Mengenai Saya

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Nurdin Kurniawan, S.Pd. Bekerja sebagai PNS disalah satu sekolah di kota Kabupaten Cirebon. Selain sebagai guru aktif menulis di beberapa surat kabar yang ada di cirebon. Diorganisasi PGRI tercatat pula sebagai redaktur majalah Diaelktika, majalah milik PGRI Kab. Cirebon. Tinggal di Gebang yang merupakan Kampung Nelayan yang ada di Cirebon

Rabu, 19 Juni 2019

ETIKA BICARA PEJABAT (Artikel)


ARTIKEL

ETIKA BICARA PEJABAT
Oleh : Nurdin Kurniawan, S.Pd. *)

            Meruntut kejadian demo para guru honorer yang terjadi di Kabupaten Garut tak lepas dari cara pejabat publik dalam mengeluarkan pernyataan. Namanya juga pejabat publik kalau ngomong akan berdampak luas. Baik itu yang mengenakkan hati atau yang membuat hati jadi gusar, resah dan was-was. Sebagai seoreang pejabat harus berfikir jauh-jauh ketika akan mengeluarkan pernyataan ataupun pertanyaan. Kalau keceletot sedikit saja bisa membuat resah.
            Adalah pelaksana tugas (Plt) Kepla Dinas Pendidikan Kabupaten Garut yang membuat heboh bahkan sempat membuat Kabupaten Garut tak kondusif. Ribuan guru honorer Selasa, 18 September 2018 turun kejalan menuntut agar Plt Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Garut mundur. Sang plt akhirnya dicopot dari jabatannnya karena membuat guru honorer se- Kabupaten Garut marah.
            Gara-gara menyebut guru honorer  ilegal maka berakhir pula jabatan sang plt Kepala Dinas Pendidikan Garut. Para guru honorer yang sebelumnya sudah resah dengan aturan tentang pendaftaran CPNS yang rata-rata kepentok umur, kini malah kepala dinasnya sendiri yang membuat hati makin tak merasa nyaman dan membuat tak bisa tidur. Setidaknya sebagai plt Kepala Dinas bisa mengayomi para guru honorer, perkataannya bisa menyejukkan hati. Sang Plt malah justru sebaliknya membuat guru honorer makin tambah resah.
            Buntut dari pernyataan plt Kepala Dinas membuat guru yang merasa honorer turun menyambangi Kantor Bupati Garut. Guru honorer ini melakukan orasi di depan Halaman Gedung DPRD dan Kantor Bupati Garut. Guru honor  menuntut agar sang plt Kepala Dinas dicopot. Masa yang makin banyak jumlahnya membuat situasi Garut lumpuh. Sekolah menjadi sepi karena gurunya yang sebagaian besar adalah guru honor ikut berdemo.Tak hanya guru-guru honorer bahkan yang sudah diangkat juga ikut demo berempati  pada rekan sekantornya yang juga mendatangi Kantor Bupati ikut berdemo.
            Pemerintah Kabupaten Garut akhirnya meminta maaf soal pernyataan Plt Kadisdik Djatjat Darajat yang menyebut guru honorer adalah guru ilegal. Pernyataan tersebut dilontarkan Bupati Rudy Gunawan saat berorasi di tengah-tengah ribuan guru honorer yang melakukan unjuk rasa, di depan Kantor DPRD.
Terhitung sejak Selasa, 18 September 2018 plt Kadisdik Kabupaten Garut dicopot dari jabatannya. Bupati Garut Rudy Gunawan menyatakan permintaan maaf terkait kejadian plt sang Kepala Dinas. Plt Kepala Dinas Pedidikan Kabupaten Garut setelah dicopot sementara dijabat oleh Kepala BKD. Massa yang bekumpul sekitar Gedung DPRD setelah mendengarkan orasi sang bupati akhirnya berangsur-angsur  membubarkan diri.
Perlunya Etika
Peristiwa yang dialami oleh plt Kepala Dinas Pendidikan Garut mengingatkan pada peristiwa serupa yang hampir sama yang menimpa orang nomer satu di DKI Jakarta waktu masih dijabat oeh Ahok.  Gaya komunikasi Ahok yang blak-blakan kadang suka membuat lawan bicara merinding. Kepala Daerah yang satu ini memang lain gaya bicaranya dari para Gubernur yang pernah ada di Indonesia.
            Disalah satu acara siarang langsung saja Ahok tak segan-segan mengeluarkan perkataan yang menurut sebagian orang termasuk “kasar”. Gaya bicaranya yang blak-blakkan seperti itu membuat orang ada yang berfikiran positif ada pula yang berikiran negatif. Seperti salah seorang anggota DPR yang juga mantan pembawa acara salah satu kuis di stsasiun televisi swasta Tantowi Yahya seperti dilansir detik.com. "Bagaimana seorang kepala daerah menggunakan kata-kata yang tidak layak, gunakan nama hewan, maling, sampai elu gua yang tidak boleh disampaikan dalam komunikasi formal begitu," ujar Tantowi dalam jumpa pers di gedung DPR.
            Kesantunan dalam berbahasa memang diperlukan oleh seorang pejabat publik. Bila tidak berhati-hati nasibnya akan sama dengan Ahok ataupun sang plt Kepala Dinas Garut yang dicopot. Salah dalam berbahasa bisa mengakibatkan seseorang berada dalam ranah hukum. Siapapun itu orangnya harus bisa menahan diri untuk tidak berkata-kata kotor ataupun mengeluarkan ucapan yang bisa menyulut kemarahan orang lain apalagi massa.
            Memohon maaf saja juga tidak  lazim bagi kita yang berada di belahan bumi timur setelah mengeluarkan pernyataan yang membuat orang marah. Pemimpin publik jangan sampai bertindak seenaknya mengucapkan kata-kata yang membuat orang terluka hatinya lalu beberapa saat kemudian setelah ucapannya terlontar lalu meminta maaf.Permohonann maaf atas perkataan yang seringkali dinilai kasar saja tak lazim bagi kita yang berada di timur.
            Seorang pemimpin, pejabat publik, wakil rakyat atau siapa saja sudah semestinya bisa menggunakan bahasa yang santun. Bahasa yang membuat sejuk siapa saja yang mendengarkannya. Cara yang ditempuh untuk mengungkapkan pendapat atau mengeluarkan pernyataan harus memegang konsep kesantunan dalam beretika dan berpolitik.
            Teringat dengan kata-kata bijak bahwa diam itu emas. Ada benarnya kalau dikaitkan dengan peristiwa ini. Bila tidak ada yang perku sekali untuk diungkapkan sebaiknya diam saja. Keceletot sedikit saja bisa membuat orang diluar sana merasa panas. Kalaulah sekali diungkapkan maka bisa dimaafkan karena disangkanya keceletot. Tapi manakala pernyataannya ini berkali-kali maka bisa membuat massa marah. Kalau massa marah bisa turun kejalan membuat kekuatan tersendiri yang mengakibatkan kondisi suatu daerah tak lagi nyaman.
            Dari kejadian  dua pejabat publik tersebut setidaknya bisa diambil pelajaran. Sebagai orang yang tingkahlaku, omongannya selalu disorot media maka berhati-hatilah untuk berkomentar, mengeluarkan pernyataan. Bila sudah membuat massa merasa gerah dengan beberapa kali pernyataan yang membuat heboh maka massa bisa berrgerak. Tak hanya beberapa kali, satu kali saja kini bisa bikin heboh apabila sudah membuat massa merasa tak nyaman dengan pernyataannya. Itulah yang menimpa Ahok dan plt Kepala Dinas Garut yang baru lengser. Lidah memang tidak beertulang. Semoga kejadian seperti itu tidak terjadi pada diri kita. Oleh karenanya berhati-hatilah sebelum bicara apalagi anda adalah seorang pejabat publik atau artis ternama yang selalu disorot media.

                                                                                                            *) Praktisi Pendidikan
                                                                                                                Domisili di Gebang
           
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar