Mengenai Saya

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Nurdin Kurniawan, S.Pd. Bekerja sebagai PNS disalah satu sekolah di kota Kabupaten Cirebon. Selain sebagai guru aktif menulis di beberapa surat kabar yang ada di cirebon. Diorganisasi PGRI tercatat pula sebagai redaktur majalah Diaelktika, majalah milik PGRI Kab. Cirebon. Tinggal di Gebang yang merupakan Kampung Nelayan yang ada di Cirebon

Rabu, 19 Juni 2019

FENOMENA LIKUIFAKSI PADA GEMPA PALU (Artikel)


FENOMENA LIKUIFAKSI PADA GEMPA PALU
Oleh : Nurdin Kurniawan, S.Pd. *)


            Gempa merupakan fenomena alam yang sudah tak asing lagi bagi kita yang tinggal di Indonesia. Sebagai negara yang terletak di pertemuan 3 lempeng dunia yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo Australia dan Lempeng Pasifik tentunya gempa akan sering dijumpai. Begitu pula dengan musibah susulan yang diakibatkan oleh gempa yang terjadi di dasar laut akan memunculkan gelombang besar yang disebut tsunami.
            Peristiwa gempa bumi yang telah malanda Palu dan Donggala pada hari Jum’at, Tanggal 28 September 2018 memunculkan fenomena lain yang bernama likuifaksi. Apa itu likuikasi? Menurut Kepala Bagian Humas BMKG, Harry Tirto Djatmiko "Likuifaksi adalah tanah yang kehilangan kekuatan akibat diguncang oleh gempa, yang mengakibatkan tanah tidak memiliki daya ikat. Guncangan gempa meningkatkan tekanan air sementara daya ikat tanah melemah, hal ini menyebabkan sifat tanah berubah dari padat menjadi cair".
            Adapun likuifaksi atau pencairan tanah yang terjadi saat gempa mengguncang Kota Palu, Sulawesi Tengah, pada Jumat (28/9) merupakan fenomena baru bagi masyarakat Indonesia. Dalam berbagai video yang tersebar di media sosial, likuifaksi ditandai dengan bergeraknya bangunan di atas tanah seolah-olah terseret oleh lumpur, seperti yang terjadi di Kelurahan Petobo.
            Ketika menyaksikan video tanah bergerak seperti tidak percaya. Bangunan rumah bercat hijau ikut berjalan. Pohon-pohon kelapa yang kekar dan kuat ikut pula berjalan. Tak hanya itu menara salah satu seluler yang terlihat kokoh ikut pula berjalan. Hebatnya lagi tentunya  orang yang mengabadikan fenomena likuifaksi ini tidak merasa takut akan bahaya yang mengancam dirinya. Ia asyik saja merekan kejadian likuifaksi. Setelah atap seng yang dijadikan ia berpijak ikut bergerak disamping tanah mulai menyemburkan lumpur barulah ia lari menyelematkan diri.
            Kepala Pusat Data Informasi dan Hubungan Masyarakat, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, kejadian likuifaksi di Kota Palu bukanlah yang pertama kali terjadi. Pada gempa bumi yang terjadi di Lombok, likuifaksi juga terjadi. Namun, skalanya lebih kecil. Sepeeti dilansir Tempo.co. "Tidak semua tempat yang terjadi gempa, terjadi juga likuifaksi. Di Lombok terjadi, tapi kecil. Tapi kalau kita melihat di Palu, likuifaksi yang terjadi begitu besar," kata dia saat konferensi pers di Graha BNPB.
Menurut Sutopo Purwo Nugroho , terjadinya likuifaksi disebabkan oleh guncangan gempa. Kondisi material geologi yang ada di tanah juga ikut mempengaruhi. Ketika guncangan terjadi, tanah menjadi cair karena material air yang tinggi. Dalam volume air yang besar, kata dia, tanah menjadi gembur. Akibatnya, bangunan di atas tanah, perumahan, dan pohon, itu berjalan pelan-pelan sampai akhirnya ambles dan tertimbun oleh lumpur.
Bila diibaratkan likuifaksi ini seperti kita sedang mengetuk-ngetuk toples untuk memasukkan suatu benda supaya ada banyak yang masuk ke dalamnya. Ini menyebabkan cairan atau material halus berada di atas, seperti itulah menggambarkan preses likuifaksi pada peristiawa gempa bumi.
Perbendaharaan kita tentang fenomena akibat gempa kini bertambah. Ada istilah baru yang muncul yaitu likuifaksi. Dengan kata lain, likuifaksi merupakan proses keluarnya lumpur dari lapisan tanah akibat guncangan gempa dan menyebabkan lapisan tanah yang awalnya kompak, bercampur dengan air menjadi lumpur. Kekuatan tanah yang berkurang mengakibatkan bangunan di atasnya hancur.
Pada kejadian musibah gempa bumi di beberapa negara ada yang disertai dengan terjadinya likuifaksi. Lantas, di mana saja likuifaksi ini pernah terjadi?
1. Sulawesi Tengah. Likuifaksi terjadi sesaat setelah gempa bermagnitugo 7,4 di Sulawesi Tengah, Jumat (28/9). Rumah dan pohon amblas akibat likuifaksi. Ada empat lokasi yang mengalami likuifaksi. Kebanyakan di Kabupaten Sigi. 2. Niigata, Jepang. Dikutip dari USGS, peristiwa di Niigata (1964) merupakan salah satu likuifaksi yang paling terkenal. Akibatnya, bangunan apartemen amblas. Fenomena ini terjadi pada 16 Juni 1964 pascagempa bermagnitudo 7,5. Ada sekitar 2.000 rumah yang dilaporkan hancur total. 3. Christchurch, Selandia Baru. Gempa bermagnitudo 6,3 terjadi pada tanggal 25 Februari 2011 yang mengakibatkan likuifaksi. Dilansir dari The New Zealand Herald, sejumlah bangunan rusak akibat likuifaksi. 4. Pohang, Korea Selatan. Fenomena ini terjadi tanggal 15 November 2017. Pemerintah Korea Selatan menyebutkan likuifaksi yang terjadi tidak menimbulkan kerusakan signifikan di Pohang. Dilansir dari Korea Times, Kementerian Dalam Negeri dan Keselamatan Korsel mengkonfirmasi lima wilayah telah terkena pencairan. Tetapi tingkat keseriusan dari empat lainnya bahkan lebih rendah. 5. San Francisco, Amerika Serikat. Sebuah rumah di Mission District San Francisco mengalami kerusakan akibat likuifaksi yang terjadi akibat gempa bumi pada 18 April tahun 1906. Guncangan gempa menyebabkan isi buatan mencair dan kehilangan kemampuannya untuk menyangga rumah. Likuifaksi juga terjadi di Dore Street, San Francisco di periode yang sama. Rumah-rumah di lokasi amblas. Dilansir dari USGS, daerah tersebut dulunya merupakan tanah rawa.
            Deretan peristia gempa bumi yang memimpa Indonesia mudah-mudahan menjadi pembelajaran buat kita semua. Bila Yang Maha Kuasa sudah berkehendak terjadi maka akan terjadilah. Saudara-saudara kita yang sedang tertimpa musibah mudah-mudahan diberi kekuatan. Tidak semata-mata musibah datang namun ada kehendak Yang Kuasa dibalik itu semua. Semoga kita bisa mengambil hikmahnya.

                                                                                                            *) Praktisi Pendidikan
                                                                                                                Tinggal di Gebang







Tidak ada komentar:

Posting Komentar