Cerpen
ZIARAH
Bagian Kedua
Oleh : Nurdin Kurniawan
Usianya tak muda lagi namun semangat
untuk ikut ziarah tak pernah surut. Ketika dikampungnya akan mengadakan acara
ziarah Wali Songo maka keinginan untuk ikut lagi ia kemukakan. Tahun lalu Mak
Tarni sudah pernah ikut ziarah Wali Songo. Rupanya ketika ziarah untuk yang
pertama kali sangat berkesan maka keinginan untuk ziarah yang kedua kali tak bisa
dibendung. Keinginannya itu ia ungkapkan pada anak sulungnya.
“Mak ingin ziarah lagi”
“Ingin naik haji biayanya mahal”
“Ya yang paling murah ikut ziarah
saja”
Sebenarnya
dibilang murah tidak juga. Untuk ukuran orang-orang dikampung mungkin masih
mahal. Tapi keingiannya yang begitu bulat ingin ziarah apalah artinya Uang Rp.
525.000. Kalau anak-anaknya patungan untuk memberangkatkan Mak Tarni mungkin
hanya kebagian Rp. 100 ribuan.
Uang yang ada cepat-cepat diserahkan
pada Pak Haji Casmadi yang kebetulan rumahnya tepat didepan .
“Berapa orang Mak?”
“Ah sendirian saja”
“Nanti siapa yang bakal menjaga Mak?”
“Tidak usah dijaga wong banyak
temannnya ini!”, ujar Mak Tarni meyakinkan
Haji Casmadi.
Anak dan
mantunya memang tidak ada keinginan untuk ikut kegiatan seperti ziarah. Kalau piknik
biasa seperti ke tempat-tempat yang indah memang sangat suka. Ziarah mungkin hanya
cocok untuk orang-orang tua yang ingat akan kematian. Plong hati Mak Tarni
kini hanya tingggal menungggu
keberangkatan saja. Hari-harinya disibukkan dengan kegiatan mengurus rumah
dan ternak ayam kampung yang hanya
tingggal beberapa ekor saja.
Ada beberapa kenangan manakala ia ikut ziarah. Tahun lalau
saja begitu banyak kenangan indah
bersama teman-temannya yang juga sama-sama tidak muda lagi. Karena waktu
itu ada beberapa lokasi yang ia tidak bisa ikut
karena kecapaian. Makanya Mak Tarni diam di bus saja. Kali ini ia ingin
obyek ziarah bisa didatangi semuanya.
Cukup lama juga kalau dilihat dari
obyek ziarah yang akan dikunjungi. Tidak hanya Wali yang ada di Pulau Jawa tapi
juga yang ada di Pulau Madura dan Bali. Bali wow…? Ya ada Pulau Dewatanya sebab
katanya di Bali juga ada Wali. Kalau di P.Jawa namanya Wali Songo maka di Pulau
Bali namanya Wali Pitu atau Wali Tujuh.
Untuk ziarah yang seperti ini
tentunya tidak sehari dua hari saja tapi bisa sampai dengan enam hari
diperjalanan. Untuk waktu yang lama ini tentu persipan sudah harus dipersiapkan
jauh-jauh hari sebelumnya. Hasil pemberian sang anak ia simpan untuk bekal menuju lokasi ziarah. Ada keinginan untuk
membeli oleh-oleh juga dilokasi ziarah. Teringat pula akan sang cucu. Mak Tarni
ingin membelikan oleh-oleh untuk beberapa cucu kesayangannya.
***
Menungggu memang waktu yang sangat membosankan.
Bus yang ditungggu-tunggu belum juga menampakkan batang hidungnya. Panitia
sudah beberapa kali ngebel memastikan apakah
bus sudah berada di jalan atau belum. Dari perjanjian yang telah
disepakati memang bus sudah harus ada ditempat pukul 07.00. Kini sudah pukul
08.00 bus belum juga datang. Haji Casmadi mengambil lagi HP.
“Dengan bus Dedi Jaya?”
Dari seberang
tampak ada yang menyahut. Obrolan berlanjut berkisar pada jadwal pemberangkatan
yang kini ngaret.
“Bus sudah di jalan Pak”
“Sebentar lagi tiba di lokasi”
Haji Casmadi
mangggut-mangggut dengan penjelasan yang disampaikan operator. Rupanya di musim
liburan ini yang namanya bus pariwisata sangat sibuk melayani pesanan. Baru datang
habis mengantarkan wisatawan dari Jogjakarta kini berangkat lagi mengantarkan
wisatawan yang lainnnya.
“Bagimana Pak?”
“Ya lagi kesini!”
Calon penumpang
yang rata-rata sudah tua kini menungggu di lokasi penjemputan. Memang banyak
yang harus diurusi berkenaan dengan jumlah barang bawaan yang tidak sedikit.
Bus yang ditungggu-tunggu akhirnya
datang juga. Panitia sibuk mengatur tempat pemberhentian untuk bus. Dari
bincang-bincang panitia yang terdengar sepertinya ada sesuatu yang tidak beres.
Ternyata bus yang datang tidak sesuai dengan yang disepakati sebelumnya.
“Bus ini pengganti untuk sementara
sebelum bus yang nanti dipergunakan dalam perjalanan”
“Bus yang tempat duduknya 2-2 masih
dalam perjalanan”
“Macet Pak!”
Rupanya bus yang
datang juga baru mengantar wisatawan ke Jogjakarta dan oleh operator disuruh
untuk menjemput kesini dahulu menenangkan para penumpang yang sudah tidak
sabaran ingin berangkat.
Bus diatur sebisa-bisanya dahulu
yang penting bisa berangkat. Kalau toh nanti bus yang sesungguhnya datang maka
penumpang akan dioper sebagaimana mestinya. Bus yang datang ini merupakan bus
ketiga dari tiga bus yang dicarter pihak panitia untuk ziarah. Dua bus sudah
berada di Gegesik mengikuti Pak
Kyainya yang kebetulan dari sana. Bus ketiga ini diisi oleh para peziarah dari
Pabedilan.
Sebagai orang Cirebon maka obyek
ziarah yang pertama kali dikunjungi tentu saja Makam Sunan Gunung Djati. Wali
yang kebetulan mengemban tugas dakwah di Cirebon dan sekitarnya. Mak Tarni
duduk tenang dengan ibu-ibu yang lain. Untuk ziarah di Cirebon tentu sudah tak asing
lagi sebab ia sudah beberapa kali berkunjung ke Makam Sunan Gunung Djati.
Duduk khusyu mendengarkan apa yang
dibacakan oleh Pak Kyai. Ikut tahlilan di area pemakaman memang sangatlah terasa
sekali hidmatnya. Apalagi orang seperti
Mak Tarni sudah tak muda lagi. Ingat akan kematian adalah sesuatu yang sangat
wajar.
Disetiap lokasi ziarah memang begitu
banyak orang. Inilah istimewanya wisata
religi. Orang tidak mengenal waktu untuk ziarah. Pagi, siang dan malam ada saja
pengunjung yang berdatangan. Khusu tahlilan dan membaca-baca doa. Sunggguh sangat
mulia orang yang ada di komplek pemakanman ini. Setiap hari ada saja orang yang
ziarah untuk berdoa. Matinya saja banyak didoakan orang apalagi ketika hidupnya
pasti banyak sekali jasanya. Tak heran
ketika matipun banyak sekali orang yang datang untuk berziarah.
***
Tangannya yang sudah keriput asyik memelih-milih baju-baju untuk sang cucu. Tiap lokasi ziarah
ada saja yang unik dan membuat Mak Tarni menyisihkan uangnya untuk membeli
oleh-oleh. Tak ada satupun pakaian untuk dirinya yang ia beli. Semuanya yang ia
beli diperuntukkan untuk sang cucu.
“Mak sudah tua”
“Buat apa Mak beli pakaian baru!”
“Kasihan cucu-cucu Mak”
Mak Tarni
menyebutkan beberapa cucunya yang ia ingat. Pandangannya jauh menerawang
teringat akan wajah sang cucu yang sangat menggembirakan hatinya.
Tenaganya tak sekuat dulu tapi
semangatnya tetap tingggi. Dari satu obyek ziarah ke obyek ziarah yang lainnya
tetap semangat ia datangi. Sesekali ia minta bantuan teman yang ada didekatnya
untuk menuntun. Kadang kalau jalannya menanjak ataupun menurun ia minta
dipapah. Kalau tahu obyeknya jauh dari tempat parkir bus maka tak segan-segan
ia naik ojeg. Urusan berapa ongkosnya tak menjadi masalah sebab ini sudah ia
perhitungkan jauh-jauh hari sebelumnya.
Ziarah adalah kegiatan yang
mengingatkan kita akan kematian. Hidup tak selamanya sehat seperti sekarang ini,
dan pada waktunya nanti kita akan sakit dan
akhirnya kita akan meningggalkan dunia yang fana . Untuk mengingatkan akan kematian itulah
kita perlu yang namanya ziarah. Tak mesti yang jauh-jauh ataupun yang letaknya
diluar kota. Bisa siapa saja yang kita
ziarahi. Kebetulan saja Wali Songo adalah orang yang sangat besar sekali
jasanya dalam penyeberan agama Islam di Pulau Jawa. Sembilan Wali inilah yang
menjadikan Pulau Jawa kini mayoritas penduduknya memeluk Islam. Wajar kalau
salah satu obyek ziarah adalah Wali Songo. Mudah-mudahan apa yang telah diperjuangkan
oleh Wali Songo diterima amal ibadahnya oleh Allah. Setiap Pak Kyai memberikan
doa setiap itu pulalah Mak Tarni mengamini.
Deretan nisan-nisan itu tak pernah
ia lupakan. Suatu waktu Mak Tarni akan mengalami hal yang seperti itu. Hidup di
dunia hanyalah sementara dan masih ada perjalanan selanjutnya. Puluhan
kilometer jarak yang ia tempuh dalam ziarah ini belumlah seberapa dengan jarak
yang harus ia tempuh di akhirat. Dalam doanya mengalir air hangat dari
sela-sela matanya. Doa tulus dari sang nenek yang ingin menggapai ketenangan
setelah melakukan perjalanan jauh di dunia dengan berziarah ke Wali Songo.
Cirebon, 15 Juli 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar