Mengenai Saya

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Nurdin Kurniawan, S.Pd. Bekerja sebagai PNS disalah satu sekolah di kota Kabupaten Cirebon. Selain sebagai guru aktif menulis di beberapa surat kabar yang ada di cirebon. Diorganisasi PGRI tercatat pula sebagai redaktur majalah Diaelktika, majalah milik PGRI Kab. Cirebon. Tinggal di Gebang yang merupakan Kampung Nelayan yang ada di Cirebon

Rabu, 19 Juni 2019

DASAR BODREX (Cerpen)


Cerpen
DASAR BODREX
Oleh : Nurdin Kurniawan

            Keheningan  mulai dirasakan setelah tadi ada beberapa anak pada keluar disaat pergantian jam pelajaran. Kebisaan buruk yang memang sepertinya susah untuk dihilangkan. Ada yang beralasan mau ke WC-lah, ada yang mau beli pulpen ke kantinlah, ada yang mau pinjam ini dan itulah ke kelas sebelah. Walau sempat disentak namun esoknya seperti itu lagi. Namanya juga anak-anak jadi wajarlah bila tingkahlakunya seperti itu. Suasana jadi hidup bila ada anak-anak yang bertindak  seperti itu.
            Terlihat ada orang asing yang masuk keliling kelas . Dari gayanya seperti hendak mencari seseorang. Tengak-tengok memastikan apakah yang dicarinya ada atau tidak. Ternyata tak hanya satu orang tapi beberapa orang. Kalau pengawas sepertinya sangat jauh. Pakaiannya urakan seperti tidak memperlihatkan orang yang terpelajar. Bahkan ada salah seorang diantaranya wanita.  Si wanita itu hanya mengenakan sandal jepit butut dengan menenteng tas. Setelah diperhatikan ternyata yang barusan lewat tadi adalah wartawan.
            Wartawan? Aku yang berkecimpung lama di bidang jurnalistik mengatakan kalau orang-orang seperti ini adalah wartawan bodrek. Kenapa begitu? Mereka itulah sekelompok manusia yang kerjaannya hanya mencari-cari kesalahan. Apa saja ditanyakan namun tak pernah ditulis atau dipublikasikan.  Karena memang mereka itu       kebanyakan tak punya koran atau majalah. Hanya pengakuan saja dari koran ini atau koran itu. Kalau ditanya lebih lanjut seperti apa korannya atau seperti apa majalahnya mereka tidak bisa menunjukkan.
            Siapakah yang dicari oleh orang-orang yang kedatangannya suka membuat pusing ini? Makanya ada sebagian orang yang sudah saking jengkelnya dengan ulah mereka lalu mengatakan kegiatan yang seperti ini disebutnya sebagai wartawan bodrex.
            “Ada Kepala Sekolahnya?”
Salah seorang Guru yang memang tahu kalau Kepala Sekolah bila Senin pertama dan Senin ketiga upacara di Dinas Kabupaten mengatakan kalau Kepala Sekolah sedang tidak ada. Diberitahu seperti itu si wartawan bodrex itu tak juga percaya. Duduk di ruang tamu sambil memperhatikan dari kejauhan ruangan Kepala Sekolah. Masih penasaran ada Guru lagi yang baru keluar dari Ruang Guru ditanya seperti pada Guru yang sudah ditanya tadi.
            “Kalau Bapak Kepala Sekolahnya ada?”
Pak Bukori yang tak tahu ada atau tidaknya pimpinan lalau menggelengkan Kepala.
            “Sepertinya tidak ada Pak”
            “Ada perlu apa?”
Ditanya balik seperti itu si wartawan tadi hanya diam. Sepertinya orang yang barusan menjawab tidak terlalu berkompeten. Hanya menjawab seadanya atau sekedar menghilangkan alibi saja. Wartawan tadi tetap duduk di kursi tamu. Mengeluarkan HP dan sepertinya menelpon beberapa orang temannya yang memang dari tadi masih menunggu di mobil. Benar saja tak terlalu lama datanglah beberapa temannya. Tak tanggung-tanggung  ada 5 orang. Jadilah ruang tamu tempat haha…hihi para wartawan bodrex.
            Dilihatnya sturktur organisasi sekolah. Mengangguk-anggukan kepala. Dagunya diusap-usap. Sepertinya ketemu sebuah jawaban. Kalau Kepalanya tidak ada masih ada beberapa orang yang ada dibawahnya yang merupakan kaki tangan sang Kepala Sekolah. Diurutkan dan dibaca beberapa nama.
            “Kalau begitu saya mau ketemu Pak Soleman”
Nama Soleman diperoleh dari stuktur sekolah yang ada di ruangan tamu. Dicatat pula beberapa nama yang lainnya agar bila yang ini tidak ada maka disebut nama selanjutnya.
            “Bapak tunggu saja”
            “Pak Solemannya lagi ada di kelas”
Kalau tidak penting-penting banget sih nunggu saja. Lagi pula kedatangannya tak banyak memberikan manfaat. Kalau mau meliput silahkan saja . Jeprat-jepret kalau perlu. Tapi bila dilihat tak ada satupun yang membawa kamera. Kalau mau ditulis tak ada yang membawa note book. Entah maksud apa mereka semua ini datang ke sekolah.
            Semenjak sekolah dapat rehab 5 lokal yang namanya watawan bodrex ini gencar sekali datang ke sekolah. Dari yang sudah-sudah mereka ini sering dikabulkan permintaannya. Mereka sendiri yang memintanya, dengan alasan uang bensinlah, dikondisikanlah, entah apa lagi istilahnya. Ujung-ujungnya sih minta duit. Kalau tidak diberi amplop mereka ini suka berlama-lama di kantor walau hanya sekedar duduk mematung.
            Risih! Ya seperti itulah kesannya bila ada banyak orang yang memadati ruang tamu. Kedatangannya yang tidak diduga dan tidak diundang inilah yang menyebabkan rekan-rekan juga merasa risih. Bagaimana kalau yang seperti ini secepatnya keluar dari lingkungan sekolah? Kalu begitu cepat-cepat diberi amplop saja.
            Pak Soleman mengerti benar dengan tipe orang yang sedang dihadapinya ini. Tidak mencari berita tapi punya tujuan yang jelas kearah satu titik. Sudah jangan terlalu diomongkan apa itu yang  satu titik. Mulailah sang juru bicara menyindir-nyindir bangunan yang sedang direhab. Mulai menilai inilah…, mengomentari itulah… seperti mengerti sekali tentang bangunan yang sedang dikerjakan.
            “Bangunan ini banyak menggunakan kayu bekas!”
            “Kenapa temboknya hanya dikelotok bangian luarnya saja?”
Mereka ini mengerti benar kalau masalah kekurangan atau menjelek-jelekkan pembangunan  atau rehab yang sedang dilaksanakan.
            “Bisa dilaporkan ini!”
Pak Solemen  mengerti benar kalau orang yang seperti ini adalah wartawan bodrex. Mereka tidak punya koran ataupun majalah. Kalaupun ada koran atau majalah hanya temporer saja. Kadang terbit kadang tidak. Kalau dibandingkan maka banyakan tidak terbitnya daripada terbitnya. Masa ada sih koran masa berlakunya 2 atau 3 mingggu bahkan ada yang satu bulan! Untuk kita yang terdidik yang kemampuan membacanya 1 menit lebih dari 1.500 kata koran seperti itu hanya dalam hitungan menit saja sudah habis dibaca bahkan dengan iklan-iklannya. Apalagi kalau mengatakan masa berlakunya sampai 2 atau 3 mingggu segala. Pantasnya koran yang seperti ini konsumennya untuk orang-orang yang tidak lancar membaca.
            Banyak ngomong kesana kemari tujuannya agar minta diongkosi. Tahu seperti itu lalu dengan keuangan yang apa adanya lalu dimasukkanlah uang Rp. 50.000 dalam amplop. Diberikanlah pada juru bicaranya tadi. Amplop tadi bukannya langsung dimasukkan saku tapi langsung dibuka dihadapan orang yang memberinya. Tahu jumlahnya tak seperti yang diharapkan lalu orang tadi memberikannya lagi.
            “Kok segini!”
            “Yang benar saja!”
Kalau dituruti saja kemauannya jumlah berapapun akan diminta oleh orang semacam ini.
            “Ya sudah!”
            “Kalau Bapak tidak mau”
            “Saya masih ada jam mengajar”
Orang yang tadi akhirnya ditinggalkan begitu saja. Rekan-rekan Guru yang lainpun seperti malas untuk menghadapi gerombolan orang yang seperti ini. Tidak mencari berita tapi hanya amplop yang ia kejar. Tak ada Guru yang mau mengajaknya bicara membuat orang-orang ini akhirnya pulang dengan sendirinya. Sudah dapat dibaca kalau mereka ini suatu saat akan datang lagi dengan pertanyaan yang hampir sama, dengan tujuan yang sama, dengan gaya yang hampir sama pula.
                                                                        ***
            Ada gula maka ada semut. Barangkali itulah yang mengundang para kuli tinta bodrex. Mereka juga punya pendengaran dan penglihatan yang tajam. Begitu mendengar ada proyek maka dengan itu pula menghubungi teman-temannya untuk meluncur. Bertanya ini dan itu tapi tak ada yang dilaporkan atau dimuat dalam koran. Datangnya cuma nengak-nengok lalu pergi setelah apa yang ia cari sudah didapatkan.
            Kadang yang seperti ini melukai wartawan yang sesungguhnya. Wartawan yang benar-benar mencari berita untuk diwartakan di majalah atau koran . Para jurnalis yang sesungguhnya ini kadang kerjanya sudah didahului oleh imej wartawan bodrex. Wartawan yang sebenarnya jadi terkena imbasnya hanya karena ulah para wartawan bodrex.
            Profesi wartawan adalah rofesi yang sangat terhotmat dan mulia. Mereka datang dari berbagai disiplin ilmu. Cara berfikirnya luas dan punya wawasan ke depan.  Coba bandingkan dengan wartawan bodrex? Mereka ini datang dari golongan orang yang pernah gagal di masyarakat. Daftar ini gagal, daftar itu gagal. Mencalonkan jadi ini gagal, mencalonkan jadi itu gagal. Maka posisi yang dicarinya agar dapat dengan mudah memperoleh uang tentunya dengan jadi wartawan bodrex. Ya…wartawan yang kedatangannya bisa membuat pusing orang, bukan malah sebaliknya.
            Dua sisi mata uang yang  berbeda sekali. Untuk itu jangan berburuk sangka dahulu bila yang datang kemudian justru wartawan yang sebenarnya. Mereka inilah yang sedang menjalankan tugas jernalistik. Cirinya mereka tidak mendikte seperti jaksa atau polisi yang bertanya ini dan itu seolah menyelidik. Mereka biasa saja meliput apa adanya dan tidak mendikte responden. Mereka ini terikat dengan suatu kode etik yang disebut kode etik jurnalistik.
            Mudah-mudahan kita tidak terjebak oleh mereka yang datang suka membuat pusing siapa saja yang didatanginya. Hadapi jangan sampai kita malah lari . Justru kalau dihadapi mereka jadi sungkan sendiri karena profesi yang mereka bawakan itu sudah bisa dibaca orang, sudah bisa ditebak kemauannya, karena mereka bukanlah sebagai wartawan.  Mereka yang mencemarkan nama wartawan yang sesungguhnya yang memang benar-benar sedang menjalankan tugas jurnalistik. Dasar bodrex… sukanya  membuat orang pusing akan kedatangannya.

                                                                                                        Cirebon, 16 September 2012  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar