ARTIKEL
ETIKA BICARA PEJABAT
Oleh
: Nurdin Kurniawan, S.Pd. *)
Meruntut
kejadian demo para guru honorer yang terjadi di Kabupaten Garut tak lepas dari
cara pejabat publik dalam mengeluarkan pernyataan. Namanya juga pejabat publik
kalau ngomong akan berdampak luas. Baik itu yang mengenakkan hati atau yang membuat
hati jadi gusar, resah dan was-was. Sebagai seoreang pejabat harus berfikir
jauh-jauh ketika akan mengeluarkan pernyataan ataupun pertanyaan. Kalau keceletot sedikit saja bisa membuat
resah.
Adalah
pelaksana tugas (Plt) Kepla Dinas Pendidikan Kabupaten Garut yang membuat heboh
bahkan sempat membuat Kabupaten Garut tak kondusif. Ribuan guru honorer Selasa,
18 September 2018 turun kejalan menuntut agar Plt Kepala Dinas Pendidikan
Kabupaten Garut mundur. Sang plt akhirnya dicopot dari jabatannnya karena membuat
guru honorer se- Kabupaten Garut marah.
Gara-gara
menyebut guru honorer ilegal maka berakhir pula jabatan sang
plt Kepala Dinas Pendidikan Garut. Para guru honorer yang sebelumnya sudah resah
dengan aturan tentang pendaftaran CPNS yang rata-rata kepentok umur, kini malah
kepala dinasnya sendiri yang membuat hati makin tak merasa nyaman dan membuat
tak bisa tidur. Setidaknya sebagai plt Kepala Dinas bisa mengayomi para guru
honorer, perkataannya bisa menyejukkan hati. Sang Plt malah justru sebaliknya membuat
guru honorer makin tambah resah.
Buntut
dari pernyataan plt Kepala Dinas membuat guru yang merasa honorer turun
menyambangi Kantor Bupati Garut. Guru honorer ini melakukan orasi di depan
Halaman Gedung DPRD dan Kantor Bupati Garut. Guru honor menuntut agar sang plt Kepala Dinas dicopot.
Masa yang makin banyak jumlahnya membuat situasi Garut lumpuh. Sekolah menjadi
sepi karena gurunya yang sebagaian besar adalah guru honor ikut berdemo.Tak
hanya guru-guru honorer bahkan yang sudah diangkat juga ikut demo berempati pada rekan sekantornya yang juga mendatangi
Kantor Bupati ikut berdemo.
Pemerintah
Kabupaten Garut akhirnya meminta maaf soal pernyataan Plt Kadisdik Djatjat
Darajat yang menyebut guru honorer adalah guru ilegal. Pernyataan tersebut
dilontarkan Bupati Rudy Gunawan saat berorasi di tengah-tengah ribuan guru
honorer yang melakukan unjuk rasa, di depan Kantor DPRD.
Terhitung sejak
Selasa, 18 September 2018 plt Kadisdik Kabupaten Garut dicopot dari jabatannya.
Bupati Garut Rudy Gunawan menyatakan permintaan maaf terkait kejadian plt sang
Kepala Dinas. Plt Kepala Dinas Pedidikan Kabupaten Garut setelah dicopot sementara
dijabat oleh Kepala BKD. Massa yang bekumpul sekitar Gedung DPRD setelah
mendengarkan orasi sang bupati akhirnya berangsur-angsur membubarkan diri.
Perlunya
Etika
Peristiwa yang
dialami oleh plt Kepala Dinas Pendidikan Garut mengingatkan pada peristiwa serupa
yang hampir sama yang menimpa orang nomer satu di DKI Jakarta waktu masih
dijabat oeh Ahok. Gaya
komunikasi Ahok yang blak-blakan kadang suka membuat lawan bicara merinding.
Kepala Daerah yang satu ini memang lain gaya bicaranya dari para Gubernur yang
pernah ada di Indonesia.
Disalah satu acara siarang langsung
saja Ahok tak segan-segan mengeluarkan perkataan yang menurut sebagian orang
termasuk “kasar”. Gaya bicaranya yang blak-blakkan seperti itu membuat orang
ada yang berfikiran positif ada pula yang berikiran negatif. Seperti salah
seorang anggota DPR yang juga mantan pembawa acara salah satu kuis di stsasiun
televisi swasta Tantowi Yahya seperti dilansir detik.com. "Bagaimana seorang kepala daerah menggunakan
kata-kata yang tidak layak, gunakan nama hewan, maling, sampai elu gua yang
tidak boleh disampaikan dalam komunikasi formal begitu," ujar Tantowi
dalam jumpa pers di gedung DPR.
Kesantunan dalam berbahasa memang
diperlukan oleh seorang pejabat publik. Bila tidak berhati-hati nasibnya akan
sama dengan Ahok ataupun sang plt Kepala Dinas Garut yang dicopot. Salah dalam
berbahasa bisa mengakibatkan seseorang berada dalam ranah hukum. Siapapun itu
orangnya harus bisa menahan diri untuk tidak berkata-kata kotor ataupun mengeluarkan
ucapan yang bisa menyulut kemarahan orang lain apalagi massa.
Memohon maaf saja juga tidak lazim bagi kita yang berada di belahan bumi timur
setelah mengeluarkan pernyataan yang membuat orang marah. Pemimpin publik
jangan sampai bertindak seenaknya mengucapkan kata-kata yang membuat orang
terluka hatinya lalu beberapa saat kemudian setelah ucapannya terlontar lalu
meminta maaf.Permohonann maaf atas perkataan yang seringkali dinilai kasar saja
tak lazim bagi kita yang berada di timur.
Seorang pemimpin, pejabat publik,
wakil rakyat atau siapa saja sudah semestinya bisa menggunakan bahasa yang
santun. Bahasa yang membuat sejuk siapa saja yang mendengarkannya. Cara yang
ditempuh untuk mengungkapkan pendapat atau mengeluarkan pernyataan harus
memegang konsep kesantunan dalam beretika dan berpolitik.
Teringat dengan kata-kata bijak
bahwa diam itu emas. Ada benarnya kalau dikaitkan dengan peristiwa ini. Bila
tidak ada yang perku sekali untuk diungkapkan sebaiknya diam saja. Keceletot sedikit saja bisa membuat
orang diluar sana merasa panas. Kalaulah sekali diungkapkan maka bisa dimaafkan
karena disangkanya keceletot. Tapi
manakala pernyataannya ini berkali-kali maka bisa membuat massa marah. Kalau
massa marah bisa turun kejalan membuat kekuatan tersendiri yang mengakibatkan
kondisi suatu daerah tak lagi nyaman.
Dari kejadian dua pejabat publik tersebut setidaknya bisa
diambil pelajaran. Sebagai orang yang tingkahlaku, omongannya selalu disorot
media maka berhati-hatilah untuk berkomentar, mengeluarkan pernyataan. Bila
sudah membuat massa merasa gerah dengan beberapa kali pernyataan yang membuat
heboh maka massa bisa berrgerak. Tak hanya beberapa kali, satu kali saja kini
bisa bikin heboh apabila sudah membuat massa merasa tak nyaman dengan
pernyataannya. Itulah yang menimpa Ahok dan plt Kepala Dinas Garut yang baru
lengser. Lidah memang tidak beertulang. Semoga kejadian seperti itu tidak
terjadi pada diri kita. Oleh karenanya berhati-hatilah sebelum bicara apalagi
anda adalah seorang pejabat publik atau artis ternama yang selalu disorot
media.
*) Praktisi Pendidikan
Domisili di Gebang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar