Mengenai Saya

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Nurdin Kurniawan, S.Pd. Bekerja sebagai PNS disalah satu sekolah di kota Kabupaten Cirebon. Selain sebagai guru aktif menulis di beberapa surat kabar yang ada di cirebon. Diorganisasi PGRI tercatat pula sebagai redaktur majalah Diaelktika, majalah milik PGRI Kab. Cirebon. Tinggal di Gebang yang merupakan Kampung Nelayan yang ada di Cirebon

Senin, 24 Juni 2019

TANDA KEMATIAN (Cerpen)


CERPEN

TANDA KEMATIAN
Oleh: Nurdin Kurniawan

            Malam  semakin larut mendekatkan cakrawala ini pada Sang Pencipta. Hujan yang turun sore hari tadi membuat penghuni jagad raya lebih memilih berada di rumah. Dikeheningan tersebut terdengar bunyi telpon entah dari siapa. Aku raih HP dilihat orang yang memang sudah tidak asing lagi bagiku. Dari kejauhan seseorang menyapa dengan suara yang terasa sesak dan berat.
            Assalamualaikum”
Aku jawab sebagaimana biasanya. Malam-malam seperti ini tumben dia ngebel. Pasti ada sesuatu sangat penting yang harus disampaikan.
            “Begini pak…”
            “Saya mendapatkan undian di BPR Waled”
            “Hadiahnya mobil avanza”
            “Undian tersebut berdasarkan penabung yang saldonya paling besar”
            “Hasil undian tersebut sayalah pemenangnya karena sayalah yang saldonya paling besar”
            “Tapi berhubung saya sakit maka saya pulang tidak meneruskan acara yang diselenggarakan pihak bank”
            “Anehnya si pemenang jatuh pada nomer 2 yang jumlah tabungannya dibawah saya”
            “Semunya diam seperti yang dihipnotis”
            “Ini bagaimana?”
Saya yang memang tidak tahu menahu soal undian apalagi yang diselenggarakan pihak bank tidak bisa menjawab apa yang ditanyakan. Pertama saya sangsi dengan bank BPR yang menyelenggarakan undian. Setahu aku bank yang biasanya menyelenggarakan undian hadian seperti BRI, kalaupun  BPR menyelenggarakan undian hadihanya tidak sebanyak itu apalagi kalau hadiah utamanya adalah mobil.
            “Memang peraturannya seperti apa?”
            “Biasanya memang kalau diundi maka akan dihitung sampai hitungan tertentu”
            “Manakala yang dipanggil nomernya tidak muncul maka akan dilanjutkan pada undian berikutnya”
Terdengar ketidakpuasan dari sahabatku itu dimana pihak panitia yang tidak konsisten antara peraturan dengan kenyataan.
            “Ya…seharusnya jangan seperti itu!”
            “Kalau memang peraturannya dengan jumlah saldo yang terbanyak harus diberikan pada yang pertama!”
Seperti debat kusir jadinya. Aku tidak bisa berbuat banyak lalu akhirnya pembicraan dialihkan pada persoalan yang lain.Ngobrol kesana kemari, maklumlah dengan sang sahabat yang lama tidak pernah berjumpa.
            Selamg 4 hari kemudian ada  khabar yang mengejutkan. Sang sahabat tadi dikhabarkan meninggal dunia. Aku tidak percaya dengan sms yang masuk dari salah seorang temanku juga.
            “Apa benar khabar yang bapak tuliskan?”
            “Iya pak…”
            “Saya sekarang sedang ada di rumahnya yang meningggal”
Waduh… berarti ini khabar  bukan hal yang main-main. Ini memang berita duka yang aku harus melihat sendiri untuk takziah. Bergegas aku mempersiapkan kendaraan walau pagi ini akan merencanakan suatu hal tapi karena ini jauh lebih penting maka harus aku dahulukan.
            Sepanjang perjalanan mengenang sang sahabat yang sudah lama  tidak jumpa. Terlihat wajahnya dengan jelas. Bagaimana keseharian beliau yang membawa diriku pada berbagai pengkajian ilmu agama. Wah…pokoknya banyak hal baiknya yang beliau berikan padaku. Tak menyangka kalau umur memang hanya milik Allah. Usianya masih berada dibawah diriku namun kalau sudah kehendak yang Maha Kuasa manusia tidak bisa berbuat banyak.
            Benar saja di rumah duka yaitu di rumah orangtuanya sudah banyak yang hadir. Teman-teman yang dari satu sekolah juga sudah pada kumpul. Jenazah sudah dimasukkan dalam keranda mayat. Hanya menunggu disholatkan saja. Aku mengambil air wudhu untuk ikut serta menyolatkan yang bersangkutan. Usai disholatkan seperti biasa ada khotbah pengantar jenazah dan wasiat barangkali yang besangkutan punya hutang-piutang maka akan diselesaikan oleh ahli warisnya. Berangkatkan keranda digotong menuju tempat peristirahatan yang terakhir. Selamat jalan sahabatku Ahmad Al Husaeni.
                                                                        ***
            Dua malam berselang datang pulalah sang sahabat sesama jamaah dari Ciledug. Ia mengabarkan hal kematian sahabatku.
            “Sudah tahu”,ujarku
            “Bahkan aku ikut menggotongnya”
Kali ini mang Darji yang main bersama istrinya. Sekalian memperkenalkan diri kalau beliau habis selesai dari usuran yang lain dan malam itu mampir ke rumahku. Cukup lama juga aku ngobrol dengan mang Darji. Karena kali ini datangnya bersama sang istri maka pembicaraan tidak seperti biasanya  sampai larut malam. Ada satu hal yang membuat diriku ikut prihatian juga. Kalau kematian ini bisa diibaratkan suatu pelajaran buat yang lainnya. Seperti kalau menuntut ilmu harus selalu patuh dan taat pada apa yang diajarkan sang guru. Almarhum ini masih menurut Mang Darji sebagai contoh kalau menuntut ilmu haru sungguh-sungguh. Jangan banyak membantah apa yang diajarkan sang guru.
            Aku tidak mengetahui banyak kondisi    jenazah secara fisik. Namun dari beberapa yang melihat dikatakan kalau jenazah gosong kulitnya. Kalau mau bicara ilmiah ini akibat dari gagal ginjal sehingga sirkulasi darah tidak sebaik dahulu. Orang yang seperti ini harus banyak-banyak cuci darah. Masih menurut penggambaran Mang Darji ini adalah bentuk hukuman. Entah apa yang ada dalam benakku dengan ini semua. Yang jelas aku hanya bisa prihatin. Kalau memang benar hukuman sekiranya hal seperupa jangan menimpa murid-muridnya yang lain. Yang sudah sih  sudah jangan dipertanyakan lagi. Ada suatu peristiwa yang jelas bisa diambil hikmahnya. Adapun soal kematian hanya milik Allah Yang Maha Kuasa.
            Aku punya kenalan adik ipar sang almarhum yang kebetulan bekerja sama-sama satu kantor. Apa yang diceritakan tentang masalah undian oleh sang adik ditepisnya.
            “Itu tidak benar”
            “Almarhum baru mau akan menabung di bank”
            “Boro-boro dapat undian!”
            “Uang sebanyak itu dari mana?”
Bisa jadi benar juga apa yang disampaikan adik iparnya. Masuk akal  juga sebab ketika almarhum mau menyunatkan anaknya saja memimjam uang ke koperasi 6 juta. Itu waktunya hanya 1 minggu sebelum kematian. Kalau saja yang bersangkutan punya uang mendekati ½ milyar tentu almarhum tidak akan pinjam ke koperasi segala.
            Dari situlah aku mulai berfikir kalau orang yang akan menghadap Allah sudah diperlihatkan tanda-tanda akan kematian. Tanda-tanda kematian itu diantaranya ngomongnya ngelantur. Berbicara apa yang belum pernah ia lakukan. Bukan berarti yang bersangkutan suka  ngebohong! Tapi ini sudah diluar alam bawah sadarnya. Mengungkapkan hal-hal yang masih dalam bentuk imajinasi. Apa yang diucapkan adalah hal-hal yang sesungguhnya belum terjadi. Subhanallah! Baru kali ini aku bisa menyadari suatu tanda kematian yang tadinya hanya bisa aku baca dari beberapa buku. Kini diberikan suatu pelajaran langsung. Inilah yang barangkali ada hikmah dibalik suatu peristiwa.
            Segala sesuatu bisa dipelajari bahkan bisa diambil hikmahnya. Dari apa yang aku rasakan tentang peristiwa yang mengalami sang sahabat barangkali inilah bentuk  nyata dari Yang Maha Kuasa memperlihatkannya padaku. Inilah       bentuk pembelajaran yang harus aku percaya. Dari peristiwa seperti ini banyak sekali hikmah yang dapat aku ambil. Mudah-mudahan almarhum diberikan keleluasaan di alam kuburnya dan amal ibadahnya diterima oleh Allah SWT, amien.
            Satu per satu sahabat yang pernah dahulu mengajar bareng kini menghadap Yang Maha Kuasa. Banyak sekali kenangan manis selama perjalanan itu. Kini tinggal menunggu waktu saja. Yang jelas setiap yang bernyawa pasti akan mati. Ini hanya soal waktu saja! Harus banyak-banyak instrospeksi dengan apa yang dilakukan selama hidup. Mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang diberikan jalan seperti jalan yang telah diberikan pada hamba-hambanya yang beriman, amien.

                                                                                                        Cirebon, 9 Januari 2015
                                                                                                        nurdinkurniawan@ymail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar