ARTIKEL
BERPRESTASI DI ASIAN PARA GAMES
Oleh
: Nurdin Kurniawan, S.Pd. *)
Setelah sukses menyelenggarakan pesta olahraga
terbesar di Benua Asia yaitu Asian Games kini Indonesia akan menjadi tuan rumah
olahraga para penyandang cacat atau yang lebih dikenal dengan Asian Para Games.
Pesta olahraga yang akan digelar di Jakarta dari tanggal 6 Oktober samapai 13
Oktober 2018.
Hal
yang unik tentunya melihat para penyandang cacat dengan tanpa halangan berarti
mampu melakukan suatu pertandingan olahraga layaknya manusia normal. Kalu orang
normal tentunya sudah hal yang biasa melakukan olahraga, namun melihat para penyandang
cacat atau disabilitas melakukan pertandingan pada cabang olahraga tertentu
pastinya sesuatu hal yang luar biasa.
Bila
kemarian di Asian Games Indonesia menduduki peringkat 4 dunia di Benua Asia
mudah-mudahan dalam Asian Para Games ini juga atlit disabilitas kita bisa
memperlihatkan suatu prestasi yang memukau.
Ada
42 negara yang rencananya akan berpartisipasi dalam Asian Para Games di
Jakarta. Negara-negara itu seperti Afganistan, Bahrain, Banglades, Brunai
Darussalam, Kamboja, Tiongkok, Hongkong, Indonesia, India, Iran, Irak, Jepang,
Yordania, Kazakstan, Korea Utara, Korea Selatan, Kuwait, Kirgistan, Laos,
Libanon, Makau, Malaysia, Mongolia, Myanmar, Nepal, Oman, Pakistan, Palestina,
Philipina, Qatar, Arab Saudi, Singapura, Sri Lanka, Suriah, Taiwan, Tajikistan,
Thailand, Timor Leste, Turkmenistan, Uni Emirat Arab, Uzbekistan, Vietnam.
Adapun cabang olahraga yang akan dipertandingkan
diantaranya panahan, atletik, bulutangkis, boccia, boling, bola gawang, judo, boling
lapangan, angkat beban, menembak, tenis meja, bola volley. bola basket kursi roda,
anggar kursi roda, tenis kursi roda, renang.
Sebagai tuan rumah yang baik tentunya harus
mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik. Apalagi pesta olahraga kali ini
memang beda pesertanya. Memerlukan perhatian yang khusus karena yang menjadi
atlit adalah para penyandang cacat. Kondisi lapangan dan segala sesuatu yang menunjang
buat para atlit berbeda dengan mereka yang memang atlit dengan kondisi tubuh
yang normal.
Panitia
mulai sibuk menjemput kedatangan para atlit yang mulai berdatangan. Mulai dari
kedatangannya di bandara juga sudah terlihat perlakuan yang berbeda. Seperti
halnya para atlit yang menyandang tuna netra. Diperlukan pendampingan yang
khusus karena mereka baru mengenal Indonesia untuk yang pertamakalinya. Begitu
pula dengan para penyandang cacat lainnya yang kondisi satu dengan yang lainnya
memang berbeda.
Peserta
yang ikut dalam ajang Asian Para Games ini dikelompokkan sesuai dengan
cacatnya.Tentu perlombaannya juga akan menjadi hal yang unik. Sebagai contoh
untuk cabang olahraga atletik. Penggunaan kaki prostesis menjadi klasifikasi
tersendiri sehingga para atlet yang menggunakannya akan saling diadu untuk
menjadi yang terbaik. Untuk bulu tangkis, penggunaan lapangan untuk atlet yang
menggunakan kursi roda itu berbeda. Bulu tangkis kursi roda tak menggunakan
karpet agar memudahkan pergerakan para atletnya. Hanya kayu saja. Jika
menggunakan karpet maka sulit bagi mereka untuk menggerakkan kursi rodanya. Dalam
judo, semua atletnya memiliki visual impairment atau
kekurangan penglihatan. Kodenya terlihat di baju para judokanya. Jika memiliki
lingkaran merah di bagian lengan baju, maka atlet itu tuna netra. Jika ada
lingkaran kuning juga di bawah lingkaran merah, maka atlet itu tuna netra dan
tak bisa mendengar (tuna rungu).
Untuk perenang dengan visual
impairment, pelatih akan menepuk bahu atau punggungnya dengan menggunakan tongkat
yang dilengkapi dengan bantalan lembut di ujungnya dalam beberapa meter sebelum
finish atau sebelum pembalikan. Tepukan ini berguna untuk mengingatkan perenang
bahwa dia sudah mendekati ujung kolam untuk finis atau melakukan pembalikan. Dalam
anggar, atlet dengan jarak jangkauan terpendek akan menentukan jarak tempat
duduk antara dua peanggar yang akan berlomba.
Itulah kenapa olahraga yang
dipertandingkan beda dengan orang normal pada umumnya. Tetap saja ada alat
bantu yang dipergunakan para atlit dalam bertanding. Dengan adanya alat bantu
ini tidak mengurangi kegigihan para atlit untuk bisa menyelesaikan pertandingan
dengan baik. Mental juara harus tertanam pada para atlit penyandang
disabilitas.
Sejarah dipertandingkannya olaharaga
untuk para penyandang cacat sendiri diadakan sebagai upaya untuk merehabilitasi
para penyandang cacat pada abad ke 18. Namun semenjak Perang Dunia terjadi
terutama Perang Dunia ke 2 (1939-1945) yang mengakibatkan jumlah penyandang cacat akibat perang kian
terbambah banyak, baik itu dari kalangan sipil maupun tentara.
Pada Maret 1944, seorang ahli saraf dan bedah, Ludwig Guttman mendirikan
Pusat Cedera Spinal Cord di Rumah Sakit Stoke Mandville di Aylesbury, Inggris.
Disinilah olahraga lalu dikembangkan dan diorganisir sebagai bagian teknik
rehabilitasi bagi penyandang cacat. Tepatnya pada 1948, Rumah Sakit ini
menyelenggarakan lomba olahraga antar pasien. selanjutnya berkembang dan
diikuti pasien penyandang cacat antar rumah sakit di seluruh dunia. Dari sini
kemudian berkembang menjadi pesta olahraga pera penayandang cacat yang digelar
sampai sekarang.
Bonus
Bagi Peraih Medali
Kita
masih ingat dengan bonus yang diberikan pemerintah bagi para peraih medali
ketika Asian Games berlangsung beberapa waktu yang lalu. Waktu itu peraih emas
tunggal bonusnya 1,5 miliar, emas pasangan/ganda sebesar Rp1 miliar per-orang,
dan emas beregu Rp750 juta per-orang. Bonus untuk peraih perak perorangan
mendapatkan Rp500 juta, perak untuk ganda sebesar Rp400 juta per orang, dan
perak beregu Rp300 juta per orang. Untuk peraih perunggu perorangan mendapatkan
Rp250 juta, perunggu ganda Rp200 juta per orang, dan peraih perunggu beregu
sebesar Rp150 juta per orang.
Dalam hal penghargaan untuk para
atlit Menpora menjanjikan hal yang sama untuk atlit para games. Setidaknya ini
bakal menjadi pendorong buat para atlit untuk bisa berprestasi mengukir nama
Indonesia diberbagai ajang internasional. Disabilitas bukan menjadi kendala
seseorang untuk terus dan tetap berprestasi.
Bila di Asian Games Indonesia bisa
menduduki peringkat 4 setidaknya di ajang yang hampir sama ini Indonesia juga
bisa menempatkan di posisi terbaiknya. Bagaimanapun sebagai tuan rumah harus
bisa menunjukkan prestasi terbaiknya.
Peran televisi juga sangat besar
dalam menyiarkan ajang pesta olaharaga para penyandang cacat. Bila kemarin di
ajang Asian Games beberapa stasiun televisi menyiarkan dengan langsung
mudah-mudahan untuk Asian Para Games
juga begitu. Kita tak akan tahu hebatnya perjuangan para penyandanga cacat
dalam bidang oahraga kalau televisi baik itu milik pemerintah atau swasta tak
menyiarkannya. Diharapkan ada beberapa stasiun televisi yang bisa live menyiarkan agenda Asian Para Games.
Selamat berjuang, selamat
bertanding, tunjukkan bahwa cacat bukanlah halangan untuk mengukir prestasi.
*)
Praktisi Pendidikan
Tinggal di Gebang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar