Mengenai Saya

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Nurdin Kurniawan, S.Pd. Bekerja sebagai PNS disalah satu sekolah di kota Kabupaten Cirebon. Selain sebagai guru aktif menulis di beberapa surat kabar yang ada di cirebon. Diorganisasi PGRI tercatat pula sebagai redaktur majalah Diaelktika, majalah milik PGRI Kab. Cirebon. Tinggal di Gebang yang merupakan Kampung Nelayan yang ada di Cirebon

Kamis, 27 Juni 2019

ICHLAS SYANDI NUGROHO (Cerpen)


Cerpen
ICHLAS  SYANDI  NUGROHO
Oleh : Nurdin Kurniawan

            Sepintas lalu melihat bentuk tubuhnya saja orang sudah mengatakan kalau anak ini terlahir dari orang yang terbilang mampu. Ya… setidaknya mampu dalam bidang ekonomi. Lihat saja badannya yang subur, sering terlihat nongkrong di kantin, sering jajan, sudah bisa dipastikan kalau ia membawa uang jajan yang lumayan banyak bila dibandingkan dengan teman-temannya. Itulah sosok dari Ichlas Syandi Nugroho atau yang lebih  akrab disapa dengan Ichlas.
            Anak kelahiran Cirebon, 8 Desember 1998 anak ke-2 dari 3 bersaudara. Bapaknya bernama Rahmat Kurnia dan  Ibunya Resah . Rahmat Kurnia bekerja sebagai pelaut dan Ibu Resah adalah Guru di MAN yang ada di Cirebon.
            Kebiasaan buruk yang dimiliki Ichlas dimata Gurunya adalah anak ini suka bolos dengan menghuni di kantin lama-lama. Entah ada saja alasannya kalau dipergoki berada di kantin. Guru yang mengajar jam pertama sering mendapatkan nama Ichlas tidak ada kalau diabsen. Rupanya anak yang tubuhnya  subur salah satunya adalah sering nongkrong di kantin. Pantas saja kalau badannya terbilang besar bila dibandingkan dengan teman-teman seangkatannya.
            Cukup besar juga uang yang dibawa Ichlas untuk  jajan di sekolah. Untuk ukuran di kampung uang Rp. 10.000 termasuk besar. Kalau ditanya rekan-rekan Ichlas lainnya berapa uang jajannya rata-rata masih dibawah Rp. 4.000. Kalau Ichlas lebih dari itu artinya memang anak ini terlahir dari keluarga yang berada. Sekedar uang jajan atau apalah namanya Ichlas diatas rata-rata anak yang lainnya.
            “Uang segitu habis semua untuk jajan?”
Ichlas tersenyum atas pertanyaan gurunya. Sambil manggut-manggut anak ini lalu menjelaskan uang yang diberi Ibunya setiap hari.
            “Kalau masih lebih ditabung Pak”
Walikelasnya sendiri belum tahu berapa seharinya anak ini menabung. Menurut pengakuannya sih menabung. Mudah-mudahan pengakuannya ini jujur, yang dikhawatitkan uang yang diberi orangtuanya  selalu habis dipakai jajan. Belajar hidup hemat agar perjuangan orangtua dalam mendidik anak-anaknya tidak disalahgunakan.
            Kakak Ichlas yang pertama alumni juga dari SMP dimana Ichlas menuntut ilmu. Kini kakak tertuanya sudah kuliah di salah satu perguruan tinggi ternama di Kota Cirebon. Adik Iclas yang bungsu kini masih duduk di kelas 3 SD. Kakak dan adiknya adalah perempuan semua. Jadi Ichlas adalah tumpuan keluarga. Ichlas menjadi harapan sang Bapak agar menjadi penerusnya.
            Bila ditanya cita-cita jelas Ichlas sudah mantap benar dengan keinginannya. Ia ingin kelak bisa mejadi seorang dokter.  Ibunya yang seorang Guru selalu memberikan motivasi pada Ichlas. Ibu adalah tokoh yang sangat berperan dalam kehidupan Ichlas. Ibu  sangat perhatian sekali. Maklumlah Bapak kalau sudah melaut bisa berbulan-bulan. Bila Ichlas bangunnya kesiangan maka Ibulah orang pertama yang membangunkan Ichlas. Bila habis pulang sekolah Ibu juga yang suka menanyakan apakah Ichlas  sudah makan atau belum. Pokoknya Ibu begitu perhatian terhadap anak-anak kalau di rumah. Maklumlah kalau Bapak melaut  maka kendali semuanya ada di tangan Ibu.
            Ingin usai pendidikan SMP Ichlas ingin melanjutkan ke  sekolah farmasi di Cirebon. Rupanya Ibu punya pertimbangan lain.
            “Sudahlan jangan jauh-jauh sekolahnya”
            “Cari saja yang dekat agar Ibu ada temannya di rumah”
            “Ichlas pilih saja SMA Pabedilan”
Kalau sudah permintaan Ibu Ichlas susah untuk menolak. Dipikir-pikir memang benar apa yang dikatakan Ibu. Jauh dari Bapak membuat Ibu ingin agar anak-anaknya dekat. Sekolah tidak usah yang jauh-jauh, cari saja yang dekat. Toh pendidikan sekarang sudah bagus-bagus jadi jangan disangsikan lagi mengenai kualitasnya.
                                                                        ***
            Hal yang paling indah dari seorang anak pelaut adalah dimana        Bapak yang menjadi idola pulang. Sungguh  senang hati ini ketika melihat wajah Bapak. Maklumlah sudah hampir 2 bulan tidak melihat wajah Bapak. Kesempatan yang jarang ini lalu digunakan untuk bersenang-senang. Bapak orangnya mudah sekali terenyuh melihat anak-anaknya gembira. Jarang sekali melihat anak maka bila pulang Bapak selalu menyempatkan membawa anak-anak jalan-jalan. Inilah yang paling menyenangkan kalau Bapak sudah berada di rumah.
            “Ayo Pak jalan-jalan”
Bapak dengan senyumannya menawarkan mau kemana. Banyak pilihan namun adikku yang paling kecil yang permintannya selalu dituruti.
            “Ke Cirebon”
Cirebon bagiku adalah kota yang jauh dari rumah dan tentunya tidak terlau dekat. Di kota itu banyak hiburan dan juga makannya yang enak-enak. Kalu jalan-jalan dengan Bapak memang yang dicari adalah makanan dan membeli oleh-oleh berupa pakaian. Mampir ke Grage, ke swalayan Jogja. Pokoknya Bapak berusaha menggembirakan anak-anak kalau sudah berada di kampung. Itulah kebahagiaan yang ditunggu-tunggu manakala Bapak pulang.
            Suatu saat Bapak memberitahu kalau kapalnya kini bersandar di Pelabuhan Cirebon. Bapak langsung pulang memberitahu keluarga. Bapak menawari anak-anaknya untuk melihat kapal dimana Bapak kerja didalamnya.
            “Siapa yang mau ikut lihat kapal?
Kontan saja anak-anak ingin tahu keseharian Bapak dikapal seperti apa. Esok harinya kami siap-siap berangkat melihat kapal dimana Bapak bekerja. Kebetulan lagi berlabuh di Cirebon maka kesempatan ini bisa dimanfaatkan untuk melihat-lihat ruangan dimana Bapak kesehariannya berada.
            Di kapal itu Bapak memang tidak sendirian. Ada sedikitnya 20 anak buah kapal (ABK). Waktu itu Ichlas masih kelas  1 SMP. Ada perasaan takut ketika menaiki tangga kapal. Bersama Ibu , kakak dan adikku melihat-kihat kondisi kapal. Aku suka salut dengan apa yang dikerjakan Bapak selama di kapal. Jauh dari keluarga tapi demi menafkahi anak–istri keterasingan di tengah laut tak menjadikan halangan. Siapa saja yang ada di kapal sudah dianggap seperti saudara sendiri. Itulah kelebihan orang-orang di kapal. ABK-nya sama-sama jauh dari keluarga. Ikut kenalan dengan teman-teman Bapak. Pokoknya senang bisa mengetahui tempat dimana Bapak sehari-harinya bekerja.
            Pulang dari kunjungan ke kapal itu lalu dilanjutkan ke pusat perbelanjaan. Bapak memang suka membawa  kami ke tempat-tempat belanja untuk menghibur kami. Maklumlah sudah hamir 2 bulan kami tidak bertemu muka dengan Bapak. Jadi kalau ada kesempatan yang seperti ini digunakan Bapak untuk memanjakan anak-anaknya. Apa yang kami minta Bapak berusaha untuk mengabulkannya. Lagu pula kami tidak minta yang macam-macam. Kami mengerti dengan kondisi yang dialami Bapak. Sebisa mungkin kami juga membuat hati  Bapak senang.
Setahun sekali kalau Bapak lagi ada di darat maka      Bapak suka                           membawa kami ke daerah kelahiran Bapak.  Masih ada nenek Bapak yang usianya sudah sangat sepuh. Kalau dipihak Ibu sudah tidak ada semua. Beruntung kami masih punya Nenek yang mengingatkan akan keluarga dari pihak Bapak di Ciamis.
            Sepanjang perjalanan Bapak suka menasehati Ichlas. Jarang bertemu inilah yang membuat Bapak bila ada kesempatan kumpul-kumpul selalu memberikan nasihat.
            “Hati-hati”
            “Jagain kakak dan adik”
            “Kamu anak laki-laki jadi harus bisa menggantikan Bapak “
Banyak nasihat yang diberikan Bapak kalau sudah ketemu. Kadang kalau di laut juga Bapak suka memberikan nasihat lewat HP. Barangkali ini karena aku yang laki-laki. Aku menjadi tumpuan keluarga. Makanya  aku harus bisa membuat orangtuaku bangga.
                                                                        ***
            Beruntung pula aku mempunyai Ibu yang seorang Guru. Selain banyak perhatiannya padaku, Ibu juga adalah sosok yang paling mengerti keadaan diriku. Walau aku kadang masih manja namun Ibu selalu memberikan kemandirian terhadap diriku. Inilah yang membuat Ibu tidak bisa jauh dalam keseharianku.
            Aku teringat ketika tahun 2010 ketika sekolah dimana Ibu bekerja mengadakan acara piknik keluarga. Aku ikut diajak Ibu mengunjungi daerah-daerah wisata yang ada di Jawa Barat khususnya di Bandung dan sekitarnya. Sungguh senang bisa menyaksikan beberapa tempat yang tadinya aku sendiri tidak mengetahuinya. Aku bisa menyaksikan Gunung Tangkuban Perahu, bisa melihat Ciater, bisa menyaksikan kota Bandung dari dekat. Main ke Pasar Baru membeli oleh-oleh. Masih teringat Ibu membelikan kaos, membeli angklung, membeli oleh-oleh khas dari Bandung seperti makanan dodol, wajit dan masih banyak lagi.
            Itulah beberapa pengalaman yang susah Ichlas lupakan. Beruntung  sekali Ichlas punya orangtua yang sungguh perhatian.  Mulai sekarang jangan sampai mensia-siakan apa yang sudah dipercayakan pada Ichlas. Mulai sekarang nongkrong dikantinnya harus dikurangi, malah kalau bisa dihilangkan. Ada perasaan takut juga kalau Guru melaporkannya pada Ibu. Tapi mudah-mudahan Bapak dan Ibu Guru di sekolah tidak melaporkan hal-hal yang seperti ini. Harus ada perubahan signifikan sehingga Iclas bisa  berubah.
            Jalan masih sangat panjang. Deburan ombak yang menghantam kapal Bapak juga masih sering terjadi. Artinya masih sangat jauh perjalanan yang Ichlas akan tempuh. Ichlas ingin menjadi orang yang berguna. Ichlas ingin meneruskan cita-cita kedua orangtua. Ichlas sadar apa yang sedang Ichlas tuntut di sekolah adalah untuk masa depan Ichlas sendri. Makanya kesempatan yang ada ini jangan sampai disia-siakan. Mudah-mudahan Allah selalu membimbing Ichlas sehingga apa yang dicita-citakan dapat terkabul, amien.

                                                                                                            Cirebon, 9 November 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar