Mengenai Saya

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Nurdin Kurniawan, S.Pd. Bekerja sebagai PNS disalah satu sekolah di kota Kabupaten Cirebon. Selain sebagai guru aktif menulis di beberapa surat kabar yang ada di cirebon. Diorganisasi PGRI tercatat pula sebagai redaktur majalah Diaelktika, majalah milik PGRI Kab. Cirebon. Tinggal di Gebang yang merupakan Kampung Nelayan yang ada di Cirebon

Rabu, 19 Juni 2019

DWI KEWARGANEGARAAN (Artikel)


ARTIKEL

DWI  KEWARGANEGARAAN
Oleh : Nurdin Kurniawan, S.Pd. *)

            Kewarganegaraan yang dimiliki seseorang seperti halnya kita yang hidup di Indonesia menganut asas ius sanguinis yaitu kewarganegaraan seseorang ditentukan berdasarkan pada keturunan orang yang bersangkutan. Kewarganegaraan anak selalu mengikuti kewarganegaraan orangtuanya tanpa memperhatikan dimana anak itu lahir (asas keturunan).
            Status kewarganegaraan ini menjadi ramai manakala ada pejabat politik katakan saja pejabat setingkat menteri atau pejabat negara lainnya yang mempunyai dwi kewarganegaraan. Tentu menjadi ramai diperbincangkan publik sampai menjadi top berita dalam beberapa hari terakhir. Rupanya kasus ini menimpa menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar  yang kurang dari sebulan akhirnya dicopot menjadi menteri ESDM.
            Kasus yang sama juga menimpa salah seorang putri terbaik bangsa ini yang sedang memperingati HUT RI ke-71. Masuk dalam tim Paskibraka di Istana Negara Gloria Natapraja Hamel didiskualifikasi.  Gloria Natapraja Hamel tidak bisa mengikuti penaikan sang saka merah putih  dalam tim inti. Gencarnya kasus yang menimpa Gloria Natapraja Hamel yang diberitakan baik di media elektronik maupun media massa  membuat beberapa pejabat berempati pada perjuangan Gloria Natapraja Hamel. RI 1 dan RI 2 akhirnya menyetujui agar Gloria Natapraja Hamel diikutsertakan dalam upacara penurunan sang saka merah putih di Istana Negara. Nasionalisme Gloria Natapraja Hamel yang tidak diragukan lagi dalam menjunjung tinggi NKRI.   Kewarganegaraan Republik Indonesia diatur dalam UU no. 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Menurut UU ini, orang yang menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) adalah: : 1. Setiap orang yang sebelum berlakunya UU tersebut telah menjadi WNI 2. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari ayah dan ibu WNI 3. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNI dan ibu warga negara asing (WNA), atau sebaliknya 4. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu WNI dan ayah yang tidak memiliki kewarganegaraan atau hukum negara asal sang ayah tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut 5. Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah, dan ayahnya itu seorang WNI 6.  Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNI 7. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNA yang diakui oleh seorang ayah WNI sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 tahun atau belum kawin.
            Dari UU ini terlihat bahwa secara prinsip Republik Indonesia menganut asas kewarganegaraan ius sanguinis yaitu kewarganegaraan seseorang ditentukan berdasarkan pada keturunan orang yang bersangkutan. Selain sebagai keturunan asli Indonesia orang asingpun bisa menjadi warga Negara Indonesia melalui proses naturalisasi. Dalam Pasal 26 UUD 1945 ayat 1 dijelaskan yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.
            Karena prestasi dan dedikasi yang tinggi terhadap pemerintah, bangsa dan Negara  Indonesia  maka banyak  orang yang melalui proses naturalisasi menjadi Warga Negara Indonesia (WNI). Seperti para atilit sepak bola Christaian Eloko Gonzales, Irfan Bahcdim.
            Selain asas ius sanguinis ada pula asas ius soli (asas kedaerahan). Menurut asas ius soli kewarganegaraan seseorang ditentukan berdasarkan tempat kelahirannya. Jadi menurut asas ini kewarganegaraan seseorang tidak terpengaruh oleh kewarganegaraan orangtuanya, karena yang menjadi patokan adalah tempat kelahirannya.
            Menteri ESDM Arcandra Tahar ketika dilantik menjadi menteri tidak banyak yang tahu kalau ia berkewarganegaraan ganda. Sampai akhirnya publik tahu kalau ia juga pemegang paspor Amerika Serikat. Ramailah Arcandra Tahar menjadi pembicaraan dalam beberapa hari. Sampai akhirnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengambil keputusan untuk memberhentikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar dari tampuk kepemimpinannya yang belum genap satu bulan.
Arcandra diberhentikan karena dirinya telah berpindah kewarganegaraan menjadi warga negara Amerika Serikat (AS). Arcandra telah berpindah menjadi warga negara Amerika Serikat  melalui proses naturalisasi. Naturalisasi Arcandra disebut-sebut terjadi pada 2012.
Hal tersebut diumumkan langsung oleh Juru Bicara Presiden RI Johan Budi dan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno seperti dilansir Detik.com.
Menurut UU Nomer 12 Tahun 2006, seorang waga Negara Indonesia kehilangan kewarganegaraannya bila yang bersangkutan: a. memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri b. tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain c. dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh presiden atas kemauannya sendiri.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, status Arcandra sebagai WNI gugur. Sebab, Indonesia tidak mengakui sistem dua kewarganegaraan. Arcandra yang baru dilantik pada 27 Juli 2016 menggantikan Sudirman Said harus rela menerima kenyatan ini. Arcandra lama bergulat di dunia migas, khususnya dalam pengembangan teknologi lepas pantai. Terakhir, dia menjabat presiden Petroneering, perusahaan rekayasa dan teknologi yang fokus pada pengembangan kilang lepas pantai, sejak 2013.
Konflik Kepentingan
Seandaianya saja bukan jabatan politis kasus yang menimpa Arcandra  tidak akan banyak diekspos oleh media. Namun karena yang bersangkutan duduk di jabatan politik maka banyak pihak yang menggoyangnya. Arcandra yang berangkat dari seorang professional hanya bisa pasrah. Beda sekali kalau ia berasal dari parpol yang mendukung Jokowi tentu akan ada pembelaan dari partai yang mengusungnya. Itulah dunia politik, ada yang mengatakan kalau politik itu kejam.
Pengamat politik dari LIPI Ikrar Nusa Bakti dalam sebuah tayangan di televisi mengatakan kalau kasus yang menimpa Arcandra jangan sampai terulang lagi. Ada kesalahan yang dikakukan istana kenapa tidak jeli melihat latarbelakang yang bersangkutan. Kalau sudah diekspos ke publik baru mengambil tindakan. Ada kesan perekrutan menteri asal comot saja.
Status kewarganegaraan kini menjadi penting. Dua kasus yang menimpa Archandra dan Gloria Natapraja Hamel setidaknya harus menjadi cerminan bagi kita.  Entah kewarganegaraan yang dimiliki melalui asas ius soli (asas kedaerahan) ataupun yang melalui asas ius sanguinis (asas keturunan) keduanya sangat penting. Karena kita yang hidup berada di Indonesia maka harus memilih salah satunya. Dwi kewarganegaraan memang memiliki dampak positif namun bila hidup di Indonesia maka mau tak mau harus memilih salah satunya. Semoga apa yang dialami oleh Archanrda dan Gloria Natapraja Hamel bisa diambil hikmahnya.

                                                                                                      *) Praktisi Pendidikan



Tidak ada komentar:

Posting Komentar