CERPEN
TANDA KEMATIAN
Oleh: Nurdin Kurniawan
Malam semakin larut mendekatkan cakrawala ini pada
Sang Pencipta. Hujan yang turun sore hari tadi membuat penghuni jagad raya
lebih memilih berada di rumah. Dikeheningan tersebut terdengar bunyi telpon
entah dari siapa. Aku raih HP dilihat orang yang memang sudah tidak asing lagi
bagiku. Dari kejauhan seseorang menyapa dengan suara yang terasa sesak dan berat.
“Assalamualaikum”
Aku jawab
sebagaimana biasanya. Malam-malam seperti ini tumben dia ngebel. Pasti ada
sesuatu sangat penting yang harus disampaikan.
“Begini pak…”
“Saya mendapatkan undian di BPR
Waled”
“Hadiahnya mobil avanza”
“Undian tersebut berdasarkan
penabung yang saldonya paling besar”
“Hasil undian tersebut sayalah pemenangnya
karena sayalah yang saldonya paling besar”
“Tapi berhubung saya sakit maka saya
pulang tidak meneruskan acara yang diselenggarakan pihak bank”
“Anehnya si pemenang jatuh pada
nomer 2 yang jumlah tabungannya dibawah saya”
“Semunya diam seperti yang
dihipnotis”
“Ini bagaimana?”
Saya yang memang
tidak tahu menahu soal undian apalagi yang diselenggarakan pihak bank tidak
bisa menjawab apa yang ditanyakan. Pertama saya sangsi dengan bank BPR yang
menyelenggarakan undian. Setahu aku bank yang biasanya menyelenggarakan undian
hadian seperti BRI, kalaupun BPR menyelenggarakan
undian hadihanya tidak sebanyak itu apalagi kalau hadiah utamanya adalah mobil.
“Memang peraturannya seperti apa?”
“Biasanya memang kalau diundi maka
akan dihitung sampai hitungan tertentu”
“Manakala yang dipanggil nomernya
tidak muncul maka akan dilanjutkan pada undian berikutnya”
Terdengar
ketidakpuasan dari sahabatku itu dimana pihak panitia yang tidak konsisten
antara peraturan dengan kenyataan.
“Ya…seharusnya jangan seperti itu!”
“Kalau memang peraturannya dengan
jumlah saldo yang terbanyak harus diberikan pada yang pertama!”
Seperti debat
kusir jadinya. Aku tidak bisa berbuat banyak lalu akhirnya pembicraan dialihkan
pada persoalan yang lain.Ngobrol kesana kemari, maklumlah dengan sang sahabat
yang lama tidak pernah berjumpa.
Selamg 4 hari kemudian ada khabar yang mengejutkan. Sang sahabat tadi
dikhabarkan meninggal dunia. Aku tidak percaya dengan sms yang masuk dari salah
seorang temanku juga.
“Apa benar khabar yang bapak
tuliskan?”
“Iya pak…”
“Saya sekarang sedang ada di
rumahnya yang meningggal”
Waduh… berarti
ini khabar bukan hal yang main-main. Ini
memang berita duka yang aku harus melihat sendiri untuk takziah. Bergegas aku
mempersiapkan kendaraan walau pagi ini akan merencanakan suatu hal tapi karena
ini jauh lebih penting maka harus aku dahulukan.
Sepanjang perjalanan mengenang sang
sahabat yang sudah lama tidak jumpa.
Terlihat wajahnya dengan jelas. Bagaimana keseharian beliau yang membawa diriku
pada berbagai pengkajian ilmu agama. Wah…pokoknya banyak hal baiknya yang
beliau berikan padaku. Tak menyangka kalau umur memang hanya milik Allah.
Usianya masih berada dibawah diriku namun kalau sudah kehendak yang Maha Kuasa
manusia tidak bisa berbuat banyak.
Benar saja di rumah duka yaitu di rumah
orangtuanya sudah banyak yang hadir. Teman-teman yang dari satu sekolah juga
sudah pada kumpul. Jenazah sudah dimasukkan dalam keranda mayat. Hanya menunggu
disholatkan saja. Aku mengambil air wudhu untuk ikut serta menyolatkan yang
bersangkutan. Usai disholatkan seperti biasa ada khotbah pengantar jenazah dan
wasiat barangkali yang besangkutan punya hutang-piutang maka akan diselesaikan
oleh ahli warisnya. Berangkatkan keranda digotong menuju tempat peristirahatan
yang terakhir. Selamat jalan sahabatku Ahmad Al Husaeni.
***
Dua malam berselang datang pulalah
sang sahabat sesama jamaah dari Ciledug. Ia mengabarkan hal kematian sahabatku.
“Sudah tahu”,ujarku
“Bahkan aku ikut menggotongnya”
Kali ini mang
Darji yang main bersama istrinya. Sekalian memperkenalkan diri kalau beliau
habis selesai dari usuran yang lain dan malam itu mampir ke rumahku. Cukup lama
juga aku ngobrol dengan mang Darji. Karena kali ini datangnya bersama sang
istri maka pembicaraan tidak seperti biasanya sampai larut malam. Ada satu hal yang membuat
diriku ikut prihatian juga. Kalau kematian ini bisa diibaratkan suatu pelajaran
buat yang lainnya. Seperti kalau menuntut ilmu harus selalu patuh dan taat pada
apa yang diajarkan sang guru. Almarhum ini masih menurut Mang Darji sebagai
contoh kalau menuntut ilmu haru sungguh-sungguh. Jangan banyak membantah apa
yang diajarkan sang guru.
Aku tidak mengetahui banyak
kondisi jenazah secara fisik. Namun
dari beberapa yang melihat dikatakan kalau jenazah gosong kulitnya. Kalau mau
bicara ilmiah ini akibat dari gagal ginjal sehingga sirkulasi darah tidak
sebaik dahulu. Orang yang seperti ini harus banyak-banyak cuci darah. Masih
menurut penggambaran Mang Darji ini adalah bentuk hukuman. Entah apa yang ada
dalam benakku dengan ini semua. Yang jelas aku hanya bisa prihatin. Kalau
memang benar hukuman sekiranya hal seperupa jangan menimpa murid-muridnya yang
lain. Yang sudah sih sudah jangan
dipertanyakan lagi. Ada suatu peristiwa yang jelas bisa diambil hikmahnya.
Adapun soal kematian hanya milik Allah Yang Maha Kuasa.
Aku punya kenalan adik ipar sang
almarhum yang kebetulan bekerja sama-sama satu kantor. Apa yang diceritakan
tentang masalah undian oleh sang adik ditepisnya.
“Itu tidak benar”
“Almarhum baru mau akan menabung di
bank”
“Boro-boro dapat undian!”
“Uang sebanyak itu dari mana?”
Bisa jadi benar
juga apa yang disampaikan adik iparnya. Masuk akal juga sebab ketika almarhum mau menyunatkan anaknya
saja memimjam uang ke koperasi 6 juta. Itu waktunya hanya 1 minggu sebelum
kematian. Kalau saja yang bersangkutan punya uang mendekati ½ milyar tentu almarhum
tidak akan pinjam ke koperasi segala.
Dari situlah aku mulai berfikir
kalau orang yang akan menghadap Allah sudah diperlihatkan tanda-tanda akan
kematian. Tanda-tanda kematian itu diantaranya ngomongnya ngelantur. Berbicara apa yang belum pernah ia lakukan.
Bukan berarti yang bersangkutan suka
ngebohong! Tapi ini sudah diluar alam bawah sadarnya. Mengungkapkan
hal-hal yang masih dalam bentuk imajinasi. Apa yang diucapkan adalah hal-hal yang
sesungguhnya belum terjadi. Subhanallah!
Baru kali ini aku bisa menyadari suatu tanda kematian yang tadinya hanya bisa
aku baca dari beberapa buku. Kini diberikan suatu pelajaran langsung. Inilah yang
barangkali ada hikmah dibalik suatu peristiwa.
Segala sesuatu bisa dipelajari
bahkan bisa diambil hikmahnya. Dari apa yang aku rasakan tentang peristiwa yang
mengalami sang sahabat barangkali inilah bentuk
nyata dari Yang Maha Kuasa memperlihatkannya padaku. Inilah bentuk pembelajaran yang harus aku
percaya. Dari peristiwa seperti ini banyak sekali hikmah yang dapat aku ambil.
Mudah-mudahan almarhum diberikan keleluasaan di alam kuburnya dan amal ibadahnya
diterima oleh Allah SWT, amien.
Satu per satu sahabat yang pernah
dahulu mengajar bareng kini menghadap Yang Maha Kuasa. Banyak sekali kenangan manis
selama perjalanan itu. Kini tinggal menunggu waktu saja. Yang jelas setiap yang
bernyawa pasti akan mati. Ini hanya soal waktu saja! Harus banyak-banyak instrospeksi
dengan apa yang dilakukan selama hidup. Mudah-mudahan kita termasuk orang-orang
yang diberikan jalan seperti jalan yang telah diberikan pada hamba-hambanya
yang beriman, amien.
Cirebon, 9 Januari 2015
nurdinkurniawan@ymail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar