Cerpen
KINGWAN
ATIYANI
Oleh : Nurdin Kurniawan
Tatapan anak ini kosong
entah pikirannya melayang sedang berada dimana. Perasaan hati ini tak tenang
melihat kedua orangtua bertengkar. Sebagai anak Yani hanya berharap kedua
orangtuanya bisa akur. Setiap harinya ada saja yang diributkan orangtuanya.
Belajarpun jadi tak tenang. Boro-boro ingin belajar ataupun mengerjakan PR,
yang ada hanya pusing dan pusing terus bila kedua orangtuanya sudah ribut-ribut.
Namanya Kingwan Atiyani atau lebih
akrab disapa dengan Yani. Anak kelahiran Cirebon, 6 Juni 1997. Anak kedua dari
3 bersaudara dari pasangan Yayang dan Rumiyati.
Kekecewaan Ibu memuncak setelah mendengar
khabar dari adik Bapak kalau Bapak ternyata sudah menikah lagi.
“Kamu kata siapa?”
“Saya mendengar langsung dari Kakak”
Pusing setelah
mendengarkan khabar yang seperti ini. Jelas ini suatu pengkhiatan atas janji suci. Dulu waktu mulai
membina rumahtangga akan menjalaninya sehidup semati. Kini? Suatu penghianatan
atas janji suci yang diucapkan dulu. Bapak malah secara diam-diam menikahi
orang lain.
Yati penasaran ingin mengetahui apa yang didengarnya dari sang
adik. Yati ingin mengetahui langsung dari orangnya. Maka Yayang dicari-cari
untuk menjelaskan hal ini. Rasa penasaran ini begitu kuat. Jantung berdebar-debar
tak menentu setelah mendengarkan khabar yang seperti ini. Tak terlalu sulit
Bagi Yani untuk mencari keberadaan suaminya. Begitu ketemu dengan Yayang maka
apa yang mengganjal dalam hati ini langsung dikemukakan. Ingin tadinya tenang
dahulu agar ia bisa menanyakan pada sang suami mengenai khabar yang kurang enak
itu. Tapi begitu melihat wajah Yayang maka amarahpun langsung meledak. Dicecar
dengan berbagai pertanyaan Bapak tidak bisa mengelak, akhirnya Bapak mengakui
kalau dirinya telah menikah siri dengan seorang janda.
“Ya…”
Ibu pusing
mendengarkan apa yang barusan diucapkan Bapak. Kepala ini seolah
berputar-putar hampir tak percaya dengan
apa yang barusan diucapkan Bapak. Ibu masuk ke kamar tidur mengunci diri.
Kenapa hal yang diluar jangkauannya seperti ini harus terjadi?
Pusing dengan tingkahlaku Bapak yang
telah mengecewakan Ibu maka Ibu memutuskan pergi ke Boyolali. Ibu ingin
menenangkan dari di Boyolali di salah satu saudaranya. Yani juga ikut dengan
ibu ke Boyolali. Ketika Ibu di Boyolali malah Bapak seperti tidak ada masalah
saja. Bapak tak mau ambil psuing, Bapak malah tinggal dengan istri mudanya.
Kemarahan Ibu banyak sekali hal yang
memicunya. Uang yang digunakan Bapak untuk nikah adalah uang kiriman dari Teh
Lilis. Uang itu sedianya digunakan untuk membeli sapi dan sawah. Sungguh keterlaluan Bapak ini yang
menggunakan uang kiriman dari anaknya untuk menikah.
“Pokoknya uang itu harus dikembalikan
lagi!”
“Pokoknya Ibu tidak mau tahu”
“Jumlahnya harus 10 juta lagi!”
Bapak yang sudah
menggunakan uang itu tentu beralasan uangnya sudah dipakai. Didesak seperti apapun
tak membuat Bapak mau mengganti.
“Tidak bisa!”
“Uangnya sudah terpakai”
Bapak tidak
menjelaskan uangnya terpakai untuk apa, yang jelas Ibu tahu uang itu dipakai buat
apa. Ibu bukan main marahnya dengan
alasan Bapak yang seperti itu. Kasihan Teh Lilis yang sudah capai-capai kerja
di Taiwan kalau uang hasil kirimannya justru digunakan Bapak untuk menikah
lagi.
Sepulang dari Boyolali Ibu makin tak
menentu. Rumah yang dulu tempat tinggal Ibu dan anak-anaknya kini ditempati
istri kedua Bapak. Kontan ini membuat pertentangan baru. Bagaimanapun rumah ini
adalah rumah hasil kiriman Teh Lilis. Sudah barang tentu tidak ada kaitannya
dengan apa-apa hasil dari istri muda Bapak. Jelas ibu sangat tidak setuju dengan apa yang dilakukan Bapak dengan membawa
istri kedua masuk ke rumah ini. Namun karena Ibu baru datang ia hanya bisa membaca
situasi saja. Tak langsung mengusir ibu tiri Yani. Ibu sementara tingggal di
rumah Bibi sambil menungggu saat yang tepat agar bisa kembali ke rumah yang
dulu.
Ibu adalah korban dari kekerasan
dalam rumahtangga. Kalau lagi ribut dengan Bapak maka Ibu suka sekali
mendapatkan perlakuan yang kasar. Yani sebagai anaknya hanya miris melihat hal
yang seperti ini. Ini tak lain dari permintaan ibu yang menuntut agar uang yang
sudah digunakan Bapak agar dikembalikan utuh.
***
Seenak-enaknya tinggal di rumah bibi
maka bila kelamaan akan tidak enak juga. Terpikirkan oleh Yati harus secepatnya
kembali ke rumah yang dulu. Toh ia yang
lebih berhak tinggal di rumah itu daripada
istri Bapak yang dinikahi secara siri. Maka dengan keberaniannya Ibu datangi
rumah dimana Ibu tiri ada didalamnya. Sudah dapat dibayangkan akan terjadi pertengkaran yang cukup hebat antara
Ibu dengan Ibu tiri. Kalimat-kalimat kasar terdengar dari luar. Ibu jelas lebih
punya argument yang lebih baik daripada ibu tiri yang baru beberapa hari
menempati rumah ini. Bapak tidak banyak berbuat ketika pertengkaran ini terjadi
seolah membiarkan apa yang memang harus terjadi. Bapak ikut kaku dibuatnya. Dengan
kemampuan diplomasi yang masuk akal akhirnya Ibu berhasil mengusir istri muda Bapak.
Istri siri Bapak sudah menikah 3
kali. Bapak adalah suaminya yang keempat. Menurut khabar suami dari ibu tiriku
ini semuanya meninggal dunia. Entah apa
penyebab meninggalnya yang jelas ibu tiriku sudah jadi janda 3 kali.
Setelah Ibu kembali menempati rumah
yang sekarang keadaan kembali
berangsur-angsur membaik. Bapak mulai membagi waktu antara bagian dengan Ibu
dan dengan Ibu tiri. Sempat Ibu malah minta cerai sama Bapak tapi Bapak tidak
pernah mengabulkan permintaan Ibu. Setiap ada pemintaan yang seperti itu Bapak
selalu saja mengemukakan pendapat-pendapat baik buruknya kalau terjadi
perceraian. Sampai akhirnya Ibu berhenti sendiri lupa dengan apa yang pernah ia
inginkan. Lambat laun akhirya tak pernah terdengar lagi ribut-ribut antara Bapak
dan Ibu.
Sebagai anak rasanya bangga melihat
Ibu dan Bapak akur lagi. Bapak dan Ibu satu rumah lagi. Pembangunan rumah ini
terus berlangsung. Rumah hasil keringat kakak yang bekerja di Taiwan.
Apa yang terjadi di kampung halaman
rupanya sampai juga ke telinga kakak di Taiwan. Kakak juga ikut prihatin dengan
apa yang terjadi di rumah. Makanya ada keinginan kakak kalau pulang nanti Ibu
dan Bapak kalau bisa tidak tingggal di rumah ini lagi. Tentu ini semua kalau
kakak nanti sudah berumahtangga. Tapi
itu baru katanya sebatas keinginan kakak yang tidak mau direpoti oleh persoalan
yang terjadi antara Ibu dengan Bapak, belum bisa dipastikan akan kesungguhan sang kakak. Mudah-mudahan kakak juga sadar kalu
aku masih ingin bersama di rumah ini.
Bukannya rumah ini masih ada 4 kamar? Kalau ada 4 kamar kalaupun kakak
menikah nanti masih ada kamar yang kosong. Mudah-mudahan kakak bisa mengerti
dengan keadaan di kampung halaman. Yani masih ingin mendapatkan ketenangan.
Masih ada hal yang jauh lebih penting ketimbang masalah apa yang sedang terjadi
antara Ibu dengan Bapak.
Yani hanya bisa mengambil nafas
dalam-dalam. Setidaknya satu persoalan yang sedang terjadi sedikit-demi sedikit
dapat diselesaikan. Jalan masih sangat
panjang dan ini memerlukan perjuangan tersendiri. Sebagai seorang anak Yani ingin agar kedua
orangtuanya jangan berantakan, ingin agar Ibu Bapaknya hidup rukun, Ingin Bapak
ada kesibukan lagi dengan bekerja seperti biasanya, ingin Kakak yang masih di
Taiwan tidak pelit, dan masih banyak lagi keinginan Yani.
***
Sebagai pelajar tugas utama Yani
adalah belajar. Setidaknya kini Yani sudah berada di kelas 9. Tinggal menunggu
beberapa bulan lagi agar bisa menyelesaikan Ujian Nasional. Rasanya kalau sudah
ikut UN waktu hanya tinggal menunggu waktu saja.
Yani masih akui ada beberapa
pelajaran yang sulit untuk diterima. Kalau dibilang sulit maka boleh dikata
demikian. Habis mata pelajaran yang satu ini susah untuk ditangkap. Kadang Pak
Gurunya memberikan materi seperti anak kuliahan. Bagi anak-anak tentu hal yang
seperti ini sulit untuk ditangkap. Entah cara
mengajar yang seperti ini seringkali diterapkan oleh guru matematika.
Inginnya Yani sebagai pelajar tentu kalau ada materi yang masih baru Bapak
Gurunya menerangkan terlebih dahulu. Tanyakan pada siswa kalau ada materi yang
belum dimengerti. Jangan datang lalu
duduk, menulis materi, menulis soal. Bagaimana siswanya mengerti akan hal yang
seperti ini! Ya sudahlah, ini catatan tersendiri bagi Yani.
Yani punya cita-cita ingin jadi
isyinyur. Tidak mau jadi TKW seperti yang dilakukan kakak sekarang. TKW itu
jauh dari orangtua. Yani susah sekali menghilangkan rasa rindu kalau jauh dari
orangtua. Makanya tidak terbersit keinginan untuk jadi TKW. Bisa berkerja di
tanah air adalah yang paling menyenangkan. Pepatah mengatakan hujan emas di
negeri orang hujan batu di negeri sendiri. Masih beruntung hujan batu di negeri
sendiri daripada hujan emas jauh di negeri
orang.
Itulah perjalanan Yani yang sampai
sekarang susah untuk dilupakan. Ada kisah sedih, ada kisah yang menggembirakan,
ada canda, ada tawa. Semuanya bercampur
jadi satu. Apa yang terjadi merupakan suatu pelajaran tersendiri bagi Yani. Kalau hidup ternyata banyak sekali
lika-likunya. Mudah-mudahan apa yang
dialami Yani ini setidaknya memberikan pelajaran tersendiri buat Yani.
Mentari masih memancarkan sinarnya.
Masih jauh jalan kehidupan yang harus Yani tempuh. Satu per satu persoalan
dapat diselesaikan. Kiranya Allah memberikan jalan terbaik bagi Yani. Jalan
kehidupan yang masih terlalu jauh untuk ditempuh.
Cirebon, 2 November 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar