Mengenai Saya

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Nurdin Kurniawan, S.Pd. Bekerja sebagai PNS disalah satu sekolah di kota Kabupaten Cirebon. Selain sebagai guru aktif menulis di beberapa surat kabar yang ada di cirebon. Diorganisasi PGRI tercatat pula sebagai redaktur majalah Diaelktika, majalah milik PGRI Kab. Cirebon. Tinggal di Gebang yang merupakan Kampung Nelayan yang ada di Cirebon

Selasa, 18 Juni 2019

BERPRESTASI DI ASIAN PARA GAMES (Artikel)


ARTIKEL

BERPRESTASI DI ASIAN PARA GAMES
Oleh : Nurdin Kurniawan, S.Pd. *)
            Setelah sukses menyelenggarakan pesta olahraga terbesar di Benua Asia yaitu Asian Games kini Indonesia akan menjadi tuan rumah olahraga para penyandang cacat atau yang lebih dikenal dengan Asian Para Games. Pesta olahraga yang akan digelar di Jakarta dari tanggal 6 Oktober samapai 13 Oktober 2018.
            Hal yang unik tentunya melihat para penyandang cacat dengan tanpa halangan berarti mampu melakukan suatu pertandingan olahraga layaknya manusia normal. Kalu orang normal tentunya sudah hal yang biasa melakukan olahraga, namun melihat para penyandang cacat atau disabilitas melakukan pertandingan pada cabang olahraga tertentu pastinya sesuatu hal yang luar biasa.
            Bila kemarian di Asian Games Indonesia menduduki peringkat 4 dunia di Benua Asia mudah-mudahan dalam Asian Para Games ini juga atlit disabilitas kita bisa memperlihatkan suatu prestasi yang memukau.
            Ada 42 negara yang rencananya akan berpartisipasi dalam Asian Para Games di Jakarta. Negara-negara itu seperti Afganistan, Bahrain, Banglades, Brunai Darussalam, Kamboja, Tiongkok, Hongkong, Indonesia, India, Iran, Irak, Jepang, Yordania, Kazakstan, Korea Utara, Korea Selatan, Kuwait, Kirgistan, Laos, Libanon, Makau, Malaysia, Mongolia, Myanmar, Nepal, Oman, Pakistan, Palestina, Philipina, Qatar, Arab Saudi, Singapura, Sri Lanka, Suriah, Taiwan, Tajikistan, Thailand, Timor Leste, Turkmenistan, Uni Emirat Arab, Uzbekistan, Vietnam.
             Adapun cabang olahraga yang akan dipertandingkan diantaranya panahan, atletik, bulutangkis, boccia, boling, bola gawang, judo, boling lapangan, angkat beban, menembak, tenis meja, bola volley. bola basket kursi roda, anggar kursi roda, tenis kursi roda, renang.
            Sebagai tuan rumah yang baik tentunya harus mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik. Apalagi pesta olahraga kali ini memang beda pesertanya. Memerlukan perhatian yang khusus karena yang menjadi atlit adalah para penyandang cacat. Kondisi lapangan dan segala sesuatu yang menunjang buat para atlit berbeda dengan mereka yang memang atlit dengan kondisi tubuh yang normal.
            Panitia mulai sibuk menjemput kedatangan para atlit yang mulai berdatangan. Mulai dari kedatangannya di bandara juga sudah terlihat perlakuan yang berbeda. Seperti halnya para atlit yang menyandang tuna netra. Diperlukan pendampingan yang khusus karena mereka baru mengenal Indonesia untuk yang pertamakalinya. Begitu pula dengan para penyandang cacat lainnya yang kondisi satu dengan yang lainnya memang berbeda.
            Peserta yang ikut dalam ajang Asian Para Games ini dikelompokkan sesuai dengan cacatnya.Tentu perlombaannya juga akan menjadi hal yang unik. Sebagai contoh untuk cabang olahraga atletik. Penggunaan kaki prostesis menjadi klasifikasi tersendiri sehingga para atlet yang menggunakannya akan saling diadu untuk menjadi yang terbaik. Untuk bulu tangkis, penggunaan lapangan untuk atlet yang menggunakan kursi roda itu berbeda. Bulu tangkis kursi roda tak menggunakan karpet agar memudahkan pergerakan para atletnya. Hanya kayu saja. Jika menggunakan karpet maka sulit bagi mereka untuk menggerakkan kursi rodanya. Dalam judo, semua atletnya memiliki visual impairment atau kekurangan penglihatan. Kodenya terlihat di baju para judokanya. Jika memiliki lingkaran merah di bagian lengan baju, maka atlet itu tuna netra. Jika ada lingkaran kuning juga di bawah lingkaran merah, maka atlet itu tuna netra dan tak bisa mendengar (tuna rungu).
            Untuk perenang dengan visual impairment, pelatih akan menepuk bahu atau punggungnya dengan menggunakan tongkat yang dilengkapi dengan bantalan lembut di ujungnya dalam beberapa meter sebelum finish atau sebelum pembalikan. Tepukan ini berguna untuk mengingatkan perenang bahwa dia sudah mendekati ujung kolam untuk finis atau melakukan pembalikan. Dalam anggar, atlet dengan jarak jangkauan terpendek akan menentukan jarak tempat duduk antara dua peanggar yang akan berlomba.
            Itulah kenapa olahraga yang dipertandingkan beda dengan orang normal pada umumnya. Tetap saja ada alat bantu yang dipergunakan para atlit dalam bertanding. Dengan adanya alat bantu ini tidak mengurangi kegigihan para atlit untuk bisa menyelesaikan pertandingan dengan baik. Mental juara harus tertanam pada para atlit penyandang disabilitas.
            Sejarah dipertandingkannya olaharaga untuk para penyandang cacat sendiri diadakan sebagai upaya untuk merehabilitasi para penyandang cacat pada abad ke 18. Namun semenjak Perang Dunia terjadi terutama Perang Dunia ke 2 (1939-1945) yang mengakibatkan  jumlah penyandang cacat akibat perang kian terbambah banyak, baik itu dari kalangan sipil maupun tentara.
Pada Maret 1944, seorang ahli saraf dan bedah, Ludwig Guttman mendirikan Pusat Cedera Spinal Cord di Rumah Sakit Stoke Mandville di Aylesbury, Inggris. Disinilah olahraga lalu dikembangkan dan diorganisir sebagai bagian teknik rehabilitasi bagi penyandang cacat. Tepatnya pada 1948, Rumah Sakit ini menyelenggarakan lomba olahraga antar pasien. selanjutnya berkembang dan diikuti pasien penyandang cacat antar rumah sakit di seluruh dunia. Dari sini kemudian berkembang menjadi pesta olahraga pera penayandang cacat yang digelar sampai sekarang.
            Bonus Bagi Peraih Medali
            Kita masih ingat dengan bonus yang diberikan pemerintah bagi para peraih medali ketika Asian Games berlangsung beberapa waktu yang lalu. Waktu itu peraih emas tunggal bonusnya 1,5 miliar, emas pasangan/ganda sebesar Rp1 miliar per-orang, dan emas beregu Rp750 juta per-orang. Bonus untuk peraih perak perorangan mendapatkan Rp500 juta, perak untuk ganda sebesar Rp400 juta per orang, dan perak beregu Rp300 juta per orang. Untuk peraih perunggu perorangan mendapatkan Rp250 juta, perunggu ganda Rp200 juta per orang, dan peraih perunggu beregu sebesar Rp150 juta per orang.
            Dalam hal penghargaan untuk para atlit Menpora menjanjikan hal yang sama untuk atlit para games. Setidaknya ini bakal menjadi pendorong buat para atlit untuk bisa berprestasi mengukir nama Indonesia diberbagai ajang internasional. Disabilitas bukan menjadi kendala seseorang untuk terus dan tetap berprestasi.
            Bila di Asian Games Indonesia bisa menduduki peringkat 4 setidaknya di ajang yang hampir sama ini Indonesia juga bisa menempatkan di posisi terbaiknya. Bagaimanapun sebagai tuan rumah harus bisa menunjukkan prestasi terbaiknya.
            Peran televisi juga sangat besar dalam menyiarkan ajang pesta olaharaga para penyandang cacat. Bila kemarin di ajang Asian Games beberapa stasiun televisi menyiarkan dengan langsung mudah-mudahan untuk  Asian Para Games juga begitu. Kita tak akan tahu hebatnya perjuangan para penyandanga cacat dalam bidang oahraga kalau televisi baik itu milik pemerintah atau swasta tak menyiarkannya. Diharapkan ada beberapa stasiun televisi yang bisa live menyiarkan agenda Asian Para Games.
            Selamat berjuang, selamat bertanding, tunjukkan bahwa cacat bukanlah halangan untuk mengukir prestasi.

                                                                                                            *) Praktisi Pendidikan
                                                                                                                Tinggal di Gebang
















Tidak ada komentar:

Posting Komentar