Cerpen
ANAK
DEWAN
Oleh : Nurdin Kurniawan
Rusmanto, M.Pd. bingung menghadapi
teman lamanya waktu sama-sama di SMA. Pukul 22.00 seperti saat ini bukannya
waktu yang tepat untuk bertamu. Tapi karena yang datang ini bukan orang
sembarangan makanya Rusmanto, M.Pd masih menerimanya. Sama-sama alumni SMA yang
sama, juga ketika masih di SMP menempati
rumah dinas yang hampir berdekatan. Sang teman kini jauh lebih sukses darinya.
Setidaknya dengan panggilan Bapak Dewan membuat siapa saja yang mendengarnya
takjub.
Bukan tanpa alasan Goni malam-malam
seperti ini masih berada di rumah Rusmanto, M.Pd. sahabat lamanya. Dalam Penerimaan Peserta
Didik Baru (PPDB) on line anaknya yang
mendaftar di kota tidak lulus. Sebagai orangtua yang berpengaruh dan jadi Angggota
Dewan tentunya hal ini sangat memalukan. Dipikir seharian akhirnya Goni
menemukan sebuah jawaban. Ia yakin sang teman ini akan membantunya.
“Sudahlan Pak Rus masalah
teknik bapak yang mengaturnya”
“Urusan administrasi saya lunasi”
“Untuk bapak tentunya ada lagi!”
Rusmanto, M.Pd yang belum lama dari pergi haji hanya menatap
mata sang sahabatnya ini. Ia tak mengiyakan maupun menolak . Pikirannya penuh
dengan pertimbangan-pertimbangan yang tidak semuanya bisa masuk akal. Untuk
orang yang satu ini ia tahu sendiri
tabiatnya. Waktu dulu masih dalam satu komplek saja yang namanya Goni sudah
berapa kali menyerang warga sebelah hanya karena urusan yang seharusnya bisa
diselesaikaan dengan cara-cara bijaksana. Kini sudah puluhan tahun tak bertemu
tiba-tiba kedatangannya membuat pikiran Rusmanto, M.Pd. berfikir berkali-kali.
“Pak Goni saya tidak bisa
memutuskan sekarang”
“Nanti saya kabari secepatnya”
“Oh jangan begitu kawan!”
“Saya butuh kepastian agar anak saya
tidak malu!”
Rusmanto, M.Pd.
sekali lagi menatap wajah sahabatnya yang satu ini. Dari dulu kelakuannya tak
berubah. Kalau ada maunya inginnya hari ini juga ketahuan hasilnya. Untuk
urusan yang satu ini sudah diumumkan bersama, serentak! PPDB sudah diketahui
oleh siswa karena memang pengumumannya sudah disebarluaskan. Rusmanto, M.Pd.
sebagai Kepala Sekolah juga tak ingin main api. Apa yang sudah diumumkan masa
harus dirusak oleh titipan-titipan yang seperti ini. Kalaulah menitipnya
jauh-jauh hari tentu akan ia atur sedemikian rupa agar bisa masuk. Ini menitipnya
disaat sekolah yang lain secera serentak mengumumkan hasil PPDB.
“OK saya mengerti…mengerti!”
“Nanti saya titipkan lewat asisten
saya”
“Oh… bukan itu Pak Goni!”
“Sudahlan saya juga mengerti!”
“OK! kalau begitu saya permisi dulu”
“Saya tunggu kabar selanjutnya”
***
Akses informasi sekarang ini dengan
mudahnya bisa dibuka masyarakat. Ingin masalah apa saja tinggal tanya pada mbah
Google. Masalah PPDB masyarakat sudah bisa mengaksesnya lewat internet. Bahkan
pendaftaran sekolahpun kini bisa on line.
Orangnya bisa duduk manis di rumah namun bisa mendaftarkan diri.
Ferry yang nilainya bisa-biasa saja
tak mau ketinggalan dengan era informasi seperti sekarang ini. Apalagi menyandang
sebagai anak Dewan setidaknya bisa sekolah di kota adalah suatu prestise yang harus
dijaga. Masa sih Angggota Dewan anaknya harus sekolah di kampung? Tentu gengsi
bagi Ferry untuk menerimanya. Bagitu pula dengan Goni sang ayah. Ia ingin
anaknya sekolah di kota agar kedengarannya lebih bergengsi. Walau ia dipilih
dari dapil yang ada di kampung namun
sifat kekotaannya tak mau tertinggal. Biarlah teman-teman Ferry sekolahnya di
kampung namun tidak dengan anak saya. Pokoknya anak saya harus sekolah di kota!
PPDB on line hasilnya bisa diketahui orang lain. Ferry yang nilainya
biasa-biasa saja menduduki ranking 5 besar dari bawah. Jelas dilihat dari kursi yang tersedia anak
ini tidak masuk dalam hitungan, apalagi di kota memberlakukan 10% untuk siswa
yang dari luar kota. Alhasil dengan nilai yang seperti ini Ferry walaupun anak Anggota
Dewan tak diterima!
Pengumuman PPDB baik kota ataupun
kabupaten dinyatakan serentak. Hal inilah yang membuat Rusmanto, M.Pd sebagai
Kepala Sekolah sedikit banyak dipusingkan oleh ulah sang teman. Kalau saja
titipnya jauh-jauh hari tentu tak masalah karena bisa ia antisipasi. Ini…?
Geleng-geleng kepala dengan kelakuan ulah sang teman lama. Lagi pula orang ini
tak bercermin dari ini sang anak. Sudah sih nilainya hanya pas-pasan coba-coba
daftar di kota yang tingkat persaingannya lebih tinggi. Kalau sudah begini aku
juga yang dibuat repot!
Idialisme Rusmanto, M.Pd. sebagai
Kepala Sekolah timbul. Aku jangan dipusingkan oleh orang yang satu ini. Kalau
memang tidak bisa kenapa aku sulit mengatakannya! OK! Akan aku telpon sekarang
kalau anaknya si Goni tak bisa diterima
di sekolah yang aku pimpin. Tapi setan merasuki tubuh Rusmanto, M.Pd. dengan membisikkan keragu-raguan.
“Diterima saja lumayan ada
gratifikasinya!”
“Lagipula teman lama”
Dulu saja Goni pernah
berselisih dengan seorang guru SD yang mencukur rambut anaknya gara-gara tidak
rapih. Itu guru kasihan sekali sampai akhirnya dimutasi ke tempat yang lebih
jauh dari rumahnya. Mutasinya memang lewat dinas, tapi bisa diambil kesimpulan
ada kaitannya dengan kasus anaknya Goni. Memang Goni ini ada juga simanya, masih punya taring
sebagai Anggota Dewan Yang terhormat.
Baru diangkat sebagai Kepala Sekolah
sudah menghadapi kasus yang seperti ini. Dipikir bolak-balik tak ingin
kedudukannya terancam akhirnya idialisme Rusmanto, M.Pd. gugur juga. Sudahlah menyisipkan satu orang
anak sepertinya tak akan jadi masalah. Teman-teman di sekolah terutama yang
duduk sebagai wakil akan ia bisiki. Mudah-mudahan mereka juga akan mengerti dengan
situasi yang sedang saya hadapi.
Di era keterbukaan apalagi infomasi
publik bisa diketahui oleh umum maka dengan mudahnya siapa saja bisa mengetahui
perkembangan apa yang sedang terjadi di negara ini termasuk diantaranya
PPDB. Ferry memang tidak masuk di salah
satu SMA favorit yang ada di kota namun pada tahun ajaran baru masih bisa
sekolah di sekolah negeri yang ada di kampung. Biar di kampung tak masalah,
nanti kata ayahnya kalau sudah duduk di kelas 11 akan pindah ke sekolah yang
ada di kota.
Perang batin yang justru kini
dihadapi Rusmanto, M.Pd. Setelah satu minggu KBM berjalan ada saja guru yang
tahu dengan apa yang ia lakukan . Rupanya tidak kebagian ‘jatah’ atau bagaimana
si guru kritis ini nyletuk.
“Setahu saya dalam PPDB on line
hanya 200 siswa”
“Kini kok jumlahnya lebih ya?”
Tadinya hanya cletukan-cletukan kecil namun lama-lama
terdengar nyaring juga. Wah kalau sesuatu yang ‘panas’ hawanya sampai keluar
juga yah!
“Pak Suhud coba panggil pak Rasyid”
Rasyid yang memang
guru vokal tahu mengapa dirinya dipanggil pimpinan. Dengan keyakinan yang teguh
ia tak akan goyang kalaupun harus diperkarakan. Mengapa berkata jujur harus
takut? Setelah berada di ruangan Kepala
Sekolah yang ber-AC pak Rasyid dibeberkan apa yang terjadi. Sebagai guru
matematika yang dalam perhitungannya ada rumus menjumlah dan membagi, apalagi kalau
dikwadratkan tentu Rasyid mengerti benar.
Entah apa yang diberikan Rusmanto yang membuat Rasyid yang diotaknya penuh
dengan perhitungan rumus-rumus itu akhirnya diam. Diam seperti guru yang lainnya!
Sistem yang dibangun dengan baik
kalau jaringannya ada yang rusak memang tidak baik hasil out putnya. Demikian pula kalau sistem sudah baik disana-sini suka
ada saja yang membuat celah sehingga masuklah virus-virus. PPDB on line memang sudah bagus untuk
diterapkan. Kini kembali lagi pada orang yang ada didalamnya. Akankah tetap
konsisten dengan apa yang telah dibangun? Atau ada virus macam anak dewan, anak
pejabat dan titipan-titipan yang lainnya? Entahlah….
Cirebon, 2 Juli 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar