Mengenai Saya

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Nurdin Kurniawan, S.Pd. Bekerja sebagai PNS disalah satu sekolah di kota Kabupaten Cirebon. Selain sebagai guru aktif menulis di beberapa surat kabar yang ada di cirebon. Diorganisasi PGRI tercatat pula sebagai redaktur majalah Diaelktika, majalah milik PGRI Kab. Cirebon. Tinggal di Gebang yang merupakan Kampung Nelayan yang ada di Cirebon

Rabu, 26 Juni 2019

GURU MENULIS ANTI KORUPSI (Artikel)


ARTIKEL

GURU MENULIS ANTI KORUPSI
Oleh : Nurdin Kurniawan, S.Pd. *)

            Mendengar kata korupsi sebenarnya bukan barang baru. Hanya saja untuk menuangkannya harus penuh kehati-hatian. Namanya korupsi pelakunya  bisa siapa saja dan yang sering berbenturan adalah ketika pelakunya adalah teman dekat sendiri. Saat ini korupsi menjadi pembicaraan orang banyak. Bukan karena yang dirugikan negara saja namun kita semua sebagai rakyat banyak menderita akibat ulah koruptor.
            Korupsi itu sendiri sudah  dilakukan orang-orang sejak jaman dahulu. Katakanlah waktu Jaman Majapahit ada yang namanya “maling matimpuh”. Maling matimpuh mengandung arti mengambil uang rakyat yang dilakukan dengan cara santai. Matimpuh sendiri mempunyai pengertian duduk santai. Jadi saat melakukan korupsi dilakukan dengan santai tidak perlu tergesa-gesa mengambil uang negara yang merupakan uang rakyat juga.
            Apasih sebenarnya yang namanya korupsi? Dalam makna yang paling sederhana, korupsi diartikan sebagai tindakan menyelewengkan uang atau benda orang lain yang bukan menjadi haknya. Dalam arti luas, korupsi diartikan sebagai tindakan menyalahgunakan jabatan untuk keuntungan pribadi dan digunakan sebagai upaya untuk memperkaya diri sendiri, orang lain atau koorporasi.
            Berdasarkan pengamatan orang yang melakukan korupsi akibat dari faktor ekonomi dan kebutuhan hidup. Setelah diperhatikan kesini ternyata tidak juga. Pendapat ini terbantahkan. Bila ekonomi dan kebutuhan hidup menjadi faktor yang menyebabkan orang melakukan korupsi, ternyata pelaku korupsi sekarang ini kebanyakan orang-orang yang punya kekayaan melimpah. Contoh saja para anggota DPR yang terlibat korupsi, para selebritis yang terlibat korupsi, para pejabat negara yang melakukan korupsi, kesemuanya itu bukan karena ekonomi mareka lemah.
            Nafsu merupakan pemicu pertama dari korupsi, pada dasarnya nafsu adalah bawaan manusia sejak kecil tetapi jika tidak dapat mengendalikan membuat orang hilang akal sehat. Sifat lainnya yaitu sifat rakus yang dimiliki oleh manusia. Rakus membuat orang melakukan tindakan korupsi karena dia merasa selalu kurang dalam penghasilan dan tidak ada rasa syukur sehingga menjadikan korupsi sebagai alternatif dari kerakusan yang tidak terbendung. Iri hati atau gengsi. Iri terhadap teman atau orang lain yang kaya juga sebagai pemicu terjadinya korupsi.
            Menurut Auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Lukman Hakim mengatakan, ada empat faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara. Keempat faktor yang mendorong orang korupsi itu antara lain faktor kebutuhan, tekanan, kesempatan dan rasionalisasi.
Faktor kebutuhan, seseorang terdorong untuk melakukan tindak pidana korupsi karena ingin  memiliki sesuatu namun pendapatannya tidak memungkinkan untuk mendapatkan yang diinginkan tersebut. Dorongan korupsi dari faktor kebutuhan ini dilakukan oleh orang-orang bersentuhan langsung dengan pengelolaan keuangan. Demikian pula dengan faktor tekanan, biasanya dilakukan karena permintaan dari seseorang kerabat atau atasan yang tidak bisa dihindari. Faktor tekanan ini bisa dilakukan oleh pengelola keuangan, bisa juga oleh pejabat tertinggi di lingkungan instansi pemerintah.
Faktor kesempatan dilakukan oleh pemegang kekuasaan dengan memanfaatkan jabatan dan kewenangan yang dimiliki untuk memperkaya diri. Meskipun cara untuk mendapatkan kekayaan tersebut melanggar undang-undang yang berlaku. Demikian juga dengan rasionalisasi, biasanya dilakukan oleh pejabat tertinggi seperti bupati/walikota di tingkat kabupaten/kota atau gubernur di tingkat provinsi. Pajabat yang melakukan korupsi ini merasa bahwa kalau dia memiliki rumah mewah atau mobil mewah, orang lain akan menganggapnya rasional atau wajar karena dia adalah bupati atau gubernur.
Begawan ekonomi Indonesia  Prof Sumitro Djojohadikusumo  menganalisa kebocoran anggaran pembangunan. Adalah terjadi kebocoran terhadap dana pembangunan sekitar 30 persen pada tahun 1989 sampai dengan 1993 dari total investasi, jumlah tersebut sekitar Rp 12 triliun. Yang dimaksud dengan kebocoran ialah pemborosan (inefisiensi ekonomi) atas penggunaan sumber daya ekonomi. Menurut Sumitro, ada beberapa penyebab kebocoron. Pertama, karena investasi yang ditanamkan dalam infrastruktur dengan masa pengembalian cukup lama. Kedua, lemahnya penggarapan dan perawatan proyek investasi. Ketiga, adanya penyimpangan dan penyelewengan. Point yang ketiga inilah yang disebut sebagai korupsi.
Sebagai orang yang berprofesi sebagai guru rasanya wajib menyelamatkan generasi penerus dari racun korupsi. Maka sejak dini perlu diajarkan pada anak-anak baik di sekolah, di rumah maupun dilingkungan memperkenalkan bahaya yang namanya korupsi. Korupsi bisa merusak setiap sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Korupsi menjadikan rakyat sengsara akibat dana yang seharusnya untuk pembangunan dimakan oleh segelintir orang.
Membaca data dari Transparency Indonesia ternyata negara kita menduduki urutan 12 dari total 175 negara terkorup. Sungguh hal ini membuat miris sebagai warga Indonesia. Sudah sedemikian parahkan korupsi yang telah dilakukan?  Tingginya angka korupsi di Indonesia telah menyebabkan semua sistem dan sendi kehidupan bernegara rusak karena praktik korupsi telah berlangsung secara merata dan membuat larut hampir semua elite politik. Jika dibiarkan terus berlangsung dan tanpa tindakan tegas, korupsi akan menggagalkan demokrasi dan membuat negara dalam bahaya kehancuran.
Apa yang dikemukakan mantan pentolan KPK  Busro Mukodas bahwa korupsi adalah kejahatan kemanusiaan. Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri disebutkan bahwa selama tahun 2004 - 2010, ada 155 bupati / Walikota, 18 Gubernur dan ratusan anggota DPRD yang tersangkut masalah hukum, dalam hal tindak pidana korupsi. Data KPK menyebut sejak 2004 telah menerima lebih dari 50.000 pengaduan dari masyarakat terkait dengan sejumlah  kasus  korupsi. Dari sejumlah pengaduan itu, hingga kini hanya 10 % perkara korupsi yang berhasil ditangani oleh KPK.
   Pendidikan Anti Korupsi
Menarik juga apa yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK) dengan melibatkan profesi guru untuk menulis  anti korupsi. Perlu diapresisasi apa yang telah dilakukan oleh Anti-Corruption Taecher Supercamp 2016. Dari kegiatan-kegiatan seperti ini guru diajak berkembang wawasannya mengetahui lebih jauh apa dampak dari kejahatan besar yang namanya korupsi. Setidaknya dengan mengikuti kegiatan seperti  Anti-Corruption Taecher Supercamp 2016 bisa menularkan kepada anak didik bahaya akibat dari perbuatan  korupsi.
Seperti diketahui Sesuai amanat UU No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dalam pasal 6 huruf (d) disebutkan bahwa salah satu tugas KPK adalah melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi. Namun, dalam menjalankan tugas dan fungsinya KPK tidak bekerja sendirian. Oleh karena itu KPK ingin melibatkan para tenaga pendidik dalam penulisan literatur antikorupsi.
Guru menulis anti korupsi  sudah selayaknya diberikan. Mengingat guru adalah penyambung lidah dari KPK. Dari guru yang bersentuhan langsung dengan anak didik setidaknya diharapkan ada pengetahuan yang dikenalkan pada anak-anak akibat bahaya korupsi. Seberapa banyak orang yang dirugikan akibat oknum-oknum yang telah melakukan korupsi. Berapa banyak sekolah, rumahsakit yang terbengkalai karena dana yang seharusnya masuk ke sekolah atau rumahsakit lenyap oleh orang dengan cara mengkorupsinya.
Pendidikan anti korupsi setidaknya bisa dimasukkan dalam kurikulum sekolah. Bila ada pelajarannya dengan sendirinya anak akan tahu bahaya korupsi. Anak dilatih juga dengan soal-soal tentang korupsi. Dari pelajaran  anti korupsi itu paling tidak akan terbentuk watak anak yang terdidik jauh dari korupsi. Mereka tahu dari apa yang diajarkan dan tahu pula bagaimana untuk menjauhi perbuatan korupsi.
Apa yang sudah mendarahdaging tentang korupsi paling tidak sedikit demi sedikit akan diberantas. Tidak salah bila KPK menggandeng guru dalam upaya pembelajaran guru menulis anti korupsi. Dari yang sederhana ini setidaknya bisa menularkan pada anak-anak akan bahaya korupsi. Dari yang terkecil mengingatkan anak-anak akan pembangunan yang sedang berlangsung. Dalam setiap kesempatan mendidik anak-anak disisipkan pesan-pesan bahaya akibat korupsi. Kalau saja tidak dikorupsi pembangunan akan berjalan dengan mulus. Apa yang dicita-citakan pendahulu negara Indonesia menjadi  negara yang makmur akan tercapai. Itu semua ada syaratnya diantaranya pejabatnya tidak korupsi, penyelenggara negaranya adalah orang-orang yang bersih. Semoga.

                                                                           *) Guru SMPN 1 Gebang
                                                                                      
                                nurdinkurniawan@ymail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar