Mengenai Saya

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Nurdin Kurniawan, S.Pd. Bekerja sebagai PNS disalah satu sekolah di kota Kabupaten Cirebon. Selain sebagai guru aktif menulis di beberapa surat kabar yang ada di cirebon. Diorganisasi PGRI tercatat pula sebagai redaktur majalah Diaelktika, majalah milik PGRI Kab. Cirebon. Tinggal di Gebang yang merupakan Kampung Nelayan yang ada di Cirebon

Rabu, 19 Juni 2019

GAMES PUBG & KEKERASAN (Artikel)


ARTIKEL

GAMES PUBG & KEKERASAN
Oleh : Nurdin Kurniawan, S.Pd. *)

            Keberadaan warung-warung internet meredup bahkan gulung tikar setelah hp-hp pintar membanjiri pasaran. Berbagai aplikasi dengan mudah diunduh yang menawarkan berbagai kemudahan dalam mengisi hidup. Jadilah orang-orang diberi kemudahan hanya dengan melihat aplikasi yang ada di hp pintar. Tak hanya orangtua, mereka yang masih muda bahkan  anak-anak usia sekolah dasar sudah pada pegang hp pintar.
            Merebaknya hp pintar menjadikan manusia asyik dengan dunianya sendiri. Sosialisasi dengan teman sebaya  sekarang ini sudah jarang dilakukan. Tak perlu berdekatan untuk bisa ngobrol dengan teman. Cukup dengan membuka aplikasi WA ataupun facebook, instagram, line dan sebagainya mereka sudah langsung terhubung.
            Anak-anak kuat jaman now berlama-lama bermain hp. Aplikasi yang paling banyak digunakan adalah berbagai macam permainan atau games. Mulai dari games yang sederhana sampai yang paling rumit sekalipun mereka dengan mudah mengaksesnya. Bahkan kini satu permainan games bisa dimainkan  oleh banyak orang secara bersamaan. Tak aneh apabila  anak-anak berlama-lama berhadapan dengan layar hp. Bahkan anak lupa makan minum berlama-lama bermain game online.
            Kemunculan Game PUBG
            Bermunculannya permainan online dengan judul dan tema yang berbeda-beda adalah hal yang biasa dalam kemajuan teknologi seperti sekarang ini. Namun munculnya kasus terorisme di Selandia Baru dengan jumlah korban yang sangat mencengangkan membuat  games PUBG sangat terkenal. Apa penyebabnya? Ternyata si pelaku penembakan di Selandia Baru hari Jum’at, 15 Maret 2019 yang menewaskan 50 orang adalah pemain aktif pada permainan PUBG.
            Brenton Tarrant si pelaku penembakan secara brutal, menggambarkan dirinya sebagai pendukung supremasi kulit putih menembaki jamaah masjid. Aksinya itu ia rekam dengan rekaman video di sebuah helm yang dikenakannya.
            Sebelum melakukan aksi penembakan, pelaku mengunggah manifesto di akun media sosialnya yang bernada rasis dan mengandung ideologi ekstrem kanan serta supremasi kulit putih. Dia juga menyiarkan langsung aksinya di media sosial. Polisi telah menahan pelaku atas nama Brenton Tarrant, 28, warga Australia.
            Game  PlayerUnknown Battlegrounds (PUBG) adalah permainan yang memungkinkan 100 pemain bertarung di medan perang virtual secara bersamaan. Permainan ini gratis dan mudah diakses di semua smartphone Android atau iOS, banyak orang menjadi kecanduan.
            Tidak ada keraguan bahwa PUBG adalah salah satu mobile game paling populer. Hanya dalam setahun sejak dirilis, game ini tidak hanya menjadi fenomena global, tetapi juga telah berhasil mengatur beberapa turnamen game terbesar. Pada saat yang sama, popularitas permainan yang luar biasa telah menyebabkan beberapa efek negatif.
Setelah peristiwa kelam di Selandia Baru beberapa negara mengawasi secara ketat permainan PUBG. Di India, PUBG telah menjadi sorotan pula. Ada banyak laporan di India yang menyatakan para siswa yang mengabaikan sekolah, berkinerja buruk dalam ujian dan bahkan beberapa kasus kekerasan ekstrim, melukai diri sendiri dan bahkan bunuh diri. Dilaporkan pula , dua orang tewas ditabrak kereta api saat bermain PUBG. Bahkan Brenton Tarrant, terdakwa pembantai di Selandia Baru, diberitakan juga bermain PUBG secara aktif. PUBG pun dikaitkan dengan kekerasan, perang, dan Islamofobia.
            Wajar jika game perang menjadi sumber kekhawatiran banyak pihak. Pasalnya, Tarrant sendiri telah mengakui dalam manifestonya bahwa “(video game) mengajarkan saya menjadi pembunuh.” Setelah kebiasaan bermain game Tarrant terungkap, ada upaya untuk menghubungkan tragedi Selandia Baru dengan PUBG atau game kekerasan serupa. Beberapa gambar dari game itu pun menjadi viral. Salah satu gambar dalam adegan adalah karpet yang tampak seperti sajadah. Ini dikaitkan dengan Islamofobia.
            Tidak hanya yang terjadi di Selandia Baru, kekerasan akibat permainan game online diyakini sebagai pemicu beberapa kekerasan. Berbagai serangan bersenjata yang terjadi di Amerika Serikat juga diyakini disebabkan oleh pelaku yang terpapar kekerasan saat bermain video game.  Presiden Trump, misalnya, menyalahkan video game atas kejadian penembakan di Marjory Stoneman Douglas High School di Florida, yang menewaskan 17 siswa.
Permainan role playing game, di mana pemain menggunakan senjata dan membunuh untuk bertahan hidup, seperti PlayerUnknown's Battlegrounds atau PUBG, menjadi sorotan dalam beberapa waktu terakhir ini.
Kebrutalan yang dilakukan oleh Brenton Tarrant di Selandia Baru sungguh diluar batas-batas perikemanusiaan. Banyak negara mengutuk apa yang dilakukan teroris asal Australia ini. PM Selandia Baru Jacinda Ardern mengatakan serangan teror yang menyebabkan 50 orang meninggal dunia di Christchurch, Jumat (15/3) sebagai 'hari terkelam di Selandia Baru'.
            Setelah yang dilakukan India maka beberapa negara mengambil langkah serupa. Di Indonesia dalam hal ini MUI Jabar mempertimbangkan untuk mengeluarkan fatwa haram terhadap game PUBG. Mereka tengah mengkaji dampak-dampak dari bermain game online bertema perang tersebut. Memang pada prinsipnya segala hal yang memberi dampak negatif secara luas akan diharamkan oleh MUI. Apalagi  jika sampai menginspirasi seseorang untuk melakukan tindakan kejahatan.
            Setelah MUI Jabar mempertimbangkan mengharamkan PUBG, MUI pusat juga  sedang mengkaji pelarangan PUBG. Tak hanya MUI, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga ikut meneliti PUBG dan dampak-dampak yang ditimbulkan terhadap pemain. Bukan tak mungkin PUBG akan dilarang jika terbukti berdampak negatif.
            Penulis menyaksikan salah satu tayangan tv swasta yang mewawancarai apakah game PUBG sebagai penyebab tindak kekerasan? Ada beberapa responden yang dimintai keterangannya berkaitan dengan game PUBG. Berbagai pendapat tentunya keluar dari anak-anak muda yang diwawancarai. Ada yang setuju dengan pertanyaan diatas, dan ada pula yang menolak mentah-mentah PUBG sebagai pemicu kekerasan yang terjadi di Selandia Baru.
            Mereka yang setuju dengan PUBG sebagai pemicu karena dalam permainan ini memang si pemain berperan sebagai orang yang menguasai bergaia senjata. Di pemain ‘membunuh’ musuh-musuhnya dengan berbagai senjata canggih yang dikuasai. Dari sinilah seseorang diyakini dirangsang nalurinya sebagai pembunuh.
            Mereka yang  beranggapan tidak ada pengaruhnya terhadap kejadian di Selandia Baru karena berkeyakinan permainan   yang sejenis dengan ini sudah banyak. Bahkan sebelumnya ada mobillegend yang temanya tak lepas dari senjata dan kekerasan. Kalau kemudian  terjadi peristiwa di Selandia Baru hanya kebetulan saja. Dikembalikan pada individu masing-masing. Salah seorang responden mencontohkan dirinya yang tidak terpengaruh bahkan bermain kekerasan dengan teman atau lingkungan. Hanya sebuah permainan untuk menghibur dalam mengisi waktu luang. Jadi intinya kembali pada individu masing-masing.
            Penelitian DeCamp dan Ferguson menyimpulkan bahwa kekerasan dalam video game bukan merupakan penyebab utama kekerasan remaja dan, bahwa keluarga dan lingkungan sosial adalah faktor yang lebih berpengaruh dalam membuat seseorang berkelakuan kasar dan brutal.

            Sekarang tinggal bagaimana kita mensikapi berbagai permainan yang ada dengan bijak. Perbanyaklah bermain di dunia nyata yang sungguh realita ada di dunia nyata. Bermain games online membuat intuisi kita melayang jauh entah kemana. Dihadapkan pada hal-hal yang tidak nyata menghayal entah sampai dimana.
            Apa yang terjadi di Selandia Baru tentunya menjadi keprihatinan kita bersama.  Semoga hal yang seperti ini jangan terulang lagi. Permainan adalah permainan dan jangan sampai mengilhami seseorang untuk berbuat kerusakan apalagi sampai menghabisi nyawa orang lain. Hati-hati terhadap permainan yang membuat kita bisa menjadi brutal.

                                                                                                                  *) Praktisi Pendidikan
                                                                                                                      Tinggal di Gebang



Tidak ada komentar:

Posting Komentar