Mengenai Saya

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Nurdin Kurniawan, S.Pd. Bekerja sebagai PNS disalah satu sekolah di kota Kabupaten Cirebon. Selain sebagai guru aktif menulis di beberapa surat kabar yang ada di cirebon. Diorganisasi PGRI tercatat pula sebagai redaktur majalah Diaelktika, majalah milik PGRI Kab. Cirebon. Tinggal di Gebang yang merupakan Kampung Nelayan yang ada di Cirebon

Senin, 24 Juni 2019

ZIARAH Bagian Kedua (Cerpen)


Cerpen
ZIARAH
Bagian Kedua
Oleh : Nurdin Kurniawan

            Usianya tak muda lagi namun semangat untuk ikut ziarah tak pernah surut. Ketika dikampungnya akan mengadakan acara ziarah Wali Songo maka keinginan untuk ikut lagi ia kemukakan. Tahun lalu Mak Tarni sudah pernah ikut ziarah Wali Songo. Rupanya ketika ziarah untuk yang pertama kali sangat berkesan maka keinginan untuk ziarah yang kedua kali tak bisa dibendung. Keinginannya itu ia ungkapkan pada anak sulungnya.
            “Mak ingin ziarah lagi”
            “Ingin naik haji biayanya mahal”
            “Ya yang paling murah ikut ziarah saja”
Sebenarnya dibilang murah tidak juga. Untuk ukuran orang-orang dikampung mungkin masih mahal. Tapi keingiannya yang begitu bulat ingin ziarah apalah artinya Uang Rp. 525.000. Kalau anak-anaknya patungan untuk memberangkatkan Mak Tarni mungkin hanya kebagian Rp. 100 ribuan.
            Uang yang ada cepat-cepat diserahkan pada Pak Haji Casmadi yang kebetulan rumahnya tepat didepan .
            “Berapa orang Mak?”
            “Ah sendirian saja”
            “Nanti siapa yang bakal menjaga Mak?”
            “Tidak usah dijaga wong banyak temannnya ini!”, ujar Mak Tarni meyakinkan  Haji Casmadi.
Anak dan mantunya memang tidak ada keinginan untuk ikut kegiatan seperti ziarah. Kalau piknik biasa seperti ke tempat-tempat yang indah memang sangat suka. Ziarah mungkin hanya cocok untuk orang-orang tua yang ingat akan kematian. Plong hati Mak Tarni kini  hanya tingggal menungggu keberangkatan saja. Hari-harinya disibukkan dengan kegiatan mengurus rumah dan  ternak ayam kampung yang hanya tingggal beberapa ekor saja.
            Ada beberapa  kenangan manakala ia ikut ziarah. Tahun lalau saja begitu banyak kenangan indah  bersama teman-temannya yang juga sama-sama tidak muda lagi. Karena waktu itu ada beberapa lokasi yang ia tidak bisa ikut  karena kecapaian. Makanya Mak Tarni diam di bus saja. Kali ini ia ingin obyek ziarah bisa didatangi semuanya.
            Cukup lama juga kalau dilihat dari obyek ziarah yang akan dikunjungi. Tidak hanya Wali yang ada di Pulau Jawa tapi juga yang ada di Pulau Madura dan Bali. Bali wow…? Ya ada Pulau Dewatanya sebab katanya di Bali juga ada Wali. Kalau di P.Jawa namanya Wali Songo maka di Pulau Bali namanya Wali Pitu atau Wali Tujuh.
            Untuk ziarah yang seperti ini tentunya tidak sehari dua hari saja tapi bisa sampai dengan enam hari diperjalanan. Untuk waktu yang lama ini tentu persipan sudah harus dipersiapkan jauh-jauh hari sebelumnya. Hasil pemberian sang anak ia simpan untuk  bekal menuju lokasi ziarah. Ada keinginan untuk membeli oleh-oleh juga dilokasi ziarah. Teringat pula akan sang cucu. Mak Tarni ingin membelikan oleh-oleh untuk beberapa cucu kesayangannya.
                                                                        ***


            Menungggu memang waktu yang sangat membosankan. Bus yang ditungggu-tunggu belum juga menampakkan batang hidungnya. Panitia sudah beberapa kali ngebel memastikan apakah  bus sudah berada di jalan atau belum. Dari perjanjian yang telah disepakati memang bus sudah harus ada ditempat pukul 07.00. Kini sudah pukul 08.00 bus belum juga datang. Haji Casmadi mengambil lagi HP.
            “Dengan bus Dedi Jaya?”
Dari seberang tampak ada yang menyahut. Obrolan berlanjut berkisar pada jadwal pemberangkatan yang  kini ngaret.
            “Bus sudah di jalan Pak”
            “Sebentar lagi  tiba di lokasi”
Haji Casmadi mangggut-mangggut dengan penjelasan yang disampaikan operator. Rupanya di musim liburan ini yang namanya bus pariwisata sangat sibuk melayani pesanan. Baru datang habis mengantarkan wisatawan dari Jogjakarta kini berangkat lagi mengantarkan wisatawan yang lainnnya.
            “Bagimana Pak?”
            “Ya lagi kesini!”
Calon penumpang yang rata-rata sudah tua kini menungggu di lokasi penjemputan. Memang banyak yang harus diurusi berkenaan dengan jumlah barang bawaan yang tidak sedikit.
            Bus yang ditungggu-tunggu akhirnya datang juga. Panitia sibuk mengatur tempat pemberhentian untuk bus. Dari bincang-bincang panitia yang terdengar sepertinya ada sesuatu yang tidak beres. Ternyata bus yang datang tidak sesuai dengan yang disepakati sebelumnya.
            “Bus ini pengganti untuk sementara sebelum bus yang nanti dipergunakan dalam perjalanan”
            “Bus yang tempat duduknya 2-2 masih dalam perjalanan”
            “Macet Pak!”
Rupanya bus yang datang juga baru mengantar wisatawan ke Jogjakarta dan oleh operator disuruh untuk menjemput kesini dahulu menenangkan para penumpang yang sudah tidak sabaran ingin berangkat.
            Bus diatur sebisa-bisanya dahulu yang penting bisa berangkat. Kalau toh nanti bus yang sesungguhnya datang maka penumpang akan dioper sebagaimana mestinya. Bus yang datang ini merupakan bus ketiga dari tiga bus yang dicarter pihak panitia untuk ziarah. Dua bus sudah berada di Gegesik         mengikuti Pak Kyainya yang kebetulan dari sana. Bus ketiga ini diisi oleh para peziarah dari Pabedilan.
            Sebagai orang Cirebon maka obyek ziarah yang pertama kali dikunjungi tentu saja Makam Sunan Gunung Djati. Wali yang kebetulan mengemban tugas dakwah di Cirebon dan sekitarnya. Mak Tarni duduk tenang dengan ibu-ibu yang lain. Untuk ziarah di Cirebon tentu sudah tak asing lagi sebab ia sudah beberapa kali berkunjung ke Makam Sunan Gunung Djati.
            Duduk khusyu mendengarkan apa yang dibacakan oleh Pak Kyai. Ikut tahlilan di area pemakaman memang sangatlah terasa sekali hidmatnya.  Apalagi orang seperti Mak Tarni sudah tak muda lagi. Ingat akan kematian adalah sesuatu yang sangat wajar.
            Disetiap lokasi ziarah memang begitu banyak orang. Inilah istimewanya  wisata religi. Orang tidak mengenal waktu untuk ziarah. Pagi, siang dan malam ada saja pengunjung yang berdatangan. Khusu tahlilan dan membaca-baca doa. Sunggguh sangat mulia orang yang ada di komplek pemakanman ini. Setiap hari ada saja orang yang ziarah untuk berdoa. Matinya saja banyak didoakan orang apalagi ketika hidupnya pasti  banyak sekali jasanya. Tak heran ketika matipun banyak sekali orang yang datang untuk berziarah.
                                                                        ***

            Tangannya yang sudah keriput  asyik memelih-milih  baju-baju untuk sang cucu. Tiap lokasi ziarah ada saja yang unik dan membuat Mak Tarni menyisihkan uangnya untuk membeli oleh-oleh. Tak ada satupun pakaian untuk dirinya yang ia beli. Semuanya yang ia beli diperuntukkan untuk sang cucu.
            “Mak sudah tua”
            “Buat apa Mak beli pakaian baru!”
            “Kasihan cucu-cucu Mak”
Mak Tarni menyebutkan beberapa cucunya yang ia ingat. Pandangannya jauh menerawang teringat akan wajah sang cucu yang sangat menggembirakan hatinya.
            Tenaganya tak sekuat dulu tapi semangatnya tetap tingggi. Dari satu obyek ziarah ke obyek ziarah yang lainnya tetap semangat ia datangi. Sesekali ia minta bantuan teman yang ada didekatnya untuk menuntun. Kadang kalau jalannya menanjak ataupun menurun ia minta dipapah. Kalau tahu obyeknya jauh dari tempat parkir bus maka tak segan-segan ia naik ojeg. Urusan berapa ongkosnya tak menjadi masalah sebab ini sudah ia perhitungkan jauh-jauh hari sebelumnya.
            Ziarah adalah kegiatan yang mengingatkan kita akan kematian. Hidup tak selamanya sehat seperti sekarang ini, dan pada waktunya nanti kita akan sakit dan  akhirnya kita akan meningggalkan dunia yang  fana . Untuk mengingatkan akan kematian itulah kita perlu yang namanya ziarah. Tak mesti yang jauh-jauh ataupun yang letaknya diluar kota.  Bisa siapa saja yang kita ziarahi. Kebetulan saja Wali Songo adalah orang yang sangat besar sekali jasanya dalam penyeberan agama Islam di Pulau Jawa. Sembilan Wali inilah yang menjadikan Pulau Jawa kini mayoritas penduduknya memeluk Islam. Wajar kalau salah satu obyek ziarah adalah Wali Songo. Mudah-mudahan apa yang telah diperjuangkan oleh Wali Songo diterima amal ibadahnya oleh Allah. Setiap Pak Kyai memberikan doa setiap itu pulalah Mak Tarni mengamini.
            Deretan nisan-nisan itu tak pernah ia lupakan. Suatu waktu Mak Tarni akan mengalami hal yang seperti itu. Hidup di dunia hanyalah sementara dan masih ada perjalanan selanjutnya. Puluhan kilometer jarak yang ia tempuh dalam ziarah ini belumlah seberapa dengan jarak yang harus ia tempuh di akhirat. Dalam doanya mengalir air hangat dari sela-sela matanya. Doa tulus dari sang nenek yang ingin menggapai ketenangan setelah melakukan perjalanan jauh di dunia dengan berziarah ke Wali Songo.

                                                                                                                        Cirebon, 15 Juli 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar