CERPEN
G L A D I A T O R
Oleh : Nurdin Kurniawan
Dion
hanya bisa pasrah setelah guru menemukan HP didalam tasnya. Selama ini memang
aman-aman saja tak ada razia HP. Entah
barangkali lagi apes saja jadi HP yang ada di dalam tas ikut terazia.
“Ini
apa?”
Dion hanya tersenyum setelah ibu Rina guru BP mengambil HP dari dalam tas Dion.
“Nanti
ibu atau bapak kamu yang akan mengambilnya”
“Jam
istirahat nanti kamu ambil undangan buat orangtua kamu”
Kalau sudah begini parah deh.
Yah...daripada memberikan alasan macam apapun hanya akan sia-sia saja. Sudalah
terima apa adanya paling nanti orangtua yang ngomel-ngomel pikir Dion dalam
hati.
Razia kali
memang terbilang berhasil. Biasanya dengan melibatkan anak-anak OSIS malah
kadang bocor lebih dahulu. Namun kali
ini razia dilakukan oleh guru yang secara
serentak melakuan hal yang sama. Biasanya kalau bapak atau ibu guru disertai anak-anak
OSISbergerombol memasuki kelas demi kelas maka kelas yang ada disampingnya akan
tahu lebih dahulu. Anak-anak lalu mempersiapkan segala sesuatunya agar bisa
lolos dari razia.
Maraknya
penyalahgunaan obat-obatan dan penyebaran video porno terut meresahkan pihak sekolah.
Dilakukan razia secara rutin dan hasilnya biasa-biasa saja. Namun kali ini setelah
lama tidak melakukan razia justru membuahkan hasil yang lumayan. Mungkin dalam
benak anak-anak guru sudah lupa dengan razia HP jadi mereka dengan gampang membawa
HP lagi ke sekolah. Sudah merupakan aturan sekolah kalau alat komunikasi HP
dilarang dibawa ke sekolah.
Bila
ada pelajaran yang berkaitan dengan internet maka guru pelajaran yang
bersangkutan bisa meminta ijin pada pihak sekolah. Anak-anak bisa menggunakan
HP dilingkungan sekolah kalau memang berkaitan dengan masalah pelajaran. Hal
ini memang bisa dibenarkan asal ada kesepakatan terlebih dahulu.
Dion
hanya bisa geleng-geleng kepala HPnya kini berada di ruang BP. Sehari tanpa
bawa HP rasa-rasanya berat sekali. Banyak informasi yang bisa digunakan kalau
sudah membawa HP. Lagipula kids jaman now
bila tidak membawa HP sungguh menyiksa. Dengan adanya kasus seperti ini mau tak
mau akan melibatkan orangtua. Masih dibayangkan kira-kira apa yang bisa
diutarakan pada orangtua agar bisa ke sekolah mengambil HPnya kembali.
Dipikir-pikir
secara mendalam malah nanti hanya akan membahayakan diri Dion. Malah bisa
melebar ke masalah yang lainnya juga. Ya sudahlah kalau memang nanti mamah atau
papah yang harus ke sekolah tidak apa-apa. Mau dibilang lalai sekalipun tak
masalah. Yang penting itu HP bisa kembali lagi.
Di
ruang Guru BP satu per satu HP dibuka. Ada beberapa HP yang memang dipasword
sehingga anak yang bersangkutan dipanggil lagi.
“Coba
buka paswordnya!”
Dari sini sudah ada kelakukan yang aneh-aneh dari yang namanya
siswa.
“Bu
saya lupa dengan paswordnya”
“Kamu
ini ada-ada saja kalau ibu yang tanya malah lupa”
“Kalau
tidak ada siapa-siapa bisa dibuka”
“Buka!”
Alasan apapun rasanya sudah tidak bisa
diterima.
“Buka
atau ibu palu!”
Ih....sadis juga kalau sudah seperti
ini. Daripada HP satu-satunya rusak kena martil ya..., tak apalah untuk
dibukakan paswordnya.
“Memang
ada apasih sampai tak mau dibukakan paswordnya segala?”
“Ada
gambar pornonya ya?”
“Ah...ibu
ada-ada saja”
HP lalu oleh ibu guru dibuka satu per
satu. Dion lupa kalau di HPnyu memang menyimpan video tarung bebas antar anak
sekolah atau yang disebut dengan gladiator.Anak-anak disini sering menyebutnya
dengan sparing. Aduh.... bakal kena nih
pikir Dion dalam hati.
Guru
BP dan beberapa guru yang ikut melakukan razia HP sempat bisisk-bisik. Rupanya
tayangan adu jotos itu sedang menjadi bahan pembicaraan mereka. Video itu
diputar lagi sambil menyebut beberapa orang nama yang memang bisa dikenali dari
gambar tersebut.
“Dion
coba sebutkan siapa saja anak yang ada di dalam tayangan ini!”
Berat juga menjawabnya kalau harus
menyebutkan satu per satu nama anak yang terlibat dalam arena gladiator. Kalau
disebut tentu anak-anak itu juga nantinya akan dipanggil. Ah...malah besar ini
jadinya. Desakan dan ancaman akan dikeluarkan kalau tidak menyebutkan nama
anak-anak yang terlibat membuat Dion
akhirnya buka suara. Disebutkanlah nama-nama anak yang terlibat dalam arena
sparing partner satu per satu.
Tarung
ala gladiator memang pertarungan yang
hanya orang-orang tertentu saja yang tahu. Siswapun banyak yang tidak tahu kalau
ada tradisi yang namanya tarung gladiator. Tapi kalau menurut Dion dan
teman-temannya yang namamya gladiator
suduh bukan merupakan hal yang rahasia lagi. Acara seperti ini biasanya
dilakukan kalau di sekolah ada kegiatan-kegiatan besar seperti acara ulang tahun
sekolah, acara perpisahan atau menumpang pada acara-acara yang diselenggarakan
oleh kegiatan ekstrakurikuler.
Petarung
yang akan mewakili sekolah juga merupakan orang-orang pilihan. Setidaknya yang
diikutsertakan adalah anak yang memiliki keahlian beladiri dan tentunya harus
orang yang berani. Membawa nama baik sekolah jadi wakil yang diajukan dalam tarung
gladiator juga adalah anak yang punya kemampuan lebih bila dibandingkan
anak-anak yang lain.
Anak-anak
yang tadi disebutkan lalu diberi undangan agar orangtuanya harus hadir di
sekolah seperti yang tertera di undangan. Dion juga pasrah ketika beberapa temannya
sedikit melotot kearah Dion. Mereka pasti menyalahkan Dion. Gara-gara HP milik
Dion yang ada video pertarungan bebas ala gladiator maka beberapa kawan yang lainnya
ikut jadi saksi.
“Berikan
undangan ini pada orangtua kalian”
“Ingat
jangan ada kata tidak bisa”
“Kalian
bisa dikeluarkan dari sekolah ini!”
Sambil menerima undangan anak-anak kelas
9 SMP ini kembali ke kelasnya masing-masing.
Ghojali
yang paling bayak menerima pertanyaan dari guru. Ghojali inilah yang ada dalam
tayangan video pertarungan bebas ala
gladiator. Memang anak ini perawakannya tinggi besar. Dengan tubuhnya yang
tinggi besar menguntungkan sekali kalau bertanding dengan petarung dari sekolah
lain. Dalam tayangan itu memang Ghojali
berhasil mengalahkan lawannya.
Dari
sekian banyak pertanyaan berhasil dijawab walau harus banyak merenung sebab memikirkan
kalau jawaban ini jangan sampai meluas yang mengakibatkan anak yang lain ikut
juga sebagai tersangka.
“Dibayar
berapa kamu sampai mau berkelahi seperti ini?”
Ghojali menggelengkan kepala.
“Ah
bapak tidak percaya”
“Masa
kamu sampai berkelahi seperti ini tidak mendapatkan apa-apa?”
Ghojali kembali menundukkan kepala.
Pertanyaan yang dilakukan Pak Sobirin sebagai pembina OSIS memang sudah sangat
tahu banget tentang aturan tarung gladiator.
“Hanya
uang untuk beli es pak”
“Iya
...berapa rupiah?”
“Tidak
tentu pak”
“Teman
yang menyaksikan ikut urunan memberikan uang pada yang menang”
“Bapak
tanya berapa?”
“Kadang
20 ribu kadang 50 ribu”
Pak Sobirin geleng-geleng kepala melihat
kelakuan yang dilakuan anak-anak disekolahnya.
“Kamu
ini tidak berfikiran jauh”
“Kalau
dalam ajang gladiator kamu tewas?”
“Apa
kamu tidak menyesal kemudian?”
“Kasihan
orangtua kamu yang telah mengeluarkan uang banyak untuk biaya sekolah kamu!”
“Penyesalan
itu datangnya belakangan”
“Kamu
ini hanya gampangnya saja!”
Haji
Miskat seolah tak percaya kalau anak semata wayangnya adalah salah satu atlit
yang diandalkan teman-teman di sekolahnya
kalau ada ajang gladiator.
“Aduh
tong....tong”
“Kamu
ini anak satu-satunya”
“Kalau
kamu celaka atau mati siapa yang tanggungjawab tong...”
“Kamu
tidak kasihan sama bapak dan ibu?”
Haji Miskat tampak terurai air mata. Ia
tak menyangka kalau anak semata wayangnya adalah orang yang suka disuruh untuk
berkelahi di ajang gladiator.
“Badan
kamu gede kok masih mau diatur orang-orang yang berbadan kecil?”
“Jangan
mau ya tong!”
Dinasihati oleh orangtuanya membuat hati
Ghojali juga akhirnya luluh. Kini ia sadar bahaya yang bisa diakibatkan dari
adanya tarung bebas. Selama ini yang ada hanya senang dan bisa tertawa karena menang
dan bisa membawa nama sekolah. Tak terpikirkan kalau nanti bisa membawa sebuah
petaka.
Ghojali
akhirnya harus menandatangani sebuah perjanjian yang isinya tak akan mengulangi
lagi perkelahian bebas atau yang disebut
dengan gladiator. Haji Miskat juga turut menyaksikan kalau perjanjian ini
bersifat memaksa. Kalau terulang lagi maka sanksinya Ghojali bisa dikeluarkan
dari sekolah karena melanggar tata tertib.
Pertarungan
gladiator memang bukan acara sekolah. Ini adalah acara yang ikut nebeng didalam
kegiatan sekolah. Sifanya juga diam-diam. Semuanya seperti rahasia. Kalau saja
tidak diketahui dari video yang ada didalam HP mungkin kejadian seperti
gladiator ini hanya omong belaka. Namun dengan adanya pengungkapan lewat HP
maka tak bisa dipungkiri lagi bahwa gladiator diantara anak-anak sekolah memang
ada.
Cirebon,
21 Maret 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar