Cerpen
DASAR BODREX
Oleh : Nurdin Kurniawan
Keheningan mulai dirasakan setelah tadi ada beberapa
anak pada keluar disaat pergantian jam pelajaran. Kebisaan buruk yang memang
sepertinya susah untuk dihilangkan. Ada yang beralasan mau ke WC-lah, ada yang
mau beli pulpen ke kantinlah, ada yang mau pinjam ini dan itulah ke kelas
sebelah. Walau sempat disentak namun esoknya seperti itu lagi. Namanya juga
anak-anak jadi wajarlah bila tingkahlakunya seperti itu. Suasana jadi hidup
bila ada anak-anak yang bertindak seperti itu.
Terlihat ada orang asing yang masuk
keliling kelas . Dari gayanya seperti hendak mencari seseorang. Tengak-tengok
memastikan apakah yang dicarinya ada atau tidak. Ternyata tak hanya satu orang
tapi beberapa orang. Kalau pengawas sepertinya sangat jauh. Pakaiannya urakan
seperti tidak memperlihatkan orang yang terpelajar. Bahkan ada salah seorang
diantaranya wanita. Si wanita itu hanya
mengenakan sandal jepit butut dengan menenteng tas. Setelah diperhatikan
ternyata yang barusan lewat tadi adalah wartawan.
Wartawan? Aku yang berkecimpung lama
di bidang jurnalistik mengatakan kalau orang-orang seperti ini adalah wartawan
bodrek. Kenapa begitu? Mereka itulah sekelompok manusia yang kerjaannya hanya
mencari-cari kesalahan. Apa saja ditanyakan namun tak pernah ditulis atau
dipublikasikan. Karena memang mereka
itu kebanyakan tak punya koran atau
majalah. Hanya pengakuan saja dari koran ini atau koran itu. Kalau ditanya
lebih lanjut seperti apa korannya atau seperti apa majalahnya mereka tidak bisa
menunjukkan.
Siapakah yang dicari oleh
orang-orang yang kedatangannya suka membuat pusing ini? Makanya ada sebagian
orang yang sudah saking jengkelnya dengan ulah mereka lalu mengatakan kegiatan
yang seperti ini disebutnya sebagai wartawan
bodrex.
“Ada Kepala Sekolahnya?”
Salah seorang Guru
yang memang tahu kalau Kepala Sekolah bila Senin pertama dan Senin ketiga
upacara di Dinas Kabupaten mengatakan kalau Kepala Sekolah sedang tidak ada.
Diberitahu seperti itu si wartawan bodrex itu tak juga percaya. Duduk di ruang
tamu sambil memperhatikan dari kejauhan ruangan Kepala Sekolah. Masih penasaran
ada Guru lagi yang baru keluar dari Ruang Guru ditanya seperti pada Guru yang
sudah ditanya tadi.
“Kalau Bapak Kepala Sekolahnya ada?”
Pak Bukori yang
tak tahu ada atau tidaknya pimpinan lalau menggelengkan Kepala.
“Sepertinya tidak ada Pak”
“Ada perlu apa?”
Ditanya balik
seperti itu si wartawan tadi hanya diam. Sepertinya orang yang barusan menjawab
tidak terlalu berkompeten. Hanya menjawab seadanya atau sekedar menghilangkan
alibi saja. Wartawan tadi tetap duduk di kursi tamu. Mengeluarkan HP dan
sepertinya menelpon beberapa orang temannya yang memang dari tadi masih menunggu
di mobil. Benar saja tak terlalu lama datanglah beberapa temannya. Tak tanggung-tanggung ada 5 orang. Jadilah ruang tamu tempat
haha…hihi para wartawan bodrex.
Dilihatnya sturktur organisasi
sekolah. Mengangguk-anggukan kepala. Dagunya diusap-usap. Sepertinya ketemu sebuah
jawaban. Kalau Kepalanya tidak ada masih ada beberapa orang yang ada dibawahnya
yang merupakan kaki tangan sang Kepala Sekolah. Diurutkan dan dibaca beberapa
nama.
“Kalau begitu saya mau ketemu Pak
Soleman”
Nama Soleman
diperoleh dari stuktur sekolah yang ada di ruangan tamu. Dicatat pula beberapa
nama yang lainnya agar bila yang ini tidak ada maka disebut nama selanjutnya.
“Bapak tunggu saja”
“Pak Solemannya lagi ada di kelas”
Kalau tidak
penting-penting banget sih nunggu saja. Lagi pula kedatangannya tak banyak memberikan
manfaat. Kalau mau meliput silahkan saja . Jeprat-jepret kalau perlu. Tapi bila
dilihat tak ada satupun yang membawa kamera. Kalau mau ditulis tak ada yang membawa
note book. Entah maksud apa mereka
semua ini datang ke sekolah.
Semenjak sekolah dapat rehab 5 lokal
yang namanya watawan bodrex ini gencar sekali datang ke sekolah. Dari yang
sudah-sudah mereka ini sering dikabulkan permintaannya. Mereka sendiri yang memintanya,
dengan alasan uang bensinlah, dikondisikanlah, entah apa lagi istilahnya. Ujung-ujungnya
sih minta duit. Kalau tidak diberi amplop mereka ini suka berlama-lama di
kantor walau hanya sekedar duduk mematung.
Risih! Ya seperti itulah kesannya
bila ada banyak orang yang memadati ruang tamu. Kedatangannya yang tidak diduga
dan tidak diundang inilah yang menyebabkan rekan-rekan juga merasa risih.
Bagaimana kalau yang seperti ini secepatnya keluar dari lingkungan sekolah?
Kalu begitu cepat-cepat diberi amplop saja.
Pak Soleman mengerti benar dengan
tipe orang yang sedang dihadapinya ini. Tidak mencari berita tapi punya tujuan
yang jelas kearah satu titik. Sudah jangan terlalu diomongkan apa itu yang satu titik. Mulailah sang juru bicara
menyindir-nyindir bangunan yang sedang direhab. Mulai menilai inilah…, mengomentari
itulah… seperti mengerti sekali tentang bangunan yang sedang dikerjakan.
“Bangunan ini banyak menggunakan
kayu bekas!”
“Kenapa temboknya hanya dikelotok
bangian luarnya saja?”
Mereka ini
mengerti benar kalau masalah kekurangan atau menjelek-jelekkan pembangunan atau rehab yang sedang dilaksanakan.
“Bisa dilaporkan ini!”
Pak Solemen mengerti benar kalau orang yang seperti ini
adalah wartawan bodrex. Mereka tidak punya koran ataupun majalah. Kalaupun ada koran
atau majalah hanya temporer saja. Kadang terbit kadang tidak. Kalau dibandingkan
maka banyakan tidak terbitnya daripada terbitnya. Masa ada sih koran masa
berlakunya 2 atau 3 mingggu bahkan ada yang satu bulan! Untuk kita yang
terdidik yang kemampuan membacanya 1 menit lebih dari 1.500 kata koran seperti
itu hanya dalam hitungan menit saja sudah habis dibaca bahkan dengan iklan-iklannya.
Apalagi kalau mengatakan masa berlakunya sampai 2 atau 3 mingggu segala.
Pantasnya koran yang seperti ini konsumennya untuk orang-orang yang tidak lancar
membaca.
Banyak ngomong kesana kemari
tujuannya agar minta diongkosi. Tahu seperti itu lalu dengan keuangan yang apa
adanya lalu dimasukkanlah uang Rp. 50.000 dalam amplop. Diberikanlah pada juru
bicaranya tadi. Amplop tadi bukannya langsung dimasukkan saku tapi langsung
dibuka dihadapan orang yang memberinya. Tahu jumlahnya tak seperti yang
diharapkan lalu orang tadi memberikannya lagi.
“Kok segini!”
“Yang benar saja!”
Kalau dituruti
saja kemauannya jumlah berapapun akan diminta oleh orang semacam ini.
“Ya sudah!”
“Kalau Bapak tidak mau”
“Saya masih ada jam mengajar”
Orang yang tadi
akhirnya ditinggalkan begitu saja. Rekan-rekan Guru yang lainpun seperti malas
untuk menghadapi gerombolan orang yang seperti ini. Tidak mencari berita tapi
hanya amplop yang ia kejar. Tak ada Guru yang mau mengajaknya bicara membuat orang-orang
ini akhirnya pulang dengan sendirinya. Sudah dapat dibaca kalau mereka ini
suatu saat akan datang lagi dengan pertanyaan yang hampir sama, dengan tujuan
yang sama, dengan gaya yang hampir sama pula.
***
Ada gula maka ada semut. Barangkali
itulah yang mengundang para kuli tinta bodrex. Mereka juga punya pendengaran dan
penglihatan yang tajam. Begitu mendengar ada proyek maka dengan itu pula
menghubungi teman-temannya untuk meluncur. Bertanya ini dan itu tapi tak ada
yang dilaporkan atau dimuat dalam koran. Datangnya cuma nengak-nengok lalu
pergi setelah apa yang ia cari sudah didapatkan.
Kadang yang seperti ini melukai wartawan
yang sesungguhnya. Wartawan yang benar-benar mencari berita untuk diwartakan di
majalah atau koran . Para jurnalis yang sesungguhnya ini kadang kerjanya sudah
didahului oleh imej wartawan bodrex.
Wartawan yang sebenarnya jadi terkena imbasnya hanya karena ulah para wartawan
bodrex.
Profesi wartawan adalah rofesi yang
sangat terhotmat dan mulia. Mereka datang dari berbagai disiplin ilmu. Cara
berfikirnya luas dan punya wawasan ke depan.
Coba bandingkan dengan wartawan bodrex? Mereka ini datang dari golongan
orang yang pernah gagal di masyarakat. Daftar ini gagal, daftar itu gagal.
Mencalonkan jadi ini gagal, mencalonkan jadi itu gagal. Maka posisi yang dicarinya
agar dapat dengan mudah memperoleh uang tentunya dengan jadi wartawan bodrex.
Ya…wartawan yang kedatangannya bisa membuat pusing orang, bukan malah
sebaliknya.
Dua sisi mata uang yang berbeda sekali. Untuk itu jangan berburuk sangka
dahulu bila yang datang kemudian justru wartawan yang sebenarnya. Mereka inilah
yang sedang menjalankan tugas jernalistik. Cirinya mereka tidak mendikte
seperti jaksa atau polisi yang bertanya ini dan itu seolah menyelidik. Mereka
biasa saja meliput apa adanya dan tidak mendikte responden. Mereka ini terikat
dengan suatu kode etik yang disebut kode etik jurnalistik.
Mudah-mudahan kita tidak terjebak
oleh mereka yang datang suka membuat pusing siapa saja yang didatanginya.
Hadapi jangan sampai kita malah lari . Justru kalau dihadapi mereka jadi
sungkan sendiri karena profesi yang mereka bawakan itu sudah bisa dibaca orang,
sudah bisa ditebak kemauannya, karena mereka bukanlah sebagai wartawan. Mereka yang mencemarkan nama wartawan yang sesungguhnya
yang memang benar-benar sedang menjalankan tugas jurnalistik. Dasar bodrex…
sukanya membuat orang pusing akan
kedatangannya.
Cirebon, 16 September 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar