Rahmi
itu sudah punya anak 2 sepulang dari kerjanya di Arab periode pertama?
Entahlah! Kulyana dan Kulyadi tak mau berandai-andai. Cukuplah dirinya yang
hitam ini menanggung penderitaan. Cukup sudah bentu-bentuk penyiksaan yang
diterima selama ini. Kalau memang tak mau mengakui dirinya dan sang adik sebagai
anak kandung tak apalah. Toh masih punya
sang Nenek yang dengan sayangnya merawat dirinya sampai sekarang.
Biarlah Allah yang membalas atas apa yang selama ini ia terima.
Putus sudah segala bentuk pengakuan
terhadap ibu kandung. Tak ada perasaan apa-apa bila melihat Rahmi di jalanpun.
Begitu pula dengan Rahmi yang rautnya tak memperlihatkan sebuah penyesalan
apapun bila bertemu Kulyadi dan Kulyana. Hatinya seperti sudah tertutup dengan
persoalan pribadi yang tak berkesudahan.
Kulyana hanya berharap sang Nenek bisa menyaksikan dirinya sukses. Kulyana berharap sang Nenek
selalu sehat dan diberikan umur yang panjang. Ada suatu yang belum sempat ia
berikan pada neneknya tercinta. Ingin membahagiakan sang Nenek diusianya yang
tak muda lagi. Kulyana dan Kulyadi masih
banyak membutuhkan tenaga sang Nenek.
Diperhatikan neneknya yang sudah
tertidur pulas. Seharian ia bekerja bantu-bantu tetanggganya mencuci dan
menyetrika. Dari hasil jerihpayahnya itu ia mendapatkan upah. Upahnya yang tak
seberapa itu digunakan sang Nenek untuk menyekolahkan si kembar. Perjuangan
yang sangat mulia. Tak akan pernah
dilupakan jasa Nenek sampai kapanpun. Hanya Allah jualah yang bisa membalas
kebaikan sang Nenek selama ini.
Cirebon, 5 Agustus
2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar