Cerpen
ICHLAS
SYANDI NUGROHO
Oleh : Nurdin Kurniawan
Sepintas lalu melihat bentuk
tubuhnya saja orang sudah mengatakan kalau anak ini terlahir dari orang yang
terbilang mampu. Ya… setidaknya mampu dalam bidang ekonomi. Lihat saja badannya
yang subur, sering terlihat nongkrong di kantin, sering jajan, sudah bisa
dipastikan kalau ia membawa uang jajan yang lumayan banyak bila dibandingkan
dengan teman-temannya. Itulah sosok dari Ichlas Syandi Nugroho atau yang lebih akrab disapa dengan Ichlas.
Anak kelahiran Cirebon, 8 Desember
1998 anak ke-2 dari 3 bersaudara. Bapaknya bernama Rahmat Kurnia dan Ibunya Resah . Rahmat Kurnia bekerja sebagai
pelaut dan Ibu Resah adalah Guru di MAN yang ada di Cirebon.
Kebiasaan buruk yang dimiliki Ichlas
dimata Gurunya adalah anak ini suka bolos dengan menghuni di kantin lama-lama.
Entah ada saja alasannya kalau dipergoki berada di kantin. Guru yang mengajar
jam pertama sering mendapatkan nama Ichlas tidak ada kalau diabsen. Rupanya
anak yang tubuhnya subur salah satunya
adalah sering nongkrong di kantin. Pantas saja kalau badannya terbilang besar
bila dibandingkan dengan teman-teman seangkatannya.
Cukup besar juga uang yang dibawa Ichlas
untuk jajan di sekolah. Untuk ukuran di
kampung uang Rp. 10.000 termasuk besar. Kalau ditanya rekan-rekan Ichlas lainnya
berapa uang jajannya rata-rata masih dibawah Rp. 4.000. Kalau Ichlas lebih dari
itu artinya memang anak ini terlahir dari keluarga yang berada. Sekedar uang jajan
atau apalah namanya Ichlas diatas rata-rata anak yang lainnya.
“Uang segitu habis semua untuk
jajan?”
Ichlas tersenyum
atas pertanyaan gurunya. Sambil manggut-manggut anak ini lalu menjelaskan uang
yang diberi Ibunya setiap hari.
“Kalau masih lebih ditabung Pak”
Walikelasnya
sendiri belum tahu berapa seharinya anak ini menabung. Menurut pengakuannya sih
menabung. Mudah-mudahan pengakuannya ini jujur, yang dikhawatitkan uang yang
diberi orangtuanya selalu habis dipakai
jajan. Belajar hidup hemat agar perjuangan orangtua dalam mendidik anak-anaknya
tidak disalahgunakan.
Kakak Ichlas yang pertama alumni juga
dari SMP dimana Ichlas menuntut ilmu. Kini kakak tertuanya sudah kuliah di salah
satu perguruan tinggi ternama di Kota Cirebon. Adik Iclas yang bungsu kini masih
duduk di kelas 3 SD. Kakak dan adiknya adalah perempuan semua. Jadi Ichlas
adalah tumpuan keluarga. Ichlas menjadi harapan sang Bapak agar menjadi
penerusnya.
Bila ditanya cita-cita jelas Ichlas
sudah mantap benar dengan keinginannya. Ia ingin kelak bisa mejadi seorang
dokter. Ibunya yang seorang Guru selalu
memberikan motivasi pada Ichlas. Ibu adalah tokoh yang sangat berperan dalam kehidupan
Ichlas. Ibu sangat perhatian sekali.
Maklumlah Bapak kalau sudah melaut bisa berbulan-bulan. Bila Ichlas bangunnya
kesiangan maka Ibulah orang pertama yang membangunkan Ichlas. Bila habis pulang
sekolah Ibu juga yang suka menanyakan apakah Ichlas sudah makan atau belum. Pokoknya Ibu begitu
perhatian terhadap anak-anak kalau di rumah. Maklumlah kalau Bapak melaut maka kendali semuanya ada di tangan Ibu.
Ingin usai pendidikan SMP Ichlas
ingin melanjutkan ke sekolah farmasi di
Cirebon. Rupanya Ibu punya pertimbangan lain.
“Sudahlan jangan jauh-jauh
sekolahnya”
“Cari saja yang dekat agar Ibu ada
temannya di rumah”
“Ichlas pilih saja SMA Pabedilan”
Kalau sudah
permintaan Ibu Ichlas susah untuk menolak. Dipikir-pikir memang benar apa yang
dikatakan Ibu. Jauh dari Bapak membuat Ibu ingin agar anak-anaknya dekat.
Sekolah tidak usah yang jauh-jauh, cari saja yang dekat. Toh pendidikan
sekarang sudah bagus-bagus jadi jangan disangsikan lagi mengenai kualitasnya.
***
Hal yang paling indah dari seorang
anak pelaut adalah dimana Bapak
yang menjadi idola pulang. Sungguh
senang hati ini ketika melihat wajah Bapak. Maklumlah sudah hampir 2 bulan
tidak melihat wajah Bapak. Kesempatan yang jarang ini lalu digunakan untuk
bersenang-senang. Bapak orangnya mudah sekali terenyuh melihat anak-anaknya
gembira. Jarang sekali melihat anak maka bila pulang Bapak selalu menyempatkan
membawa anak-anak jalan-jalan. Inilah yang paling menyenangkan kalau Bapak
sudah berada di rumah.
“Ayo Pak jalan-jalan”
Bapak dengan
senyumannya menawarkan mau kemana. Banyak pilihan namun adikku yang paling
kecil yang permintannya selalu dituruti.
“Ke Cirebon”
Cirebon bagiku
adalah kota yang jauh dari rumah dan tentunya tidak terlau dekat. Di kota itu
banyak hiburan dan juga makannya yang enak-enak. Kalu jalan-jalan dengan Bapak
memang yang dicari adalah makanan dan membeli oleh-oleh berupa pakaian. Mampir
ke Grage, ke swalayan Jogja. Pokoknya Bapak berusaha menggembirakan anak-anak
kalau sudah berada di kampung. Itulah kebahagiaan yang ditunggu-tunggu manakala
Bapak pulang.
Suatu saat Bapak memberitahu kalau
kapalnya kini bersandar di Pelabuhan Cirebon. Bapak langsung pulang memberitahu
keluarga. Bapak menawari anak-anaknya untuk melihat kapal dimana Bapak kerja
didalamnya.
“Siapa yang mau ikut lihat kapal?
Kontan saja anak-anak
ingin tahu keseharian Bapak dikapal seperti apa. Esok harinya kami siap-siap
berangkat melihat kapal dimana Bapak bekerja. Kebetulan lagi berlabuh di
Cirebon maka kesempatan ini bisa dimanfaatkan untuk melihat-lihat ruangan
dimana Bapak kesehariannya berada.
Di kapal itu Bapak memang tidak sendirian.
Ada sedikitnya 20 anak buah kapal (ABK). Waktu itu Ichlas masih kelas 1 SMP. Ada perasaan takut ketika menaiki
tangga kapal. Bersama Ibu , kakak dan adikku melihat-kihat kondisi kapal. Aku
suka salut dengan apa yang dikerjakan Bapak selama di kapal. Jauh dari keluarga
tapi demi menafkahi anak–istri keterasingan di tengah laut tak menjadikan
halangan. Siapa saja yang ada di kapal sudah dianggap seperti saudara sendiri.
Itulah kelebihan orang-orang di kapal. ABK-nya sama-sama jauh dari keluarga.
Ikut kenalan dengan teman-teman Bapak. Pokoknya senang bisa mengetahui tempat
dimana Bapak sehari-harinya bekerja.
Pulang dari kunjungan ke kapal itu
lalu dilanjutkan ke pusat perbelanjaan. Bapak memang suka membawa kami ke tempat-tempat belanja untuk menghibur
kami. Maklumlah sudah hamir 2 bulan kami tidak bertemu muka dengan Bapak. Jadi
kalau ada kesempatan yang seperti ini digunakan Bapak untuk memanjakan
anak-anaknya. Apa yang kami minta Bapak berusaha untuk mengabulkannya. Lagu pula
kami tidak minta yang macam-macam. Kami mengerti dengan kondisi yang dialami
Bapak. Sebisa mungkin kami juga membuat hati
Bapak senang.
Setahun
sekali kalau Bapak lagi ada di darat maka
Bapak suka membawa kami ke
daerah kelahiran Bapak. Masih ada nenek
Bapak yang usianya sudah sangat sepuh. Kalau dipihak Ibu sudah tidak ada semua.
Beruntung kami masih punya Nenek yang mengingatkan akan keluarga dari pihak
Bapak di Ciamis.
Sepanjang perjalanan Bapak suka
menasehati Ichlas. Jarang bertemu inilah yang membuat Bapak bila ada kesempatan
kumpul-kumpul selalu memberikan nasihat.
“Hati-hati”
“Jagain kakak dan adik”
“Kamu anak laki-laki jadi harus bisa
menggantikan Bapak “
Banyak nasihat yang
diberikan Bapak kalau sudah ketemu. Kadang kalau di laut juga Bapak suka
memberikan nasihat lewat HP. Barangkali ini karena aku yang laki-laki. Aku
menjadi tumpuan keluarga. Makanya aku
harus bisa membuat orangtuaku bangga.
***
Beruntung pula aku mempunyai Ibu
yang seorang Guru. Selain banyak perhatiannya padaku, Ibu juga adalah sosok
yang paling mengerti keadaan diriku. Walau aku kadang masih manja namun Ibu
selalu memberikan kemandirian terhadap diriku. Inilah yang membuat Ibu tidak
bisa jauh dalam keseharianku.
Aku teringat ketika tahun 2010
ketika sekolah dimana Ibu bekerja mengadakan acara piknik keluarga. Aku ikut
diajak Ibu mengunjungi daerah-daerah wisata yang ada di Jawa Barat khususnya di
Bandung dan sekitarnya. Sungguh senang bisa menyaksikan beberapa tempat yang
tadinya aku sendiri tidak mengetahuinya. Aku bisa menyaksikan Gunung Tangkuban
Perahu, bisa melihat Ciater, bisa menyaksikan kota Bandung dari dekat. Main ke
Pasar Baru membeli oleh-oleh. Masih teringat Ibu membelikan kaos, membeli angklung,
membeli oleh-oleh khas dari Bandung seperti makanan dodol, wajit dan masih
banyak lagi.
Itulah beberapa pengalaman yang
susah Ichlas lupakan. Beruntung sekali
Ichlas punya orangtua yang sungguh perhatian. Mulai sekarang jangan sampai mensia-siakan apa
yang sudah dipercayakan pada Ichlas. Mulai sekarang nongkrong dikantinnya harus
dikurangi, malah kalau bisa dihilangkan. Ada perasaan takut juga kalau Guru
melaporkannya pada Ibu. Tapi mudah-mudahan Bapak dan Ibu Guru di sekolah tidak
melaporkan hal-hal yang seperti ini. Harus ada perubahan signifikan sehingga Iclas
bisa berubah.
Jalan masih sangat panjang. Deburan
ombak yang menghantam kapal Bapak juga masih sering terjadi. Artinya masih sangat
jauh perjalanan yang Ichlas akan tempuh. Ichlas ingin menjadi orang yang
berguna. Ichlas ingin meneruskan cita-cita kedua orangtua. Ichlas sadar apa yang
sedang Ichlas tuntut di sekolah adalah untuk masa depan Ichlas sendri. Makanya
kesempatan yang ada ini jangan sampai disia-siakan. Mudah-mudahan Allah selalu membimbing
Ichlas sehingga apa yang dicita-citakan dapat terkabul, amien.
Cirebon, 9 November 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar