Mengenai Saya

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Nurdin Kurniawan, S.Pd. Bekerja sebagai PNS disalah satu sekolah di kota Kabupaten Cirebon. Selain sebagai guru aktif menulis di beberapa surat kabar yang ada di cirebon. Diorganisasi PGRI tercatat pula sebagai redaktur majalah Diaelktika, majalah milik PGRI Kab. Cirebon. Tinggal di Gebang yang merupakan Kampung Nelayan yang ada di Cirebon

Rabu, 19 Juni 2019

G L A D I A T O R (Cerpen)


CERPEN

G L A D I A T O R
Oleh : Nurdin Kurniawan

            Dion hanya bisa pasrah setelah guru menemukan HP didalam tasnya. Selama ini memang aman-aman saja tak ada razia  HP. Entah barangkali lagi apes saja jadi HP yang ada di dalam tas ikut terazia.
            “Ini apa?”
Dion hanya tersenyum setelah ibu  Rina guru BP mengambil HP dari dalam tas Dion.
            “Nanti ibu atau bapak kamu yang akan mengambilnya”
            “Jam istirahat nanti kamu ambil undangan buat orangtua kamu”
Kalau sudah begini parah deh. Yah...daripada memberikan alasan macam apapun hanya akan sia-sia saja. Sudalah terima apa adanya paling nanti orangtua yang ngomel-ngomel pikir Dion dalam hati.
Razia kali memang terbilang berhasil. Biasanya dengan melibatkan anak-anak OSIS malah kadang bocor lebih dahulu. Namun  kali ini razia  dilakukan oleh guru yang secara serentak melakuan hal yang sama. Biasanya kalau bapak atau ibu guru disertai anak-anak OSISbergerombol memasuki kelas demi kelas maka kelas yang ada disampingnya akan tahu lebih dahulu. Anak-anak lalu mempersiapkan segala sesuatunya agar bisa lolos dari razia.
            Maraknya penyalahgunaan obat-obatan dan penyebaran video porno terut meresahkan pihak sekolah. Dilakukan razia secara rutin dan hasilnya biasa-biasa saja. Namun kali ini setelah lama tidak melakukan razia justru membuahkan hasil yang lumayan. Mungkin dalam benak anak-anak guru sudah lupa dengan razia HP jadi mereka dengan gampang membawa HP lagi ke sekolah. Sudah merupakan aturan sekolah kalau alat komunikasi HP dilarang dibawa ke sekolah.
            Bila ada pelajaran yang berkaitan dengan internet maka guru pelajaran yang bersangkutan bisa meminta ijin pada pihak sekolah. Anak-anak bisa menggunakan HP dilingkungan sekolah kalau memang berkaitan dengan masalah pelajaran. Hal ini memang bisa dibenarkan asal ada kesepakatan terlebih  dahulu.
            Dion hanya bisa geleng-geleng kepala HPnya kini berada di ruang BP. Sehari tanpa bawa HP rasa-rasanya berat sekali. Banyak informasi yang bisa digunakan kalau sudah membawa HP. Lagipula kids jaman now bila tidak membawa HP sungguh menyiksa. Dengan adanya kasus seperti ini mau tak mau akan melibatkan orangtua. Masih dibayangkan kira-kira apa yang bisa diutarakan pada orangtua agar bisa ke sekolah mengambil HPnya kembali.
            Dipikir-pikir secara mendalam malah nanti hanya akan membahayakan diri Dion. Malah bisa melebar ke masalah yang lainnya juga. Ya sudahlah kalau memang nanti mamah atau papah yang harus ke sekolah tidak apa-apa. Mau dibilang lalai sekalipun tak masalah. Yang penting itu HP bisa kembali lagi.
            Di ruang Guru BP satu per satu HP dibuka. Ada beberapa HP yang memang dipasword sehingga anak yang bersangkutan dipanggil lagi.
            “Coba buka paswordnya!”
Dari sini sudah  ada kelakukan yang aneh-aneh dari yang namanya siswa.
            “Bu saya lupa dengan paswordnya”
            “Kamu ini ada-ada saja kalau ibu yang tanya malah lupa”
            “Kalau tidak ada siapa-siapa  bisa dibuka”
            “Buka!”
Alasan apapun rasanya sudah tidak bisa diterima.
            “Buka atau ibu palu!”
Ih....sadis juga kalau sudah seperti ini. Daripada HP satu-satunya rusak kena martil ya..., tak apalah untuk dibukakan paswordnya.
            “Memang ada apasih sampai tak mau dibukakan paswordnya segala?”
            “Ada gambar pornonya ya?”
            “Ah...ibu ada-ada saja”
HP lalu oleh ibu guru dibuka satu per satu. Dion lupa kalau di HPnyu memang menyimpan video tarung bebas antar anak sekolah atau yang disebut dengan gladiator.Anak-anak disini sering menyebutnya dengan sparing.  Aduh.... bakal kena nih pikir Dion dalam hati.
            Guru BP dan beberapa guru yang ikut melakukan razia HP sempat bisisk-bisik. Rupanya tayangan adu jotos itu sedang menjadi bahan pembicaraan mereka. Video itu diputar lagi sambil menyebut beberapa orang nama yang memang bisa dikenali dari gambar tersebut.
            “Dion coba sebutkan siapa saja anak yang ada di dalam tayangan ini!”
Berat juga menjawabnya kalau harus menyebutkan satu per satu nama anak yang terlibat dalam arena gladiator. Kalau disebut tentu anak-anak itu juga nantinya akan dipanggil. Ah...malah besar ini jadinya. Desakan dan ancaman akan dikeluarkan kalau tidak menyebutkan nama anak-anak yang terlibat  membuat Dion akhirnya buka suara. Disebutkanlah nama-nama anak yang terlibat dalam arena sparing partner satu per satu.
            Tarung ala gladiator memang  pertarungan yang hanya orang-orang tertentu saja yang tahu. Siswapun banyak yang tidak tahu kalau ada tradisi yang namanya tarung gladiator. Tapi kalau menurut Dion dan teman-temannya yang namamya  gladiator suduh bukan merupakan hal yang rahasia lagi. Acara seperti ini biasanya dilakukan kalau di sekolah ada kegiatan-kegiatan besar seperti acara ulang tahun sekolah, acara perpisahan atau menumpang pada acara-acara yang diselenggarakan oleh kegiatan ekstrakurikuler.
            Petarung yang akan mewakili sekolah juga merupakan orang-orang pilihan. Setidaknya yang diikutsertakan adalah anak yang memiliki keahlian beladiri dan tentunya harus orang yang berani. Membawa nama baik sekolah jadi wakil yang diajukan dalam tarung gladiator juga adalah anak yang punya kemampuan lebih bila dibandingkan anak-anak yang lain.
            Anak-anak yang tadi disebutkan lalu diberi undangan agar orangtuanya harus hadir di sekolah seperti yang tertera di undangan. Dion juga pasrah ketika beberapa temannya sedikit melotot kearah Dion. Mereka pasti menyalahkan Dion. Gara-gara HP milik Dion yang ada video pertarungan bebas ala gladiator maka beberapa kawan yang lainnya ikut jadi saksi.
            “Berikan undangan ini pada orangtua kalian”
            “Ingat jangan ada kata tidak bisa”
            “Kalian bisa dikeluarkan dari sekolah ini!”
Sambil menerima undangan anak-anak kelas 9 SMP ini kembali ke kelasnya masing-masing.
            Ghojali yang paling bayak menerima pertanyaan dari guru. Ghojali inilah yang ada dalam tayangan video pertarungan bebas ala  gladiator. Memang anak ini perawakannya tinggi besar. Dengan tubuhnya yang tinggi besar menguntungkan sekali kalau bertanding dengan petarung dari sekolah lain. Dalam tayangan itu memang Ghojali  berhasil mengalahkan lawannya.
            Dari sekian banyak pertanyaan berhasil dijawab walau harus banyak merenung sebab memikirkan kalau jawaban ini jangan sampai meluas yang mengakibatkan anak yang lain ikut juga sebagai tersangka.
            “Dibayar berapa kamu sampai mau berkelahi seperti ini?”
Ghojali menggelengkan kepala.
            “Ah bapak tidak percaya”
            “Masa kamu sampai berkelahi seperti ini tidak mendapatkan apa-apa?”
Ghojali kembali menundukkan kepala. Pertanyaan yang dilakukan Pak Sobirin sebagai pembina OSIS memang sudah sangat tahu banget tentang aturan tarung gladiator.
            “Hanya uang untuk beli es pak”
            “Iya ...berapa rupiah?”
            “Tidak tentu pak”
            “Teman yang menyaksikan ikut urunan memberikan uang pada yang menang”
            “Bapak tanya berapa?”
            “Kadang 20 ribu kadang 50 ribu”
Pak Sobirin geleng-geleng kepala melihat kelakuan yang dilakuan anak-anak disekolahnya.
            “Kamu ini tidak berfikiran jauh”
            “Kalau dalam ajang gladiator kamu tewas?”
            “Apa kamu tidak menyesal kemudian?”
            “Kasihan orangtua kamu yang telah mengeluarkan uang banyak untuk biaya sekolah kamu!”
            “Penyesalan itu datangnya belakangan”
            “Kamu ini hanya gampangnya saja!”
            Haji Miskat seolah tak percaya kalau anak semata wayangnya adalah salah satu atlit yang diandalkan teman-teman di sekolahnya  kalau ada ajang gladiator.
            “Aduh tong....tong”
            “Kamu ini anak satu-satunya”
            “Kalau kamu celaka atau mati siapa yang tanggungjawab tong...”
            “Kamu tidak kasihan sama bapak dan ibu?”
Haji Miskat tampak terurai air mata. Ia tak menyangka kalau anak semata wayangnya adalah orang yang suka disuruh untuk berkelahi di ajang gladiator.
            “Badan kamu gede kok masih mau diatur orang-orang yang berbadan kecil?”
            “Jangan mau ya tong!”
Dinasihati oleh orangtuanya membuat hati Ghojali juga akhirnya luluh. Kini ia sadar bahaya yang bisa diakibatkan dari adanya tarung bebas. Selama ini yang ada hanya senang dan bisa tertawa karena menang dan bisa membawa nama sekolah. Tak terpikirkan kalau nanti bisa membawa sebuah petaka.
            Ghojali akhirnya harus menandatangani sebuah perjanjian yang isinya tak akan mengulangi lagi perkelahian bebas  atau yang disebut dengan gladiator. Haji Miskat juga turut menyaksikan kalau perjanjian ini bersifat memaksa. Kalau terulang lagi maka sanksinya Ghojali bisa dikeluarkan dari sekolah karena melanggar tata tertib.
            Pertarungan gladiator memang bukan acara sekolah. Ini adalah acara yang ikut nebeng didalam kegiatan sekolah. Sifanya juga diam-diam. Semuanya seperti rahasia. Kalau saja tidak diketahui dari video yang ada didalam HP mungkin kejadian seperti gladiator ini hanya omong belaka. Namun dengan adanya pengungkapan lewat HP maka tak bisa dipungkiri lagi bahwa gladiator diantara anak-anak sekolah memang ada.


                                                                                                            Cirebon, 21 Maret 2018
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar